BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Anak sebagai generasi muda penerus cita-cita bangsa, oleh sebab itu
anak harus dipersiapkan secara dini sehingga mempunyai potensi bakat dan
kemampuan untuk melanjutkan pembangunan Indonesia kedepan.
Mengingat kedudukan anak memiliki tempat strategis anak harus mendapat
perlakuan khusus guna memperoleh pendidikan, bimbingan dan perlakuan
yang layak terutama dari keluarga yaitu orang tuanya.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang bersih, bagaikan kertas
putih tanpa ada coretan. Orang tua sebagai orang yang dikaruniai anak harus
mendidiknya dengan ajaran, norma-norma yang baik dan membuat sang
anak menjadi anak yang baik budi pekerti dan kelakuannya. Tetapi pada
kenyataanya tidak semua anak menjadi anak yang baik kelakuanya, ada pula
yang menjadi sebaliknya, nakal dan jahat.
Pengertian anak nakal dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997
tentang pengadilan anak terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) yang dirumuskan “ anak nakal adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. “
Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma / penyelewengan
2 hukum dan merugikan masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai norma yang
demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran
nilai-nilai, melanggar norma-norma yang berlaku dan bahkan sebagai suatu
tindak pidana.
Penulis mengambil Kasus pidana pencurian anak dengan usia
tersangka 14 tahun dari latar belakang keluarga yang tidak mampu. Satu
kasus pencurian terjadi di wilayah JL. Tritisrejo Kec. Tingkir Salatiga. Klien
terbukti mencuri satu kardus berisi makanan ringan yaitu dengan merek
Ohayo, dan yang satunya juga kasus pencurian yang dilakukan oleh anak
usia 17 tahun dari latar belakang keluarga yang sederhana. Sang anak
mencuri 2 tabung gas elpiji di sebuah warung makan di Jl. Bima RT.03
RW.08 Kel. Dukuh Kec. Sidomukti Kota Salatiga.
Dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur
tentang tindak pidana pencurian secara konvensional, yang dirumuskan:
‘’ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Berikut adalah pasal yang terkait, dengan tindak pidana pencurian
yang dilakukan oleh anak, dengan keterkaitan pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan
Pasal 26 ayat (1) yang dirumuskan:
“ pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 ( satu per dua)
3 Oleh karena itu penulis hendak meneliti apakah Pasal-Pasal yang
sudah dikemukakan oleh penulis diatas tersebut berlaku untuk tindak pidana
pencurian yang secara khusus dilakukan oleh anak , dan sudah diterapkan
secara benar oleh penegak hukum (Jaksa Penuntut Umum).perhatian penulis
untuk melihat tuntutan dalam putusan tindak pidana yang dilakukan oleh
anak, dan akan difokuskan pada tuntutan atas nama SRI SANTOSO Bin
SUMADI NO. REG. PERKARA: PDM-90/SALTI/Ep.1/07/2011 dan
ANDREAS BAGUS WICORO Bin NUGROHO NO. REG.
PERKARA:PDM-50/SALTI/Ep.1/04/2011.
Melihat dari kejadian-kejadian diatas penulis tertarik menulis tentang
“ pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana
terhadap anak yang melakukan tindak pidana “, karena anak adalah subyek
yang sangat penting dalam pembangunan bangsa, dan sangat menarik untuk
ditulis.
Penulis mengambil judul ini dikarenakan penulis melihat judul ini
belum pernah ada yang menulisnya, sebagai perbandingan skripsi penulis
mengambil beberapa judul skripsi yang dimuat dalam tabel seperti dibawah
4 Tabel perbandingan skripsi :
5 B. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial dan hukum tumbuh berkembang
dimasayarakat yang mempunyai nilai dan norma yang diperbolehkan dan
dilarang didalamnya. Terkadang manusia dihadapkan kepada kebutuhan
yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan kadang-kadang keinginan atau
desakan dari dalam dirinya. Untuk mencukupi kebutuhannya, tidak semua
manusia melakukan pekerjaan yang positif atau sesuai dengan norma yang
berlaku, tetapi ada pula manusia yang melakukan pekerjaan yang negatif
yang melanggar norma ataupun melanggar hukum untuk memenuhi
kebutuhannya.
Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang
dipergunakan oleh seseorang penguasa (Hakim) untuk memperingati
mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi
dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang
seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta
kekayaan, yaitu seandainya ia tidak melakukan suatu tindak pidana. 1 Dan
ada pula tujuan dari hukum pidana yaitu supaya fungsi hukum sebagai
pengayoman terasa dan terwujud dengan sebenar-benarnya sehingga seluruh
rakyat, bahkan siapapun yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia
dapat rasa nyaman tinggal di Negara Indonesia.
Salah satu kasus tindak pidana seperti halnya mencuri untuk
mencukupi kebutuhannya. Mencuri merupakan salah satu perbuatan yang
melanggar norma-norma dalam masyarakat dan akan dikenakan sanksi
1Algra Janssen, hukum pidana “Edisi Revisi”, PT. R
6 karena perbuatannya. Sebagai mana dijelaskan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dalam BAB XXII Pasal 363 yang dirumuskan “
barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu.” Hal itu sudah
jelas bahwa mencuri adalah pekerjaan yang melanggar norma dan hukum di
Indonesia. Pencurian tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun juga
dilakukan oleh anak. Kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum termasuk Kepolisian hingga
jajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan
hukum terhadap anak.2
Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang
akan melanjutrkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran
strategis, mempunyai ciri, atau sifat khusus yang akan menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena
itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan diri sejak dini, anak perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Terlebih lagi
bahwa masa anak-anak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang
pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode
pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar
2Ruben Achmad, ”Upaya penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum di kota Palembang, dalam jurnal simbur
7 mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam
meniti kehidupan. 3
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
bangsa memiliki peran strategis dan mempunyau ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan esistensi bangsa dan negara pada masa depan. 4
Pengertian anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak,
Perlindungan Anak dan Pengadilan Anak. Anak adalah seorang manusia
yang belum berusia 18 tahu, termasuk anak yang masih di dalam
kandungan.
Persoalan tentang anak di dunia ini dirasa sebagai persoalan yang tak
kunjung selesai. Bahkan ada beberapa negara dibelahan dunia ini, kondisi
anak-anaknya justru sangat memprihatinkan. Banyak anak-anak yang
menjadi korban kekerasan dikeluarganya atau mengalami penderitaan akibat
peperangan ataupun ikut mengangkat senjata dalam peperangan demi
membela bangsa dan negara masyarakat seolah-olah lupa bahwa anak-anak
sebenarnya merupakan karunia yang tidak ternilai yang dikaruniakan oleh
yang maha kuasa untuk disayang, dikasihi, diasuh, dibina, dirawat atau di
didik oleh kedua orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.5
3 Maidin Gultom, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia, Bandung, Refika
Aditama, 2008, hal 1.
4Mukaddimah Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
5 M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Apek hukum perlindungan anak dan perspektif konvensi hak anak, Bandung, Citra Aditia
8 Berdasarkan prosentase tindak pidana yang dilakukan oleh anak, hal
ini disebabkan terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak
yaitu dorongan ekonomi yang membuat anak melakukan tindak pidana
pencurian karena suatu keinginan sendiri oleh anak tersebut, faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak, faktor sosial yang dimana adanya
kesenjangan sosial sehingga anak yang berasal dari golongan menengah ke
bawah lebih rentan untuk melakukan tindak pidana pencurian, faktor
keluarga yang kurang memberikan perhatian dan kontrol terhadap
anak-anaknya
Ketika terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak bahkan seperti
tindak pidana pencurian, tentunya sangat meresahkan warga masyarakat
karena masyarakat akan merasa ketidaknyamanan dalam lingkungan
hidupnya, keadaan seperti ini tentu tidak diinginkan oleh warga masyarakat
sehingga masyarakat akan cenderung melakukan peningkatan kewaspadaan
dan upaya-upaya penanggulangan agar tinak pidana seperti pencurian
khususnya yang dilakukan oleh anak bisa berkurang.
