• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana T1 312009054 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana T1 312009054 BAB II"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK

1. Pengertian Anak Menurut Ahli

Menurut R.A Koesno, yang dimaksud dengan anak adalah manusia

yang masih muda dalam umur, muda jiwa dan pengalaman hidupnya karena

lingkungan sekitar. Shanty Dellyana berpendapat bahwa anak adalah

mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan

tertentu (mental dan fisik belum dewasa). 8

Sedangkan Poernawadarminta memberikan pengertian anak sebagai

manusia yang masih kecil. Kertono memberikan pengertian anak sebagai

keadaan manusia yang normal yang masih muda usia dan sedang

menentukan identitasnya serta sangat labil jiwanya, sehingga sangat mudah

kena pengaruh lingkungannnya.

Menurut Atmasasmita, anak adalah seorang yang masih di bawah usia

tertentuyang belum dewasa serta belum kawin. Sedangkan Soejono

menyatakan bahwa anak menurut hukum adat adalah mereka yang belum

menentukan tanda-tanda fisik belum dewasa. 9

Berdasarkan pengertian anak tersebut di atas dapat diketahui bahwa

yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih muda

8 Shanty Delllyana, 1990, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarta, Liberty hal 50. 9 Made Sadhi Astuti, 1 Maret 1997.Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku Tindak

(2)

usia dan sedang menentukan identitas, sehingga berakibat mudah terkena

pengrauh lingkungan sekitar.

a. Anak Menurut Hukum Perdata

Pasal 330 ayat (1) mengatakan, “orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun (dua puluh satu) tahun

dan tidak terlebih dahulu kawin”. Jadi seseorang dikatakan belum dewasa apabila ia belum berumur 21 (dua puluh satu tahun) serta belum pernah

melakukan perkawinan.

b. Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

Pasal 1 Undang-UndangPelindungan Anak merumuskan, ”anak adalah seseorang yang belumm berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan”. Berdasarkan Pasal tersebut, seseorang yang disebut dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun dan termasuk juga anak yang masih dalam kandungan ibunya.

c. Anak Menurut Undang-Undang Kesejahtraan Anak

Undang-Undang Kesejahteraaan Anak dalam Pasal 1 ayat (2)

menyebutkan, “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin.

Jadi seseorang dikatakan anak apabila usianya belum mencapai 21

(dua puluhsatu) tahun dan belum pernah melakukan perkawinan.

(3)

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengadilan Anak merumuskan,

“anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal belum mencapai 18 (delapn belas) tahun dan belum pernah kawin”.

Jadi di sini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang telah

mencapai 18 (delapan belas) tahun, akan tetapi usianya tidak lebih dari 18

(delapan belas) tahun serta belum pernah melakukan perkawinan.

2. Anak Dalam Pengertian Khusus

a. Pengertian Anak Dari Aspek Agama

Pandangan anak dalam pengertian agama sesuai dengan pandangan

Islam yaitu titipan Allah SWT yang harus diperlakukan secara

manusiawi dan diberi pendidikan, pengajaran, ketrampilan..

Pengertian ini memberikan atau melahirkan hak-hak yang harus

diakui, diyakini dan diamankan sebagai implementasi amalan yang

diterima oleh anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

10

b. Pengertian Anak Dari Aspek Sosiologis

Kedudukan anak dalam pengertian sosiologis memposisikan anak

sebagaikelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari

masyarakat di lingkungantempat berinteraksi. Status sosial yang

dimaksud ialah ditujukan pada kemampuanmenerjemahkan ilmu

dan teknologi sebagai ukuran interaksi yang dibentuk

(4)

darikemampuan berkomunikasi sosial yang berada pada skala

paling rendah.

Pengelompokan pengertian anak dalam makna sosial ini lebih

mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan

yang dimiliki oleh sanganak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana

orang dewasa.11 Masalah anak yang melakukan kejahatan atau tindak pidana

dapat mudah dipahami yakni melanggar pasal-pasal yang ada dalam KUHP

atau peraturan hukum lainnya yang tersebar di luar KUHP. Seperti tindak

pidana Narkotika, tindak pidana pencurian dan lain sebagainya. Namun

tidak demikian masalahnya dengan pengertian melakukan perbuatan yang

dinyatakan terlarang bagi anak.

Menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum

lainnya yang hidup dan berlaku dalam masyarakat, larangan berarti apa

yang dianggap tabu dan tidak boleh dilakukan oleh seorang anak.

