• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan : survei Siswa-siswi pada 6 SMK jurusan Teknik Mekanik Otomotif Kabupaten Bantul, Propinsi DIY."

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION TOWARD EMOTIONAL INTELLIGENCE ON ENTREPRENEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEUR TALENT

A Survey: Third graders of Vocational Senior High Schools

majoring at Automotive Mechanical Technique Program in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta

Maria Risa Wiandani Universitas Sanata Dharma

2007

The aims of this research were to know whether or not: (1) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from family culture; (2) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from school culture; (3) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from entrepreneurship talent.

This research was carried out on six vocational senior high schools majoring at automotive mechanical technique programs in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta from November to December 2006. The population of this research were 565 third graders of vocational senior high schools majoring at automotive mechanical technique program in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The technique of data gathering used was questionnaire. The technique of data analysis used was regression model developed by Chow.

The results showed: (1) there was positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from family culture (U =0,021 < D =0,05); (2) there was positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from school culture (U =0,012 < D =0,05); (3) there was no effect of of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from entrepreneur talent (U =0,592 > D =0,05).

(3)
(4)

SKRIPSI

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN

BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Oleh:

Maria Risa Wiandani NIM: 021334089

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I,

L. Saptono, S.Pd., M.Si Tanggal 1 Maret 2007

Pembimbing II,

ii

(5)

SKRIPSI

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN

BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Maria Risa Wiandani

NIM: 021334100

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 14 April 2007 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

™ Aku sudah belajar bahwa...

Tidak selamanya hidup ini indah

Kadang Tuhan mengizinkan aku melalui lembah derita Tetapi aku tahu bahwa Ia tidak pernah meninggalkanku.

™ Aku sudah belajar bahwa...

Tidak semua yang ku harapkan akan menjadi kenyataan Kadang Tuhan membelokkan rencanaku

Tetapi aku tahu bahwa itu lebih baik dari apa yang kurencanakan.

™ Seorang yang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran,

apalagi dalam perbuatan (Pramoedya Ananta Toer).

Kado kecil ini ku persembahkan untuk

:

Bapak, ibu, dan Mas Ferdy yang selalu di hatiku

Cintamu, perhatianmu, dukunganmu

membuatku selalu nyaman.

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 April 2007 Penulis

Maria Risa Wiandani

(8)

ABSTRAK

PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU

DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN

Survei: Siswa-siswi Kelas 3 pada 6 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Maria Risa Wiandani Universitas Sanata Dharma

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.

Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kabupaten Bantul dengan jumlah 565 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif pelaksanan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga (ρ=0,021 < α=0,05); (2) ada pengaruh positif pelaksanan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah (ρ=0,012 < α=0,05); (3) tidak ada pengaruh pelaksanan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan(ρ=0,592 > α=0,05).

(9)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION TOWARD EMOTIONAL INTELLIGENCE ON ENTREPRENEURSHIP

VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEUR TALENT

A Survey: Third graders of Vocational Senior High Schools

majoring at Automotive Mechanical Technique Program in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta

Maria Risa Wiandani Universitas Sanata Dharma

2007

The aims of this research were to know whether or not: (1) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from family culture; (2) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from school culture; (3) there was some positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from entrepreneurship talent.

This research was carried out on six vocational senior high schools majoring at automotive mechanical technique programs in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta from November to December 2006. The population of this research were 565 third graders of vocational senior high schools majoring at automotive mechanical technique program in Bantul Regency, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The technique of data gathering used was questionnaire. The technique of data analysis used was regression model developed by Chow.

The results showed: (1) there was positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from family culture (ρ=0,021 < α=0,05); (2) there was positive effect of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from school culture (ρ=0,012 < α=0,05); (3) there was no effect of of education and training implementation toward emotional intelligence on entrepreneurship viewed from entrepreneur talent (ρ=0,592 > α=0,05).

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih, karunia dan rahmat yang berlimpah yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan”. Survei terhadap siswa-siswa kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, semangat, dan doa dari berbagai pihak yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaiakan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas rahmat dan karunia yang telah

diberikan, Mudjizat Mu nyata.

2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R, selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakata.

5. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

6. Ibu C. Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(11)
(12)

20.Teman–teman seangkatanku PAK C’02. Terima kasih untuk kebersamaan dan kenangan-kenangan indah...

21.Cik Eli “makasih buat masukan dan doanya”, Ida dayak”makasih doanya,ayo buruan balik ke Jogja lagi”.