Ada dua upaya untuk menanggulanginya, yang pertama preventif dan
represif. Upaya preventif dapat dilakukakan dengan menekan faktor-faktor
yang menjadi penyebabnya seperti dorongan ekonomi, faktor lingkungan,
kesenjangan sosial, faktor keluarga. Sedangkan upaya represif adalah
dengan melakukan penegakan hukum terhadap anak yang melakukan tindak
pidana pencurian berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
9 Penulis mengambil beberapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak:
1. Kasus yang pertama yang bernama Andreas Bagus Wicoro yang
masih berusia 15 tahun dari latar belakang keleuarga yang tidak
mampu. Satu kasus pencurian terjadi di wilayah JL. Tritisrejo Kec.
Tingkir Salatiga. Klien terbukti mencuri satu kardus ciki yaitu
dengan merek Ohayo, Dari kasus yang pertama diatas Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang menyarankan kepada
Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka pencuri ciki oyaho yang
berisi berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dan sidang tim
pengamat pemasyarakatan (TPP) BAPAS klas I Semarang tanggal
31-3-2011 serta rekomendasi kepala BAPAS. Menyarankan
sebaiknya klien dipidana relatif ringan agar sadar hukum dengan
mendapat pembinaan dilembaga pemasyarakatan anak, Jaksa
Penuntun Umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan
hanya menuntutnya selama 4 bulan. Namun dalam catatan kriminal
anak tersebut baru pertama kali melakukan perbuatan melanggar
hukum, dalam keseharianya pun anak tersebut cukup sopan dan
terbuka, anak tersebut juga masih mau melanjutkan sekolahnya demi
mencapai cita-cita dimasa depan.
2. Kasus yang kedua dengan Terdakwa Sri Santoso Bin Sumadi pada
hari rabu tanggal 13 April 2011 sekitar pukul 03.00 WIB atau
setidaknya pada suatuwaktu dalam tahun 2011 di warung makan Jl.
Bima RT 03 RW 08 kelurahan Dukuh kecamatan Sidomuksti kota
10 termasuk dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri Salatiga
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan
bersekutu.Untuk kasus yang kedua Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
klas I Semarang menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan
tersangka pencuri dua tabung gas elpiji yang berisi berdasarkan hasil
penelitian kemsayarakatan (LITMAS) dan sidang tim pengamat
pemasyarakatan (TPP) BAPAS klas I Semarang tanggal 30 mei 2011
serta rekomendasi dari kepala BAPAS Semarang maka kami
menyarankan klien sebaiknya klien : DIPIDANA PENJARA agar
efek pemidanan yang dijalani dapat memberikan pelajaran serta
menyadarkan klien dikemudian hari dan sadar hukum. Jaksa
penuntut umum sebenarnya telah melakukan hal yang benar dengan
hanya menuntut klien dengan tuntutan selama 8 bulan dipotong masa
tahanan. Sebenarnya anak tersebut bersekolah dengan lancar, karena
lemahnya ekonomi orang tuanya jadi anak tersebut tedak bersekolah.
3. Kasus yang ketiga yaitu dua orang anak kembar yang pertama
bernama Deni Fendi Saputra umur 16 th dan Dedi Fendi Saputra
umur 16 th yang kronologinya sebagai berikut: terdakwa 1 Dedi
Fendi Saputra baik bertindak sendiri atau bersama-sama dengan
terdakwa 2 Deni Fendi Saputra, Anto ( belum tertangkap) dan
gentho (belum tertangkap) bahwa pada hari senin tanggal 27 juni
11 mengambil barang dikonter ELJE yang berada di karangbolong,
Akibat perbuatan terdakwa saksi Joko Setiawan bin Suripto
menderita kerugian yang ditaksir sebesar Rp. 26.000.000,- . Untuk
kasus yang ketiga Balai Pemasyarakatan (BAPAS) klas I Semarang
menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dengan tersangka
pencuri 12 HP dengan berbagai merk, dan kartu perdana,
berdasarkan hasil penelitian kemsayarakatan (LITMAS) dan sidang
tim pengamat pemasyarakatan (TPP) Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) klas I Semarang tanggal 24 Agustus 2011 serta
rekomendasi dari kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Semarang
maka kami menyarankan klien sebaiknya klien : Diberikan Pidana
bersyarat dibawah bimbingan dan pengawasan dari Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) dan instansi terkait agar sadar hukum.