Pengertiannya tentu jauh lebih luas karena selain norma hukum juga

meliputi norma adat atau kebiasaan, norma agama, etika dan kebudayaan

yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang

bersangkutan.12Oleh sebab itu pengertian anak nakal juga sebagai anak yang

melanggar norma adat dan kebiasaaan, norma agama sertaetika dan

kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dari

11 Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengentar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta, PT Grasindo, hal 10.

(5)

pengertian anak nakal di atas dapat diperkarakan untuk diselesaikan secara

hukum.

3. Batasan Umur Anak

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana

karena dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah seseorang

yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Hal

ini sangat diperlukan untuk dijadikan pegangan bagi aparat penegak hukum

agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik salah tuntut maupun

salah mengadili karena menyangkut hak asasi seseorang.

Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

ketentuan mengenai batas umur anak diatur dalam :

a. Pasal 1 ke 1 yang dirumuskan :

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

Ketentuan ini berlaku dalam perkara anak nakal tanpa membedakan

jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan dengan batasan umur

secara minimal dan maksimal

b. Pasal 4 ayat (1) yang dirumuskan:

“ Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak

adalah sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas)tahun dan belum pernah kawin”.

Batasan umur dari kedua ketentuan di atas menunjukkan bahwa anak

yang dapat diperkarakan secara pidana dibatasi antara umur 8 (delapan)

(6)

perkawinan. Jadi berdasarkan penjelasan pasal-pasal tersebut di atas, dalam

penulisan proposal ini yang dijadikan acuan adalah dalam membahas

perlindungan hukum bagi anak yang melakukan tindak pidana dalam proses

persidangan adalah pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor.3

tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu seorang yang telah berumur

antara 8 (delapan) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, serta

belum pernah melakukan perkawinan.

4.Pengertian Tentang Anak Yang Bermasalah Dengan Hukum

Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata

hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa

(minderjaring atau person under age), orang yang di bawah umur atau

keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige

onvervoodij).13Pada tingkat Internasional rupanya tidak terdapat

keseragaman dalam perumusan batasan tentang anak, tingkatan umur

seseorang dikategorikan sebagai anak anatara satu negara dengan negara

lain cukup beraneka ragam yaitu :

Menurut Pasal 1 Konvensi Anak merumuskan pengertian anak sebagai

“setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan

Undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa

dicapai lebih awal”.

Berbagai kriteria untuk batasan usia anak pada dasarnya adalah

pengelompokan usia maksimum sebagai perwujudan kemampuan seorang

(7)

anak dalam status hukum sehingga anak tersebut akan beralih status menjadi

usia dewasa atau menjadiseorang subyek hukum yang data

bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan

tindakan-tindaka hukum yang dilakukan oleh anak itu.14

Beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa indikator untuk

mengatakan bahwa seseorang telah dikatakan telah dewasa adalah bahwa ia

dapat melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa bantuan orang lain baik

orang tua maupun wali. Berdasarkan penjelasan-penjelasan beberapa

peraturan perundang-undangan diatas, maka dapat dilihat bahwa pengertian

anak adalah bervariatif dimana hal tersebut dilihat dari pembatasan batas

umur yang diberikan kepada seorang anak apakah anak tersebut dibawah

umur atau belum dewasa dan hal tersebut dapat dilihat dari pengertian

masing-masing peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,

Namun meskipun demikian pada prinsipnya anak dibawah umur adalah

seseorang yang tumbuh dalam perkembangannya yang mana anak tersebut

memerlukan bimbingan untuk kedepannya.

Hukum internasional telah menetapkan standar perlakuan yang harus

atau dapat dirujuk oleh setiap negara dalam menangani anak yang

berhadapan dengan hukum. Hukum internasional mensyaratkan negara

untuk memberikan perlindungan hukum dan penghormatan terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum melalui pengembangan hukum, prosedur,

kewenangan, dan institusi (kelembagaan).

(8)

Secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum (children in

conflict with the law), dimaknai sebagai : Seseorang yang berusia di bawah

18 tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang

bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana.

Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak

yang berhadapan dengan sistem pengadilan pidana karena:

1) Disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar

hukum; atau

2) Telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum yang

dilakukan orang/kelompok orang/lembaga/negara terhadapnya;

atau

3) Telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu

peristiwa pelanggaran hukum.

