• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Caring Dalam Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Stroke Di RSUP Sanglah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Caring Dalam Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Stroke Di RSUP Sanglah."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN

PERILAKU

CARING

PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE

DI RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH :

NI MADE INDRIYANI KUSUMA RIANDRA 1102105051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

i SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN

PERILAKU

CARING

PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE

DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI MADE INDRIYANI KUSUMA RIANDRA 1102105051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Ni Made Indriyani Kusuma Riandra

NIM : 1102105051

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana

Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang

saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan

bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Denpasar, Desember 2014 Yang membuat pernyataan,

(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

NI MADE INDRIYANI KUSUMA RIANDRA 1102105051

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

(Ns. A.A Istri Putra Kusumawati, S.Kep.,M.Ng)

NIP. 197112151993022001

Pembimbing Pendamping

(Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep)

(5)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI DENGAN JUDUL:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE

1. Ns. A.A Istri Putra Kusumawati, S.Kep.,M.Ng (Ketua)

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian berjudul “Hubungan

Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Perilaku Caring Dalam Pencegahan Dekubitus Pada

Pasien Stroke Di RSUP Sanglah Denpasar”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan proposal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagi Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di PSIK

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam pembuatan

proposal penelitian.

3. Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Bali karena telah memberikan ijin

penelitian di kota Denpasar.

4. Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar, sebagai tempat dilakukannya penelitian ini

sehingga saya dapat melakukan penelitian di Ruang Mawar dan Ruang Nagasari

RSUP Sanglah Denpasar.

5. Direktur Utama RSUD Wangaya Denpasar, sebagai tempat dilakukannya uji validitas

dan reliabilitas data pada penelitian ini sehingga saya dapat melakukan uji validitas

dan reliabilitas pada kuisioner yang saya buat untuk penelitian ini.

6. Ns. A.A Istri Putra Kusumawati, S.Kep.,M.Ng, sebagai pembimbing utama yang telah

(7)

vi

7. Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat

waktu.

8. Orang tuan serta kakak dan adik saya dan seluruh keluarga saya yang telah

memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

9. PSIK angkatan 2011 (Achillesextavortouz) yang mendukung dalam penyelesaian

skripsi penelitian ini.

10.Sahabat saya Surya, Mirah, Ririn, Risna, Ratih Pugu, Dayu Sukma, Gung Amik,

Citta, Depik dan Yoga yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan

skripsi penelitian ini.

11.Asisten peneliti saya Yudik, Padma, Puniarta, Danis dan Eka yang sudah membantu

saya selama melakukan penelitian ini.

12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Denpasar, Desember 2014

(8)

vii

ABSTRAK

Riandra, Ni Made Indriyani Kusuma. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Caring Dalam Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Stroke Di RSUP Sanglah. Proposal, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. A.A. Istri Putra Kusuma Wati, S.Kep.,Mng., (2) Ns. Komang Menik Sri S,Kep.

Stroke adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kelemahan dan menjadi imobilisasi. Imobilisasi merupakan sebagai suatu keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Salah satu komplikasi dari imobilisasi adalah dekubitus. Pencegahan dekubitus sangat penting dimiliki oleh perawat dari segi pengetahuan tentang dekubitus maupun perilaku caring dalam pencegahan dekubitus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku caring dalam pencegahan dekubitus pada pasien stroke di RSUP Sanglah. Manfaat bagi profesi keperawatan adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan bagi perawat terutama terkait dalam pengetahuan dan perilaku caring perawat saat memberikan asuhan keperawatan dalam pencegahan dekubitus. Metode penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan total sampling atau sample jenuh. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Spearman Rank Test, dimana p < 0,05 hipotesis diterima. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2015 di Ruang Mawar dan Nagasari dengan jumlah sampel 32 orang perawat. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai p = 0,001 (p<0,05) dan bersifat postif yang dimana adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku caring perawat dalam pencegahan dekubitus pada pasien stroke di RSUP Sanglah Denpasar.

(9)

viii

ABSTRACT

Riandra, Ni Made Indriyani Kusuma. 2014. Relationship The Level Of Knowledge with Behavior Of Caring In The Prevention Of Decubitus to Patients with Stroke In RSUP Sanglah. Proposal, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. A.A. Istri Putra Kusuma Wati, S.Kep.,Mng., (2) Ns. Komang Menik Sri S,Kep.

