1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan wilayah daratan berbatasan dengan laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti pasang surut, dari intrusi air laut, sedangkan batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Rais, 2001).
Perkembangan wilayah pesisir dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki peranan strategis dalam kontribusi nasional yang memanfaatkan wilayah pesisir secara optimal seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Banten, Lampung dll. Banyak potensi yang telah dikembangkan pada kota-kota tersebut karena pesisir mampu menjadi pintu gerbang untuk daerahnya. Tidak hanya perikanan dan pelabuhan, tetapi pesisir mampu menyediakan potensi lain seperti industri, perdagangan, pariwisata, kehutanan dan pertambangan. Apabila potensi-potensi tersebut dapat bersinergi dengan baik, daerah pesisir akan terus mengalami perkembangan.
2 Berdasarkan data yang bersumber pada Kabupaten Rembang dalam Angka 2012, Kabupaten Rembang merupakan Kabupaten yang terletak di Pantai Utara wilayah Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekitar 1.014 km². 35% dari luas wilayah kabupaten Rembang merupakan kawasan pesisir seluas 355,95 km². Panjang pantai pada 6 wilayah kecamatan ini adalah 60 Km. Kabupaten Rembang memiliki 14 kecamatan yang 6 diantaranya berada di tepi laut, yaitu Kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan. Kabupaten Rembang mempunyai sektor-sektor yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan, di antaranya perikanan, pariwisata, pertanian, perindustrian / perdagangan, kehutanan dan juga pertambangan.
Desa Tasik Agung merupakan salah satu desa di Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang yang memiliki banyak potensi, diantaranya pelabuhan ikan yang kegiatan utamanya melayani kegiatan perikanan dari mendaratkan kapal di dermaga, bongkar-muat kapal, ikan diangkut untuk dilelang di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Melihat potensi pelabuhan perikanan pantai (PPP) di Tasik Agung yang selalu ramai dan aktif dalam kegiatan lelang, memperlihatkan bahwa sektor perikanan semakin meningkat. Produksi ikan pada Tahun 2008 yaitu 18.824.167 kg dengan 4260 kapal yang masuk di PPP Tasik Agung (Endang, 2009).
Keadaan pada saat ini pelabuhan dan TPI yang ada di Desa Tasik Agung tidak cukup untuk menampung kegiatan perikanan untuk mendaratkan kapal di
3 dermaga, bongkar-muat kapal, dan pelelangan ikan. Hal itu disebabkan karena jumlah kapal semakin banyak sehingga ketika kapal datang hendak mendaratkan hasil dari melaut harus mengantri. Berdasarkan data yang bersumber dari pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai jumlah kapal yang datang di dermaga Tasik Agung rata-rata setiap hari adalah 20 kapal baik kapal besar (cantrang) maupun kecil (mini pursein). Kapal yang dapat diakomodir dalam waktu yang bersamaan adalah 3 hingga 4 kapal untuk bongkar, muat, dan membersihkan kapal. Semua sisi pelabuhan yang ada sudah dipadati kapal-kapal untuk bongkar tangkapan ikan masing-masing, sehingga kapal yang baru datang harus menunggu.
Sektor perikanan mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Kabupaten Rembang terutama dalam mendapatkan Pendapatan Daerah untuk mengelola daerah sebagai implementasi dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Oleh karena itu, sektor ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Rembang. Kegiatan utama pada sektor perikanan ini terdapat di Desa Tasik Agung yang pada saat ini sarana dan prasarana untuk kebutuhan ruang perikanan, memerlukan pengembangan dan pengoptimalan. Berdasarkan potensi-potensi yang terdapat di Desa Tasik Agung yang dapat menopang perekonomian daerah Kabupaten Rembang, dan kondisi sarana prasarana yang sangat memerlukan pengoptimalan dan pengembangan, maka diperlukan sebuah pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan.
Potensi-potensi yang ada di wilayah pesisir Desa Tasik Agung belum dioptimalkan oleh SDM untuk memenuhi kebutuhan ruang yang terus meningkat
4 yang dapat dirancang dalam perencanaan pembangunan wilayah guna memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rembang. Kondisi ini terlihat pada Pelabuhan Rembang, yang dari tahun ke tahun hanya mengalami degradasi lingkungan, seperti kurangnya dermaga untuk mendaratkan kapal dan banyaknya sampah, yang apabila tidak dioptimalkan dengan Perencanaan Pesisir secara Terpadu, maka potensi-potensi yang telah ada tidak akan berkembang tetapi hanya akan terdegradasi oleh penurunan kualitas lingkungan yang semakin hari semakin menurun.
Desa Tasik Agung juga memiliki potensi wisata yaitu Pantai Kartini yang menjadi andalan di Kabupaten Rembang. Pantai kartini adalah obyek wisata alam pantai yang mengandalakan keindahan alam lautnya. Obyek wisata ini juga mempunyai asal usul sejarah mengenai perjuangan dari R.A.Kartini yang selanjutnya nama beliau diabadikan menjadi nama obyek wisata ini untuk mengenang jasa-jasa beliau. Kegiatan sedekah laut atau syawalan di Tasik Agung maupun Pantai Kartini, merupakan agenda tahunan yang digunakan untuk wisata dari dalam maupun luar daerah. Kegiatan yang setiap tanggal 7 Syawal diselenggarakan, menjadi pusat dari keramaian masyarakat Rembang dan sekitarnya dalam merayakan syawalan.
Mata pencaharian utama di desa Tasik Agung adalah sebagai pelaut, yang terdiri dari pemilik kapal, juragan, nelayan, operator kapal, dan mengolah ikan hingga sampai ke pasar. Mata pencaharian dan kehidupan mereka yang bersinergi langsung dengan pesisir dan laut, membuat mereka menjadi bergelimang dengan
5 kekayaan dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga potensi sumberdaya manusia yang sudah ada di desa Tasik Agung ini, memerlukan pengelolaan potensi wilayah pesisir secara terpadu (PWPT) yang berbasis masyarakat.
Konsep pembangunan berkelanjutan harus diikuti dengan pendekatan-pendekatan yang tepat. Menurut Dahuri, 2001 secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi : (1) ekologis, (2) sosial ekonomis budaya, (3) sosial politik, dan (4) hukum dan kelembagaan. Berdasarkan keempat dimensi tersebut, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Carter (1993) dalam Rustiningsih (2002) menyampaikan bahwa partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses belajar masyarakat; mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab; mengeliminasi perasaan terasing sebagian masyarakat serta menimbulkan dukungan dan penerimaan dari pemerintah.
Parcipatory Coastal Resource Assessement (PCRA) merupakan pengembangan dari metode partisipasi yang digunakan untuk wilayah pesisir.
6 Menurut Sunarto (2003), PCRA ini dapat digunakan sebagai metode di dalam mengidentifikasikan berbagai informasi di wilayah pesisir. Metode PCRA ini dapat mengakomodasi informasi dari wawancara yang terstruktur dan tak terstruktur. Berdasarkan PCRA ini diharapkan dapat membangun kebijakan-kebijakan untuk mengelola pesisir secara terpadu dan selanjutnya dapat mewujudkan suatu model berbasis masyarakat. Model normatif DPSIR akan menjadi masukan dalam kebijakan pengelolaan. Pemanfaatan pada potensi dan solusi / alternatif yang sudah ada yang hingga saat ini masih berjalan atau tidak di wilayah pesisir Kabupaten Rembang, merupakan kontribusi pembangunan berkelanjutan yang selanjutnya akan menghasilkan konsep, kerangka kinerja, pedoman, kebijakan serta model.
1.2. Perumusan Masalah
Desa Tasik Agung memiliki potensi-potensi yang sangat penting untuk segera dikelola. Kegiatan yang ada di wilayah pesisir ini meliputi perikanan, industri, pariwisata, transportasi dan perdagangan. Berbagai potensi yang telah ada, belum dioptimalkan oleh SDM untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai sektor yang dapat dirancang dalam perencanaan pembangunan wilayah guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah setempat. Berangkat dari berbagai potensi dan kurangnya pemanfaatan, pengoptimalan dan perawatan sarana-prasarana untuk berbagai sektor yang ada di desa ini, pengembangan sangat dibutuhkan untuk menyusun suatu model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berbasis
7 masyarakat. Berbasis pada masyarakat karena kehidupan masyarakat di desa ini bersinergi langsung dengan pesisir dan laut dan belum ada model dengan basis masyarakat.
Permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah belum adanya keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir karena tidak melibatkan berbagai pihak terkait dalam proses pengelolaannya, keterpaduan dari aspek perencanaan, dan aspek keterpaduan dalam mengelola potensi. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi wilayah pesisir di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang?
2. Bagaimana peranan pemerintah dan swasta dalam PWPT di Desa Tasik Agung Kabupaten Rembang?
3. Bagaimana model PWPT berbasis masyarakat yang sesuai di Desa Tasik Agung Kabupaten Rembang?
1.3. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui potensi wilayah pesisir di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.
2. Mengetahui peranan pemerintah dan swasta dalam PWPT di Desa Tasik Agung Kabupaten Rembang.
8 3. Mengetahui model PWPT berbasis masyarakat yang sesuai di Desa Tasik
Agung Kabupaten Rembang.
1.4. Manfaat
Manfaat penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun perincian singkat tentang kedua – kedua manfaat tersebut adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baik berupa perbendaharaan konsep pemikiran, metode, teori dalam khasanah studi Geografi pada umumnya. Khususnya mengenai potensi, peranan pemerintah dan swasta serta model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu Kabupaten Rembang.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini mengharapkan menjadi informasi atau referensi bagi para pemangku kepentingan atau stakeholders mengenai potensi, peranan pemerintah dan swasta serta model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu Kabupaten Rembang.
1.5. Keaslian Penelitian
Rencana penelitan ini bermula dari peneliti yang tertarik dengan fenomena pesisir di desa Tasik Agung, Rembang yang dirasa desa ini memiliki potensi yang
9 sangat besar tetapi belum dioptimalkan secara maksimal oleh pemangku kebijakan dalam sektor-sektor yang ada di desa ini secara terpadu. Selain itu kondisi pesisir yang belum memiliki sarana-prasarana yang memadai yang dapat meningkatkan produktivitas para nelayan. Lingkungan yang kumuh karena pembuangan sampah di laut, menyebabkan pencemaran udara dan air yang dapat menggangu kenyamanan masyarakat. Sehingga pengembangan model dibutuhkan dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (PWPT) berbasis pada informasi dari Parcipatory Coastal Resource Assessement (PCRA).
Penelitian yang berbasis pada konsep pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (PWPT) masih jarang sekali dilakukan. Penelitian yang sering dilakukan hanya bersifat sektoral saja, misalkan yang mengkaji pesisir hanya membahas satu elemen dari wilayah pesisir, misalnya mangrove, perikanan, erosi, abrasi, intrusi air laut, sosial ekonomi masyarakat dan tata ruang. Penelitian yang serupa dengan pegelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan dan terpadu masih belum banyak, namun beberapa penelitian yang terkait dapat dilihat pada Tabel 1.1.
10 Tabel 1.1. Penelitian yang Terkait dengan Wilayah Pesisir dan Berbasis Masyarakat
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Hasil
1. Dartoyo (2009) Model Basisdata Spasial Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Kab. Cilacap Jateng
Tersusunnya model dan
prototipe basisdata
spasial untuk
pengelolaan wilayah
pesisir kabupaten yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pengelolaan
wilayah pesisir yang
sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan
FGD dan Sistem Informasi
Geografi
Model basisdata spasial untuk
pengelolaan wilayah pesisir kabupaten yang menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan, sebagai satu bagian kecil dari sistem pengelolaan wilayah pesisir. Meskipun demikian model ini berupaya
untuk menyediakan tempat susunan
basisdata dan kemudahan dalam
mengelola dan mengakses data sehingga pengambil keputusan lebih efisien dan terukur dalam pengambilan keputusan terhadap pengelolaan wilayah pesisir.
2. Sahid (2012) Model Spasial Ekologis Pengelolaan Hutan Lindung Berbasis Pemberdayaan Masyarakt Lereng Selatan Gunungapi Slamet, Jawa Tengah
Analisis geofisik, factor-faktok yang berpengaruh
terhadap persepsi,
hubungan organisasi
social dengan
masyarakat, dan
menyusun model spasial
ekologis pengelolaan
hutan lindung berbasis pemberdayaan
masyarakat berdasarkan geofisik secara spasial
Kuesioner, SIG
dan Penginderaan Jauh
Berdasarkan data spasial ekologis hutan lindung, persepsi, partisipasi, kearifan lokal masyarakat dan potensi alam kelima kecamatan dapat disusun model spasial
ekologis pengelolaan hutan lindung
berbasis pemberdayaan masyarakat, yang masih memungkinkan usaha pertanian positif bagi penduduk, tanpa mengurangi fungsinya sebagai kawasan lindung. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat hanya memanfaatkan 40 % potensinya dan diperbolehkan beraktifitas hanya di kawasan penyangga atau di hutan tropis dataran rendah dari hutan lindung itu.
11 Lanjutan Tabel 1.1.
3. Basri
(2008)
Konsep Kota Hijau
(Green City) sebagai Model Perencanaan Kota Baru Pesisir Kawasan Sasa sebagai Embrio Pengembangan Kota Ternate
Mengetahui sejauh mana konsep Green City dapat diterapkan pada Kota Baru pesisir Sasa sesuai dengan pemanfaatan dan
kekuatan dukung
kawasan beserta arahan rancangannya.
Survey dan
kompilasi data
Permukiman terpusat pada area pesisir dan tersebar pada titik-titik tertentu kawasan, arahannya penataan dengan pencampuran zoning pemukiman tanpa batasan strata sosial dan kelas dengan mengedepankan quality Area. Industri
rumah tangga yang tersebar pada
pemukiman dapat diarahkan kawasan industry dipusatkan pada satu zona dan jauh dari pemukiman. Kegiatan komersil
tersebar pada spot-spot pemukiman
sekitar jalan utama kawasan, dapat diarahkan adanya CBD pada pusat kota dengan skala besar. Fasilitas pendidikan dasar, menengah, dan menengah umum tersebar pada kawasan arahannya agar ditata untuk pelayanan secara terpadu.
4. Nugroho (2012) Kajian Kerawanan Lingkungan Fisik Wilayah Kepesisiran dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Balikpapan Selatan Untuk mengkaji kerawanan lingkungan fisik di wilayah kepesisiran Balikpapan Selatan terhadap
bencana dan mengkaji sejauh mana penerapan
strategi pengelolaan
lingkungan yang ada
dalam menghadapi permasalahan kerawanan lingkungannya Survei deskriptif kualitatif
Balikapapan Selatan memiliki kerawanan
lingkungan pesisir terhadap bahaya
longsor, banjir dan abrasi. Wilayah Balikpapan Selatan dengan tingkat kerawanan ‘sangat rawan’ terbesar terdapat di kelurahan Gunung Bahagia dengan luas 220,14 ha atau sebesar 35 % dan wilayah dengan kelas ‘Sangat Aman’ terletak di kelurahan Sepinggan seluas 261,99 ha atau 88,6%
12 Lanjutan Tabel 1.1. 5. Dewangga (2011) Mitigasi dan Strategi Adaptasi Masyarakat Terhadap Dampak Erosi Pantai Di Kawasan Kepesisiran Kabupaten Jepara Mengetahui dampak erosi di pesisir Kabupaten Jepara, mengetahui bentuk
mitigasi yang telah
dilakukan oleh
masyarakat dan
pemerintah, serta
mengetahui bentuk
strategi adaptasi yang
dilakukan oleh masyarakat di pesisir Kab. Jepara Digitasi on screen dan tumpang susun pada citra Quickbird digunakan untuk mengetahui perubahan garis pantai
Hasil tumpang susun terhadap perubahan garis pantai menunjukkan adanya proses erosi dan sedimentasi. Hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa sebagian masyarakat mengetahui apa yang dimaksud dengan erosi sehingga banyak yang sudah melakukan strategi adaptasi. Tetapi mitigasi yang dilakukan belum optimal, karena upaya mitigasi belum mampu meminimalkan dampak dari erosi.
6. Wanggay
(2011)
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Laut oleh
Masyarakat Adat
Tobati dan Enggros di Kawasan Teluk
Youtefa Kota
Jayapura
Kota Jayapura Mengetahui bagaimana
cara masyarakat adat
Tobati dan Enggros
dalam mengelola
sumberdaya pesisir dan laut di Kawasan Teluk Youtefa
Induktif-kualitatif fenomenologi
Pengelolaan yang dikenal dengan tradisi Manjo merupakan budaya masyarakat Tobati dan Enggros yang diwariskan oleh para leluhur. Tradisi ini masih dijalankan sebagai bagian dari cara pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Mekanisme pelaksanaan Manjo untuk pengelolaan SD pesisir dan laut dilakukan dengan : Pengambilan keputusan Manjo oleh kelembagaan adat, pembagian wilayah laut, penguasaan dan pemilikan laut serta pemberian sanksi.
13 Lanjutan Tabel 1.1. 7. Sari (2008) Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Secara Berkelanjutan Kabupaten Kulon Progo
Untuk memperoleh data dan informasi mengenai
pengelolaan wilayah
pesisir terpadu secara berkelanjutan di Kab. Kulon Progo Wawancara dan observasi, analisis pendekatan kualitatif dan metode induktif
Wilayah pesisir pantai Kulon Progo
belum dikelola secara terpaduoleh
stakeholders.wilayah ini memiliki potensi yang besar yang perlu dikelola secara terpadu dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan. Konflik
kepentingan terjadi karena alas an politis dalam pemanfaatan wilayah pesisir, yaitu untuk pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata, industry,pertambangan.untuk menghindari konflik, Pemda setempat masih merancang rencana strategis dan zonasi peruntukan wilayah pesisir melalui
pendekatan keterpaduan yang
mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor sehingga terjadi keharmonisan dan keberlanjutan dalam pemanfaatannya.
8. Sero (2011) Model Pengembangan Pariwisata Bahari Berbasis Masyarakat Kabupaten Halmahera Utara Mengetahui persepsi masyarakat, pemerintah
dan swasta terhadap
Model Pengembangan pariwisata bahari ; mengetahui pelaksanaan model pengembangan pariwisata bahari berbasis masyarakatyang diterapkan. Wawancara (indepth interview), observasi dan dokumentasi, sumber datanya adalah masyarakat, pemerintah dan pengelola obyek wisata yang dipilih secara purposive.
Pertama, Kesempatan berusaha bagi
masyarakat dengan adanya peluang
lapangan pekerjaaan. Persepsi terhadap sarana wisata masih belum memadai. Persepsi terhadap SDM dan pengelolaan
masih rendah kualitasnya. Persepsi
terhadap promosi masih perlu dengan pembenahan terlebih dahulu. Kedua, masyarakat dapat berperan serta secara tidak langsung yaitu dengan mengikuti
pertemuan, penyuluhan, menjaga