Dilihat ruang lingkupnya maka anak yang berhadapan dengan hukum

dapat dibagi menjadi :

1) Pelaku atau tersangka tindak pidana;

2) Korban tindak pidana;

3) Saksi suatu tindak pidana.

Menurut Pasal 1 ke 2 Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, terdapat dua kategori perilaku anak yang dapat membuat

seorang anak berhadapan dengan hukum yakni status offences dan criminal

offences. Status offences adalah perilaku kenakalan anak yang apabila

(9)

melakukan perbuatan terlarang bagi seorang anak. Misalnya, tidak menurut,

membolos sekolah, kabur dari rumah, sedangkan criminal offences adalah

perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan orang dewasa termasuk

kategori kejahatan atau anak yang bermasalah dengan hukum.15

5. Proses Penanganan Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

Proses Peradilan adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada

kesempatan orang berdiskusi dan dapat memperjuangkan pendirian tertentu

yaitu mengemukakan kepentingan oleh berbagai macam pihak,

mempertimbangkannya dan dimana keputusan yang diambil tersebut

mempunyai motivasi tertentu.16 Seperti halnya orang dewasa, anak sebagai

pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik

dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, arti kata identik disini

mengandung arti ”hampir sama”, yang berbeda hanya lama serta cara

penanganannya.

Penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan,

pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus bagi anak

dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang

berhadapan dengan hukum.

Proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum erat

kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri, dimana dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Dikaji dari perspektif

Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) maka di Indonesia

15Ibid, hal 25.

(10)

dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub Sistem Peradilan Pidana.

Terminologi lima institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangsa penegak

hukum, yaitu Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga

Pemasyarakatan dan advokat.17

Proses (pelaksanaan penegakan hukum) pidana merupakan suatu

bentuk pemeriksaan yang dilakukan menurut tatacara yang ditentukan oleh

Undang-Undang (Pasal 3 KUHAP), Undang-Undang ini menentukan

hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka yang ada dalam proses dimana

pelaksanaan dan hak dan kewajiban mereka itu menjadi intinya proses.18

Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan

dimulai semenjak tingkat penyelidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang

pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama

proses peradilan tersebut , maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum

yang berlaku dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh

pihak-pihak terkait dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut.

6. Hak-Hak Anak Yang Melakukan Tindak Pidana

Yang dimaksud dengan hak, yaitu kekuasaan yang diberikan oleh

hukum kepada seseorang (atau badan hukum) karena perhubungan hukum

dengan orang lain (badan hukum lain).19 Hak-hak anak merupakan salah

satu hal terpenting yang tidak boleh kita lupakan, karena hal itu sebagai

17Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 56.

(11)

suatu bentuk sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak dari masalah

hukum. Hak anak itu mempunyai kedudukan yang sama dengan manusia

lain atau subjekhukum lainnya.

Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang

dilengkapi dengan kekuatan (macht) yang diberikan oleh sistem hukum /

tertib hukum kepada anak yang bersangkutan. 20

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) Pasal 52 ayat (1) disebutkan bahwa setiap anak berhak atas

perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.

Sedangkan pada Pasal 52 ayat (2) menyatakan hak anak adalah hak

asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi

oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Pengaturan lain terhadap perlindungan hak-hak anak tercantum dalam

berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

untuk bidang hukum.

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Kesehatan, pada Pasal 1, Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2),

untuk bidang kesehatan.

3. Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1945 tentang Dasar-Dasar Pendidikan

(12)

dan Pengajaran di Sekolah, Pasal 19 dan Pasal 17, untuk bidang

Pendidikan.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, untuk bidang kesejahteraan.

Dalam hukum internasional pun ada tiga instrumen yang penting

dalam melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak yang bermasalah

dalam bidang hukum (Children in conflict with the law) yaitu :

1. The UN Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency

(The Riyadh Guidelines);

2. The UN Standard Minimum Rules for the Administration of

Juvenile Justice (The Beijing Rules);

3. The UN Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their

Liberty.21

Pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 20

November 1959, mensahkan Deklarasi tentang hak-hak anak. Dalam

Deklarasi ini memuat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak, yaitu :

1. Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai ketentuan

yang terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa

pengecualian harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan

suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

pandangan politik, kebangsaan, tingkatan sosial, kaya miskin,

(13)

kelahiran atau status lain, baik yang ada padadirinya maupun

pada keluarga.