22.Mas Anto’ Terima kasih atas waktu dan bantuannya, so sorry ngerepotin terus. 23.Pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih untuk

doa, dukungan, dan perhatiannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan secara lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstuktif. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 9

B. Kecerdasan Emosional Berwirausaha ... 14

C. Kultur Keluarga ... 20

D. Kultur Sekolah ... 23

E. Bakat Kewirausahaan ... 28

F. Kerangka Berfikir ... 32

G. Perumusan Hipotesis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

(14)

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 42

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42

E. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 44

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 49

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 49

H. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 64

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 80

C. Pengujian Hipotesis ... 82

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 87

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98

B. Keterbatasan Penelitian ... 99

C. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pengujian Validitas Variabel Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan... 51

Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 52

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga ... 52

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah... 53

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Bakat Kewirausahaan ... 54

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 57

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 64

Tabel 4.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 65

Tabel 4.3 Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 66

Tabel 4.4 Deskripsi Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 67

Tabel 4.5 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Power Distance... 68

Tabel 4.6 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Collectivism vs Individualism... 70

Tabel 4.7 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 71

Tabel 4.8 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Uncertainty Avoidance... 72

Tabel 4.9 Deskripsi Kultur Keluarga ... 73

Tabel 4.10 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Power Distance ... 74

Tabel 4.11 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 75

Tabel 4.12 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 76

Tabel 4.13 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ... 77

Tabel 4.14 Deskripsi Kultur Sekolah ... 78

Tabel 4.15 Deskripsi Bakat Kewirausahaan ... 79

(16)

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Normalitas ... 81 Tabel 4.17 Hasil Pengujian Linieritas ... 81

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 101

Lampiran 2 Data Induk ... 111

Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 164

Lampiran 4 Normalitas dan Linieritas ... 171

Lampiran 5 Regresi ... 172

Lampiran 6 Distribusi Frekuensi ... 176

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 181

Lampiran 8 Tabel Statistik ... 190

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)

semakin pesat. Perkembangan iptek tersebut mendorong manusia untuk

mengikuti dan bahkan mau tidak mau harus menyesuaikannya. Pendek kata,

perkembangan iptek menuntut kualitas sumber daya manusia penggunanya.

Kualitas SDM yang dimaksud adalah sumber daya yang tidak hanya memiliki

pengetahuan, tetapi juga ketrampilan.

Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah

melalui program pendidikan. Program pendidikan mencakup dua jalur yaitu

jalur formal dan non formal. Pada tatanan pendidikan formal, sekolah

menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu jalur pendidikan formal

yang bertujuan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk siap

bekerja pada tingkat/jenjang madya. Di SMK, siswa mendapatkan

pembelajaran tidak hanya teori saja tetapi juga ketrampilan. Saat ini ada

kecenderungan bahwa orang tua yang terkategorikan kurang mampu lebih

tertarik menyekolahkan anaknya ke SMK. Harapannya setelah lulus, siswa

dapat langsung siap bekerja.

Secara umum pembelajaran di sekolah-sekolah saat ini ada

kecenderungan sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana

(19)

mengakibatkan anak tidak memiliki life skill yang memadai. Di saat

kehidupan semakin sulit dan biaya hidup semakin mahal, lulusan menjadi sulit

mendapatkan pekerjaan apalagi menciptakan lapangan pekerjaan. Pendeknya,

lulusan program pendidikan formal semakin lama semakin memperbanyak

daftar pengangguran terdidik.

Hal tersebut di atas tampak lebih nyata dari meningkatnya jumlah

pengangguran dari tahun ke tahun. Jumlah pengangguran tersebut berasal dari

berbagai jenjang pendidikan formal yaitu pendidikan dasar hingga pendidikan

tinggi. Pada tahun 2004, di daerah perkotaan di Indonesia jumlah

pengangguran mencapai 5.433.944 orang dari berbagai jenjang pendidikan.

Jumlah pengangguran di daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari

jumlah tersebut, jumlah pengangguran dari lulusan SMK pada tahun 2004 di

daerah perkotaan berjumlah 906.845 orang dan di daerah pedesaan berjumlah

347.498 orang (BPS, 2004:264,267).

Salah satu cara untuk mengatasi pengangguran adalah menjadikan

lulusan SMK siap menjadi seorang wirausahawan. Karenanya, lulusan harus

mempunyai keuletan dan juga kecerdasan emosional yang tinggi agar lebih

berhasil. Dengan kecerdasan emosional berwirausaha yang tinggi, diharapkan

mereka dapat membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor,

bisnis maupun sosial. Keberhasilan dalam membangun relasi sosial dalam

lingkungannya merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam

berwirausaha. Pelaksanaan diklat di SMK yang baik merupakan salah satu

(20)

dapat diaplikasikan dengan adanya mata pelajaran kewirausahaan yang

mempunyai tujuan untuk mendidik anak sehingga memiliki jiwa, sikap,

perilaku berwirausaha dalam bekerja dan mampu, berani berwiraswasta

dibidangnya (Deskripsi Pembelajaran, 2004:1). Pelaksanaan diklat yang baik

akan mendorong meningkatnya tingkat kecerdasan emosional berwirausaha

siswa.

Derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional

berwirausaha diduga berhubungan dengan kultur keluarga, kultur sekolah, dan

bakat kewirausahaan siswa. Kecerdasan emosional berwirausaha adalah

kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan emosi dalam

menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri maupun orang

lain. Keluarga merupakan peletak dasar bagi perkembangan kekuatan pribadi

manusia wiraswasta. Sesuai dengan harapan orang tua yang menginginkan

anaknya berhasil, maka orang tua dapat membantu anak dengan menciptakan

situasi belajar kewiraswastaan di lingkungan keluarga (Wasty Soemanto,

2002:96).

Kultur pada tiap-tiap keluarga berbeda-beda sehingga derajat pengaruh

pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha diduga akan

berbeda. Menurut Hofstede (1994:32-33) pada kultur keluarga yang bercirikan

power distance kecil tampak pada keberanian mengatakan yang benar,

menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak tergantung

pada orang tua. Ciri individualism tampak pada demokratis dalam keluarga,

(21)

keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan (Hofstede,

1994:57-61). Ciri masculinity tampak pada adanya jarak antara orang tua dan anak,

perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan (Hofstede, 1994:86-90). Ciri

uncertainty avoidance lemah tampak pada mampu bertoleransi terhadap

situasi yang tidak pasti, dan memiliki aturan, maka derajat pengaruh

pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional

berwirausaha akan cenderung tinggi (Hofstede, 1994:117-119).

Pada kultur keluarga (Hofstede, 1994:32-33) bercirikan power distance

besar tampak pada adanya otoritas orang tua berpengaruh terus menerus

sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan bergantung pada orang

lain. Ciri collectivism tampak pada kesetiaan pada kelompok, wajib mengikuti

perayaan/pesta dalam keluarga, merasa malu jika melanggar peraturan, dan

keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga (Hofstede, 1994:57-61).

Ciri femininity tampak pada peran wanita yang lebih rendah dari pria dan

belajar bersama menjadi rendah hati (Hofstede, 1994:86-90). Ciri uncertainty

avoidance kuat tampak dari keluarga menjadi tempat belajar dan kurang

mampu menghadapi situasi yang tidak pasti, maka derajat pengaruh

pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional

berwirausaha akan cenderung rendah (Hofstede, 1994:117-119).

Pembentukan menjadi seorang wiraswasta tidak hanya dari lingkungan

keluarga, kultur sekolahpun juga sangat membantu terbentuknya pribadi

(22)

membekali anak menjadi calon wiraswasta yang mempunyai kecerdasan

emosional berwirausaha yang tinggi.

Kultur pada tiap-tiap sekolah berbeda-beda maka derajat pengaruh

pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional berwirausaha diduga akan

berbeda. Pada kultur sekolah (Hofstede, 1994:33-35) yang bercirikan power

distance kecil tampak dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses

pemelajaran terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya. Ciri individualism

tampak dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari

guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam

mengerjakan tugas (Hofstede, 1994:61-63). Ciri masculinity tampak dari suka

kompetisi dan berorientasi pada prestasi (Hofstede, 1994:90-91). Ciri

uncertainty avoidance lemah tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan

materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua,

maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung tinggi (Hofstede,

1994:119-120).

Pada kultur sekolah (Hofstede, 1994:33-35) yang bercirikan power

distance besar tampak dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang

berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan adanya hukuman fisik

jika melanggar peraturan. Ciri collectivism tampak dari kurang berani dalam

mengungkapkan pendapat dan tergantung pada orang lain (Hofstede,

1994:61-63). Ciri femininity tampak dari lebih mengutamakan kinerja kelompok dan

(23)

avoidance kuat tampak dari siswa menganggap guru selalu benar dan menolak

kekurangan guru, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan

pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung

rendah (Hofstede, 1994:119-120).

Bakat kewirausahaan merupakan faktor intern untuk menjadi seorang

wiraswasta. Bakat kewirausahaan adalah kemampuan untuk kreatif dan

inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang

untuk menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu

dikembangkan dan dilatih. Pada tiap anak mempunyai bakat kewirausahaan

yang berbeda-beda maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap

kecerdasaan emosional berwirausaha diduga berbeda. Pada siswa yang

berbakat (Suryana, 2003:31) yang bercirikan kreatifitas, berani mengambil

resiko, inovatif, mampu bekerja sama dengan kelompok, percaya diri,

independent, flexible, mempunyai rasa ingin tahu, dapat mengenali dan

memecahkan masalah, mempunyai inisiatif, mampu mengelola waktu, good

personality characteristics, mementingkan hasil pekerjaan, desire for growth,

desire for profit, mampu menghadapi tekanan, mampu mengendalikan

aktivitas maka derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung tinggi

dibandingkan pada siswa yang tidak memiliki bakat kewirausahaan.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui apakah

derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasaan emosional

(24)

