• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.)."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI

TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.)

SKRIPSI

Oleh :

VANTY IRIANI RIPI

0931310025

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

(2)

PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI

TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Kimia

Oleh :

VANTY IRIANI RIPI

0931310025

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

(3)

Kata Pengantar i

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Jurusn Teknik Kimia UPN “Veteran”

jawa Timur, sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Strata – 1 Teknik Kimia.

Sebagai dasar penyusunan penelitian ini adalah teori yang diperoleh dari diktat kuliah dan berbagai macam literatur yang disebutkan di dalam daftar pustaka. Selanjutnya dengan tersusunnya penelitian ini, penulis menyampaikan

terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan FTI UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. Hastami Murdiningsih dan Ir. Ridhawati, ST selaku Dosen

Pembimbing.

4. Seluruh Analis dan Teknisi Laboratorium dan Jurusan Teknik Kimia

yang telah menyediakan fasilitas dalam melakukan penelitian ini.

5. Kedua orang tua serta saudara – saudara yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual.

(4)

Kata Pengantar ii

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami siap menerima saran serta

kritik yang membangun untuk perbaikan lebih lanjut. Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surabaya, September 2011

(5)

Daftar Isi iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR TABEL………... xi

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….... 1

1.2 Tujuan Penelitian……… 2

1.3 Manfaat Penelitian……….. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Tanaman buah Labu Kuning 2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Labu Kuning…... 4

2.1.2 Botani Tanaman Labu Kuning………... 4

2.1.3 Kegunaan Labu Kuning……….…………. 6

2.2 Pengeringan………....……… 7

2.3 Karbohidrat……….………... 9

2.4 Protein……….……….. 10

2.5 Lemak dan Minyak………....…… 12

2.6 Kadar Serat………... 14

(6)

Daftar Isi v

2.8 Kadar Abu………...………... 17

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ………... 19

3.2 Instrumen Penelitian 3.2.1 Alat penelitian……….... 19

3.2.2 Bahan penelitian………. .... 20

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Penyediaan Bahan Baku………... 21

3.3.2 Prosedur Pembuatan Tepung………...…….. 22

3.3.3 Analisis Kadar Karbohidrat………...………… 22

3.3.4 Analisis Kadar Protein...…………..…………. 23

3.3.5 Analisis Kadar Lemak……...………. 24

3.3.6 Analisis Kadar Serat……… 25

3.3.7 Analisis Kadar Air………... 26

3.3.8 Analisis Kadar Abu………... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Labu Kuning……….. 28

4.2 Analisis Kuantitatif ………....……… 28

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan………. 31

5.2 Saran………....……... 31

DAFTAR PUSTAKA……….………... 32

(7)

Daftar Isi vi

DAFTAR TABEL 2.1 Kandungan nilai gizi dalam labu kuning per 100 gram... 6

4.1 Kandungan nilai gizi pada buah, tepung labu kuning, dan tepung terigu per 100 gram ………... 29

L.2.1 Penentuan Kadar Karbohidrat……….. 34

L.2.2 Penentuan Kadar Protein………...………. 34

L.2.3 Penentuan Kadar Lemak………..………. 35

L.2.4 Penentuam Kadar Serat……….... 35

L.2.5 Penentuan Kadar Air……….. .... 36

L.2.6 Penentuan Kadar Abu………... 36

L.2.7 Penentuan Rendemen ………... 37

L.3 Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan dengan Metode Luff Schoorl………... 42

(8)

Daftar Isi vii

DAFTAR GAMBAR

(9)

Intisari iii

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur INTISARI

Buah labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan. Buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko Selatan. Kemudian menyebar ke berbagai negara beriklim tropis di Asia seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia yang dikenal dengan nama waluh

Labu kuning memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, dan vitamin-vitamin. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap ini, labu kuning dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkannya. Labu yang sudah diiris mempunyai daya simpan yang jauh lebih rendah dibanding dalam keadaan utuh sehingga perlu dipikirkan cara pengolahannya agar tidak mengalami kerusakan. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung.

