PENGEMBANGAN LYSIMETER ELEKTRONIK
IRMA HERZEGOVINA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Lysmeter Elektronik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Irma Herzegovina
ABSTRAK
IRMA HERZEGOVINA. Pengembangan Lysimeter Elektronik. Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO.
Evapotranspirasi potensial (ETp) merupakan laju kehilangan air maksimum pada tanaman yang disebabkan oleh kondisi atmosfer. Nilai ETp dapat diketahui secara langsung menggunakan lysimeter. Pembuatan dan pengujian lysimeter elektronik
portable beresolusi tinggi dengan luas penampang berukuran 1012 cm2 dan kedalaman 7.5 cm serta sistem pengairan kontinu yang tertutup. Selisih jumlah air pada input dan output counter adalah kehilangan air pada lysimeter. Pengujian lysimeter yang digunakan untuk mengukur ETp dalam satu hari adalah 0.95 mm dengan nilai maksimum sebesar 0.15 mm/jam pada siang hari dan ETp yang terukur pada malam hari berkisar antara 0 sampai 0.03 mm/hour.
Kata kunci: Evapotranspirasi potensial, Kapasitas lapang, Lysimeter portable
ABSTRACT
Potential Evapotranspiration (ETp) is a maximum rate of loss of water in plants caused by atmospheric conditions. The value of the ETp can be known directly using the lysimeter. High resolution of portable electronic lysimeter with the area of lysimeter is 1012 cm2 and the depth of lysimeter is 7.5 cm, and continous closed irrigation system has been developed. The difference between input and output of water is the loss of water in lysimeter (ETp). The lysimeter able to measure ETp per day of 0.95 mm with the maximum value of the ETp in the day time is 0.15 mm/hour, and the measurable ETp in the night is between 0 until 0.03 mm/hour.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan
PENGEMBANGAN LYSIMETER ELEKTRONIK
IRMA HERZEGOVINA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari karya ilmiah ini adalah Pengembangan Lysimeter Elektronik.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir Bregas Budianto, Ass Dpl sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Ir Impron M. Agr.Sc sebagai pembimbing akademik yang telah banyak mengarahkan penulis selama masa perkuliahan.
3. Para dosen dan staf Departemen Geomet yang telah banyak memberi ilmu dan membantu penulis selama kuliah.
4. Ayah (Nanang Iriansyah), ibu (Masulandiah), adik (Irma Najmi Rahmah), sepupu seperjuangan (Haura, Aris, Nunu, Ari, Isal, Malik) dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
5. Teman-teman bengkel (Bang Solah, Furqon, Aviya, Heidei, Bang Habib) yang telah banyak membantu selama pembuatan alat penelitian.
6. Teman-teman (Hawa, Lutha, Afni, Neni, Diah, Ita, Pepi, Ayu, Uci, Ana, Pradit, Gigih) dan teman GFM 48 lainnya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Evapotranspirasi 2 Lysimeter 3 Jenis-Jenis Lysimeter 4Penggunaan Lysimeter Elektronik 5
METODE 6
Waktu dan Tempat 6
Alat dan Bahan 6
Metode Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Karakteristik Parameter Unsur Cuaca 13
Unjuk Kerja Sistem Pengairan Lysimeter 16
Pengukuran Evapotranspirasi Potensial 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
1 Metode penambahan air lysimeter 8
DAFTAR GAMBAR
1 Lysimeter timbang (Weighing Lysimeter) 4
2 Perangkat lysimeter drainase (Non-Weighing Lysimeter) 4
3 Sistem pengairan lysimeter timbang 5
4 Diagram alir pengukur parameter cuaca 6
5 Tipping bucket ±1 ml (kiri) dan ± 3 ml (kanan) 8 6 Alat pengukuran drainase (limpasan) lysimeter 9
7 Tipping bucket 3 ml 9
8 Skema sistem kerja lysimeter 11
9 Kerangka pembuatan lysimeter I 11
10 Kerangka pembuatan lysimeter II 12
11 Grafik kalibrasi alat pengukur radiasi 13
12 Nilai radiasi global yang terukur pada tanggal 12-17 November 2015 13 13 Grafik suhu (atas) dan kelembaban (bawah), terukur pada tanggal 12 -17 14
November 2015
14 Grafik pengukuran kecepatan angin pada ketinggian 10 cm, pengukuran 15 dilakukan pada tanggal 12 -17 November 2015
15 Grafik pengukuran kecepatan angin pada ketinggian 200 cm, pengukuran 15 dilakukan pada tanggal 12 -17 November 2015
16 Relay pengatur pengairan 16
17 Kran pengatur aliran air 17
18 Grafik kejadian kerja tipping bucket 17
19 Defisit tekanan uap yang terjadi pengukuran 12-17 November 2015 18
20 Grafik pengukuran ETp pada 2-3 Maret 2016 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh file dengan format .txt yang tercatat pada logger 20 2 Contoh data yang tercatat pada logger air masuk dan keluar terlihat 20 pada pin digital 2 dan 3
3 Contoh data yang terukur pada logger unsur cuaca 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Curah hujan yang rendah pada musim kemarau mempengaruhi ketersediaan air tanah untuk tanaman. Kurangnya air menyebabkan tanaman mengalami cekaman air. Kebutuhan air tanaman pada musim kemarau dapat terpenuhi dengan bantuan irigasi. Pemenuhan air irigasi biasanya diduga dengan evapotranspirasi potensial.
Pengukuran evapotranspirasi potensial (ETp) dapat dihasilkan secara langsung menggunakan lysimeter. Lysimeter yang digunakan untuk mengukur ETp harus selalu dalam kapasitas lapang karena syarat dalam pengukuran ETp adalah kelembaban tinggi. Pengairan secara berkala membuat tanah dalam lysimeter selalu dalam keadaan kapasitas lapang. Selain itu, penutup tajuk harus tanaman pendek dan tertutup seluruhnya agar laju kehilangan air menjadi maksimum sedangkan tahanan pergerakan air menjadi minimum (Handoko 1995).
Pengukuran ETp menggunakan Lysimeter hanya sedikit di Indonesia karena jumlah lysimeter yang tersedia hanya terdapat di beberapa stasiun BMKG. Pemasangan Lysimeter bersifat permanen dan membutuhkan biaya yang besar dalam penggunaannya. Sehingga, Evapotranspirasi potensial lebih banyak diduga dengan rumus-rumus empirik menggunakan data parameter iklim. Model ETp yang banyak digunakan yaitu Penman (1948) menggunakan data unsur cuaca (suhu, radiasi, kecepatan angin dan kelembaban), Model Penman yang dikembangkan oleh Monteith (1964) dengan menambahkan faktor tahanan aerodinamik dan tahanan kanopi (Mahon MT et al. 2013). Pendugaan ETp juga banyak digunakan pada model Penman yang dikembangkan oleh Makkink (1957) dan Prietly-Taylor (1972) yaitu nilai ETp dapat dihasilkan menggunakan parameter suhu dan radiasi saja (Handoko 1995).
Maknik et al. (2012) menggunakan model Penman-Monteith untuk menduga nilai ETo di Lampung. Nilai ETo dengan metode ini terlalu besar dibandingkan pengukuran secara langsung. Pengujian perlu dilakukan jika menggunakan model penduga ETo untuk wilayah kajian lokal. Oleh sebab itu, Lysimeter sebagai pengukur ETo perlu dikembangkan agar nilai yang dihasilkan lebih akurat.
Lysimeter banyak digunakan untuk pengukuran evapotranspirasi dan perkolasi. Lysimeter dikembangkan juga untuk analisis kandungan kimia pada drainase air. Selain itu, lysimeter digunakan juga untuk mengatur jadwal irigasi.
Lysimeter yang biasa digunakan memiliki luas lebih dari 2 m2 (Grimmond et al. 1992). Phene et al. (1989) menggunakan lysimeter timbang untuk menghitung
nilai ETc tanaman anggur dan persik dengan ukuran lebih dari 1 m2 dan
kedalamannya disesuaikan dengan akar tanaman. Kedalaman lysimeter melebihi satu meter berguna untuk pendugaan perkolasi yang terjadi sehingga kedalaman lysimeter dapat dipertimbangkan dari akar tanaman yang digunakan untuk menutupi permukaan lysimeter. Lysimeter semacam ini sulit dalam pemasangannya dan biaya yang digunakan juga besar. Grimmond et al. (1992) menggunakan mini-lysimeter karena memiliki beberapa keunggulan yaitu: pengukuran evapotranspirasi memungkinkan di daerah yang lebih kecil sehingga gangguan
2
lingkungannya sedikit, pemasangan alat lebih mudah karena ukurannya lebih kecil, dan biaya instalasi mini-lysimeter jauh lebih murah.
Desain lysimeter pengukur evapotranspirasi yang kedalamannya disesuaikan oleh perakaran dan luas permukaan kurang dari 1 m2 dapat membuat lysimeter menjadi portable. Selain itu, sistem pengairan dan drainase diatur menggunakan kontroler agar lebih efisien dalam penggunaannya. Sistem kontroler yang digunakan juga dapat memudahkan dalam pengukuran terjadinya evapotranspirasi setiap jam. Sehingga, akan dibuat sistem pengukur evapotranspirasi menggunakan lysimeter elektronik.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat sistem pengukuran evapotranspirasi dengan menggunakan lysimeter elektroni dan pengairan dilakukan secara kontinu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui nilai evapotranspirasi potensial yang terjadi dalam interval waktu pendek dengan resolusi tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah kehilangan air dari permukaan tanaman menuju atmosfer. Evapotranspirasi terdiri atas beberapa jenis yaitu: evapotranspirasi standar (ETo), evapotranspirasi potensial (ETp), evapotranspirasi aktual (ETa), dan evapotranspirasi pertanaman (ETc). Perbedaan jenis evapotranspirasi yang diukur bergantung pada kondisi tanah, ketersediaan air, jenis tutupan lahan permukaan, dan parameter cuaca.
Evapotranspirasi potensial (ETp) adalah proses terjadinya kehilangan air maksimum dari permukaan yang tertutupi rumput pendek seluruhnya dan hanya dipengaruhi oleh keadaan atmosfer. Rumput yang digunakan harus seragam. Tanah yang digunakan harus selalu dalam keadaan kapasitas lapang sehingga kebutuhan air rumput selalu terpenuhi. Pendugaan evapotranspirasi potensial bergantung pada kondisi cuaca, tajuk tanaman yang pendek namun rapat, dan kesediaan air tercukupi (Handoko 1995).
Evapotranspirasi standar adalah kehilangan air pada lahan tanaman pendek dan karakteristik kekasaran aerodinamiknya relatif konstan. Definisi ETp dan ETo relatif sama karena faktor yang mempengaruhi nilai yang dihasilkan hanya dari parameter cuaca saja. Nilai ETo yang dihasilkan dari lokasi dan musim yang berbeda dapat disetarakan dengan nilai Evapotranspirasi yang terukur pada kondisi
3 permukaan yang sama (Allen et al. 1998). Nilai ETo = ETp jika nilai c tanaman adalah satu (Handoko 1995).
Evapotranspirasi pertanaman adalah kehilangan air pada tanaman tertentu. Syarat pengukuran ETc adalah tanaman bebas dari penyakit, pemupukan tanaman terpenuhi, tumbuh di lahan yang luas, kondisi air tanah di bawah optimum, dan produksi terpenuhi pada kondisi iklim (Allen et al. 1998). ETc dapat diduga dengan cara mengalikan nilai ETo dengan Kc (koefisien tanaman). Hasil pengukuran ETo dengan ETc akan berbeda jika terdapat perbedaan pada anatomi daun dan karakteristik stomata walaupun kondisi iklimnya sama.
Evapotranspirasi aktual adalah kehilangan air dari permukaan tanaman tanpa memperhatikan kondisi ketersediaan air dalam kapasitas lapang. Nilai ETa = ETp jika air selalu tersedia untuk transpirasi tanaman (kapasitas lapang). Nilai ETa = 0 pada kondisi lingkungan kering dan tidak ada kelembaban tanah (Mahon MT et
al. 2013).
Parameter cuaca mempengaruhi nilai evapotranspirasi adalah radiasi, suhu, angin, dan kelembaban. Suhu udara yang semakin meningkat menyebabkan kehilangan air akibat evapotranspirasi lebih tinggi dibandingkan suhu udara rendah (Allen et al. 1998). Namun, suhu yang berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi potensial bergantung pada radiasi netto dan tutupan permukaan. Suhu udara tinggi menyebabkan kelembaban menjadi rendah sehingga peningkatan suhu udara menyebabkan peningkatan secara eksponensial jumlah uap air yang dikandung atmosfer. Peningkatan jumlah air tersebut menunjukan besarnya defisit tekanan uap antara udara dan permukaan.
Defisit tekanan uap tinggi menyebabkan jumlah air yang harus dipenuhi atmosfer juga tinggi karena suhu yang bertambah tinggi menyebabkan udara semakin besar mengikat jumlah uap air dan menyebabkan evapotranspirasi semakin tinggi. Peningkatan suhu juga mempengaruhi stomata untuk sering terbuka maka transpirasi yang terjadi lebih tinggi (Handoko 1995).
Lysimeter
Lysimeter berasal dari dua kata yaitu “lysis” (perpindahan atau disolusi) dan “metron” (pengukuran) (Aboukhaled et al. 1982). Perangkat Lysimeter berupa
tank atau penampung yang berisi tanah kemudian ditanami oleh tumbuhan.
Lysimeter biasanya digunakan untuk mengukur perkolasi, menentukan Kc tanaman, mengukur evapotranspirasi dan sebagainya.
Penelitian terhadap lysimeter yang banyak dilakukan yaitu: ukuran, bentuk, karakteristik profil tanah, dan kedalamannya. Ukuran Lysimeter yang digunakan bervariasi antara 1- 29 m2 sedangkan kedalamnya adalah 2.5-2.7 m. Kedalaman
tanah lysimeter bergantung pada perkembangan akar tanaman yang digunakan sebagai penutup. Phene et al. (1991) menggunakan lysimeter berukuran 8 m2 dan kedalaman 2 m untuk mengukur ETc dan penjadwalan irigasi lahan tanaman persik dan anggur. Grimond et al. (1992) membuat lysimeter dengan ukuran 0.06 m2 dan kedalaman 0.26 muntuk menguji mini-lysimeter timbang pada lingkungan yang heterogen. Selain itu, Johnson et al. (2003) menggunakan lysimeter berukuran 0.5x0.5 m2 dengan kedalaman 2 m untuk mengetahui pergerakan residu kimia.
4
Lysimeter terbagi atas dua jenis yaitu, lysimeter timbang dan lysimeter non-timbang. Lysimeter timbangan menggunakan timbangan sebagai indikator perubahan sedangkan lysimeter non-timbang menggunakan sistem drainase. Jenis lysimeter drainase yaitu drainase sistem gravitasi dan drainase sistem kontrol dengan cara dihisap (suction-controlled Lysimeter) (Abdou dan Flury 2004).
Jenis-Jenis Lysimeter 1. Lysimeter Timbang (Weighing Lysimeter)
Jenis lysimeter timbang biasanya digunakan untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi potensial maupun evapotranspirasi pertanaman (Grimond et al. 1992). Hasil evapotranspirasi merupakan selisih antara lysimeter yang terisi air dengan berkurangnya air yang terdapat dalam lysimeter.
Gambar 1 Lysimeter timbang (Weighing Lysimeter) Sumber: Parisi et al. 2009
Cara kerja alat ini adalah air akan mengisi tampungan lysimeter (lysimeter
container) maka load cell akan mengirimkan sinyal berat tampungan lysimeter
tersebut. Air yang semakin berkurang menyebabkan berat tampungan menjadi ringan. Kehilangan air merupakan evapotranspirasi yang terjadi. Berat minimum lysimeter timbang ini adalah 40 kg dan berat maksimumnya adalah 120 kg. Perubahan berat 1 kg menunjukan perubahan air sebesar 4 mm. Komponen load
cell merupakan penangkap sinyal elektronik hasil timbangan. 2. Lysimeter Drainase (Non-Weighing Lysimeter)
Gambar 2 Perangkat lysimeter drainase (Non-Weighing Lysimeter) Sumber: Feltrin RM et al. (2011)
5
Lysimeter drainase dengan sistem drainase bebas mengalirkan air dengan menggunakan gaya gravitasi. Lysimeter drainase merupakan jenis lysimeter yang biasanya digunakan untuk menganalisis pergerakan larutan zat kimia dan laju aliran dalam tanah (Johnson et al. 2003). Abdou dan Flury (2004) menggunakan lysimeter drainase untuk melihat pergerakan konsentrasi Bromida dalam tanah berdasarkan struktur vertikal dan horizontal tanah.
Filterin RM et al. (2011) menggunakan lysimeter drainase untuk memantau variabel hidrologi seperti hujan, limpasan, drainase, penyimpanan air tanah, dan evapotranspirasi di hutan Atlantik, Brazil Selatan. Kotak yang digunakan pada Gambar 2menunjukan kedalaman tanah yang diukur dan akan terisi oleh air ketika hujan. Pengukuran hujan bruto pada penelitian tersebut menggunakan rain gauge sedangkan penghitungan limpasan dan drainasenya diukur menggunakan
pluviographs. Lysimeter drainase ini dapat digunakan juga untuk memprediksi
banjir dan indikator ketersediaan air untuk bidang pertanian.
Penggunaan Lysimeter Elektronik
Gambar 3 Sistem pengairan lysimeter timbang Sumber: Phene et al. (1991)
Lysimeter dengan pengairan dan drainase otomatis menggunakan sensor
load cell dalam menentukan ETc tanaman anggur dan pir (Phene et al. 1991). Cara
kerja lysimeter tersebut adalah air akan mengisi lysimeter kemudian terjadi perubahan massa. Berat lysimeter yang berkurang 8 kg mengindikasikan kehilangan air sebesar 1 mm. Sensor load cell akan mengirimkan sinyal elektronik. Data sensor load cell dicatat setiap hari menggunakan komputer sedangkan komunikasinya menggunakan micrologger via modem telepon. Irigasi diberikan pada malam hari dengan batas tertentu untuk pengukuran evapotranspirasi keesokan harinya. Kekurangan dari lysimeter yang digunakan adalah rangkaiannya rumit karena membutuhkan banyak perangkat seperti pressure gauge, manual valve, dan solenoid valve. Selain itu, sistem penyimpanan data masih sederhana dan data yang terbaca hanya per jam.
6
METODE
Waktu dan Tempat
Pengukuran unsur cuaca berlangsung pada bulan November 2015 di Taman Departemen Geofisika dan Meteorologi. Pembuatan dilakukan di Workshop Instrumentasi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor sedangkan pengujian lysimeter I pada April dan Oktober 2015 sedangkan Lysimeter II pada Februari- Maret 2016.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah data logger parameter cuaca (kecepatan angin, radiasi, kelembaban, dan suhu) serta data input dan output counter lysimeter. Alat yang dibutuhkan adalah lysimeter yang terbuat dari bahan polycarbonat, logger, kontroler, Micro SD, relay, power supply 5 volt dan MS. Excel.
Metode Penelitian Tahap Pengukuran Unsur Cuaca
Gambar 4 Diagram alir pengukur parameter cuaca
Unsur cuaca yang diamati dalam pengamatan adalah suhu, kecepatan angin, radiasi, tekanan, dan kelembaban. Data tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan. Data tersimpan dalam format .txt dengan selang data tiap jam.
Tahap Penentuan Desain Lysimeter
Tahap penentuan desain digunakan untuk mempertimbangkan ukuran dan bentuk lysimeter yang efisien dan portable sehingga nilai evapotranspirasi potensial lysimeter yang dihasilkan lebih mudah diukur.
Suhu dan kelembaban (DHT 11) Kecepatan angin (dua ketinggian) Hujan
Tekanan (BMP)
Pin Analog Pin Digital
Mikrokontroler
Data setiap menit (Memori card)
7
Tahap Pendugaan Pengairan Lysimeter
Pengairan yang diberikan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan air yang digunakan untuk evapotranspirasi. Asumsi ETp maksimum yang terjadi adalah 7 mm/hari sehingga air selalu kapasitas lapang dalam kondisi maksimum.
Kebutuhan air pada lysimeter I Asumsi ETp = 7 mm/hari
Asumsi ETp rata-rata terjadi dalam satu jam ETp = 7 𝑚𝑚
24 𝑗𝑎𝑚
= 0.29 mm/jam Luas lysimeter = 2175 cm2
Kebutuhan air minimum yang harus terpenuhi dalam satu jam Kebutuhan air = 𝐸𝑇𝑝 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑦𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
= 0.029 cm/jam x 2175 cm2
= 63 cm3/jam
= 63 ml/jam
Kebutuhan air minimum lysimeter adalah 63 ml/jam agar pengukuran mudah dilakukan, pengairan yang dilakukan harus melebihi 63 ml/jam yaitu 220 ml/jam. Kebutuhan air pada lysimeter II
Asumsi ETp = 7 mm/hari
Asumsi ETp rata-rata terjadi dalam satu jam ETp = 24 𝑗𝑎𝑚7 𝑚𝑚
= 0.29 mm/jam Luas lysimeter = 1012 cm2
Kebutuhan air minimum yang harus terpenuhi dalam satu jam Kebutuhan air = 𝐸𝑇𝑝 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑦𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
= 0.029 cm/jam x 1012 cm2 = 29 cm3/jam
= 29 ml/jam
Kebutuhan air minimum lysimeter adalah 29 ml/jam agar pengukuran mudah dilakukan maka pengairan yang dilakukan harus melebihi 29 ml/jam yaitu 30 ml/jam.
Tahap Pembuatan Input dan Output Pengairan
Alat penghitung yang digunakan untuk mengukur air masuk (Input counter) dan keluar (output counter) adalah tipping bucket. Tipping bucket yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan sehingga air mudah berjungkit ketika kapasitasnya sudah mencukupi. Tipping bucket yang digunakan memiliki ketelitian 1 ml. Tipping bucket berkapasitas 1 ml dibutuhkan sebagai pengukur air karena kebutuhan air yang harus terpenuhi kurang dari 60 ml/jam sehingga dibutuhkan tipping bucket dengan kapasitas yang kecil agar ketelitian pengukuran tinggi.
Lysimeter I
8
Gambar 5 Tipping bucket±1 ml (kiri) dan ± 3 ml (kanan)
Pengukuran air menggunakan tipping bucket berkapasitas 1 ml terdapat beberapa kekurangan seperti air yang sulit masuk karena celahnya terlalu kecil sehingga terdapat air yang tidak tertampung. Pembuatan tipping bucket kapasitas 1 ml digantikan dengan tipping bucket 3 ml untuk mengurangi kekurangan yang terjadi.
Tahap Pembuatan Input dan Output Counter Pengairan Lysimeter
Tahap pembuatan input lysimeter harus mempertimbangkan kecepatan air yang masuk, jumlah air yang ditampung, dan penyebaran air dalam lysimeter harus merata.
Tabel 1 Metode penambahan air lysimeter
Pembuatan input counter metode pertama menggunakan kotak transparan berbahan plastik agar kinerja tipping bucket dapat terlihat. Selain itu, kotak berukuran kecil. Sensor reed switch digunakan sebagai sensor megnetik berguna untuk mengukur jumlah tipping. Kendala dalam percobaan metode satu cukup banyak seperti, magnet yang yang terletak pada poros mudah tertarik oleh sensor
reed switch dan kotak plastik yang digunakan kedap udara sehingga air tidak dapat
langsung melalui selang. Air harus terkumpul terlebih dahulu pada ketinggian tertentu sebelum air mengalir melalui selang-selang kecil. Keadaan tersebut menyebabkan bucket yang digunakan tidak dapat bergerak sehingga metode satu perlu diperbaiki.
Metode dua digunakan dengan mempertimbangkan kedap udara. Desain metode dua menggunakan tempat penyimpanan tipping bucket yang lebih besar. Namun terdapat kekurangan dari metode ini. Bucket yang digunakan terlalu sedikit
9 menampung air yang mengalir sedangkan dalam sekali tipping seharusnya dapat menampung 1 ml. Namun, kemiringan gerak satu tipping tidak mencapai resolusi yang diinginkan. Air yang terhitung lebih banyak tersisa dalam bucket. Pengukuran jumlah tipping dengan jumlah air yang terhitung tidak sesuai menyebabkan eror pengukuran menjadi tinggi sehingga metode dua tidak dapat dilanjutkan.
Metode tiga digunakan dengan mempertimbangkan kekurangan metode satu dan dua. Metode tiga menggunakan kotak berwarna hitam. Sensor reed switch berada di samping tipping bucket. Perhitungan jumlah tipping metode tiga lebih baik dibandingkan dengan metode satu dan dua. Namun input counter ini lebih sensitif karena penyimpanan kotak yang mudah bergerak menyebabkan air tidak tepat jatuh di tengah bucket. Selain itu, air mudah melalui celah antara magnet dan sensor sehingga mempengaruhi jumlah hitungan karena bucket tidak dapat bergerak.
Metode pembuatan input dan output counter yang digunakan banyak mengalami kendala sehingga input dan output counter menggunakan tipping bucket berukuran 3 ml. Kekurangan tipping bucket berukuran 1 ml dapat diminimalkan menggunakan tipping bucket 3 ml.
Tahap pembuatan output counter untuk drainase lysimeter dilakukan dengan mempertimbangkan laju air yang keluar dari lysimeter. Pembuatan awal desain lysimeter output terdapat tiga lubang di bagian bawah sehingga output pengairan lysimeter terdiri atas tiga tipping bucket.
Gambar 6 Alat pengukur drainase (limpasan) lysimeter
Air yang keluar dari lysimeter dihitung kembali menggunakan tipping
bucket berukuran 1 ml sebanyak satu buah. Air yang telah dihitung dialirkan
kembali ke dalam bak tampungan.
Pembuatan lysimeter pada ketiga metode seperti dalam tabel dua menunjukan banyak kekurangan sehingga tipping bucket yang digunakan adalah
tipping bucket berukuran 3 ml.
10
Tahap Penentuan Resolusi Lysimeter
Resolusi lysimeter perlu diketahui untuk menunjukan nilai terkecil lysimeter yang dapat terukur.
Resolusi lysimeter I tipping bucket 1 ml Luas Lysimeter = 2175 cm2 Kapasitas tipping bucket= 1 cm3 Resolusi = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑢𝑐𝑘𝑒𝑡
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑦𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 2175 𝑐𝑚21 𝑐𝑚3
= 0.00046 cm
= 0.0046 mm/tipping
Resolusi Lysimeter II menggunakan tipping bucket3 ml Luas Lysimeter = 1012 cm2
Kapasitas tipping bucket = 3 cm3 Resolusi = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑢𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑦𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 1012 𝑐𝑚23 𝑐𝑚3 = 0.0029 cm = 0.029 mm/tipping
Tahap Pengairan Lysimeter
Pengairan lysimeter digunakan untuk menentukan jumlah air minimum yang
harus terpenuhi agar lysimeter selalu dalam kapasitas lapang dengan menggunakan
tipping bucket.
Lysimeter I menggunakan tipping bucket 1 ml Kebutuhan air = 0.29 mm/jam
Resolusi lysimeter I = 0.0046 mm/tipping Pengairan = 0.29 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
0.0046 𝑚𝑚/𝑡𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 = 63 tipping/ jam
Lysimeter II menggunakan tipping bucket 3 ml Kebutuhan air = 0.29 mm/jam
Resolusi Lysimeter II = 0.029 mm/tipping Pengairan = 0.029 𝑚𝑚/𝑡𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔0.29 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
= 10 tipping/ jam
Prinsip Kerja Lysimeter Elektronik
Lysimeter yang dibuat bertujuan untuk mengukur evapotranspirasi. Namun, permukaan lysimeter ditanami rumput seluruhnya dan kebutuhan air dalam selalu kapasitas lapang sehingga pengukuran yang dilakukan adalah evapotranspirasi
Lysimeter I
Tipping bucket 1 ml
Lysimeter II
11 potensial. Lysimeter drainase dengan sistem kerja menjenuhkan permukaan dasar merupakan salah satu pengembangan yang dilakukan. Penjenuhan tanah 1 cm dari bagian dasar bertujuan agar akar rumput yang digunakan selalu dalam keadaan kapasitas lapang sehingga evapotranspirasi potensial yang terjadi tidak mengalami kekurangan air.
Gambar 8 Skema sistem kerja lysimeter
Skema pada Gambar 8 menjelaskan bahwa pengukuran evapotranspirasi potensial bergantung pada air yang tersedia. Persiapan pengukuran evapotranspirasi potensial dimulai dengan penjenuhan lysimeter dengan ketinggian 1 cm dari dasar. Pompa akan menyala selama 1 menit setiap satu jam mengalirkan air. Air yang berasal dari pompa dibagi menjadi dua cabang. Aliran air dikontrol terlebih dahulu sebelum masuk ke input counter. Air dari input counter akan mengalir dalam lysimeter. Air drainase yang keluar dari lysimeter dihitung menggunakan output
counter dan kembali menuju bak tampungan. Selisih air yang terhitung pada input counter dan output counter adalah nilai evapotranspirasi potensial yang terjadi.
Nyala pompa setiap jam diatur menggunakan kontroler yang telah dibuat. Selain itu, kontroler juga merekam jumlah tipping air masuk (input counter) dan keluar (output
counter) dari lysimeter.
Tahap Pembuatan Alat Lysimeter
Lysimeter dibuat dengan ukuran 87x25x9 cm3 dengan tujuan kehilangan air akibat evaporasi dapat terlihat karena air yang terhitung dapat diukur. Rangka lisimeter terbuat dari bahan polycarbonat. Rumput yang digunakan untuk mengisi lisimeter adalah rumput gajah mini karena dapat menutupi seluruh permukaan lisimeter. Tanah yang digunakan adalah tanah yang berada di area penempatan lysimeter.
Gambar 9 Kerangka pembuatan lysimeter I Keterangan: 1. Input counter 2. Lysimeter 3. Output counter 4. Bak tampungan 5. Pompa 5
12
Lubang keluaran lysimeter I berada di dasar lysimeter sebanyak tiga buah lubang. Pengairan yang dilakukan pada lysimeter I dilakukan pada tengah ujung berlawanan dengan arah lubang keluaran. Kerangka lysimeter I terdapat kekurangan yaitu perekat yang digunakan untuk bahan polycarbonat tidak dapat menahan kebocoran air. Penggunaan lysimeter I tidak dapat dilanjutkan karena setelah dilakukan percobaan nilai kehilangan air terjadi bukan hanya karena terjadi evapotranspirasi potensial. Pembuatan lysimeter ke dua mempertimbangkan bentuk yang lebih kecil sehingga lebih portable.
Lysimeter II dibuat berukuran 37x27x7.5 cm. Lubang keluaran pada lysimeter dibuat pada ketinggian 1 cm dari dasar. Ketinggian 0-1 cm pada lysimeter diisi dengan air yang selalu jenuh menyebabkan ketersediaan air rumput selalu terpenuhi. Tanah di atas lapisan jenuh selalu dalam kapasitas lapang. Sehingga, akar akan selalu mensuplai air ke dalam batang dan daun. Input pengairan diberikan pada ketinggian 3 cm dari permukaan atas.
Gambar 10 Kerangka pembuatan lysimeter II
Lysimeter II terhindar dari kebocoran karena tidak menggunakan perekat. Selain itu, bentuk lysimeter II lebih transparan sehingga air yang selalu jenuh dapat terlihat.
Tahap Pengolahan Data Metode Lysimeter
Perbandingan antara jumlah air ditambahkan input counter dan jumlah air yang menjadi limpasan terukur output counter merupakan pendugaan evapotranspirasi potensial yang terjadi.
ETp = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 (𝑐𝑚3)−𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (𝑐𝑚3)𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑦𝑠𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 (𝑐𝑚2) Saat terjadi hujan
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Parameter Unsur Cuaca Radiasi Matahari
Radiasi matahari merupakan sumber energi utama di bumi. Satuan yang digunakan untuk jumlah radiasi yang sampai pada permukaan bumi adalah W/m2.
Gambar 11 Grafik kalibrasi alat pengukur radiasi
Pengukuran radiasi global menggunakan alat turunan sehingga perlu dikalibrasi menggunakan alat standar (Solarimeter). Persamaan kalibrasi yang dihasilkan dapat digunakan karena telah memenuhi standar.
Gambar 12 Nilai radiasi global yang terukur pada tanggal 12 November 2015-17 November 2015. Biru tua 12 November 2015, Merah 13 November 2015, hijau 14 November 2015, ungu 15 November 2015, biru muda 16 November 2015, jingga 17 November 2015 Nilai radiasi yang terukur dimulai pada waktu berbeda seperti pada tanggal 12 November 2015 radiasi terukur dimulai pukul 08:00 sedangkan pada tanggal 14
y = 0.2135x 0 2 4 6 8 10 12 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 A la t st a n da r (m V ) Alat buatan (mV) 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 550.00 600.00 6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 R a di a si G lo b a l (w a tt /m 2) Waktu pengukuran
14
November 2015 radiasi yang terukur dimulai sekitar pukul 07:00. Nilai radiasi yang terukur bergantung pada energi gelombang pendek dan keadaan atmosfer seperti tingkat keawanan. Hujan sering terjadi pada hari pengukuran. Hujan biasanya terjadi pada sore hari sehingga pembentukan awan hujan terjadi pada siang hari. Hujan menyebabkan radiasi semakin menurun dengan bertambahnya pembentukan awan. Radiasi yang terukur juga bergantung pada lokasi pengukuran. Lokasi pengukuran yang berada di tengah gedung menyebabkan radiasi yang terukur tidak dimulai saat matahari terbit karena letak gedung yang menghalangi datangnya sinar matahari dari arah timur. Sudut matahari sebelum tenggelam juga terhalangi oleh gedung pada bagian barat sehingga mempengaruhi radiasi yang terukur.
Suhu dan Kelembaban
Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi netto. Radiasi netto yang semakin
meningkat menyebabkan peningkatan terhadap suhu udara.
Gambar 13 Grafik suhu (atas) dan kelembaban (bawah), terukur pada 12 November 2015-17 November 2015, Biru tua 12 November 2015, Merah 13 November 2015, hijau 14 November 2015, ungu 15 November 2015, biru muda 16 November 2015, kuning 17 November 2015
30 40 50 60 70 80 90 100 0:00 3:00 6:00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 R H ( % ) waktu pengukuran 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 0:00 3:00 6:00 9:00 12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 suh u ( 0C) Waktu pengukuran
15 Suhu yang terbaca dalam logger bervariasi antara pagi, siang, dan malam hari. Variasi tersebut disebabkan oleh adanya dinamika atmosfer. Suhu pada malam hari cenderung konstan (tidak adanya perubahan karena kondisi atmosfer dalam keadaan stabil). Suhu udara pada malam hari berkisar antara 20 sampai 25 0C. Peningkatan suhu mulai terjadi menjelang pagi hari hingga siang hari. Suhu udara pada siang hari berkisar antara 30 sampai 35 0C.
Suhu udara mempengaruhi kelembaban udara. Grafik di atas menunjukan suhu udara tinggi menyebabkan kelembaban rendah atau sebaliknya. Kelembaban udara malam hari yang terukur relatif konstan yaitu 96%. Kelembaban akan semakin meningkat sebelum terjadinya hujan. Namun, Kelembaban bernilai konstan saat terjadi hujan. Kelembaban akan menurun menjelang sore hingga malam hari secara perlahan jika tidak terjadi hujan.
Kecepatan angin
Pengukuran kecepatan angin dilakukan di Taman Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB. Alat ukur kecepatan angin diletakan di tengah gedung. Kecepatan angin diukur pada dua ketinggian yang berbeda yaitu ketinggian 10 cm dan 200 cm. Data disimpan dalam logger yang mencatat jumlah putaran dalam setiap menit.
Gambar 14 Grafik pengukuran kecepatan angin pada ketinggian 10 cm, pengukuran dilakukan pada tanggal 12 -17 November 2015
Gambar 15 Grafik pengukuran kecepatan angin pada ketinggian 200 cm, pengukuran dilakukan pada tanggal 12 -17 November 2015
16
Kecepatan angin maksimum yang terukur pada ketinggian 10 cm adalah 0.82 m/s sedangkan pada ketinggian 200 cm adalah 0.97 m/s. Pengukuran pada ketinggian yang berbeda menghasilkan kecepatan angin yang berbeda karena adanya perbedaan kekasapan permukaan. Gaya gesek antara udara dengan permukaan lebih besar pada ketinggian 10 cm dibandingkan pada ketinggian 200 cm. Gaya gesekan lebih besar ketinggian 10 cm sehingga pergerakan udara yang terhambat semakin besar dan menyebabkan kecepatan angin menjadi kecil. Gaya gesekan semakin kecil dengan bertambahnya ketinggian menyebabkan kecepatan angin ketinggian 200 cm lebih besar dibandingkan kecepatan angin ketinggian 10 cm.
Kecepatan angin yang terukur pada pagi, siang, dan malam hari berbeda. Frekuensi kecepatan angin akan meningkat pada pagi hingga siang hari. Kecepatan angin lebih besar pada siang hari karena perbedaan suhu udara antar tempat yang mengakibatkan adanya pergerakan udara. Kecepatan angin malam hari pada ketinggian 10 cm dan 200 cm relatif rendah karena suhu udara antar tempat pada malam hari terukur konstan sehingga tidak ada pergerakan udara.
Unjuk Kerja Sistem Pengairan Lysimeter
Pompa 5 volt digunakan untuk pengairan lysimeter. Nyala pompa secara otomatis diatur oleh kontroler menggunakan relay.
Gambar 16 Relay pengatur pengairan
Sinyal high atau low yang dialirkan pada relay diatur oleh kontroler. Kontroler memberi sinyal low pada relay sehingga memberi peritah kerja pompa. Perintah pompa berhenti diatur kontroler dengan memberikan sinyal high pada relay. Sinyal high pada relay akan bekerja jika kontroler diberi power 5 volt karena relay menerima sinyal high lebih dari sama dengan 5 volt. Kontroler tidak bisa diberi power sebesar 3.3 volt karena tidak dapat membangkitkan sinyal high pada relay sehingga pompa akan menyala terus menerus karena relay hanya mendapat sinyal low.
17
Gambar 17 Kran pengatur aliran air
Pengaturan air masuk ke dalam input counter diatur oleh kran berwarna merah kemudian air dialirkan kembali menuju bak penampung melalui kran kuning. Pengaturan ini dilakukan karena air yang dilairkan pompa memiliki tekanan yang tinggi. Eror tipping bucket menjadi besar jika air dari pompa dialirkan secara langsung. Penggunaan metode percabangan pada selang berguna agar air yang masuk pada input counter lebih sedikit dibandingkan air yang diteruskan kembali menuju bak tampungan.
Pengukuran Evapotranspirasi Potensial
Pengukuran ETp menggunakan lysimeter drainase yang dibuat. Pengujian Lysimeter dilakukan di Workshop Instrumentasi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB. Permukaan rumput pada lysimeter tidak terpapar radiasi secara langsung dan kecepatan angin sangat rendah karena terhalangi oleh dinding gedung.
Gambar 18 Grafik kejadian kerja tipping bucket air masuk dan (o) air keluar, sinyal high (1) perubahan gerak tipping bucket pada input counter, sinyal high (2) perubahan gerak tipping bucket pada output counter, sinyal high (0) tidak terjadi perubahan gerak tipping bucket.
Grafik diatas menunjukan evapotranspirasi yang terjadi dalam satu jam. Jumlah tipping pada input counter adalah sebelas sedangkan jumlah tipping output
counter adalah enam. Selisih tipping bucket yang terjadi adalah lima sehingga
jumlah air yang hilang adalah 15 ml. Kehilangan air akibat adanya ETp adalah 0.14 mm dalam satu jam.
0 1 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 si n y a l h igh
18
Gambar 19 Defisit tekanan uap yang terjadi, pengukuran 12 November pukul 21:00- 17 November pukul 18:00, biru 12-13 November 2015, merah 13-14 November 2015, hijau 14- 15 November 2015, ungu 15-16 November 2015, Jingga 16-17 November 2015
Defisit tekanan uap dihasilkan dari nilai selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap kering. Defisit tekanan uap menunjukan kapasitas air yang dapat ditampung oleh atmosfer. Defisit tekanan uap sangat dipengaruhi oleh nilai suhu. Grafik sebaran defisit tekanan uap mengikuti grafik sebaran suhu. Nilai defisit tekanan uap akan semakin meningkat pada siang hari dan turun menjelang sore hingga malam hari. Nilai evapotranspirasi potensial yang terukur akan semakin meningkat dengan bertambahnya nilai defisit tekanan uap. Kebutuhan air yang digunakan untuk melakukan evapotranspirasi akan tinggi pada siang hari sedangkan rendah pada malam hari.
Gambar 20 Grafik pengukuran ETp pada 2-3 Maret 2016
Evapotranspirasi potensial yang terukur selama pengukuran pada pukul 20:00 tanggal 2 Maret 2016 hingga pukul 18:00 tanggal 3 Maret 2016. Hujan terjadi pada malam hingga pagi hari. Kelembaban lebih dari 90% dan suhu rata-rata
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 Jum la h t ippi n g E T p (m m /j a m ) Waktu Pengukuran
Masuk Keluar ETp
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 v pd waktu pengukuran
19 pada pagi hari adalah 24 0C. Suhu mulai meningkat menjadi 26 0C menjelang siang
hari namun kelembaban tetap tinggi yaitu 87%.
Pola grafik ETp sama dengan pola grafik defisit tekanan uap yaitu meningkat pada siang hari kemudian menurun hingga sore hari dan konstan pada malam hari. Parameter defisit tekanan uap merupakan faktor yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi potensial karena pola grafiknya sama. Peningkatan defisit tekanan uap menyebabkan kapasitas uap air yang dapat dikandung oleh atmosfer meningkat pula. Evapotranspirasi potensial yang terukur semakin meningkat pada siang hari kemudian menurun menjelang sore hari dan relatif konstan pada malam hari sehingga ETp pada siang hari lebih besar dibandingkan pada malam hari. Pengukuran ETp yang diuji dalam satu hari adalah 0.95 mm/hari. Nilai ETp pada malam hari relatif konstan berkisar antara 0 sampai 0.03 mm/jam sedangkan pada siang hari nilai maksimum ETp adalah 0.15 mm/jam. Nilai ETp yang terukur relatif kecil karena parameter suhu yang terukur kecil sedangkan kelembabannya tinggi sehingga defisit tekanan uap menjadi rendah. Defisit tekanan uap rendah menyebabkan jumlah uap air yang dapat dikandung atmosfer menjadi rendah sehingga ETp yang terukur menjadi rendah juga. Nilai ETp yang terukur sangat kecil jika dibandingkan dengan pengukuran ETo yang dilakukan oleh Phene et al. (1991) berkisar antara 0 sampai 0.7 mm/jam dan Parisi et al. (2009) berkisar antara 1-6 mm/hari menggunakan mini-lysimeter.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengukuran evapotranspirasi potensial secara langsung menggunakan lysimeter portable sistem tertutup. Sistem pompa akan menyala setiap jam selama satu menit. Kehilangan air akibat evapotranspirasi potensial dapat diukur dari selisih tipping yang terhitung pada input dan output counter.
Nilai ETp yang terukur dalam satu hari adalah 0.95 mm. Nilai ETp pada malam hari relatif rendah sedangkan pada siang hari meningkat dengan ETp maksimum 0.15 mm/jam. Pengukuran ETp dilakukan pada kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi sehingga defisit tekanan uap menjadi rendah. Defisit tekanan uap menunjukan kapasitas jumlah uap air yang dapat ditampung dalam atmosfer sehingga defisit tekanan uap yang rendah menyebabkan jumlah kehilangan air akibat ETp menjadi rendah pula.
Saran
Pengairan yang dilakukan sebaiknya ditampung terlebih dahulu sebelum masuk ke input counter. Penggunaan tampungan bertujuan agar input counter selalu bekerja sehingga tidak terdapat jeda waktu lysimeter tidak terisi air.
Penggunaan tipping bucket 1 ml sebagai penghitung sangat dianjurkan untuk mengurangi eror yang terjadi pada tipping bucket berukuran 3 ml. Desain tipping
20
DAFTAR PUSTAKA
Aboukhaled A, Alfaro A, Smith M . 1982. Lysimeters. FAO Irrigation & Drainage Paper No. 39, 68 p. Rome: FAO
Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration - Guidelines for Computing Crop Water Requirement FAO Irrigation & Drainage Paper No. 56. Rome: FAO
Feltrin RM, de Paiva JB, de Paiva EM, Beling FA. 2011. Lysimeter soil water balance evaluation for an experiment developed in the Southern Brazilian Atlantic Forest Region. Hidrological Process. Doi: 10.1002/hyp.7971. Flury M dan Abdou HM. 2004. Simulation of water flow and solute transport in
free-drainage lysimeters and field soils with heterogeneous structures,
European Journal of Soils Science.55:229-241. doi: 10.1046/j.
1365-2389.2004.00592.x
Grimond CS, Scott A, Belding MJ. 1992. Development and evaluation of continuously weighing mini-lysimeters. J. Agricultural and Forest
Meteorology. 62: 205-218.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Johnson A, Mathews TJ, Matthews GP, Patel D, Worsfold PJ, Andrew KN. 2003. High resulation laboratory lysimeter for automated sampling of tracers through a 0.5 m soil block. J. Automated Method aand Management in
Chemistry. 25(2):43-49.
Manik TK , Rosadi RB, Karyanto A. 2012. Evaluasi Metode Penman-Monteith dalam Menduga Laju Evapotanspirasi Standar (ETo) di Dataran Rendah Provinsi Lampung, Indonesia. J. Keteknikan Pertanian. 26: 2.
Mahon MT, Peel MC, Lowe L, Srikanthan R, Vicar RM. 2013. Estimating actual, potential, reference crop and pan evaporation using standard meteorological data: a pragmatic synthesis. J. Hydrology and Earth System Sciences. 17: 1331-1363. doi: 10.5194/hess-17-1331-2013.
Parisi S, Mariani L, Cola G, Maggiore T. 2009. Mini-Lysimeter evapotranspiration measurements on suburban environment. Italian Journal of Agrometeorology. 3:13-16.
Phene CJ, Hoffman GJ, Howell TA, David A, Mead RM, Johnson RS, Williams LE. 1991. Automated Lysimeter for Irrigation and Drainage Control. Trans. Of the ASAE. 32(2): 477-484.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh file dengan format .txt yang tercatat pada logger.
Lampiran 2 Contoh data yang tercatat pada logger air masuk dan keluar terlihat pada pin digital 2 dan 3.
22
Lampiran 4 Foto penelitian
Permukaan lysimeter Penjenuhan lysimeter pada 1 cm dari dasar
Sensor pengukur suhu dan kelembaban
Kontroler Pin analog dan digital
Cup counter Pengukur radiasi
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 September 1993. Penulis merupakan anak pertama dari ayah Nanang Iriansyah dan ibu Masulandiah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN Leuweungkolot 02 dan sekolah menengah pertama pada tahun 2008 di SMPN 1 Cibungbulang. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 1 Leuwiliang. pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Geofisika dan Meteorologi melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswi di IPB, penulis aktif dalam organisasi di Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto)sebagai anggota departemen Kominfo tahun 2013/2014. penulis pernah mengikuti kegiatan IPB Goes to Field (IGTF) yang diselenggarakan LPPM IPB di Desa Ciadeg, Bogor dengan tema program Intensifikasi Pekarangan dan Pemberdayaan Posdaya. Penulis juga pernah diberikan dana hibah dalam program Pekan Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB. Selain itu penulis berserta tim menjadi finalis tingkat nasional pada OSN PERTAMINA 2015 bidang proyek sains yang berjudul Pembangkit Listrik Nanohidro Portabel untuk Kegitan Outdoor Sederhana dibawah bimbingan Ir Bregas Budianto, Ass Dpl.