kewirausahaan yang berbeda. Penelitian ini selanjutnya mengambil judul

“Pengaruh Pelaksanaan Diklat Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan “. Penelitian ini merupakan survei terhadap siswa-siswa pada enam SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Bantul, Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional berwirausaha

siswa antara lain pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, kultur keluarga, dan

kultur sekolah, bakat kewirausahaan, suku budaya, gender, tempat tinggal,

status sosial. Peneliti membatasi faktor yang mempengaruhi kecerdasaan

emosional dalam berwirausaha pada penelitian ini adalah pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan, kultur keluarga, kultur sekolah, dan bakat

kewirausahaan. Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan emosional

berwirausaha anak. Secara lebih spesifik dalam penelitian ini akan

menginvestigasi pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap

kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur

(25)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga?

2. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah?

3. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat

kewirausahaan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari

kultur keluarga.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari

kultur sekolah.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari

(26)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa

a. Hasil penelitian ini sebagai inspirasi siswa agar dapat

mengembangkan bakat kewirausahaan secara optimal.

b. Memberikan inspirasi kepada siswa untuk lebih kreatif, dan

menumbuhkan jiwa kewirausahaannya.

2. Bagi Sekolah

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memotivasi sekolah agar

dapat menciptakan lulusan yang kreatif, mandiri, dan memiliki

motivasi untuk berwirausaha.

b. Memberikan inspirasi kepada sekolah untuk melaksanakan diklat

yang lebih baik.

3. Bagi Peneliti berikutnya

a. Agar penelitian ini sebagai acuan dan dapat meneliti lebih lanjut

sehingga penelitian ini lebih dapat berguna untuk berbagai pihak.

b. Diharapkan untuk dapat melanjutkan penelitian ini dari segi lainnya

seperti suku budaya, tempat tinggal, gender dan lain sebagainya

sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Diharapkan membentuk calon-calon guru dari FKIP terutama

program studi pendidikan akuntansi agar mempunyai kemampuan

mengajar yang baik dan mempunyai kecerdasan emosional yang

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pendidikan bukan hanya sekedar merupakan hasil peradaban manusia

saja tapi merupakan daya upaya yang dapat membantu manusia menjadi

sejahtera. Bangsa yang mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas

akan membentuk bangsa yang mandiri sehingga pembangunanpun terus

berlangsung. Oleh karena itu, pemerintah menghimbau masyarakat untuk

melaksanakan pendidikan hingga 12 tahun.

Pendidikan 12 tahun ini adalah pendidikan hingga sekolah menengah,

yang dirasa cukup mampu bagi pemerintah untuk ikut berkompetisi di

lingkungan dunia kerja. Lingkungan dunia kerja saat ini membutuhkan orang

yang mempunyai pendidikan, minimal berijazah sekolah menengah dan

diutamakan bagi yang memiliki ketrampilan. SMK merupakan salah satu

sarana pendidikan yang mengajarkan kepada peserta didiknya teori serta

keterampilan. SMK mencetak lulusan yang memiliki keterampilan yang akan

berguna bagi kehidupan mereka kelak, karena biasanya mereka tidak mampu

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Mahalnya biaya

pendidikan menjadi alasan masyarakat menengah ke bawah untuk

menyekolahkan anaknya di sekolah kejuruan.

Proses pembelajaran di SMK mengikuti program pendidikan dan

(28)

peserta didik tidak hanya dididik untuk menjadi manusia yang memiliki

kecerdasan intelektual saja, tetapi mereka juga dididik untuk bisa menjadi

manusia yang memiliki kecerdasan emosional. Tujuan sekolah terutama

sekolah kejuruan mendidik peserta didiknya untuk memiliki kecerdasan

emosional adalah agar mereka dapat bergabung ke dalam dunia kerja yang

kompetitif dan berhubungan baik dengan warga sekolah lainnya. Di dalam

dunia kerja yang kompetitif ini mengharuskan mereka untuk dapat beradaptasi

dengan rekan kerjanya. Saat berhubungan dengan rekan kerjanya mereka

harus mampu mengenali, mengendalikan hingga mengungkapkan emosinya

dengan baik.

1. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Proses pembelajaran di sekolah kejuruan ada 2 macam yaitu proses

pembelajaran di sekolah dan proses pembelajaran di industri (Kurikulum

SMK, 2004:16). Pelaksanaan pembelajaran/diklat merupakan proses

kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,

untuk mencapai penguasaan kompetensi (Kurikulum SMK, 2004:16).

Proses pembelajaran di sekolah dimaksudkan untuk mengembangkan

potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Proses

pembelajaran/pelatihan di dunia kerja dimaksudkan agar siswa menguasai

kompetensi terstandar, mengembangkan dan menginternalisasi sikap dan

nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, baik

(29)

2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Tujuan pelaksanaan pembelajaran/diklat untuk mengembangkan potensi

akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta

menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang

berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia

kerja (Kurikulum SMK, 2004:16).