ABSTRACT. Stroke is one of disease which can be a weak and imobilisasi. Imobilisasi is a situation which can an individual has limited movement. One of complication is decubitus. Prevention of decubitus is really important for the nurse has, like a knowledge although a caring in decubitus prevention. The purpose from the eksperiment is to know the relation both knowledge level and caring in decubitus prevention to patient with stroke at

RSUP Sanglah. Benefit for the nurse professions is eksperiment’s result can be suggest for the other nurse. Descriptif correlasion with cross sectional with total samping is the eksperiment method. Hipotesis in this eksperiment is used Spearman Rank Test, where p<0,05 hipotesis will received. The eksperiment will carried out of for two weeks in Mawar

and Nagasari room’s at RSUP Sanglah. This research was conducted in February through March 2015 at the Mawar and Nagasari room’s number of samples with 32 people nurse. The

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

2.1.1 Definisi Pengetahuan ... 9

2.1.2 Tingkat Pengetahuan ... 10

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 12

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan ... 13

2.1.5 Pengetahuan dalam Mencegah Dekubitus ... 14

2.2 Konsep Dekubitus ... 19

2.2.1 Pengertian Dekubitus ... 19

2.2.2 Proses Terjadinya Dekubitus ... 20

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Dekubitus ... 21

2.2.4 Stadium Luka pada Dekubitus ... 26

2.3 Konsep Perilaku Caring ... 29

2.3.1 Pengertian ... 30

2.3.2 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan ... 31

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring ... 32

2.2.4 Jenis-Jenis Caring ... 35

2.2.5 Perilaku Caring dalam Praktik Pencegahan Dekubitus ... 36

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 41

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian ... 42

3.2.2 Definisi Operasional ... 43

3.3 Hipotesis ... 44

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 45

(11)

x

4.3.1 Tempat Penelitian ... 47

4.3.2 Waktu Penelitian ... 47

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian 4.4.1 Populasi Penelitian ... 48

4.4.2 Sampel Penelitian ... 48

4.4.3 Teknik Sampling Penelitian ... 48

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1 Jenis Data ... 49

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 49

4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 51

4.5.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53

4.6 Pengolahan Data 4.6.1 Editing ... 55

4.6.2 Coding ... 56

4.6.3 Processing/Entry ... 57

4.6.4 Cleaning ... 57

4.7 Teknik Analisa Data ... 57

4.8 Etika Penelitian 4.8.1 Informed Consent ... 59

4.8.2 Confidentiality ... 59

4.8.3 Kerahasiaan ... 60

(12)

xi

DAFTAR TABEL

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Stadium 1 Dekubitus ... 25

Gambar 2.2 Stadium 2 Dekubitus ... 25

Gambar 2.3 Stadium 3 Dekubitus ... 26

Gambar 2.4 Stadium 4 Dekubitus ... 26

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ... 41

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Penelitian Lampiran 2 : Rancangan Penelitian

Lampiran 3 : Pengantar Pengumpulan Data Lampiran 4 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 5 : Surat Persetujuan Menjadi Subyek Penelitian Lampiran 6 : Kuisioner Karakteristik Responden

Lampiran 7 : Checklist Observasi Perilaku Caring Perawat Lampiran 8 : Kuisioner Tingkat Pengetahuan

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit kronis yang terjadi di Indonesia setiap tahun semakin bertambah.

Kondisi ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk Indonesia yang meninggal

dunia akibat dari penyakit kronis itu sendiri. Stroke dikatakan sebagai penyebab

kematian nomer tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Angka kematian karena

stroke masih tinggi. Menurut estimasi World Health Organisation (WHO), pada

tahun 2008 ada 6,2 juta kematian karena stroke (WHO, 2012). Berdasarkan data

yang diperoleh American Heart Association/American Stroke Association

(AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistic-2012 Update,

menyebutkan bahwa setiap empat menit, terdapat satu orang yang meninggal

karena stroke di Amerika Serikat pada tahun 2008 (Roger,et.al, 2011).

Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada usia >45 tahun di

Indonesia (15,4% dari seluruh kematian) baik di Desa maupun di Perkotaan

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Menurut Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2005, stroke merupakan penyebab pertama kematian

di Rumah Sakit Umum di seluruh Indonesia sebanyak 4.692 orang yang menderita

stroke. Pada tahun 2006, jumlah pasien stroke yang rawat inap di seluruh Rumah

Sakit Indonesia sebanyak 44.365 orang dan yang meninggal sebanyak 8.878

orang. Jumlah pasien stroke yang ada di Bali sendiri menurut data rekam medik

(16)

2

stroke yang yang menjalani perawatan adalah 715 orang dimana bila

dirata-ratakan terdapat 60 kasus perbulan, sedangkan pada tahun 2013 menjadi 565

orang.

Stroke merupakan hasil dari proses aterosklerotik dan akibat dari penyakit

serebrovaskuler, seperti aterotrombosis, emboli, atau perdarahan intrakranial

(Udayana, 2010). Pasien stroke kebanyakan mengalami kondisi yang lemah dan

imobilisasi. Imobilisasi didefinisikan North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu yang mengalami

atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu

dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari tiga hari atau

lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologik

(kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda),

penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan

volunter (Potter, 2005).