2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus

memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana

lain, agar menjadikannya mampu untuk mengembangkan diri

secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan

dalam situasi yangsehat, normal sesuai dengan kebebasan dan

harkatnya. Penuangan tujuan itu ke dalam hukum, kepentingan

terbaik atas diri anak haruis merupakan pertimbangan utama.

3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.

4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk

tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun

setalah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan

khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang

cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan.

5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya

akibat keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan,

perawatan, dan perlakuan khusus.

6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis,

ia memerluakan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin

ia harus dibesarkan di bawah asuhan dan tanggung jawab

orangtuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar

(14)

jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak

dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah

yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusus

kepada anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak

yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain

memberikan bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang berasal

dari keluarga besar.

7. Anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-Cuma

sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus

mendapatkan perlindungan yang dapat meningkatkan

pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan, atas dasar

kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya,

pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan

sosialnya, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang

berguna. Kepentingan anak haruslah dijadikan pedoman oleh

mereka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan

bimbingan anak yang bersangkutan: pertama-tama

tanggungjawab tersebut terletak pada orangtua mereka. Anak

harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan

berekreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan masyarakat

dan pemerintahyang berwenang harus berusaha meningkatkan

(15)

8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.

9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan,

penghisapan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak

tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh

dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan

atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi

perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya.

10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam

bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk

diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan di dalam

semangat penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar

bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dengan penuh

kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada

sesama manusia.

Hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu hasil

interaksi yang saling terkait dan mempengaruhi dengan yang lainnya.

Aspek mental, fisik, sosial, dan ekonomi merupakan faktor yang harus

ikut diperhatikan dalam mengembangkan hak-hak anak.

Untuk mendapatkan suatu keadilan, diperlukan adanya keseimbangan

antara hak dan kewajiban. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan hak

dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapatkan

(16)

diharapkan. Namun yang kiranya perlu digarisbawahi bahwa

memperlakukan anak harus melihat situasi, kondisi fisik dan mental,

keadaan sosial serta usia dimana pada tiap tingkatan usia anak mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda.

Arif Gosita, SH berpendapat ada beberapa hak-hak anak yang perlu

diperhatikan dan diperjuangkan pelaksanaannya bersama-sama yaitu :22

a. Sebelum persidangan :

1. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti salah;

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan

tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental,

fisik, sosial dari siapa saja (ancaman, penganiayaan, cara dan

tempat penahanan misalnya).

3. Hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam

rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan

yang akan datang dengan prodeo;

4. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar

pemeriksaan terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari

yang berwajib).

b. Selama Persidangan :

1. Hak mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan

dan kasusnya;

(17)

2.Hak mendapatkan pendamping, penasehat selama

persidangan;

3. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar

persidangan mengenai dirinya (transport, perawatn

kesehatan);

4. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap

tindakan-tindakan yang merugikan, meimbulkan penderitaan mental,

fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara

dan tempat penahanan misalnya).

5. Hak untuk menyatakan pendapat.

6. Hak untuk memohon ganti kerugian atas perlakuan yang

menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan,

dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan

undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya

atau badan hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur

dalam KUHAP (pasal 1 ayat (22)).

7. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/ penghukuman

yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai

manusia seutuhnya.

(18)

c. Setelah persidangan :

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang

manusiawi sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar

1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap

tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental,

fisik, sosial dari siapa saja (berbagai macam ancaman,

penganiayaan, pembunuhan misalnya).

3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya,

keluarganya.

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan

masyarakat. Hal ini juga merupakan suatu perwujudan adanya keadilan

dalam suatu masyarakat, sehingga dalam melakukan perlindungan terhadap

anak hak-hak anak benar-benar perlu diperhatikan.

Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan

perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat

negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.23

Anak merupakan golongan yang rawan dan dependent sehingga dalam

perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut pengaturan dalam

peraturan perundang-undangan.

Faktor pendukung dalam usaha pengembangan hak-hak anak dalam

peradilan pidana adalah :

(19)

1. Dasar pemikiran yang mendukung Pancasila, Undang-Undang

Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, ajaran agama,

nilai-nilai sosial yang positif mengenai anak, norma norma

(Deklarasi Hak-Hak Anak, Undang-Undang Kesejahteraan

Anak).

2. Berkembangnya kesadaran bahwa permasalahan anak adalah

permasalahan nasional yang harus ditangani sedini mungkin

secara bersama-sama, intersektoral, interdisipliner,

interdepartemental.