3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran

berbasis kompetensi dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut

(Kurikulum SMK, 2004:19-21):

a. Pembelajaran di Sekolah

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di sekolah:

1) Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran program normatif,

adaptif, dan produktif.

2) Pembelajaran program produktif ditekankan pada penguasaan

dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar, serta penguasaan

alat dan teknik bekerja yang tepat.

3) Industri dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK

terutama untuk meningkatkan penguasaan peserta terhadap

dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang

(30)

4) Keterlaksanaan program di SMK, baik akademis maupun

administratif menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan

koordinasi komite sekolah.

5) Siswa yang berminat untuk bekerja mandiri (berwirausaha), perlu

mendapatkan bimbingan khusus yang memadai dari pihak

sekolah. Siswa yang bersangkutan tidak cukup diberikan

pengetahuan bisnis secara teoritis. Tetapi ia harus dibina dan

dilatih dengan pengalaman berwirausaha atau berbisnis secara

nyata dan bertahap.

6) Bimbingan berwirausaha antara lain mencakup aspek

menganalisis pasar, merencanakan, melaksanakan produksi

(barang dan jasa), memasarkan hasil, mengevaluasi, dan membuat

laporan hasil usaha serta membuka jaringan kerja dengan pihak

lain.

7) Apabila praktik berwirausaha tersebut membutuhkan waktu

pembelajaran yang lebih banyak, maka sekolah dapat

menyesuaikan jumlah jam yang ada di dalam Struktur Kurikulum

Pendidikan dan Pelatihan, baik program diklat normatif, adaptif,

maupun produktif. Pengaturan tersebut dilakukan secara rasional,

(31)

8) Pengalaman berwirausaha dapat dilaksanakan di sekolah melalui

pembukaan kelas wirausaha yang sesuai dengan minat siswa dan

potensi pasar.

b. Pembelajaran di Industri (Dunia Kerja)

Ciri/operasionalisasi pembelajaran di dunia kerja/industri:

1) Peserta diklat yang mengikuti pelatihan di industri adalah

mereka yang memenuhi persyaratan minimal yang telah

ditetapkan, baik pada saat penerimaan maupun pada saat

pemilihan program diklat.

2) Industri dapat melakukan pemilihan peserta dan memberikan

pembekalan kemampuan tambahan, agar benar-benar siap dan

memenuhi standar minimal sesuai dengan persyaratan kerja yang

ada.

3) Kegiatan pelatihan di industri dilaksanakan sesuai dengan

program bersama yang telah disepakati.

4) Kegiatan peserta di industri merupakan kegiatan bekerja

langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya, untuk menguasai

kompetensi yang benar dan terstandar, sekaligus

menginternalisasi sikap dan etos kerja yang positif sesuai dengan

persyaratan tenaga kerja profesional pada bidangnya.

5) Lamanya peserta berada di suatu industri, ditentukan atas dasar

(32)

kompetensi yang akan dipelajarinya. Waktunya berkisar antara 4

bulan sampai dengan 12 bulan.

6) Pelaksanaan pembelajaran di industri dilengkapi dengan

perangkat antara lain: jurnal kegiatan peserta, termasuk daftar

kemajuan hasil belajar peserta; perangkat monitoring; kontrak

kerja/perjanjian peserta (jika diperlukan); asuransi kecelakaan

kerja bagi peserta; lain-lain yang dianggap perlu.

7) Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan setelah

penyiapan komponen-komponen/sarana pembelajaran dipastikan

kesiapannya, untuk mengantisipasi terjadinya hambatan dalam

pelaksanaan proses pembelajaran.

Berikut ini adalah tabel silabus pembelajaran di SMK jurusan teknik mekanik

otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:7-9) :

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

Pelaksanaan pemeliha-raan/servis komponen

ƒ Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen

ƒ Identifikasi dan penggunaan pelumas/cairanpemebrsih yang benar

ƒ Pemasangan sistem hidrolik Pemasangan sistem

hidrolik ƒ Pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service

sistem hidrolik

ƒ Pemeliharan/servis dan pengujian sistem hidrolik

Pemeliharaan/service dan perbaikan kompre-sor udara dan kompo-nen-komponennya

ƒ Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen - komponennya

ƒ Pelaksanaan prosedur pengelasan

ƒ Pelaksanaan prosedur pematrian

ƒ Pelaksanaan prosedur pemotongan dengan panas Melaksanakan prosedur

pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas

dan pemanasan ƒ Pelaksanaan prosedur pemanasan Pembacaan dan

pema-haman gambar teknik

ƒ Membaca dan memahami gambar teknik

Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur

ƒ Pengukuran dimensi dan variabel menggunakan perlengkapan yang sesuai

ƒ Mengikuti prosedur pada tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan penghindarannya