Kondisi-kondisi yang menyebabkan imobilisasi antara lain fraktur, stroke,

postoperasi dan pasien dimensia. Komplikasi dari imobilisasi adalah infeksi

saluran kemih, atrofi otot karena disused, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran

darah, dan dekubitus. Beberapa studi yang diadakan pada beberapa negara, angka

kejadian dekubitus pada pasien stroke yang dirawat di rumah sakit dengan

imobilisasi ada kecenderungan mengalami peningkatan, terutama pada pasien usia

lanjut dengan kasus ganggun neurologik. Berdasarkan hasil studi oleh Amstrong,

H (2002) yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa 3%-10% pasien stroke

(17)

3

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri

yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah

dalam jangka waktu lebih dari enam jam (Sabandar,2008). Penelitian yang

dilakukan oleh Institute for Clinical System Improvement (ICSI) (2012),

ditemukan bahwa prevalensi dekubitus sangat tinggi di Indonesia bahkan di

Dunia. Insiden dekubitus pada pasien stroke dengan imobilisasi di Indonesia

cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%, angka ini sangat tinggi bila dibandingkan

dengan insiden dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar 2,1 – 3,1% (Yusuf,

2011). Insiden terjadinya dekubitus sangat bervariasi dari jenis perawatan, tetapi

pada kasus secara umum dilaporkan bahwa 0,4% - 38% terjadi di perawatan akut,

2,2%-23,9% pada perawatan jangka panjang dan 0%-17% terjadi pada perawatan

di rumah.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Oktober – 22

November 2014 melalui observasi dan wawancara singkat dengan pasien dan

perawat di ruangan stroke rawat inap RSUP Sanglah, ditemukan bahwa pada

tahun 2013 dan 2014 masih terdapat insiden terjadinya dekubitus. Insiden

dekubitus tersebut tidak dalam jumlah yang banyak, namun masih ditemukan.

Terdapat 15 pasien stroke dengan dekubitus yang dirawat pada ruang Mawar

maupun Ruang Nagasari. Pasien ini nantinya akan dirawat dan dilakukan tindakan

keperawatan untuk mencegah terjadinya dekubitus yang lebih luas. Berdasarkan

hasil wawancara dengan tujuh pasien, tiga pasien mengatakan mereka jarang

mendapatkan pengaturan posisi seperti perubahan posisi, miring kiri dan kanan

yang dilakukan oleh perawat. Terdapat beberapa perawat yang melakukan

(18)

4

pasien dan ada pula yang tidak melakukan. Ditemukan ada tiga orang perawat

yang tidak melakukan perilaku caring dalam pencegahan dekubitus terhadap

pasien seperti posisi fowler, miring kiri dan kanan selama dua jam dan

pencegahan dekubitus lainnya.

Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan klien yang

mengalami keterbatasan mobilisasi. Gangguan integritas kulit mungkin tidak

menjadi masalah bagi individu yang mampu melakukan mobilisasi dan sehat,

tetapi bisa menjadi masalah yang serius dan berpotensi merusak pada klien sakit

atau tidak berdaya. Hampir 95% dekubitus dapat dicegah melalui tindakan

keperawatan, sisanya kurang lebih 5% pasien imobilisasi tetap akan mengalami

dekubitus apabila tidak mendapatkan tindakan keperawatan. Tindakan

keperawatan ini sebagian besar dilakukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit

maupun di rumah. (The Agency for Health Care Policy and Research (AHPCR),

1994 dalam Potter & Perry 2005).

Upaya pencegahan dekubitus perlu memperhatikan pengetahuan, sikap dan

perilaku yang dimiliki oleh perawat (Buss C, 2004). Salah satu faktor yang

berkaitan dengan pencegahan dekubitus adalah pengetahuan tentang pencegahan

dekubitus, oleh karena itu hal tersebut harus dimiliki oleh perawat. Pengetahuan

seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan

pengetahuan, seseorang akan memiliki alasan untuk menentukan pilihan.

Kekurangan pengetahuan tentang penyakit yang diderita akan mengakibatkan

tidak terkendalinya proses perkembangan penyakit, termasuk deteksi dini adanya

(19)

5

Penelitian yang dilakukan oleh Riezky Dwi (2012) menemukan bahwa

pelayanan keperawatan yang profesional sebaiknya dilandasi oleh pendidikan

keperawatan. Perawat dengan pendidikan yang cukup baik akan melakukan

praktik keperawatan yang efektif dan efisien yang selanjutnya akan menghasilkan

pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Tingkat pendidikan merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Riezky (2012)

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin

baik pula tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dan pengetahuan

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan suatu

keputusan serta domain penting dalam melakukan tindakan. Dalam hal ini

pengetahuan yang harus dimiliki perawat adalah pengetahuan untuk mencegah

terjadinya dekubitus pada pasien stroke yang dirawat di Rumah Sakit.

Berbagai studi mengindikasikan bahwa perawat tidak memiliki informasi dan

pengetahuan dalam kegiatan pencegahan dekubitus. Penelitian ini telah dilakukan

oleh Halfens dan Eggink (1999) dan menyebutkan bahwa sebagian besar perawat

yang bekerja di Rumah Sakit Umum tidak mempunyai pengetahuan yang cukup

dalam memahami isi panduan penanganan dan pencegahan dekubitus. Selanjutnya

Pieper & Mott (1998) menemukan bahwa pengetahuan Registered Nurse tentang

dekubitus tidaklah tinggi hanya mencapai 36% dari total pertanyaan yang dijawab

dengan benar (KEMENKES, 2000).