(10)

Pendahuluan

         Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Labu kuning atau waluh (Cucurbita moschata Duch.) merupakan jenis

tanaman sayuran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan, seperti: roti, dodol, kolak, manisan dan sebagainya. Labu kuning memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, dan

vitamin-vitamin. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap ini, labu kuning dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh

masyarakat yang membutuhkannya.

Banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik, namun belum dimanfaatkan secara optimal.

Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Penelitian tentang karakterisasi dan

potensi pemanfaatan komoditas pangan minor masih sangat sedikit dibandingkan komoditas pangan utama, seperti padi dan kedelai. Labu kuning, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin, termasuk dalam

komoditas pangan minor yang pemanfaatannya masih sangat terbatas.

Buah labu ini tidak mudah rusak karena mempunyai kulit tebal dan

keras sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi. Hal inilah yang menyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara

(11)

Pendahuluan

         Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur irisan. Labu yang sudah diiris mempunyai daya simpan yang jauh lebih rendah

dibanding dalam keadaan utuh sehingga perlu dipikirkan cara pengolahannya agar tidak mengalami kerusakan. Salah satu cara yang mungkin dapat

dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Pengolahan buah labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa kelebihan dibanding buah segarnya.

1) Sebagai bahan baku fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, 2) Daya simpan yang lama karena kadar air yang rendah,

3) Tidak membutuhkan tempat yang besar dalam penyimpanannya,

4) Dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya sebagai sumber karbohidrat, protein, dan vitamin.

Masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan tepung labu, antara lain: proses pengeringan buah labu, teknologi pembuatan tepung labu, parameter kualitas tepung labu.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Membuat tepung dari buah labu kuning melalui proses pengeringan dengan sinar matahari.

(12)

Pendahuluan

         Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Dapat memperkaya pengetahuan masyarakat tentang nilai gizi yang

terkandung dalam buah labu kuning dan tepung labu kuning

2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara umum bagaimana mengolah buah labu kuning agar tidak mengalami

(13)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Tanaman Buah Labu Kuning

2.1.1 Sejarah singkat tanaman labu kuning

Tanaman labu kuning (Cucurbita moschata Duch.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko Selatan.

Dengan adanya perkembangan teknologi pertanian yang pesat, tanaman labu kuning dibudidayakan di dataran Eropa yang beriklim subtropis. Kemudian tanaman ini menyebar ke berbagai Negara beriklim tropis di Asia seperti

Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Di Indonesia labu kuning juga dikenal dengan nama waluh dimana

penyebarannya telah merata, hampir di semua kepulauan nusantara terdapat tanaman labu kuning, karena di samping cara penanaman dan pemeliharaannya mudah, labu kuning memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat

diandalkan.

2.1.2 Botani Tanaman Labu Kuning

a. Batang

Batang labu kuning merambat atau menjalar, cukup kuat, bercabang banyak, berbulu agak tajam, panjang batang dapat mencapai 5-10 meter. Pada

(14)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur b. Daun

Bentuk daun labu kuning menyirih, ujungnya agak runcing, tulang daun

tampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari agak layu.

c. Bunga

Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Bunga labu kuning bersifat uniseksual-monoesius, yakni dalam satu rumpun bunga

terdapat bunga jantan dan bunga betina. d. Buah

Buah labu kuning terdiri dari lapisan kulit luar yang keras dan lapisan

daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Dalam daging buah inilah terkandung beberapa vitamin antara lain: Vitamin C, Vitamin A dan

Vitamin B. f. Biji

Biji labu kuning terletak di tengah-tengah daging buah, yakni pada

bagian yang kosong (rongga) yang diselimuti oleh lendir dan serat. Biji labu kuning mengandung lemak yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai

makanan kecil seperti kuaci. Bijinya juga mengandung bahan pencahar laksatif dan antelmintik yang dapat digunakan untuk peluruh cacing.

g. Akar

Akar labu kuning berbentuk akar tunggang dan merupakan tanaman setahun. Panjang akar labu kuning dapat mencapai empat puluh sentimeter ke