3. Penyuluhan, pembinaan, pendidikan dan pengajaran mengenai

anak termasuk pengembangan mata kuliah Hukum Perlindungan

Anak, usaha-usaha perlindungan anak, meningkatkan perhatian

terhadap kepentingan anak.

4. Pemerintah bersama-sama masyarakat memperluas usaha-usaha

nyata dalam menyediakan fasilitas bagi perlindungan anak.24

Beberapa faktor penghambat dalam usaha pengembangan hak-hak

anak dalam peradilan pidana, adalah :

1. Kurang adanya pengertian yang tepat mengenai usaha

pembinaan, pengawasan dan pencegahan yang merupakan

perwujudan usaha-usaha perlindungan anak.

(20)

2. Kurangnya keyakinan hukum bahwa permasalahan anak

merupakan suatu permasalahan nasional yang harus ditangani

bersama karena merupakan tanggung jawab nasional.25

Selanjutnya pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak merumuskan hak-hak anak sebagai berikut :

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan

bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya

maupun didalam aturan khusus untuk tumbuh dan berkembang

dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

dan kehidupan sosialnya sesuai dengan Negara yang baik dan

berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa

dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar.

Perlindungan hukum terhadap anak perlu mendapat perhatian yang

serius. Perlindungan hukum, dalam hal ini mengandung pengertian

perlindungan anak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (yang

(21)

mengatur tentang Peradilan Pidana Anak), baik sebagai tersangka, terdakwa,

terpidana/narapidana.26

B. Tuntutan

1. Pengertian Penuntutan

Di dalam Bab XV KUHAP mengenai penuntutan, Pasal 137 menyatakan

bahwa jaksa Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap

siapapun yang di dakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili.

Sedangkan penuntutan itu sendiri adalah tindakan Penuntut Umum untuk

melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dengan

permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.

27Adapun pengertian penuntutan lainnya adalah sebagai berikut :

a. Pengertian penuntutan menurut Wirjono Prodjodikoro Penuntutan adalah

menuntut seorang terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan

perkara seseorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim,

dengan permohonan, supaya Hakim memeriksa dan kemudian

memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.28

26 Maidin Gultom, Op Cit, Hal.5

27 Harun M.Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal 222.

(22)

b. Pengertian penuntutan secara yuridis Secara yuridis pengertian

penuntutan diatur dalam pasal 1 angka 7 KUHAP. Penuntutan adalah

tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan

Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

Hakim di sidang Pengadilan. Pengertian ini sama dengan pengertian yang

diberikan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

2. Tahap-tahap Penuntutan

Prapenuntutan adalah wewenang Jaksa Penuntut Umum memberi petunjuk

kepada Penyidik dalam rangka penyempurnaan berkas perkara.29

Hal ini merupakan wewenang Penuntut Umum sebagaimana diatur dalam Pasal

14 huruf b KUHAP, yakni dalam hal Penuntut Umum menerima berkas perkara

penyidikan dari Penyidik dan berpendapat dari hasil penyidikannya itu dianggap

belum lengkap dan sempurna maka Penuntut Umum harus segera

mengembalikannya kepada Penyidik dengan disertai petunjuk-petunjuk

seperlunya dan dalam hal ini Penyidik harus segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk yang diberikan Penuntut Umum (Pasal 110 ayat

(3) KUHAP), apabila penuntut umum dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak

mengembalikan hasil penyidikan tersebut, maka penyidikan dianggap selesai

(23)

(Pasal 110 ayat (4) KUHAP) dan hal ini berarti pula bahwa tidak boleh dilakukan

prapenuntutan.30

Tugas Jaksa penuntut umum dalam melakukan Prapenuntutan diatur dalam pasal

138 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:

1) Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari Penyidik segera

mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib

memberitahukan kepada Penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap

atau belum.