Profesionalisme perawat diikuti oleh pengetahuan dan ketrampilan khusus

yang meliputi keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang

pelaksanaannya harus mencerminkan perilaku caring (Dwidiyanti, 2007). Caring

(20)

6

lain. Kemampuan caring perawat terhadap pasien memilih nilai-nilai perawatan

yang mengubah keperawatan dari pekerjaan menjadi profesi yang lebih terhormat.

Caring tidak hanya mempraktikkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk

meringankan penderitaan pasien dan keluarganya, meningkatkan kesehatan dan

martabat tetapi juga memperluas aktualisasi diri perawat (Morrisoon & Burnard,

1997/2009).

Perawat yang mempunyai kepedulian dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien di rumah sakit adalah perawat yang memiliki sikap caring. Hal ini

didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Potter dkk, (2006) bahwa caring

adalah perhatian perawat dengan sepenuh hati terhadap pasien. Kepedulian,

empati, komunikasi yang lemah lembut dan rasa kasih sayang perawat terhadap

pasien akan membentuk hubungan perawat dan klien yang terapeutik. Pencegahan

penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti hubungan tingkat

pengetahuan dengan perilaku caring perawat dalam pencegahan dekubitus pada

pasien Stroke di RSUP Sanglah Denpasar.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku caring

perawat dalam pencegahan dekubitus pada pasien stroke di RSUP Sanglah

(21)

7

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku caring perawat dalam pencegahan

dekubitus pada pasien stroke di RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam pencegahan terjadinya

dekubitus pada pasien stroke di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Mengetahui perilaku caring perawat dalam pencegahan dekubitus pada

pasien stroke di RSUP Sanglah Denpasar.

3. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dan perilaku

caring perawat dalam mencegah terjadinya dekubitus pada pasien stroke di

RSUP Sanglah Denpasar.

1.4Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk merancang

kebijakan pelayanan keperawatan khususnya dalam perawatan dalam pencegahan

dekubitus pada pasien stroke yang di rawat di RS dengan mematuhi Standar

(22)

8

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat

digunakan bagi perawat terutama terkait dalam pengetahuan dan perilaku caring

perawat saat memberikan asuhan keperawatan dalam pencegahan dekubitus.

1.4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan penelliti terkait

pentingnya perilaku caring dalam pencegahan dekubitus pada pasien yang dirawat

(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain

tinggal menerimanya. Pengetahuan ini merupakan salah satu faktor predisposisi

dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada

pelayanan keperawatan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Sunaryo dalam buku

Psikologi Keperawatan, pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui

proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka

(overt behaviour).

2.1.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara

langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang

yang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,

pengecap dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa

maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2006), pengetahuan

(knowledge) adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan

(24)

10

(supersition) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau

aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah

fakta-fakta tentang kebenaran yang melibatkan panca indra yang meliputi

penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba, sebagian besar

pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh dalam terbentuknya tindakan

seseorang (over behaviour) dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Sunaryo (2004) menyatakan bahwa pengetahuan

yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai lima tingkatan, yaitu :

1. Tahu

Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

2. Memahami

Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan mengintepretasikan

(25)

11

tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan

menyimpulkan.

3. Penerapan

Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus,

metode dalam situasi nyata.

4. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian

lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih

terikat satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah seseorang dapat

menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan

proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan

fisiologi.

5. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan

(26)

12

dan kebahagiaan. Jadi, pendidikan ini diperlukan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang dapat menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pada umunya makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah untuk menerima informasi.

2. Pekerjaan

Pekerjaan ini merupakan cara untuk mencari nafkah yang dilakukan untuk

menunjang kehidupan. Pengalaman yang didapat dalam pekerjaan dapat

menjadi sumber pengetahuan baru. Pada umumnya semakin lama seseorang

bekerja maka akan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh orang

tersebut.

3. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berpikir dan bekerja.

B. Faktor Eksternal

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap

(27)

13

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain kognitif (Notoatmodjo, 2007).

Apabila melalui angket, instrumen atau alat ukur yang digunakan seperti

wawancara, jawaban responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran

melalui angket ini sering disebut dengan “self administered” atau metode mengisi

sendiri. Menurut Notoatmodjo (2007), mengemukakan bahwa yang mengetahui

secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat dibagi menjadi

tiga tingkatan :

a. tingkat pengetahuan baik bila skor 76-100%

b. tingkat pengetahuan cukup bila skor 56-75%

c. tingkat pengetahuan kurang bila skor 0-55%

2.1.5 Pengetahuan Perawat dalam Mencegah Dekubitus

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus,

diantaranya dengan perbaikan keadaan umum pasien, pemeliharaan dan perawatan

kulit yang baik, papan atau alas tempat tidur yang baik, pencegahan terjadinya

luka dan perubahan posisi. Selain pencegahan dekubitus juga dapat dilakukan

dengan mengkaji resiko klien terkena dekubitus, dengan melakukan pijatan pada

tubuh maupun edukasi pada klien dan support sistem. Pengetahuan pencegahan

dekubitus ini harus dimiliki perawat dan diikuti dengan sikap positif dan

(28)