(15)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 2.1.3 Kegunaan Labu Kuning

Selama ini buah labu kuning dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan

sayuran. Buah labu kuning yang sudah tua dimanfaatkan sebagai bahan pembuat dodol, kolak, manisan, agar-agar dan aneka jenis cake lainnya. Sedangkan daun dan pucuk sulur yang masih muda dapat digunakan sebagai

bahan sayuran. Selain buah dan biji dari labu kuning sering digoreng menjadi kuaci atau direbus langsung sebagai makanan ringan. Disamping itu biji labu

kuning juga sering digunakan sebagai bahan untuk meluruhkan cacing perut, sebagai pencahar, pengobatan demam dan ginjal. Getahnya dapat digunakan sebagai penawar gigitan serangga yang berbisa. Sedang kulit labu kuning dapat

digunakan untuk tempat air atau bahan kerajinan lainnya.

Tabel 2.1. Kandungan nilai gizi dalam labu kuning per 100 gram No Kandungan Gizi Satuan

1. Energi

(16)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

2.2 Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling

tua dan paling luas digunakan. Buah-buahan lebih banyak yang diawetkan dengan pengeringan daripada dengan cara pengawetan pangan yang lain. Pengeringan bahan pangan dengan matahari dapat menghasilkan bahan dengan

kepekatan yang tinggi dan dengan kualitas yang lebih tahan. Pengeringan dengan matahari tetap merupakan cara pengawetan pangan yang terbesar.

Pengeringan dapat diartikan sebagai usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan. Dengan kadar air yang cukup aman maka bahan tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang

cukup lama. Apabila bahan yang dihasilkan tidak cukup kering maka akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Bahan dinilai cukup aman

bila mempunyai kadar air kurang dari 14%. Saat menentukan kondisi pengeringan, selain harus memperhatikan jenis bahan, juga harus memperhitungkan hasil dari bahan yang dikeringkan. Setiap bahan yang akan

dikeringkan tidaklah sama kondisi pengeringannya karena memiliki kandungan air yang berbeda.

Keuntungan utama dari pengeringan dengan sinar matahari dibandingkan dengan metoda-metoda pengawetan lainnya adalah :

1) Bobot yang ringan, kadar air makanan pada umumnya di sekitar 60% atau

(17)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 2) Kemampatan kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan tempat yang lebih sedikit daripada aslinya, makanan beku atau yang dikalengkan,

terutama kalau ditekan dalam bentuk balok.

3) Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar tidak diperlukan alat pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum untuk

masa simpan yang cukup baik.

Kerugian utama dari pengeringan dengan sinar matahari, di mana

beberapa di antaranya :

1) Kepekaan terhadap panas.

2) Hilangnya flavor yang mudah menguap dan memucatnya pigmen.

3) Perubahan struktur sebagai akibat dari pengerutan selama air dikeluarkan. 4) Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang melibatkan pereaksi dengan

konsentrasi yang lebih tinggi, oksidasi dari komponen-komponen lipid. 5) Kerusakan mikrobiologis jika kecepatan pengeringan awal lambat atau jika

kadar air dari produk akhir terlalu tinggi, atau jika makanan kering

disimpan dalam tempat dengan kelembaban tinggi.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari

suatu bahan pangan adalah :

a) Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air). b) Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau

media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan). c) Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan

(18)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur d) Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas). (Norman W

Desrosier, 1998)

e)

2.3 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori yang utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya

4 kal bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat juga

mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dll. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna

untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangaan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein.

Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan di alam

terdapat sebagai polisakarida dengan molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida sedangkan yang lain sebagai penyusun struktur di dalam dinding sel dan jaringan pengikat.

Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan

(19)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer

monosakarida.(Winarno, 1992)

Monosakarida merupakan paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk ini dibedakan kembali menurut

jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa atau ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa

Oligosakarida polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida, dan bila tiga molekul disebut triosa, bila sukrosa (sakarosa

atau gula tebu) terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa.

Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya. Hasilnya hidrolisis sebagian akan menghasilkan

oligosakarida dan dapat dipakai untuk menentukan struktur molekul polisakarida. (Estien, 2006)

2.4 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

(20)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran. Dalam setiap sel yang

hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air.

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap

melalui dinding usus, masuk ke dalam pembuluh darah.

Protein-protein yang bermuatan positif terikat dalam kolom tersebut

dapat dikeluarkan atau dielusi dengan penambahan garam NaCl atau garam lain pada larutan buffer yang digunakan untuk elusi.

Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, antara lain:

1. sebagai enzim,

2. alat pengangkut dan alat penyimpan,

3. pengatur pergerakan, 4. penunjang mekanis,

5. pertahanan tubuh imunisasi,

(21)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau

modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan denaturasi adalah: panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti urea, alcohol, atau sabun. Proses denaturasi kadang

berlangsung secara reversibel, tetapi ada pula yang irreversibel, tergantung pada penyebabnya. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan

aktivitas biologinya dan berkurang kelarutannya, sehingga mudah mengendap. (Winarno, 1992)

2.5 Lemak dan Minyak

Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan dan hewan yang memegang peranan penting dalam struktur dan

fungsi sel. Senyawa lipid tidak mempunyai rumus empiris tertentu dan struktur yang serupa, tetapi terdiri dari beberapa golongan. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipid mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

pelarut organik nonpolar seperti eter, kloroform, aseton, dan benzene. Berdasarkan sifat demikian, lipid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari

jaringan hewan atau tumbuhan menggunakan eter atau pelarut nonpolar lainnya.

Lemak dan minyak merupakan bagian terbesar dan terpenting

kelompok lipid, yaitu sebagai komponen utama bagi organisme hidup. Lemak dan minyak penting bagi manusia karena adanya asam-asam lemak esensial

(22)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur dan K yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kemudian, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efisien dibandingkan

karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal setiap gram.

Asam lemak dapat dibentuk dari senyawa-senyawa yang mengandung karbon seperti asam asetat, asetaldehid, dan etanol yang merupakan hasil

respirasi tanaman. Asam lemak dalam tanaman disintesis dalam keadaan anaerob dengan bantuan bakteri tertentu seperti (clostridium kluyveri). Asam-asam lemak yang ditemukan dialam umumnya merupakan Asam-asam-Asam-asam

karboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap.

Asam lemak di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1. Asam lemak jenuh; asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap. Contoh: asam palmitat, asam stearat, dan asam kaprat.

Sumber: sebagian besar pada lemak hewani.

2. Asam lemak tidak jenuh: yaitu asam lemak yang mempunyai satu atau

lebih ikatan rangkap

Contoh: asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat

Sumber: minyak nabati pada biji-bijian atau kacang-kacangan.

(23)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur tetapi wujudnya berbeda. Lemak pada suhu kamar berbentuk padat, sedangkan minyak pada suhu kamar berbentuk cair.

Lemak dan minyak dapat mengalami ketengikan (rancidity), karena dapat terhidrolisis dan teroksidasi bila dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara. Pada proses hidrolisis, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak karena terdapat sejumlah air di dalamnya, sehingga

menimbulkan bau tengik. Reaksi demikian dikatalisis oleh asam, basa, atau enzim tertentu seperti enzim lipase.

Lemak dan minyak yang teroksidasi akan membentuik peroksida dan

hidroperoksida yang dapat terurai menjadi aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas. Hasil oksidasi tidak hanya mengakibatkan rasa tidak enak, tetapi

dapat pula menurunkan nilai gizi karena oksidasi dipercepat dengan adanya cahaya, pemanasan, atau katalis logam seperti Cu, Fe, Co, dan Mn. Lemak dan minyak yang sangat tengik mempunyai keasaman yang rendah. Proses

ketengikan dapat dihambat salah satunya dengan penambahan zat antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, polifenol, dan hidroquinon. (Estien, 2006)

2.6 Kadar Serat

Mula-mula, kandungan serat makanan dikenal sebagai serat kasar didefenisikan sebagai sisa yang tinggal setelah dicuci asam dan basa. Setelah

itu kita mengetahui bahwa beberapa komponen karbohidrat dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan dan sekarang beralih

(24)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur lignin dalam makanan, serat diet mencakup semua karbohidrat dan sejenisnya yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, dan

pektin. Karena semua senyawa ini sangat beragam, harus dikembangkan metode analisis yang cocok. Kandungan serat diet makanan biasanya 2-16 kali lebih besar daripada kandungan serat kasar. Padi-padian merupakan sumber

serat diet yang baik. Tepung gandum murni mengandung 2,3 g serat kasar dan 11 g serat diet per 100 g. Serat diet didefenisikan sebagai bahan tumbuhan

yang tidak dapat diuraikan oleh sekresi endogen saluran cerna manusia. Hal ini berarti bahwa ikatan glikosida senyawa ini tahan terhadap pencernaan.

Kita dapat memisahkan komponen serat diet dan setelah hidrolisis,

menganalisis komponen gula dengan cara kromatografi gas cair atau kromatografi cair kinerja tinggi. Cara ini akan memberikan informasi yang

maksimum tetapi sangat memakan waktu. Tata kerja yang lebih cepat melibatkan ekstraksi memakai deterjen netral atau asam. Serat deterjen netral mencakup selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat deterjen asam mencakup

selulosa dan lignin. Metode ketiga yang mungkin melibatkan penghilangan protein dan pati secara ensimatik setelah lemak diekstraksi dengan pelarut. Sisa

ditimbang dan dikoreksi sebagai kandungan abu. (Winarno, 1992)

2.7 Kadar Air

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini

(25)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur pengeringan adalah banyak air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan yang berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap,

dan lain-lain pemanasannya dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengeringan, hingga

mencapai berat yang konstan.

Penentuan kadar air dari bahan-bahan yamg kadar airnya tinggi dan

mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada

air. Contoh (sampel) dimasukkan dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan dan jatuh pada tabung

Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar di bagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut.

Bahan dengan kadar gula tinggi kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.

Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.

Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan

kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara

(26)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur panili, mentega dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan

basah dengan larutan iodine, sulfur dioksida dan piridina dalam methanol. Perubahan menunjukkan titik akhir titrasi. (Sudarmadji, 1984)

2.8 Kadar Abu

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600 0C dan kemudian

melakukan penimbangan zat yang tertinggi setelah proses pembakaran tersebut.

Sampel yang akan diabukan ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang

mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya

sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu yang dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin.

Bahan yang akan diabukan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat terbuat dari porselin, silica, quartz, nikel, atau platina dengan berbagai

(27)

Tinjauan Pustaka

Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan yang disarankan krus porselin yang bagian dalamnya dilapisi silica, sebab bila tidak dilapisi akan

terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Penggunaan krus porselin sangat luas karena, dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak.

Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K, Na,

S, Ca, Cl, P.

Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:

1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan 2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan

(28)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama empat bulan yaitu Agustus sampai

November 2007. Tempat pelaksanaannya dilakukan di Laboratorium Kimia

Organik dan Kimia Dasar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung

Pandang.

3.2 Instrumen Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

− Gelas kimia

− Gelas ukur

− Erlenmeyer biasa

− Erlenmeyer asah

− Labu takar

− Labu Kjeldahl

− Labu semprot

− Buret

− Pengaduk

− Spatula

− Corong

(29)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       20

− Selongsong kertas

− Bola isap

− Pipet volume

− Pipet tetes

− Eksikator

− Pinggen

− Neraca analitik

− Pisau

− Panci

− Blender

− Ayakan

− Penangas air

− Furnace

− Kasa

− Hot plate

− Oven

− Soxhlet

− Destruksi

3.2.2 Bahan

− Buah Labu Kuning

− Larutan Luff-Schoorl

− Batu didih

(30)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       21

− Larutan H2SO4

− Larutan Na-thiosulfat

− Indikator pati (amilum)