Akan tetapi para terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum
masing-masing dengan pidana penjara selama 8 bulan.dalam kasus
ini penulis melihat Jaksa Penuntut Umum kurang
mempertimbangkan apa yang menjadi rekomendasi oleh Balai
Pemasyarakatan (BAPAS).
Dalam hal penuntutan, jaksa mempunyai beberapa pertimbangan
dalam melakukan tuntutan terhadap sebuah kasus, pertimbangan tersebut
sebagai berikut:
1. Terpenuhinya unsur-unsur, unsur disini adalah terpenuhinya seperti
12
2. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan tersangka, adapun hal
yang memberatkan pada umumnya perbuatan tersangka merugikan
orang lain. Adapun yang meringankan anak tersebut berjanji tidak
akan mengulanginya dan mau melanjutkan sekolahnya.
3. Aspek keadan orang tua, dari beberapa kasus tersebut anak tersebut
kurang kasih sayang oleh ibunya, dikarenakan ada yang ibunya
meninggal dan ada yang ibunya menjadi TKW diluar negeri dan
tidak pernah pulang.
4. Rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rekomandasi
balai pemasyarakatan sangat penting dalam kasus yang dilakukan
oleh anak karena Balai Pemasyarakatan melakukan penelitian ke
lingkungan tempat tinggal anak dan melakukan wawancara terhadap
lingkungan sekitar.
Penulis menilai apakah hanya gara-gara ciki, anak tersebut di pidana
penjara. Apabila dipenjara tidahkah akan hilang masa depannya, bukan
hanya itu, yang lebih parahnya lagi anak itu bisa juga mengalami tekanan
batinnya, tekanan psikis dan sanksi sosial dari masyarakat. Kasus yang
kedua anak tersebut membantu melancarkan pencurian, uang hasil
pencuriannya pun ia tidak merasakannya. Namun akibat perbuatannya itu ia
dituntut 8 bulan penjara, hal itu tidak setimpal dengan apa yang
dilakukannya.
Kasus yang ketiga anak tersebut memang mencuri handphone dan
menjualnya. Tuntutan jaksa Penuntut Umum menurut saya kurang
13 merekomendasikan pidana bersyarat. Sebenarnya anak melakukan suatu
perbuatan tidak tahu atau belum tahu akibat yang ditimbulkan oleh
perbuatannya itu, maka dari itu pencurian yang dilakukan oleh anak
sebaiknya diselesaikan dengan mediasi antara korban dan orang tua atau
wali anak tersebut. Apabila dipenjara anak tersebut akan merasa tidak adil
dan yang lebih parahnya lagi anak tersebut akan megalami depresi yang
dapat mengganggu psikis. Anak tersebut bisa juga akan tertanam kebencian
dan balas dendam yang akan diingat sampai dia tua nanti.
Bila kita melihat dalam tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Uumum, Jaksa Penuntut Umum telah mempertimbangkan tuntutannya
dengan melihat pertimbangan Balai Pemasyarakatan yaitu tuntutan pidana
ringan dan sudah melihat pedoman dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan Pasal 26
ayat (1) yang dirumuskan:
“pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (
satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa“.
Akan tetapi ada permasalahan yang kurang tepat yaitu tuntutan Jaksa
Penuntut Umum, karena dalam Undang-Undang Nomer 3 tahun 1997 BAB
III disebutkan ada pidana dan tindakan. Bararti masih ada pilihan yang lebih
meringankan pelaku pencurian, sedangkan masa depan anak masih panjang
dan mungkin saja masa depanya cerah sebagai penerus bangsa.
Dalam Surat Edaran Jaksa Agung terdapat beberapa faktor yang dapat
meringan kan atau memberatkan tuntutan: Pelaku, Perbuatan, Akibat dari
14 anak dibawah umur, akibat dari perbuatan mereka hanya kerugian material
salah satu hanya ciki ohayo yang tidak seberapa mahalnya, faktor-faktor lain
mereka bersikap kooperative dalam persidangan tidak mempersulit.