14

selayaknya berjalan secara sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan

dimulai dari domain kognitif/pengetahuan, yang selanjutnya akan menimbulkan

respon batin dalam bentuk sikap dan dibuktikan dengan adanya tindakan atau

praktek. Pada jurnal Nurses Society, Guideline for prevention and management of

pressure ulcers (2010) dijelaskan bahwa pengetahuan yang harus dimiliki oleh

perawat dalam pencegahan dekubitus adalah mengetahui tanda dan gejala dari

dekubitus dan mampu mengkaji pencegahan dekubitus.

Menurut Siti Maryam (2011), pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan:

1. Mengkaji risiko individu terhadap kejadian dekubitus atau luka tekan.

Pengkajian risiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat pasien memasuki

RS dan diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan yang

signifikan, seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan. Beberapa

instrumen pengkajian risiko dapat digunakan untuk mengetahui skor risiko.

(29)

15

Tabel 2.1. Pengkajian Skor Norton (www.slideshare.net/iksan008_ndut/as-uhan-keperawatan)

2. Mengidentifikasi kelompok-kelompok yang beresiko tinggi terhadap kejadian

luka tekan. Orang tua dengan usia lebih dari 60 tahun, bayi, dan neonatal,

pasien injuri tulang belakang, pasien dengan bedrest adalah kelompok yang

mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian luka tekan.

3. Mengkaji keadaan kulit secara teratur.

a. Pengkajian kulit setidaknya sehari sekali

b. Mengkaji semua daerah di atas tulang yang menonjol setidaknya sehari

sekali

c. Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol seharusnya

tidak dipijat karena pijatannya yang keras dapat mengganggu perfusi ke

(30)

16

4. Mengkaji status mobilitas

Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika menggunakan

posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada daerah trochanter. Untuk

menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah bantal yang diletakkan di

bawah kaki. Bantal juga dapat digunakan pada daerah berikut untuk

mengurangi kejadian luka tekan yaitu di antara lutut kanan dan kiri, di antara

mata kaki, dibelakang punggung, dan di bawah kepala.

5. Meminimalkan terjadinya tekanan

Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit. Perawat rumah

sakit di Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau

balon untuk mencegah luka tekan.

6. Mengkaji dan meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga yang

merobek (shear).

Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah inkontinensia. Kulit

yang lembab mengakibatkan mudahnya terjadi pergeseran dan perobekan

jaringan. Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi 30 atau di bawah 30

derajat untuk mencegah pasien mengalami pergesekan yang dapat

mengakibatkan terjadinya perobekan jaringan.

7. Mengkaji inkontinensia

Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi.

Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada

pasien yang mengalami inkontinensia. Hal lain yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya luka tekan adalah:

(31)

17

b. Hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat mengakibatkan

trauma pada kulit

c. Pembersih perianal yang mengandung antimikroba topikal dapat

digunakan untuk mengurangi jumlah mikroba di daerah kulit perianal

d. Gunakanlah air yang hangat atau sabun yang lembut untuk mencegah

kekeringan pada kulit

e. Berikanlah pelembab pada pasien setelah dimandikan untuk

mengembalikan kelembaban kulit

f. Bila pasien menggunakan diaper, pilihlah diaper yang memiliki daya serap

yang baik, untuk mengurangi kelembapan kulit akibat inkontinensia.

8. Mengkaji status nutrisi

Mengkaji status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake makanan,

nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi,

riwayat pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi

intake makanan

9. Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka

meliputi:

a. Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi, nekrotik,

eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada

tidaknya infeksi

b. Stadium dari luka tekan

c. Kondisi kulit sekeliling luka

(32)

18

10. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan

a. Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti

malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia

b. Medikasi seperti steroid agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga

akan mengganggu penyembuhan luka

11. Mengevaluasi penyembuhan luka

a. Luka tekan stadium II seharusnya menunjukkan penyembuhan luka dalam

waktu satu sampai dua minggu. Pengecilan ukuran luka setelah dua

minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila

kondisi luka memburuk, evaluasi luka secepat mungkin

b. Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka,

eksudat, dan jaringan luka

12. Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,

osteomielitis, bakterimia, fistula.

2.2Konsep Dekubitus

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan

konsisten merupakan intervensi penting untuk menjamin perawatan yang

berkualitas tinggi (Holf, 1989 dalam Potter & Perry 2009). Gangguan integritas

kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi, sehingga

(33)

19

2.2.1 Pengertian Dekubitus

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika

jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal

dalam jangka waktu lama (Sudoyo AW, dkk 2009). Dekubitus atau ulkus

dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah lesi di kulit yang

terjadi akibat rusaknya epidermis, dermis, dan kadang-kadang jaringan subkutis

dan tulang dibawahnya. Ulkus dekubitus biasanya dijumpai pada orang-orang

yang dirawat di tempat tidur atau mengalami penurunan mobilitas, terutama bila

disertai dengan status nutrisi yang buruk. Meskipun demikian, ulkus dapat dialami

oleh individu yang mobilitasnya normal, namun sensitivitas terhadap nyeri

menurun, seperti pada penderita diabetes melitus, cedera medula spinalis, atau

stroke. Keparahan suatu ulkus didasarkan pada kedalamannya. Ulkus yang

tampak kecil di permukaan kulit dapat berkaitan dengan kerusakan luas di bawah

kulit (Elizabeth Corwin, 2009).

2.2.2 Proses Terjadinya Dekubitus

Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada

area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi

darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat mengalami

iskemik, hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang normal pada

kapiler adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan

struktur pembuluh darah pada kulit, makan akan terjadi kolaps. Dengan terjadi

kolaps akan menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang

(34)

20

tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini akan menyokong

untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolysis. Hal lain juga

mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan (Healthyenthusiast, 2014).

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi luka dekubitus

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat

tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko

terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry

(2009) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus

diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi,

demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.

1. Gaya gesek

Gaya gesek merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah paralel

terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2009). Gaya

ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas tempat

tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi

fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan

menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser

sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan

memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry

2009).

2. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada

(35)

21

Perry, 2009). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi

mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika

pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau

tumit (Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry 2009). Karena cara

terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar sprei “sheet

burns” (Bryant el el, 1992 dalam Potter & Perry, 2009).

3. Kelembaban

Adanya kelembaban pada kullit dan durasinya meningkatkan terjadinya

kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko

pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981

dalam Potter & Perry, 2009). Kelembaban menurunkan resistensi kulit

terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek (Potter & Perry,

2009). Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi

dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan

inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontinensia

menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan

pada pasien (Potter & Perry, 2009).

4. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang

serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan

meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua

hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus

(36)

22

5. Anemia

Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin

mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi

jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu

metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2009).

6. Kakeksia

Kakeksi merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai

kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat

seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini

meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien

kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk

melindungi tonjolan tulang dari tekanan (Potter & Perry, 2009).

7. Obesitas

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil

berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari

tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh

vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang

berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter

& Perry, 2009).

8. Demam

Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa

mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolik

tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin

(37)

23

2009). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringetan) dan

meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi

kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2009).

9. Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan

mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita

penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis

vasopresor (Potter & Perry, 2009).

10. Usia

Studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989) mencatat adanya luka dekubitus

yang terbesar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai

potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan

perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih

sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan

memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia.

Selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, menurut Siti Maryam

(2011) menjelaskan faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu:

1. Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi

tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien

yang berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah

posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor

yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang

(38)

24

menunjukkan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk

perkembangan luka tekan.

2. Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan

untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang yang

menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah

terkena luka tekan.

3. Stres emosional

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.

4. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil

penelitian Suriadi (2002) ada hubungan yang signifikan antara merokok

dengan perkembangan terhadap luka tekan.

2.2.4 Stadium Luka pada Dekubitus

Pada artikel review Pressure Ulcer : Back To Basics (2012), luka dekubitus

dibagi menjadi empat stadium, yaitu:

1. Stadium 1

Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobsevasi. Apabila dibandingkan

dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :

perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan

(39)

25

nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai

kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan

kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

Gambar 2.1 Stadium 1 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

2. Stadium II

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.

Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang

yang dangkal. Jika kulit terluka atau robek maka akan timbul masalah baru,

yaitu infeksi. Infeksi memperlambar penyembuhan ulkus yang dangkal dan

bisa berakibat fatal terhadap ulkus yang lebih dalam.

(40)

26

3. Stadium III

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari

jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat

seperti lubang yang dalam.

Gambar 2.3 Stadium 3 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

4. Stadium IV

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis

jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam

serta saluran sinus.

(41)

27

2.3 Konsep Perilaku Caring

Ilmu keperawatan adalah ilmu tentang kebutuhan manusia dan cara

memenuhi kebutuhan dasar. Caring merupakan esensi dari praktik keperawatan

dalam memenuhi kebutuhan manusia. Perawat sebagai caring profesional harus

memahami secara eksplisit dan implisit tentang apa yang terkandung dalam

caring profesional. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang,

memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007).

Caring mengandung tiga hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,

tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas. Memberikan asuhan (caring)

secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku

sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang

lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial,

pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat

(Dwidiyanti, 2007), maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring

menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan yang nantinya

akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan (Potter dan Perry,

2009).

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada

(42)

28

2.3.1 Pengertian

Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Potter & Perry (2009)

menjelaskan bahwa caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara

manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Klien dan

keluarga mengharapkan kualitas hubungan individu yang baik dari perawat.

Teori yang mendukung pernyataan bahwa caring merupakan sentral praktik

keperawatan dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik keperawatan

adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991, dalam Potter &

Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu cara pemeliharaan

hubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki, dan

tanggung jawab. Teori Swanson berguna dalam memberikan petunjuk bagaimana

membangun strategi caring yang berguna dan efektif.

Caring merupakan hubungan pemberi layanan yang dapat bersifat terbuka

maupun tertutup. Perawat dan klien masuk dalam suatu hubungan yang tidak

hanya sekedar seseorang “melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada hubungan

memberi dan menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling mengenal dan

peduli antara perawat dan klien (Banner 2004, dalam Potter & Perry, 2009).

2.3.2 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Menurut Sartika (2010), tindakan caring bertujuan untuk memberikan

asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan

keselamatan klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya

dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai

(43)

29

memberikan pelayanan kesehatan yang tepat. Tiga aspek yang mendasari

keharusan perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek

kontrak, aspek etika dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain yang

sakit.

a. Aspek kontrak

Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada dibawah kewajiban

kontrak untuk care. Sartika (2010) mengatakan, “perawat memiliki tugas

profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang

profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita.

b. Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,

bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi

tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan

asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan

yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikan

kebahagiaan bagi orang lain.

c. Aspek spiritual

Perawat yang religious adalah orang yang care, bukan karena dia seorang

perawat tetapi lebih karena dia adalah suatu agama atau kepercayaan, perawat

harus care terhadap klien.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rika (2013) dijelaskan bahwa

(44)

30

(predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat

(reinforcing factor).

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) terwujud dalam:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori

khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

terbuka.

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek,

baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya

kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan respon adalah

menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan

bertanggung jawab (responsible).

c. Nilai-nilai

Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai

dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang.

d. Kepercayaan

Seseorang yang mempunyai atau menyakini suatu kepercayaan tertentu

akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang

(45)

31

e. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap

stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,

penginterpretasikan terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau

individu sehingga merupaka sesuatu yang berarti dan merupakan respon

yang menyeluruh dalam diri individu.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus

menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan

perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut

sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor pendorong merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat

untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan

penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan

negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.

Faktor-faktor pendorong juga mencakup program kesehatan, peraturan,

undang-undang, kebijakan, dan perilaku serta sikap petugas kesehatan yang

(46)

32

2.3.4 Jenis-Jenis Caring

Watson (2009) menjelaskan jenis-jenis caring yaitu:

a. Caring sebagai suatu proses

Caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang

lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Caring sebagai suatu proses

merupakan perilaku yang membutuhkn jiwa besar dan mampu berlapang dada.

b. Caring sebagai suatu bentuk normal

Caring sebagai moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri

dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap

kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien

sebagai manusia istimewa. Cara perawat melihat pasien sebagai manusia yang

mempunyai kekuatan, dan bukan hanya fisik, tapi juga mempunyai jiwa dan

kebutuhan harus menjadi bagian penting dari perilaku caring.

c. Caring sebagai suatu affect

Caring sebagai suatu affect digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas

kasih, atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk

memberikan asuhan keperawatan bagi klien/pasien. Dengan demikian perasaan

tersebut harus ada dalam diri setiap perawat agar dapat merawat pasien dengan

baik.

2.3.5 Perilaku Caring dalam Praktik Pencegahan Dekubitus

Menurut Potter & Perry 2009, terdapat tiga area intervensi untuk

(47)

33

perawatan kulit topikal; pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan,

yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik.

1. Higiene dan Perawatan Kulit

Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan

dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus menerus

oleh perawat, daripada didelegasi ke tenaga kesehatan lainnya.

2. Pengaturan posisi

Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya

gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30

derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya

gesek. Posisi klien imobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas,

kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar

perubahan posisi dengan interval satu sampai 1 ½ mungkin tidak dapat

mencegah terjadi dekubitus pada beberapa klien. AHCPR (1992) dalam Potter

& Perry 2009 merekomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah

dan menentukan posisi tubuh. Klien harus diubah posisinya minimal setiap dua

jam.

Pada jurnal Pressure Ulcer Prevention and Repositioning yang dikemukakan

oleh T. Defloor, et al (2011) pada penelitiannya dikatakan bahwa perubahan

posisi setiap dua jam pada pasien imobilisasi lebih efektif, dikarenakan suhu

kulit akan meningkat setelah dua jam dari imobilisasi dibandingkan setelah

satu atau 1 ½ jam. Pada dua jam perubahan posisi dilakukan selama 3,5 menit.

Saat melakukan perubahan posisi, alat bantu untuk posisi harus digunakan

(48)

34

dibatasi selama dua jam atau kurang. Sekali lagi, ketepatan waktu merupakan

hal yang individu, tapi perawat tidak boleh membiarkan klien duduk dalam

waktu lebih lama dari waktu yang direkomendasikan, yang dihitung selama

pengkajian.

3. Alas Pendukung (Kasur dan Tempat Tidur Terapeutik)

Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah

dibuat untuk mengurangi bahaya imobilisasi pada sistem kulit dan

muskuloskeletal. Tidak ada satu alat pun yang dapat menghilangkan efek

tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan dan antara alas

atau alat pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang

dapat menghilangkan tekanan.

Pada jurnal Pressure Ulcer Prevention and Repositioning yang dikemukakan

oleh T. Defloor, et al (2011) dijelaskan bahwa pada penelitiannya untuk alas

yang baik digunakan pada pasien imobilisasi dalam pencegahan dekubitus

adalah kasur yang lembut dan kasur dengan gelembung air, pada negara

tertentu biasanya menggunakan bulu domba sebagai alas pada daerah-daerah

tertentu yang berpotensi terjadinya dekubitus. Saat memilih tempat tidur

khusus, perawat harus mengkaji kebutuhan klien secara keseluruhan. Saat

memilih alas pendukung, perawat harus mengetahui tujuan pembuatan alas

pendukung tersebut. The Support Consesus Panel mengidentifikasi tiga tujuan

alat pendukung tersebut, yaitu : kenyamanan, kontrol postur tubuh, dan

(49)

35

4. Melibatkan keluarga

Menurut Mubarak (2005), pengetahuan keluarga dalam mencegah terjadinya

dekubitus sangat penting karena keluarga mempunyai tugas dalam

pemeliharaan kesehatan para anggotanya, serta pemeliharaan fisik anggotanya,

pemeliharaan sumber-sumber yang ada dalam keluarga. Dekubitus beresiko

tinggi terjadi pada pasien yang tidak mampu merasakan nyeri dan pasien yang

terjadi kerusakan saraf seperti pada pasien stroke, sehingga keluarga perlu tahu

cara mencegah terjadinya dekubitus sehingga tugas keluarga dapat terpenuhi.

Hal ini dikarenakan, keluarga yang bertugas untuk mendampingi pasien setiap

saat dan setiap waktu. Oleh karena itu, dalam pencegahan dekubitus ini,

pelibatan keluarga sangatlah penting. Menurut Mukti (2005) intervensi

keperawatan yang digunakan untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien

stroke yaitu:

1. Ubah posisi pasien sedikitnya dua jam sekali. Ketika mengubah hindari

pergesekan seperti menggeser pasien dengan linen atau alat-alat lain.

2. Anjurkan pasien untuk duduk di kursi roda setiap 10 menit untuk

mengurangi tekanan. Bila penderita dapat duduk, dapat didudukkan di kursi.

Gunakan bantalan untuk penyangga kedua kaki dan bantal-bantal kecil

untuk menahan tubuh penderita. Bila memungkinkan ganti posisi tidur

setiap hari dengan cara mengganjalnya dengan bantal atau bantalan busa.

3. Anjurkan masukan nutrisi yang tepat dan cairan yang adekuat.

4. Segera bersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat initiatif terhadap

kulit. Cuci dan keringkan daerah tersebut dengan segera.

(50)

36

6. Jaga agar kulit tetap bersih dan kering.

7. Jaga agar linen tetap kering bersih dan bebas dari kerutan/tidak kusut dan

benda keras.

8. Mandikan pasien dan beri perhatian khusus pada daerah-daerah yang

beresiko mengalami tekanan atau gesekan.

9. Masase sekitar daerah kemerahan dengan menggunakan lotion.

10. Beri sedikit bedak tabur yang mengandung calamine, zinc, camphor yang

bermanfaat untuk mencegah kerusakan kulit akibat garukan karena gatal.

Jangan sampai bedak menumpuk atau menggumpal.

11. Lakukan latihan ROM minimal dua kali sehari untuk mencegah

kontraktur.

12. Periksa kesesuaian dan penggunaan penahan atau resistein.

13. Gunakan kasur busa, kasur kulit atau kasur perubahan tekanan. Jika pasien

harus mengalami tirah baring dalam waktu yang lama, bisa digunakan

Gambar

Gambar 2.1 Stadium 1 Dekubitus ..................................................................................
Tabel 2.1. Pengkajian Skor Norton (www.slideshare.net/iksan008_ndut/as-uhan-keperawatan)
Gambar 2.1 Stadium 1 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)
Gambar 2.3 Stadium 3 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang ulkus kaki diabetik dengan pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes

Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang ulkus kaki diabetik dengan pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien

Judul Skripsi : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SIKAP PENCEGAHAN KOMPLIKASI PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH SURAKARTA5. Dengan

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWA PELAKSANA DENGAN PENERAPAN PERILAKU CARING PADA KLIEN. DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Kekambuhan luka Diabetik Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Gambiran Kota Kediri Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian

Sedangkan berdasarkan pada Tabel 4 menunjukkan nilai korelasi spearman untuk mengetahui adanya hubungan antara perilaku caring dengan Tingkat Kepuasan pasien di

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Penderita Hipertensi Dalam Pencegahan Stroke” ini adalah bukan Karya Tulis