2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, Penuntut Umum

mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai petunjuk tentang hal

yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak

tanggal penerimaan berkas, Penyidik harus sudah menyampaikan kembali

berkas perkara itu kepada Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum dalam

melakukan penelitian berkas perkara difokuskan terhadap kelengkapan formal

dan kelengkapan material, yaitu :

a. Kelengkapan formal, antara lain:

1) identitas tersangka;

2) surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam hal dilakukan

penggeledahan, penyitaan;

3) surat izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat apabila dilakukan

pemeriksaan surat;

30 Hari Sasangka, Tjuk Suharjanto, dan Lily Rosita, Penuntutan dan Teknik Membuat Surat

(24)

4) adanya pengaduan dari orang yang berhak melakukan pengaduan

dalam tindak pidana aduan;

5) pembuatan berita acara pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka,

penangkapan, penggeledahan, dan sebagainya dan ditandatangani oleh

mereka yang berhak.

b. Kelengkapan material, antara lain:

Kelengkapan material adalah apabila suatu berkas perkara sudah memenuhi

persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan, yakni harus memenuhi alat bukti

seperti yang diatur dalam Pasal 183 dan Pasal 18 KUHAP sehingga dapat disusun

surat dakwaan seperti yang disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b

KUHAP.31

Jaksa Penuntut Umum berwenang untuk menentukan suatu perkara hasil

penyidikan apakah sudah lengkap ataukah belum untuk dilimpahkan ke

Pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 139 KUHAP, yang menyatakan bahwa

setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang

lengkap dari Penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah

memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan.

Sehubungan dengan penuntutan, di dalam Hukum Acara Pidana dikenal 2 asas

penuntutan, yaitu :

a. Asas Legalitas (legaliteltsbeginsel)

(25)

Asas ini menurut Hari Sasangka adalah asas yang mewajibkan kepada

Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang

melanggar peraturan hukum pidana. Dan asas ini merupakan penjelmaan

dari asas equality before the law.32

b. Asas Oportunitas (Oppurtuniteltsbeginsel)

Asas opurtunitas menurut Hari Sasangka adalah asas yang memberikan

wewenang kepada Penuntut Umum untuk tidak melakukan penuntutan

terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan

jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk

kepentingan umum. Dalam KUHAP asas ini dikenal dengan

“penyampingan perkara untuk kepentingan umum”, yang merupakan

wewenang dari Jaksa Agung.

3. Penghentian Penuntutan

Penghentian Penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP,

yang menyatakan bahwa dalam hal penuntut umum memutuskan untuk

menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau karena peristiwa

tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau perkara

tutup demi hukum, Penuntut Umum menuangkan hal tersebut dalam surat

ketetapan.

Apabila Penuntut Umum berpendapat berkas perkara tidak dilimpahkan ke

Pengadilan, dalam hal ini Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, memberikan

alasan-alasan alasan-alasan sebagai berikut:

(26)

1. karena tidak cukup bukti;

2. karena peristiwanya ternyata bukan merupakan tindak pidana;

3. karena perkara ditutup demi hukum.33

C. Perbedaan Antara Jaksa Dan Penuntut Umum

1. Jaksa Umum

Pejabat Negara yang melakukan penuntutan adalah Jaksa Penuntut Umum.

Adapun perbedaan pengertian antara Jaksa dan Penuntut Umum terdapat dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 ke 6:

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini

untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksakan putusan

Pengadilan yang telah telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

Hakim.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004

terdapat dalam pasal 1 yang dirumuskan:

1.Jaksa adalah Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksanaan

putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

(27)

2.Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

2. Tugas Dan Wewenang Jaksa Penuntut Umum

Jaksa Penuntut Umum telah diberi wewenang untuk menuntut yang terdapat

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia dalam bab III Tugas dan Wewenang Pasal 30 ayat

(1) yang dirumuskan “ Dibidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Penyidik.

Kemudian wewenang dalam melakukan penuntutan juga terdapat juda

didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 13 yang dirumuskan

“Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini

(28)

3. Pedoman Tuntutan Pidana.

Dalam melakukan penuntutan Jaksa Penuntutan Umum berpedoman kepada

Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-001/J-A/4/1995Tentang Pedoman Tuntutan

Pidana. yaitu:

A.Faktor - faktor yang harus diperhatikan

1.Perbuatan terdakwa

a.Dilakukan dengan cara yang Sachs.

b.Dilakukan dengan cara kekerasan

c.Menyangkut SARA

d.Menarik perhatian/meresahkan masyarakat

e.Menyangkut kepentingan negara, stabilitas keamanan dan

pengamananpembangunan.