Teknisi Yunior

Mengikuti prosedur kesehatan dan

(33)

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

ƒ Penempatan dan pengidentifikasian jenis pemadam kebakaran,penggunaan dan prosedur pengoperasian ditempat kerja

ƒ Pelaksanaan prosedur darurat

ƒ Menjalankan dasar dasar prosedur keamanan

ƒ Pelaksanaan prosedur penyelamatan pertama dan Cardio Pulmonary Resusciation (CPR)

ƒ Memilih dan menggunakan secara aman peralatan tempat kerja Penggunaan dan

peme-liharaan peralatan dan

perlengkapan tempat kerja ƒ Pemeliharaan/servis pada peralatan dan perlengkapan tempat kerja Pelaksanaan operasi

penanganan secara manual

ƒ Mengangkat dan memindahkan meterial/komponen/part

ƒ Mengidentifikasi konstrusksi jenis roda dan sistem pemasangannnya

ƒ Membongkar,memasang dan mengganti dan dalam dan luar

ƒ Memeriksa ban dalam dan luar untuk menentukan perbaikan Pembongkaran, perbai-kan

dan pemasangan ban luar

dan ban dalam ƒ Melaksanakan perbaikan ban dalam dan ban luar

ƒ Menguji baterai

ƒ Memelihara,memahami dan menyampaikan informasi tempat kerja

ƒ Memelihara/servis sistem pendingin dan komponennya

Perbaikan sistem pendi-ngin dan komponen– komponennya

ƒ Memperbaiki sistem pendingin dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin

ƒ Memelihara/servis komponen sistem bahan bakar bensin

Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel

ƒ Memelihara/servis sistem dan komponen injeksi bahan bakar diesel

Pemeliharaan/servis unit kopling dan kom-ponen-komponennya sistem pengoperasian

ƒ Memelihara/servis unit kopling dan komponen-komponen sistem pengoperasian

Perbaikan kopling dan komponen– komponenya

ƒ Memperbaiki sistem kopling dan komponennya

Pemeliharaan/servis transmisi manual

ƒ Memperbaiki,melepas dan mengganti transmisi manual dan komponennya

Pemeliharaan/servis poros penggerak roda

ƒ Memelihara/servis poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

ƒ Merakit dan memasang sistem rem dan komponennya Perakitan dan

pema-sangan sistem rem dan komponen–komponenya

ƒ Menguji sistem rem dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem rem

ƒ Memelihara/servis sistem rem dan komponennya

Pemeriksaan sistem kemudi

ƒ Memeriksa dan menguji kondisi sistem/komponen kemudi

Pemeriksaan sistem suspensi

(34)

Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi

Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem

kelistrikan

ƒ Menguji dan mengidentifikasi kesalahan sistem/komponen

ƒ Memasang sistem penerangan dan wiring kelistrikan

ƒ Menguji sistem kelistrikan Pemasangan, pengujian

dan perbaikan sistem

penerangan dan wiring ƒ Memperbaiki sistem kelistrikan Pemasangan keleng-kapan

kelistrikan tambahan (Assesoris)

ƒ Memasang perlengkapan kelistrikan tambahan

Pemeliharaan/servis

ƒ Overhaul komponen sistem pendingin

Overhaul kopling dan komponennya

ƒ Overhaul kopling dan komponen-komponennya

Pemeliharaan/servis transmisi otomatis

ƒ Pemeliharaan/servis transmisi otomatis dan atau komponen yang berhubungan

Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan

ƒ Memperbaiki unit final drive/gardan dan komponen-komponenya

Perbaikan poros penggerak roda

ƒ Memperbaiki poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya

Perbaikan sistem rem ƒ Memperbaiki melepas dan mengganti sistem rem dan atau komponen lain yang bersangkutan

Overhaul komponen sistem rem

ƒ Overhaul komponen sistem rem dan bagian-bagiannya

Perbaikan sistem kemudi ƒ Memperbaiki membongkar dan mengganti sistem kemudi dan komponennya

Pemeliharaan/servis sistem suspensi

ƒ Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponennya

Balans roda/ban ƒ Membalans roda

ƒ Memasang sistem pengaman kelistrikan/komponen

ƒ Menguji sistem pengaman kelistrikan/komponen Pemasangan, pengujian

dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan

komponennya ƒ Memperbaiki sistem pengaman kelistrikan/komponen Perbaikan sistem

pengapian

ƒ Memperbaiki sistem pengapian dan komponennya

Memelihara/servis sistem AC (Air Conditioner)

ƒ Memelihara/servis sistem AC

Berikut ini adalah struktur kurikulum bidang keahlian teknik mesin program

keahlian teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:17-18)

NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI /

WAKTU (jam) I PROGRAM NORMATIF:

1 Pendidikan Agama 192

2 Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 288

3 Bahasa Indonesia 192

4 Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 288

II PROGRAM ADAPTIF :

1 Matematika 516

2 Bahasa Inggris 440

3 Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) 202

(35)

NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI / WAKTU (jam)

5 Fisika 192

6 Kimia 192

7 Pengetahuan Dasar Teknik Mesin 240

III PROGRAM PRODUKTIF :

1 Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen 40

2 Pemasangan sistem hidrolik 30

3 Pemeliharaan/service sistem hidrolik 30

4 Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen-komponennya

20

5 Melaksanakan prosedur pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan pemanasan

80

6 Pembacaan dan pemahaman gambar teknik 60

7 Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur 60

8 Mengikuti prosedur kesehatan dan keselamatan kerja 60 9 Penggunaan dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan tempat kerja 80 10 Pelaksanaan operasi penanganan secara manual 40

11 Melepas, memasang dan menyetel roda 30

12 Pembongkaran, perbaikan dan pemasangan ban luar dan ban dalam 40 13 Pengujian, pemeliharaan/servis dan penggantian baterai 30 14 Konstribusi komunikasi di tempat kerja 18 15 Pemeliharaan/servis sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 16 Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17 Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin 60 18 Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60 19 Pemeliharaan/servis unit kopling dan komponen- komponennya sistem

pengoperasian

60

20 Perbaikan kopling dan komponen – komponenya 60

21 Pemeliharaan/servis transmisi manual 60

22 Pemeliharaan/servis poros penggerak roda 40 23 Perakitan dan pemasangan sistem rem dan komponen – komponennya 60

24 Pemeliharaan/servis sistem rem 60

25 Pemeriksaan sistem kemudi 40

26 Pemeriksaan sistem suspensi 40

27 Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem kelistrikan 60 28 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan wiring 60 29 Pemasangan kelengkapan kelistrikan tambahan ( Assesoris ) 60 30 Pemeliharaan/servis engine dan komponen – komponennya 80

31 Overhaul komponen sistem pendingin 40

32 Overhaul kopling dan komponennya 60

33 Pemeliharaan/servis transmisi otomatis 60 34 Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan 60

35 Perbaikan poros penggerak roda 40

36 Perbaikan sistem rem 40

37 Overhaul komponen sistem rem 40

38 Perbaikan sistem kemudi 40

39 Pemeliharaan/servis sistem suspensi 40

40 Balans roda/ban 20

41 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan komponennya

60

42 Perbaikan sistem pengapian 60

(36)

NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI / WAKTU (jam)

JUMLAH 4970

Keterangan:

1. Durasi pemelajaran per jam @ 45 menit.

2. Praktek kerja di Industri dilaksanakan selama 4 sampai dengan 12 bulan, menggunakan alokasi waktu pemelajaran produktif.

B. Kecerdasaan Emosional Berwirausaha

1. Kecerdasan Emosional

Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan segala kelebihannya, dan

juga dengan segala keunikanya. Kecerdasan merupakan salah satu

kelebihan yang diberikan Tuhan. Manusia diciptakan dengan berbagai

kecerdasan seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan fisik, kecerdasan

sosial, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan emosional. Setiap harinya

manusia berhubungan dengan manusia lainnya karena pada dasarnya

manusia merupakan makhluk sosial. Seorang makhluk sosial

membutuhkan kecerdasan emosional agar mampu berhubungan baik

dengan orang lain. Menggunakan kecerdasan emosional saat berhubungan

dengan orang lain berarti menggunakan kemampuan membedakan dan

menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, serta hasrat

keinginan diri sendiri dan orang lain (Agus Efendi, 2005:170).

Sebenarnya emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran

khasnya, suatu keadaan biologi dan psikologi, serta serangkaian

kecenderungan untuk bertindak (Agus Efendi, 2005:176). Kecerdasan

(37)

kompetensi, dan kemampuan non-cognitive yang mempengaruhi

keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan

lingkungannya (Reuven Bar-On, http://www.psikoutama.com/id/ service

13.php). Orang yang mampu menggunakan atau mengatur emosinya atau

menggunakan kecerdasan emosionalnya berarti dia mampu menjadi

seseorang yang sukses terutama jika dia ingin menjadi seorang

wirausahawan.

Menurut Daniel Goleman (2004:45), kecerdasan emosional adalah

kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan

bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar

beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan

berdoa. Definisi yang lebih singkat mengenai kecerdasan emosional adalah

kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di

dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain

disekitarnya (http://www.sekolahindonesia.com/).

Banyak sekali definisi mengenai kecerdasan emosional salah

satunya seperti yang diungkapkan Salovey dan Mayer dalam Shapiro

(1997:8) yaitu kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan

emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya,

(38)

Antar kecerdasan satu dengan yang lain sangat berhubungan dan saling

mendukung tidak bisa terlepas satu dengan yang lainnya.