− Larutan NaOH

− KIO3

− Larutan HCL

− Asam borat

− CuSO4.5H2O

− Na2SO4.10H2O

− Boraks (Na2B4O7.10H2O)

− Katalis tablet

− Indikator metal merah

− Larutan Iodin

− Larutan K2SO4

− Alkohol

− n-Heksana

− Kertas pH

− Aquades

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penyediaan bahan baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu

(31)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       22

3.3.2 Prosedur pembuatan tepung

1) Memilih buah labu kuning yang mengkal,

2) Membersihkan buah labu kemudian mengupas kulitnya lalu

membelahnya menjadi beberapa bagian,

3) Melakukan pemblasiran yaitu perlakuan dengan uap panas (± 1 menit)

4) Memotong buah labu dengan ketebalan 2-3 mm,

5) Melakukan pengeringan dengan sinar matahari,

6) Penggilingan buah labu yang sudah kering,

7) Pengayakan dengan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh),

8) Melakukan analisis kandungan gizi terhadap tepung labu kuning yang

dihasilkan.

3.3.3 Analisis Kadar Karbohidrat

Penentuan Karbohidrat (Luff Schoorl)

− Menimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 500 mL, dan ditambahkan 200 mL HCl 3%,

− Memasang pada pendingin tegak dan memanaskan selama ± 3 jam,

− Menyaring dan menetralkan dengan larutan NaOH 30%

menggunakan kertas lakmus, menambahkan sedikit CH3COOH 3%

agar suasana sedikit asam,

− Filtrat diencerkan sampai 500 mL,

− Memipet 10 mL, menambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl dan 15

mL aquades serta batu didih, lalu memanaskan dan dinginkan,

(32)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       23

− Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji 2-3

mL,

− Menghitung kadar karbohidrat dengan menggunakan rumus :

mL tio yang digunakan = (blanko-penitar) x N tio x 10

Kadar glukosa = 100

Kadar karbohidrat = 0,95 x kadar glukosa

Dimana :

 w = glukosa yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan,

dalam mg, dari daftar

 w1 = berat sampel (mg)

 fp = faktor pengenceran

3.3.4 Analisis Kadar Protein (semi Mikro-Kjeldahl)

− Menimbang sampel sebanyak 2 gram dan memasukkan ke dalam

tabung destruksi,

− Menambahkan 7,5 gram katalis dan 20 mL H2SO4 pekat ke dalam

tabung destruksi,

− Memanaskan tabung tersebut sampai asapnya keluar dan

memanaskan hingga cairan berwarna hijau lalu dinginkan dengan

menambahkan 100 mL aquades ke dalam erlenmeyer,

− Menambahkan NaOH 30% ke dalam sampel tadi hingga berwarna

(33)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       24

− Memasukkan asam borat 2% ke dalam erlenmeyer sebanyak 100

mL, melakukan destilasi,

− Destilat ditampung hingga 100 mL dalam erlenmeyer yang berisi

asam borat tadi,

− Menambahkan indikator miselium, melakukan titrasi dengan HCl

0,1 N sampai terjadi perubahan warna (merah muda),

− Menghitung kadar protein dengan menggunakan rumus :

%N = 100

3.3.5 Analisis Kadar Lemak

− Menimbang sampel sebanyak 7 gram memasukkan ke dalam

selongsong kertas yang dialasi dengan kapas,

− Menyumbat selongsong kertas yang berisi tepung labu dengan

kapas,

− Memasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan

labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah

diketahui bobotnya,

− Mengekstrak dengan pelarut heksana selama ± 6 jam,

− Mengeringkan hasil ekstrak dalam oven pengering pada suhu

1100C,

− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang hingga diperoleh

berat konstan,

(34)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       25

3.3.6 Analisis Kadar Serat

− Menimbang 2 gram sampel,

− Memindahkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan 200 mL larutan

H2SO4 mendidih dan menutup dengan pendingin balik,

mendidihkan selama 30 menit dengan kadang kala

digoyang-goyangkan,

− Menyaring suspensi melalui kertas saring dan residu yang

tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih.

Mencuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat

asam lagi (pengujian dengan kertas lakmus),

− Memindahkan secara kuantitaif residu dari kertas saring ke dalam

erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan

larutan NaOH mendidih sebanyak 200 mL sampai semua residu

masuk kedalam erlenmeyer. Mendidihkan dengan pendingin balik

sambil digoyangkan selama 30 menit,

− Menyaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya,

sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Mencuci kembali residu

dengan aquades mendidih dan 15 mL alkohol,

− Mengeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 1100C,

mendinginkan dan menimbang sampai bobot konstan,

(35)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       26

− Menimbang sebanyak 2 gram sampel ke dalam cawan yang telah

diketahui berat kosongnya,

− Memasukkan ke dalam oven pada suhu 100-110 0C selama 3-5jam,

− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang hingga diperoleh

berat konstan,

− Menghitung kadar air dengan menggunakan rumus :

Kadar air =

3.3.8 Analisis Kadar Abu

− Melanjutkan hasil analisa kadar air

− Memasukkan sampel ke dalam furnace pada suhu ≥ 8500C sampai

menjadi abu (warna biru), selama 4-5 jam

− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya sampai di dapat

bobot konstan

− Menghitung kadar abu dengan menggunakan rumus :

Kadar abu = 100%

sampel berat

(36)

Metodologi Penelitian

 

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur       27

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Labu Kuning

Buah labu kuning

Pengupasan

Pembelahan

Pemblasiran

Pemotongan

Pengeringan dengan sinar matahari

Penggilingan (crusher)

Tepung labu kuning

Karbohidrat Protein Lemak Serat Kadar air

Analisis

Kadar abu Pengayakan

(37)

Hasil Pengamatan dan Pembahasan

      Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning yang diperoleh adalah tepung yang dibuat dari

buah labu segar dengan terlebih dahulu dilakukan pemblasiran sebelum dikeringkan dengan sinar matahari. Tujuan dilakukan pemblasiran adalah untuk menghindari terbentuknya warna cokelat (browning enzymatic) pada

bahan yang akan dibuat tepung. Pengeringan buah labu ini dilakukan di bawah sinar matahari hingga kering. Labu kuning yang sudah kering digiling untuk

menghasilkan tepung labu, kemudian diayak dengan ukuran partikel yang sama besar. Pengayakan dilakukan dengan ayakan 80 mesh. Warna tepung kekuning-kuningan dengan bau atau aroma normal khas labu kuning kering.

Rendemen yang dicapai pada proses pembuatan tepung labu adalah 10,49%. Tepung labu yang dihasilkan dianalisis secara kuantitatif, meliputi:

karbohidrat, protein, lemak, serat, kadar air, dan kadar abu.

4.2 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan pada tepung labu kuning, meliputi: kadar

karbohidrat, protein, lemak, serat, kadar air, dan kadar abu. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode Luff Schoorl. Dari analisis ini diketahui bahwa kadar karbohidrat yang terdapat pada tepung labu kuning sebesar

(38)

Hasil Pengamatan dan Pembahasan

      Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

soxhlet dengan pelarut heksana dan diperoleh kadar lemak sebesar 4,87%. Hasil analisa kadar serat pada tepung labu sebesar 10,28%. Tingginya kadar

serat dalam suatu bahan makanan dapat membantu proses pencernaan dalam tubuh. Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan pada oven dengan suhu 110oC kemudian dilakukan penimbangan. Kadar air yang

diperoleh dari hasil analisis tersebut sebesar 11,88%. Kadar air yang cukup rendah pada tepung dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan daya

simpan yang tahan lama. Penentuan kadar abu dilakukan dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 800-8500C dan kemudian melakukan penimbangan hingga diperoleh berat konstan.

Kadar abu pada tepung labu sebesar 7,73%.

Tabel 4.1 Kandungan nilai gizi pada buah, tepung labu kuning, dan

tepung terigu (SNI 01-3751-2000) per 100 gram

No Kandungan gizi Tepung labu kuning (%)

Menurut tabel 4.1 perbandingan kandungan nilai gizi antara tepung labu dan tepung terigu (SNI 01-3751-2000) menunjukkan bahwa kandungan gizi pada tepung labu cukup baik. Kandungan gizi yang cukup tinggi pada tepung

(39)

Hasil Pengamatan dan Pembahasan

      Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur

(40)

Kesimpulan dan Saran

       Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan yakni: tepung labu kuning yang dihasilkan melalui proses pengeringan mempunyai

nilai gizi dengan kadar karbohidrat 14,22%, kadar protein 10,12%, kadar lemak 4,87%, kadar serat 10,28% kadar air 11,88%, dan kadar abu 7,73%.

5.2 Saran

1. Pada penelitian selanjutnya dilakukan pengolahan atau pemanfaatan tepung labu misalnya dalam pembuatan roti tawar, mie, keripik, dll

serta menganalisis nilai gizi dengan berbagai variasi.

(41)

Daftar Pustaka

      Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 32

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan. (Online), [http: www. gizi.net/cgi-bin/fullnews.cgs?newsid 10817424827,71695,-25k-diakses 20 September 2006

Badan Penelitian Dan Pengembangan, 2006. Selamat Datang di Website Balitbang Jatim-Pusat Informasi & Teknologi, (online), (http://www.balitbangjatim.com/kontak.asp, diakses 1/11/2007)

Badan Standardisasi Nasional, 2006. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan, (online), (http:www.I%2001-3751-2006 pdf.com.id, diakses 28/10/2007)

Buckle K.A. 1997. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia

deMan, J.M. 1997. Kimia Pangan. Bandung : ITB

Desrosier, Norman W. 1998. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: Penerbit UI

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI

Marihati, dkk. 2000. Pengembangan Teknologi Proses & Peralatan untuk Produk Tepung Umbi-umbian sebagai Substitusi Tepung Terigu untuk Makanan. Semarang: BPPI

Marwah, Andi. 2006. Pembuatan Tepung Sukun dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Substitusi Tepung Gandum dalam Pembuatan Roti Tawar. Makassar: PNUP

Petunjuk Praktikum. Kimia Analisis II. 2005. Makassar: Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

Safei, dkk. 2006. Proses Pengolahan Tepung Nabati Berpotensi. Bandar Lampung: BPPI

Sudarmadji S, dkk. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti

(42)

Daftar Pustaka

      Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 33

Sudarto, Y. 1993. Budidaya Waluh. Kanisius, Yogyakarta: 9,11,12,14,15

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Yasid, Estien dan Nursanti Lisda. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Yogyakarta: C.V Andi Offset

---,2004. Labu Kuning Primadona di Bulan Ramadhan, (online),(http:www.tabloid

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan nilai gizi dalam labu kuning per 100 gram
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Labu Kuning
Tabel 4.1   Kandungan nilai gizi pada buah, tepung labu kuning, dan

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Ada pengaruh yang signifikan pada subtitusi tepung labu kuning terhadap kadar β-Karoten dan terdapat pengaruh subtitusi tepung labu kuning pada

Pada kesempatan ini kami mengucapkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkahNyalah Prosiding Seminar nasional dengan tema

Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Rasio Labu Kuning ( Cucurbita moschata ) dengan Tepung Beras Terhadap Karakteristik kue Ombus-ombus ” disusun sebagai salah.. satu syarat

satu sumber bahan pangan tersebut adalah labu kuning (Cucurbita

delta kadar GDP menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok (p<0,05), dan hasil uji post hoc didapatkan bahwa delta kadar GDP K3, K4, K5, dan K2 berbeda

Penggunaan tepung labu kuning dan tepung tempe dalam pembuatan kukis memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, penilaian organoleptik

Selisih penurunan kadar glukosa darah pada relawan yang mengkonsumsi pangan acuan (glukosa murni) (74,9 mg/dL) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies komersil (31,9 mg/dL),

Kupang Journal of Food and Nutrition Research Vol.4, No.1, March 2023, pp.27-30 ISSN: 2721-4877 │27 Journal homepage: https://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/KJFNR/index