2.Keadaaan diri pelaku tindak pidana

a.Sebab-sebab yang mendorong dilakukannya tindak pidana (kebiasaan, untuk

mempertahankan diri, balas dendam, ekonomi dan lain -lain)

b.Karakter, moral dan pendidikan, riwayat hidup, keadaan Sosial ekonomi, pelaku

tindak pidana.

c.Peranan pelaku tindak pidana.

d.Keadaan jasmani dan rohani pelaku tindak pidana dan pekerjaan.

e.Umur pelaku tindak pidana

3.Dampak perbuatan terdakwa

(29)

b.Menimbulkan penderitaan yang sangat. mendalam dan berkepanjangan bagi

korban atau keluarganya.

c.Menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat

d.Menimbulkan korban jiwa dan harta benda.

e.Merusak pembinaan generasi muda.

B. Tuntutan Pidanadenganmemperhatikan keadaan masing - masing perkara secara

kasuistis, Jaksa PenuntutUmum harus mengajukan tuntutan pidana dengan wajib

berpedoman pada kriteria sebagai berikut:

1.Pidana mati

a.Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati.

b.Dilakukan dengan cara yang sadis diluar perikemanusian.

c.Dilakukan secara berencana.

d.Menimbulkan korban Jiwa atau sarana umum yang vital.

e.Tidak ada alasan yang meringankan.

2.Seumur Hidup.

a.Perbuatan yang didakwakan diancam dengan pidana mati.

b.Dilakukan secara sadis.

c.Dilakukan secara berencana.

d.Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital.

e.Terdapat hal - hal yang meringankan.

3.Tuntutan pidana serendah - rendahnya 1/2 dari ancaman pidana, apabila terdakwa.

a.Residivis

(30)

c.Menimbulkan kerugian materi.

d.Terdapat hal - hal yang meringankan.

4.Tuntutan pidana serendah - rendahnya 1/4 dari ancaman pidana yangtidak

termaksud dalam butir 1,2,3 tersebut diatas.

5.Tuntutan pidana bersyarat.

a.Terdakwa sudah membayar ganti rugi yang diderita korban.

b.Terdakwa belum cukup umur (pasal 45 KUHP).

c.Terdakwa berstatus pelajar/mahasiswa/expert.

d.Dalam menuntut hukuman bersyarat hendaknya diperhatikan ketentuan Pasal 14

KUHP.Penyimpangan terhadap butir I dan 2 harus dengan izin Jaksa Agung

sedangkan pelaksanaan tersebut butir 3,4, dan 5 dipertanggung jawabkan

kepada Kepala Kejaksaan Negeri kecuali perkara penting sesuai dengan

petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-16/E/3/

1994,tanggal 11 Maret 1994 perihal Pengendalian Perkara Penting Tindak

Pidana Umum.

4. Undang-Undang Perlindungan Anak

a. Bab II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:

a. non diskriminasi;

(31)

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang

berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

c. Bab III

Hak Dan Kewajiban Anak

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan

orang tua.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Pasal 9

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

(32)

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak

yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,

sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus.

Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada

alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu

adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan

terakhir.

Pasal 16

(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

dilakukan sebagai upaya terakhir.

Pasal 59

Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab

(33)

anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan

terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan

penelantaran.

Pasal 64

1. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik

dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan

tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

2. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan

hak-hak anak;

b. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;

c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;

d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi

anak;

e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan

(34)

f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang

tua atau keluarga; dan

g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan

untuk menghindari labelisasi.

3. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;

b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa

dan untuk menghindari labelisasi;

c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik

fisik, mental, maupun sosial; dan

d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai

perkembangan perkara.

5. Pengadilan Anak

A. Bab I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur

8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun

dan belum pernah kawin.

2. Anak Nakal adalah :

(35)

b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut

peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan.

3. Anak Didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan adalah Anak Didik

Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan,

dan Klien Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

4. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di Rumah

Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat

tertentu.

5. Penyidik adalah penyidik anak.

6. Penuntut Umum adalah Penuntut Umum anak.

7. Hakim adalah Hakim anak.

8. Hakim Banding adalah Hakim Banding anak.

9. Hakim Kasasi adalah Hakim Kasasi anak.

10. Orang tua asuh adalah orang yang secara nyata mengasuh anak, selaku

orang tua terhadap anak.

11. Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada

Balai Pemasyarakatan yang melakukan bimbingan Warga Binaan

(36)

12. Organisasi Sosial Kemasyarakatan adalah organisasi masyarakat yang

mempunyai perhatian khusus kepada masalah Anak Nakal.

13. Penasihat Hukum adalah penasihat hukum sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

Pasal 2

Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di

lingkungan Peradilan Umum.