Anak tersebut sebenarnya jangan dikenakan pidana tetapi dalam Pasal
24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 yang dirumuskan ayat
(1) tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja; atau
c. menyerahkan kepada departemen sosial, organisasi sosial
kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
Ayat (2) ” tindakan yang dimaksud ayat (1) dapat disertai terguran dan
syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.”
Dalam konvensi tentang hak-hak anak, disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 november tahun 1989 Pasal 2
ayat (2) yang dirumuskan
“Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau
kepercayaan orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga anak.”
Walaupun anak menjadi pelaku pidana akan tetapi mereka sebenarnya
harus mendapatkan perlindungan karena status mereka yang masih dibawah
15 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak tidak hanya melindungi dari kekerasan, akan
tetapi melindungi kepentingan-kepentingan yang terbaik bagi anak misalnya
bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh
pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka
kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
Yang dimaksud dengan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang
dilindungi negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
Dimaksud penghargaan terhadap anak adalah penghormatan atas
hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam
pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya.6
Aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak
anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum
(yuridis) anak belum dibebani kewajiban. 7
Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak terdapat pengertian kesejahteraan anak yaitu: anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar dan baik secara
rahasia, jasmani maupun sosial.
Anak adalah sosok individu yang lemah yang belum dapat
bertanggung jawab atas perbuatanya. Jadi kesejahteraan anak diatur dalam
6
( penjelas pasal 2 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak).
7
16 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979. Apabila anak mendapatkan hukuman
penjara semua hak-hak anak tidak dapat terpenuhi seperti fasilitas yang
memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan
bebas dan bermanfaat, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup,
memperoleh pendidikan, rekreasi dan pelayanan kesehatan, dan perumahan.
Hal tersebut akan mengganggu pertubuhan fisik maupun psikisnya. Padahal
diharapkan dapat menjadi penerus perjuangan bangsa.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan
tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian?
D. Tujuan Penelitian
Menganalisis Dasar-Dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam
melakukan tuntutan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi
ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum pidana anak, pada
umumnya dalam pengembangan hukum pidana.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada jaksa
dalam menuntut perkara anak supaya dalam penuntutan Jaksa Penuntut
Umum betul-betul mempertimbangkan kesalahan sesuai dengan pidana
17 F. Metode Penelitian
Agar tujuan dan manfaat penelitian ini dapat tercapai sebagai mana
yang telah direncanakan, maka untuk itu dibutuhkan suatu metode yang
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini,
yakni :
1. Lokasi Penelitian : Penulis menetapkan Salatiga sebagai lokasi penelitian
dikarenakan dalam hal ini di Kejaksaan Negeri Salatiga terdapat kasus
pencurian dilakukan oleh anak.
2. Jenis Penelitian : Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian
Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Misalnya: beberapa peraturan
perundang-undangan, keputusan hakin dan pertimbangan jaksa.
3. Pendekatan masalah : pendekatan Undang-Undang (statute’s approach),
pendekatan kasus (case’s approach), pendekatan teori (theory’s approach)
4. Bahan hukum :
a. Primer : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945, Kitab Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
berkas tuntutan, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor:
SE-001/J-A/4/1995 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang
18
b. Sekunder : makalah, jurnal, artikel
c. Tersier : kamus
5. Unit Amanat : Unit amanat dalam penulisan ini adalah tuntutan
perkara pidana anak dibawah umur di Kejaksaan Negeri Salatiga NO. REG.
PERKARA: 90/SALTI/Ep.1/07/2011 dan REG. PERKARA:
PDM-50/SALTI/Ep.1/04/2011.
6. Metode analisis : Metode analisis yang digunakan adalah yuridis
kualitatif. Yuridis yaitu secara hukum, menurut aturan hukum. Dan
penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang disebut pendekatan
infrstigasi karena biasanya penelitian mengumpulkan data dengan cara
bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat