PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI
TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.)
SKRIPSI
Oleh :
VANTY IRIANI RIPI
0931310025
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
PEMBUATAN DAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI
TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata Duch.)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Oleh :
VANTY IRIANI RIPI
0931310025
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Kata Pengantar i
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Jurusn Teknik Kimia UPN “Veteran”
jawa Timur, sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Strata – 1 Teknik Kimia.
Sebagai dasar penyusunan penelitian ini adalah teori yang diperoleh dari diktat kuliah dan berbagai macam literatur yang disebutkan di dalam daftar pustaka. Selanjutnya dengan tersusunnya penelitian ini, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan FTI UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Hastami Murdiningsih dan Ir. Ridhawati, ST selaku Dosen
Pembimbing.
4. Seluruh Analis dan Teknisi Laboratorium dan Jurusan Teknik Kimia
yang telah menyediakan fasilitas dalam melakukan penelitian ini.
5. Kedua orang tua serta saudara – saudara yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual.
Kata Pengantar ii
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami siap menerima saran serta
kritik yang membangun untuk perbaikan lebih lanjut. Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surabaya, September 2011
Daftar Isi iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………... i
INTISARI ... iii
DAFTAR ISI………... vi
DAFTAR TABEL………... xi
DAFTAR GAMBAR……….. xii
DAFTAR LAMPIRAN………... xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….... 1
1.2 Tujuan Penelitian……… 2
1.3 Manfaat Penelitian……….. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Tanaman buah Labu Kuning 2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Labu Kuning…... 4
2.1.2 Botani Tanaman Labu Kuning………... 4
2.1.3 Kegunaan Labu Kuning……….…………. 6
2.2 Pengeringan………....……… 7
2.3 Karbohidrat……….………... 9
2.4 Protein……….……….. 10
2.5 Lemak dan Minyak………....…… 12
2.6 Kadar Serat………... 14
Daftar Isi v
2.8 Kadar Abu………...………... 17
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ………... 19
3.2 Instrumen Penelitian 3.2.1 Alat penelitian……….... 19
3.2.2 Bahan penelitian………. .... 20
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Penyediaan Bahan Baku………... 21
3.3.2 Prosedur Pembuatan Tepung………...…….. 22
3.3.3 Analisis Kadar Karbohidrat………...………… 22
3.3.4 Analisis Kadar Protein...…………..…………. 23
3.3.5 Analisis Kadar Lemak……...………. 24
3.3.6 Analisis Kadar Serat……… 25
3.3.7 Analisis Kadar Air………... 26
3.3.8 Analisis Kadar Abu………... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Labu Kuning……….. 28
4.2 Analisis Kuantitatif ………....……… 28
BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan………. 31
5.2 Saran………....……... 31
DAFTAR PUSTAKA……….………... 32
Daftar Isi vi
DAFTAR TABEL 2.1 Kandungan nilai gizi dalam labu kuning per 100 gram... 6
4.1 Kandungan nilai gizi pada buah, tepung labu kuning, dan tepung terigu per 100 gram ………... 29
L.2.1 Penentuan Kadar Karbohidrat……….. 34
L.2.2 Penentuan Kadar Protein………...………. 34
L.2.3 Penentuan Kadar Lemak………..………. 35
L.2.4 Penentuam Kadar Serat……….... 35
L.2.5 Penentuan Kadar Air……….. .... 36
L.2.6 Penentuan Kadar Abu………... 36
L.2.7 Penentuan Rendemen ………... 37
L.3 Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan dengan Metode Luff Schoorl………... 42
Daftar Isi vii
DAFTAR GAMBAR
Intisari iii
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur INTISARI
Buah labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan. Buah labu kuning (Cucurbita moschata Duch.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko Selatan. Kemudian menyebar ke berbagai negara beriklim tropis di Asia seperti Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia yang dikenal dengan nama waluh
Labu kuning memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, dan vitamin-vitamin. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap ini, labu kuning dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkannya. Labu yang sudah diiris mempunyai daya simpan yang jauh lebih rendah dibanding dalam keadaan utuh sehingga perlu dipikirkan cara pengolahannya agar tidak mengalami kerusakan. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung.
Pendahuluan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Labu kuning atau waluh (Cucurbita moschata Duch.) merupakan jenis
tanaman sayuran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan, seperti: roti, dodol, kolak, manisan dan sebagainya. Labu kuning memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, dan
vitamin-vitamin. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap ini, labu kuning dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh
masyarakat yang membutuhkannya.
Banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Penelitian tentang karakterisasi dan
potensi pemanfaatan komoditas pangan minor masih sangat sedikit dibandingkan komoditas pangan utama, seperti padi dan kedelai. Labu kuning, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin, termasuk dalam
komoditas pangan minor yang pemanfaatannya masih sangat terbatas.
Buah labu ini tidak mudah rusak karena mempunyai kulit tebal dan
keras sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi. Hal inilah yang menyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara
Pendahuluan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur irisan. Labu yang sudah diiris mempunyai daya simpan yang jauh lebih rendah
dibanding dalam keadaan utuh sehingga perlu dipikirkan cara pengolahannya agar tidak mengalami kerusakan. Salah satu cara yang mungkin dapat
dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Pengolahan buah labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa kelebihan dibanding buah segarnya.
1) Sebagai bahan baku fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, 2) Daya simpan yang lama karena kadar air yang rendah,
3) Tidak membutuhkan tempat yang besar dalam penyimpanannya,
4) Dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya sebagai sumber karbohidrat, protein, dan vitamin.
Masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan tepung labu, antara lain: proses pengeringan buah labu, teknologi pembuatan tepung labu, parameter kualitas tepung labu.
1.2 Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membuat tepung dari buah labu kuning melalui proses pengeringan dengan sinar matahari.
Pendahuluan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperkaya pengetahuan masyarakat tentang nilai gizi yang
terkandung dalam buah labu kuning dan tepung labu kuning
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara umum bagaimana mengolah buah labu kuning agar tidak mengalami
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Tanaman Buah Labu Kuning
2.1.1 Sejarah singkat tanaman labu kuning
Tanaman labu kuning (Cucurbita moschata Duch.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko Selatan.
Dengan adanya perkembangan teknologi pertanian yang pesat, tanaman labu kuning dibudidayakan di dataran Eropa yang beriklim subtropis. Kemudian tanaman ini menyebar ke berbagai Negara beriklim tropis di Asia seperti
Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Di Indonesia labu kuning juga dikenal dengan nama waluh dimana
penyebarannya telah merata, hampir di semua kepulauan nusantara terdapat tanaman labu kuning, karena di samping cara penanaman dan pemeliharaannya mudah, labu kuning memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat
diandalkan.
2.1.2 Botani Tanaman Labu Kuning
a. Batang
Batang labu kuning merambat atau menjalar, cukup kuat, bercabang banyak, berbulu agak tajam, panjang batang dapat mencapai 5-10 meter. Pada
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur b. Daun
Bentuk daun labu kuning menyirih, ujungnya agak runcing, tulang daun
tampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari agak layu.
c. Bunga
Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Bunga labu kuning bersifat uniseksual-monoesius, yakni dalam satu rumpun bunga
terdapat bunga jantan dan bunga betina. d. Buah
Buah labu kuning terdiri dari lapisan kulit luar yang keras dan lapisan
daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Dalam daging buah inilah terkandung beberapa vitamin antara lain: Vitamin C, Vitamin A dan
Vitamin B. f. Biji
Biji labu kuning terletak di tengah-tengah daging buah, yakni pada
bagian yang kosong (rongga) yang diselimuti oleh lendir dan serat. Biji labu kuning mengandung lemak yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai
makanan kecil seperti kuaci. Bijinya juga mengandung bahan pencahar laksatif dan antelmintik yang dapat digunakan untuk peluruh cacing.
g. Akar
Akar labu kuning berbentuk akar tunggang dan merupakan tanaman setahun. Panjang akar labu kuning dapat mencapai empat puluh sentimeter ke
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 2.1.3 Kegunaan Labu Kuning
Selama ini buah labu kuning dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan
sayuran. Buah labu kuning yang sudah tua dimanfaatkan sebagai bahan pembuat dodol, kolak, manisan, agar-agar dan aneka jenis cake lainnya. Sedangkan daun dan pucuk sulur yang masih muda dapat digunakan sebagai
bahan sayuran. Selain buah dan biji dari labu kuning sering digoreng menjadi kuaci atau direbus langsung sebagai makanan ringan. Disamping itu biji labu
kuning juga sering digunakan sebagai bahan untuk meluruhkan cacing perut, sebagai pencahar, pengobatan demam dan ginjal. Getahnya dapat digunakan sebagai penawar gigitan serangga yang berbisa. Sedang kulit labu kuning dapat
digunakan untuk tempat air atau bahan kerajinan lainnya.
Tabel 2.1. Kandungan nilai gizi dalam labu kuning per 100 gram No Kandungan Gizi Satuan
1. Energi
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur
2.2 Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling
tua dan paling luas digunakan. Buah-buahan lebih banyak yang diawetkan dengan pengeringan daripada dengan cara pengawetan pangan yang lain. Pengeringan bahan pangan dengan matahari dapat menghasilkan bahan dengan
kepekatan yang tinggi dan dengan kualitas yang lebih tahan. Pengeringan dengan matahari tetap merupakan cara pengawetan pangan yang terbesar.
Pengeringan dapat diartikan sebagai usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan. Dengan kadar air yang cukup aman maka bahan tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Apabila bahan yang dihasilkan tidak cukup kering maka akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Bahan dinilai cukup aman
bila mempunyai kadar air kurang dari 14%. Saat menentukan kondisi pengeringan, selain harus memperhatikan jenis bahan, juga harus memperhitungkan hasil dari bahan yang dikeringkan. Setiap bahan yang akan
dikeringkan tidaklah sama kondisi pengeringannya karena memiliki kandungan air yang berbeda.
Keuntungan utama dari pengeringan dengan sinar matahari dibandingkan dengan metoda-metoda pengawetan lainnya adalah :
1) Bobot yang ringan, kadar air makanan pada umumnya di sekitar 60% atau
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 2) Kemampatan kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan tempat yang lebih sedikit daripada aslinya, makanan beku atau yang dikalengkan,
terutama kalau ditekan dalam bentuk balok.
3) Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar tidak diperlukan alat pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum untuk
masa simpan yang cukup baik.
Kerugian utama dari pengeringan dengan sinar matahari, di mana
beberapa di antaranya :
1) Kepekaan terhadap panas.
2) Hilangnya flavor yang mudah menguap dan memucatnya pigmen.
3) Perubahan struktur sebagai akibat dari pengerutan selama air dikeluarkan. 4) Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang melibatkan pereaksi dengan
konsentrasi yang lebih tinggi, oksidasi dari komponen-komponen lipid. 5) Kerusakan mikrobiologis jika kecepatan pengeringan awal lambat atau jika
kadar air dari produk akhir terlalu tinggi, atau jika makanan kering
disimpan dalam tempat dengan kelembaban tinggi.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari
suatu bahan pangan adalah :
a) Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air). b) Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan). c) Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur d) Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas). (Norman W
Desrosier, 1998)
e)
2.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori yang utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya
4 kal bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat juga
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dll. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna
untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangaan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein.
Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan di alam
terdapat sebagai polisakarida dengan molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida sedangkan yang lain sebagai penyusun struktur di dalam dinding sel dan jaringan pengikat.
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer
monosakarida.(Winarno, 1992)
Monosakarida merupakan paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk ini dibedakan kembali menurut
jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa atau ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa
Oligosakarida polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida, dan bila tiga molekul disebut triosa, bila sukrosa (sakarosa
atau gula tebu) terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa.
Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya. Hasilnya hidrolisis sebagian akan menghasilkan
oligosakarida dan dapat dipakai untuk menentukan struktur molekul polisakarida. (Estien, 2006)
2.4 Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran. Dalam setiap sel yang
hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air.
Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap
melalui dinding usus, masuk ke dalam pembuluh darah.
Protein-protein yang bermuatan positif terikat dalam kolom tersebut
dapat dikeluarkan atau dielusi dengan penambahan garam NaCl atau garam lain pada larutan buffer yang digunakan untuk elusi.
Protein mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, antara lain:
1. sebagai enzim,
2. alat pengangkut dan alat penyimpan,
3. pengatur pergerakan, 4. penunjang mekanis,
5. pertahanan tubuh imunisasi,
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau
modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan denaturasi adalah: panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti urea, alcohol, atau sabun. Proses denaturasi kadang
berlangsung secara reversibel, tetapi ada pula yang irreversibel, tergantung pada penyebabnya. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan
aktivitas biologinya dan berkurang kelarutannya, sehingga mudah mengendap. (Winarno, 1992)
2.5 Lemak dan Minyak
Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan dan hewan yang memegang peranan penting dalam struktur dan
fungsi sel. Senyawa lipid tidak mempunyai rumus empiris tertentu dan struktur yang serupa, tetapi terdiri dari beberapa golongan. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipid mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik nonpolar seperti eter, kloroform, aseton, dan benzene. Berdasarkan sifat demikian, lipid dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari
jaringan hewan atau tumbuhan menggunakan eter atau pelarut nonpolar lainnya.
Lemak dan minyak merupakan bagian terbesar dan terpenting
kelompok lipid, yaitu sebagai komponen utama bagi organisme hidup. Lemak dan minyak penting bagi manusia karena adanya asam-asam lemak esensial
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur dan K yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kemudian, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efisien dibandingkan
karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal setiap gram.
Asam lemak dapat dibentuk dari senyawa-senyawa yang mengandung karbon seperti asam asetat, asetaldehid, dan etanol yang merupakan hasil
respirasi tanaman. Asam lemak dalam tanaman disintesis dalam keadaan anaerob dengan bantuan bakteri tertentu seperti (clostridium kluyveri). Asam-asam lemak yang ditemukan dialam umumnya merupakan Asam-asam-Asam-asam
karboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap.
Asam lemak di alam dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1. Asam lemak jenuh; asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap. Contoh: asam palmitat, asam stearat, dan asam kaprat.
Sumber: sebagian besar pada lemak hewani.
2. Asam lemak tidak jenuh: yaitu asam lemak yang mempunyai satu atau
lebih ikatan rangkap
Contoh: asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
Sumber: minyak nabati pada biji-bijian atau kacang-kacangan.
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur tetapi wujudnya berbeda. Lemak pada suhu kamar berbentuk padat, sedangkan minyak pada suhu kamar berbentuk cair.
Lemak dan minyak dapat mengalami ketengikan (rancidity), karena dapat terhidrolisis dan teroksidasi bila dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara. Pada proses hidrolisis, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak karena terdapat sejumlah air di dalamnya, sehingga
menimbulkan bau tengik. Reaksi demikian dikatalisis oleh asam, basa, atau enzim tertentu seperti enzim lipase.
Lemak dan minyak yang teroksidasi akan membentuik peroksida dan
hidroperoksida yang dapat terurai menjadi aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas. Hasil oksidasi tidak hanya mengakibatkan rasa tidak enak, tetapi
dapat pula menurunkan nilai gizi karena oksidasi dipercepat dengan adanya cahaya, pemanasan, atau katalis logam seperti Cu, Fe, Co, dan Mn. Lemak dan minyak yang sangat tengik mempunyai keasaman yang rendah. Proses
ketengikan dapat dihambat salah satunya dengan penambahan zat antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, polifenol, dan hidroquinon. (Estien, 2006)
2.6 Kadar Serat
Mula-mula, kandungan serat makanan dikenal sebagai serat kasar didefenisikan sebagai sisa yang tinggal setelah dicuci asam dan basa. Setelah
itu kita mengetahui bahwa beberapa komponen karbohidrat dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan dan sekarang beralih
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur lignin dalam makanan, serat diet mencakup semua karbohidrat dan sejenisnya yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, dan
pektin. Karena semua senyawa ini sangat beragam, harus dikembangkan metode analisis yang cocok. Kandungan serat diet makanan biasanya 2-16 kali lebih besar daripada kandungan serat kasar. Padi-padian merupakan sumber
serat diet yang baik. Tepung gandum murni mengandung 2,3 g serat kasar dan 11 g serat diet per 100 g. Serat diet didefenisikan sebagai bahan tumbuhan
yang tidak dapat diuraikan oleh sekresi endogen saluran cerna manusia. Hal ini berarti bahwa ikatan glikosida senyawa ini tahan terhadap pencernaan.
Kita dapat memisahkan komponen serat diet dan setelah hidrolisis,
menganalisis komponen gula dengan cara kromatografi gas cair atau kromatografi cair kinerja tinggi. Cara ini akan memberikan informasi yang
maksimum tetapi sangat memakan waktu. Tata kerja yang lebih cepat melibatkan ekstraksi memakai deterjen netral atau asam. Serat deterjen netral mencakup selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat deterjen asam mencakup
selulosa dan lignin. Metode ketiga yang mungkin melibatkan penghilangan protein dan pati secara ensimatik setelah lemak diekstraksi dengan pelarut. Sisa
ditimbang dan dikoreksi sebagai kandungan abu. (Winarno, 1992)
2.7 Kadar Air
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur pengeringan adalah banyak air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan yang berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap,
dan lain-lain pemanasannya dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengeringan, hingga
mencapai berat yang konstan.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yamg kadar airnya tinggi dan
mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada
air. Contoh (sampel) dimasukkan dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan dan jatuh pada tabung
Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar di bagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut.
Bahan dengan kadar gula tinggi kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.
Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan
kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur panili, mentega dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan
basah dengan larutan iodine, sulfur dioksida dan piridina dalam methanol. Perubahan menunjukkan titik akhir titrasi. (Sudarmadji, 1984)
2.8 Kadar Abu
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600 0C dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggi setelah proses pembakaran tersebut.
Sampel yang akan diabukan ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang
mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya
sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu yang dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin.
Bahan yang akan diabukan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat terbuat dari porselin, silica, quartz, nikel, atau platina dengan berbagai
Tinjauan Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan yang disarankan krus porselin yang bagian dalamnya dilapisi silica, sebab bila tidak dilapisi akan
terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Penggunaan krus porselin sangat luas karena, dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak.
Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K, Na,
S, Ca, Cl, P.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan 2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama empat bulan yaitu Agustus sampai
November 2007. Tempat pelaksanaannya dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik dan Kimia Dasar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
3.2 Instrumen Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
− Gelas kimia
− Gelas ukur
− Erlenmeyer biasa
− Erlenmeyer asah
− Labu takar
− Labu Kjeldahl
− Labu semprot
− Buret
− Pengaduk
− Spatula
− Corong
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 20
− Selongsong kertas
− Bola isap
− Pipet volume
− Pipet tetes
− Eksikator
− Pinggen
− Neraca analitik
− Pisau
− Panci
− Blender
− Ayakan
− Penangas air
− Furnace
− Kasa
− Hot plate
− Oven
− Soxhlet
− Destruksi
3.2.2 Bahan
− Buah Labu Kuning
− Larutan Luff-Schoorl
− Batu didih
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 21
− Larutan H2SO4
− Larutan Na-thiosulfat
− Indikator pati (amilum)
− Larutan NaOH
− KIO3
− Larutan HCL
− Asam borat
− CuSO4.5H2O
− Na2SO4.10H2O
− Boraks (Na2B4O7.10H2O)
− Katalis tablet
− Indikator metal merah
− Larutan Iodin
− Larutan K2SO4
− Alkohol
− n-Heksana
− Kertas pH
− Aquades
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penyediaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 22
3.3.2 Prosedur pembuatan tepung
1) Memilih buah labu kuning yang mengkal,
2) Membersihkan buah labu kemudian mengupas kulitnya lalu
membelahnya menjadi beberapa bagian,
3) Melakukan pemblasiran yaitu perlakuan dengan uap panas (± 1 menit)
4) Memotong buah labu dengan ketebalan 2-3 mm,
5) Melakukan pengeringan dengan sinar matahari,
6) Penggilingan buah labu yang sudah kering,
7) Pengayakan dengan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh),
8) Melakukan analisis kandungan gizi terhadap tepung labu kuning yang
dihasilkan.
3.3.3 Analisis Kadar Karbohidrat
Penentuan Karbohidrat (Luff Schoorl)
− Menimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 500 mL, dan ditambahkan 200 mL HCl 3%,
− Memasang pada pendingin tegak dan memanaskan selama ± 3 jam,
− Menyaring dan menetralkan dengan larutan NaOH 30%
menggunakan kertas lakmus, menambahkan sedikit CH3COOH 3%
agar suasana sedikit asam,
− Filtrat diencerkan sampai 500 mL,
− Memipet 10 mL, menambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl dan 15
mL aquades serta batu didih, lalu memanaskan dan dinginkan,
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 23
− Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji 2-3
mL,
− Menghitung kadar karbohidrat dengan menggunakan rumus :
mL tio yang digunakan = (blanko-penitar) x N tio x 10
Kadar glukosa = 100
Kadar karbohidrat = 0,95 x kadar glukosa
Dimana :
w = glukosa yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan,
dalam mg, dari daftar
w1 = berat sampel (mg)
fp = faktor pengenceran
3.3.4 Analisis Kadar Protein (semi Mikro-Kjeldahl)
− Menimbang sampel sebanyak 2 gram dan memasukkan ke dalam
tabung destruksi,
− Menambahkan 7,5 gram katalis dan 20 mL H2SO4 pekat ke dalam
tabung destruksi,
− Memanaskan tabung tersebut sampai asapnya keluar dan
memanaskan hingga cairan berwarna hijau lalu dinginkan dengan
menambahkan 100 mL aquades ke dalam erlenmeyer,
− Menambahkan NaOH 30% ke dalam sampel tadi hingga berwarna
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 24
− Memasukkan asam borat 2% ke dalam erlenmeyer sebanyak 100
mL, melakukan destilasi,
− Destilat ditampung hingga 100 mL dalam erlenmeyer yang berisi
asam borat tadi,
− Menambahkan indikator miselium, melakukan titrasi dengan HCl
0,1 N sampai terjadi perubahan warna (merah muda),
− Menghitung kadar protein dengan menggunakan rumus :
%N = 100
3.3.5 Analisis Kadar Lemak
− Menimbang sampel sebanyak 7 gram memasukkan ke dalam
selongsong kertas yang dialasi dengan kapas,
− Menyumbat selongsong kertas yang berisi tepung labu dengan
kapas,
− Memasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan
labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah
diketahui bobotnya,
− Mengekstrak dengan pelarut heksana selama ± 6 jam,
− Mengeringkan hasil ekstrak dalam oven pengering pada suhu
1100C,
− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang hingga diperoleh
berat konstan,
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 25
3.3.6 Analisis Kadar Serat
− Menimbang 2 gram sampel,
− Memindahkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan 200 mL larutan
H2SO4 mendidih dan menutup dengan pendingin balik,
mendidihkan selama 30 menit dengan kadang kala
digoyang-goyangkan,
− Menyaring suspensi melalui kertas saring dan residu yang
tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih.
Mencuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat
asam lagi (pengujian dengan kertas lakmus),
− Memindahkan secara kuantitaif residu dari kertas saring ke dalam
erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan
larutan NaOH mendidih sebanyak 200 mL sampai semua residu
masuk kedalam erlenmeyer. Mendidihkan dengan pendingin balik
sambil digoyangkan selama 30 menit,
− Menyaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya,
sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Mencuci kembali residu
dengan aquades mendidih dan 15 mL alkohol,
− Mengeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 1100C,
mendinginkan dan menimbang sampai bobot konstan,
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 26
− Menimbang sebanyak 2 gram sampel ke dalam cawan yang telah
diketahui berat kosongnya,
− Memasukkan ke dalam oven pada suhu 100-110 0C selama 3-5jam,
− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang hingga diperoleh
berat konstan,
− Menghitung kadar air dengan menggunakan rumus :
Kadar air =
3.3.8 Analisis Kadar Abu
− Melanjutkan hasil analisa kadar air
− Memasukkan sampel ke dalam furnace pada suhu ≥ 8500C sampai
menjadi abu (warna biru), selama 4-5 jam
− Mendinginkan dalam eksikator dan menimbangnya sampai di dapat
bobot konstan
− Menghitung kadar abu dengan menggunakan rumus :
Kadar abu = 100%
sampel berat
Metodologi Penelitian
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 27
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Labu Kuning
Buah labu kuning
Pengupasan
Pembelahan
Pemblasiran
Pemotongan
Pengeringan dengan sinar matahari
Penggilingan (crusher)
Tepung labu kuning
Karbohidrat Protein Lemak Serat Kadar air
Analisis
Kadar abu Pengayakan
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning yang diperoleh adalah tepung yang dibuat dari
buah labu segar dengan terlebih dahulu dilakukan pemblasiran sebelum dikeringkan dengan sinar matahari. Tujuan dilakukan pemblasiran adalah untuk menghindari terbentuknya warna cokelat (browning enzymatic) pada
bahan yang akan dibuat tepung. Pengeringan buah labu ini dilakukan di bawah sinar matahari hingga kering. Labu kuning yang sudah kering digiling untuk
menghasilkan tepung labu, kemudian diayak dengan ukuran partikel yang sama besar. Pengayakan dilakukan dengan ayakan 80 mesh. Warna tepung kekuning-kuningan dengan bau atau aroma normal khas labu kuning kering.
Rendemen yang dicapai pada proses pembuatan tepung labu adalah 10,49%. Tepung labu yang dihasilkan dianalisis secara kuantitatif, meliputi:
karbohidrat, protein, lemak, serat, kadar air, dan kadar abu.
4.2 Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan pada tepung labu kuning, meliputi: kadar
karbohidrat, protein, lemak, serat, kadar air, dan kadar abu. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode Luff Schoorl. Dari analisis ini diketahui bahwa kadar karbohidrat yang terdapat pada tepung labu kuning sebesar
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur
soxhlet dengan pelarut heksana dan diperoleh kadar lemak sebesar 4,87%. Hasil analisa kadar serat pada tepung labu sebesar 10,28%. Tingginya kadar
serat dalam suatu bahan makanan dapat membantu proses pencernaan dalam tubuh. Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan pada oven dengan suhu 110oC kemudian dilakukan penimbangan. Kadar air yang
diperoleh dari hasil analisis tersebut sebesar 11,88%. Kadar air yang cukup rendah pada tepung dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan daya
simpan yang tahan lama. Penentuan kadar abu dilakukan dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 800-8500C dan kemudian melakukan penimbangan hingga diperoleh berat konstan.
Kadar abu pada tepung labu sebesar 7,73%.
Tabel 4.1 Kandungan nilai gizi pada buah, tepung labu kuning, dan
tepung terigu (SNI 01-3751-2000) per 100 gram
No Kandungan gizi Tepung labu kuning (%)
Menurut tabel 4.1 perbandingan kandungan nilai gizi antara tepung labu dan tepung terigu (SNI 01-3751-2000) menunjukkan bahwa kandungan gizi pada tepung labu cukup baik. Kandungan gizi yang cukup tinggi pada tepung
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur
Kesimpulan dan Saran
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan yakni: tepung labu kuning yang dihasilkan melalui proses pengeringan mempunyai
nilai gizi dengan kadar karbohidrat 14,22%, kadar protein 10,12%, kadar lemak 4,87%, kadar serat 10,28% kadar air 11,88%, dan kadar abu 7,73%.
5.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya dilakukan pengolahan atau pemanfaatan tepung labu misalnya dalam pembuatan roti tawar, mie, keripik, dll
serta menganalisis nilai gizi dengan berbagai variasi.
Daftar Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 32
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan. (Online), [http: www. gizi.net/cgi-bin/fullnews.cgs?newsid 10817424827,71695,-25k-diakses 20 September 2006
Badan Penelitian Dan Pengembangan, 2006. Selamat Datang di Website Balitbang Jatim-Pusat Informasi & Teknologi, (online), (http://www.balitbangjatim.com/kontak.asp, diakses 1/11/2007)
Badan Standardisasi Nasional, 2006. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan, (online), (http:www.I%2001-3751-2006 pdf.com.id, diakses 28/10/2007)
Buckle K.A. 1997. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia
deMan, J.M. 1997. Kimia Pangan. Bandung : ITB
Desrosier, Norman W. 1998. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: Penerbit UI
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI
Marihati, dkk. 2000. Pengembangan Teknologi Proses & Peralatan untuk Produk Tepung Umbi-umbian sebagai Substitusi Tepung Terigu untuk Makanan. Semarang: BPPI
Marwah, Andi. 2006. Pembuatan Tepung Sukun dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Substitusi Tepung Gandum dalam Pembuatan Roti Tawar. Makassar: PNUP
Petunjuk Praktikum. Kimia Analisis II. 2005. Makassar: Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang
Safei, dkk. 2006. Proses Pengolahan Tepung Nabati Berpotensi. Bandar Lampung: BPPI
Sudarmadji S, dkk. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti
Daftar Pustaka
Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur 33
Sudarto, Y. 1993. Budidaya Waluh. Kanisius, Yogyakarta: 9,11,12,14,15
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Yasid, Estien dan Nursanti Lisda. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Yogyakarta: C.V Andi Offset
---,2004. Labu Kuning Primadona di Bulan Ramadhan, (online),(http:www.tabloid