Pasal 3

Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang Anak, bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 4

(1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang Pengadilan setelah anak

yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak.

Pasal 6

Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas

(37)

Pasal 7

(1) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa

diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi

orang dewasa.

Pasal 8

(1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup.

Bab III Pidana Dan Tindakan

Pasal 22

Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang

ditentukan dalam Undang-undang ini.

Pasal 23

(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan

pidana tambahan.

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

a. pidana penjara;

b. pidana kurungan;

c. pidana denda; atau

d. pidana pengawasan.

(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak

Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan

barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur

(38)

Pasal 24

(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,

dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial

Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan

latihan kerja.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan

teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.

Pasal 26

(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari

maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada

anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 27

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari

(39)

Pasal 28

(1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2

(satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

Pasal 29

(1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang

dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 30

(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3

(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 31

(1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara,

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara.

Pasal 32

Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)

huruf c, Hakim dalam keputusannya sekaligus menentukan lembaga tempat

pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut dilaksanakan.

Bab IV Petugas Kemasyarakatan

Pasal 33

Petugas kemasyarakatan terdiri dari :

a. Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;

(40)

c. Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan.

Pasal 34

(1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf

a bertugas :

1. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan

Hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar

Sidang Anak dengan membuat laporan hasil penelitian

kemasyarakatan;

2. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang

berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana

pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus

mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan

bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.

(2) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, bertugas

membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan

putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti

pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pekerja

Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.

6. Kesejahteraan Anak

Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1

(41)

a. Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupandan penghidupan anak

yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan

wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial;

b. UsahaKesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang

ditujukan untuk menjamin terwujudnya Kesejahteraan Anak terutama

terpenuhinya kebutuhan pokok anak.

c. Orangtua adalah ayah dan atau ibu kandung;

d. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

e. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah

dan atau ibu dan anak.

f. Anakyang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak

dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani

maupun sosial dengan wajar.

Bab II Hak Anak

Pasal2

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya,sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

(42)

(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar.

Pasal 8

Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi

hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik,

dan kedudukan sosial.

- konvensi internasioanal

Konvensi tentang Hak-hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa Bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989

Pasal 2

1. Negara-Negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak yang

dinyatakan dalam Konvensi ini pada setiap anak yang berada di dalam

yurisdiksi mereka, tanpa diskriminasi macam apa pun, tanpa menghiraukan ras,

warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain,

kewarganegaraan, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran

atau status yang lain dari anak atau orang tua anak atau wali hukum anak.

2. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk

menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau

hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau

(43)

Pasal 9 1. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak tidak dapat

dipisahkan dari Orang tuanya, secara bertentangan dengan kemauan mereka,

kecuali ketika penguasa yang berwenang dengan tunduk pada yudicial review

menetapkan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku bahwa

pemisahan tersebut diperlukan demi kepentingan-kepentingan terbaik anak.

Penetapan tersebut mungkin diperlukan dalam suatu kasus khusus, seperti

kasus yang melibatkan penyalahgunaan atau penelantaran anak oleh Orang tua,

atau kasus apabila Orang tua sedang bertempat tinggal secara terpisah dan

Referensi

Dokumen terkait

Because the levels of stunting are greater (median values are lower) that the levels of underweight (as can be seen in figure 4), the median value of weight for height,

Dalam kesempatan ini kami moho n bantuan kepada Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjawab pertanyaan yang kami ajukan ini, yang hasilnya nanti akan kami gunakan sebagai data dalam

Adapun perbedaan lainnya antara penelitian ini dengan penelitian- penelitian terdahulu yaitu sasaran penelitiannya pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut sebagai upaya

• Ketika dianalisis secara lebih rinci pada empat kriteria utama yang harus dimiliki oleh capres-cawapres, pemilih menyebut menyebut SBY-Boediono yang paling punya integritas

Begitulah, maka seluruh penyelenggara negara yang bajik, terutama di dalam lembaga-lembaga penegak hukum, mestilah membulatkan hati dalam menggalang upaya bersama

Bersama ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi oleh Pokja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Aceh Selatan menurut peraturan dan

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul “ Analisis Konfirmatori Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pelajar SLTA dalam Membeli Helm

Rasa syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas rahmat, waktu dan petunjuk dalam proses penyelesaian skripsi dengan judul “Analisis Konflik Ekonomi Terhadap Ketetapan Protokol