Kecerdasan emosional menurut Ge Mozaik (Juni 2005) adalah

kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan

emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan

tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang

mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik. Sependapat dengan

Ge Mozaik, Cooper dan Sawaf (http://ahmadchoironudin. blogspot.com/

2004_12_10_ahmadchoironudin) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan

pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan

perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan

orang lain, serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan cara efektif

energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Jadi memang tepat bahwa jika

kita terjun dalam dunia kerja maka diperlukan kecerdasan emosional agar

kita dapat memahami dan dapat bekerja sama dalam tim. Perlu adanya

pengembangan pendidikan diantaranya empati, kemandirian, ketekunan

kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi,

kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur,

berpikir terbuka, memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana,

kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama

(39)

Agus Efendi (2005:171) berpendapat kecerdasan emosional adalah

kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.

Kecerdasan emosional juga merupakan komponen yang membuat

seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Dalam situasi kerja

maupun di lingkungan sosial kita bertemu dengan pribadi yang beraneka

ragam sifat serta kepribadiannya, sehingga yang kita butuhkan adalah

bagaimana cara menempatkan emosi kita yaitu berarti cara menggunakan

kecerdasan emosional kita.

2. Kewirausahaan

Wira yang berarti utama, gagah, berani, luhur, teladan atau

pejuang; swa artinya sendiri, sedangkan sta artinya berdiri, jadi wiraswasta

adalah pejuang utama, gagah, luhur, berani, dan layak menjadi teladan

dalam bidang usaha dengan landasan berdiri di atas kaki sendiri (Wasty

Soemanto, 2002:42). Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari

semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata

yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan

mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada

pelayanan terbaik kepada langganan dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa dan negara

(40)

Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003:10) kewirausahaan

adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan

upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat

tersebut sejalan dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan

diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses.

Proses kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide

dan pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.

3. Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Keberhasilan menjadi seorang wirausahawan sangat erat sekali

dengan kecerdasan emosional. Pengelolaan kecerdasan emosional yang

baik mengarahkan seorang wirausahawan menuju ke pintu gerbang

kesuksesan. Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional dan

kewirausahaan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian

kecerdasan emosional berwirausaha adalah kemampuan mengenali,

mengekspresikan, dan mengendalikan emosi dalam menerapkan kreatifitas

dan inovasi baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

4. Dimensi Kecerdasan Emosional Berwirausaha

Ada berbagai dimensi yang tercakup dalam kecerdasan emosional

berwirausaha. Dimensi kecerdasan emosional berwirausaha mempunyai 5

(41)

1) Self-awareness (pengenalan diri)

Mampu mengenali emosi diri dan penyebab dari pemicu emosi

tersebut. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan

itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.

2) Self-regulation (penguasaan diri)

Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih

terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan

diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan

tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat tergantung pada

kesadaran diri.

3) Self-motivation (motivasi diri)

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui

hal-hal sebagai berikut: 1) cara mengendalikan dorongan hati, 2) derajat

kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, 3)

kekuatan berpikir positif, 4) optimisme, 5) keadaan flow (mengikuti

aliran).

4) Emphaty (empati)

Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa

yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi

(42)

pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka

dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain.

Orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri

dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

5) Effective Relationship (hubungan yang efektif)

Dengan adanya 4 kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi

dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan

masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi

yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang

mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi

mempunyai tujuan konstruktif dalam pikirannya. Membina hubungan

dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung

keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki

keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan

sosial.

Banyak cara atau kiat agar kecerdasan emosional kita meningkat dan dapat

digunakan dengan baik sehingga berguna saat kita berada di lingkungan

manapun. Tujuh kiat meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu

(http://www.glorianet.org/lowongan/tips_35.html):

1) Mengenali emosi diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan seseorang untuk

(43)

suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, seseorang harus dapat

menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

2) Melepaskan emosi negatif

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

memahami dampak dari emosi negatif terhadap dirinya sendiri.

3) Mengolah emosi diri sendiri

Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola emosi.

4) Memotivasi diri sendiri

Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja

yang tinggi dalam segala bidang.

5) Mengenali emosi orang lain

Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.

Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan

manusia secara efektif.

6) Mengelola emosi orang lain

Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan

yang dahsyat jika seseorang bisa mengoptimalkannya.

(44)

Keterampilan memotivasi orang lain adalah bentuk lain dari

keterampilan kepemimpinan yaitu kemampuan menginspirasi,

memotivasi, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

bersama.

C. Kultur Keluarga

1. Pengertian Kultur

Kita sering kali mendengar istilah kultur yang merupakan kata lain

dari budaya yang berasal dari ilmu antropologi. Kultur (Kotter dan

Heskett, 1992:3-4) didefinisikan sebagai “the totally of socially

transmitted behavior pattern, arts, beliefs, institusions, and all other

product of human work and thought characteristics of the community or

population”. Kultur menunjukkan keunikan pada setiap kelompok

masyarakat, mereka mampu mempertahankan pola perilakunya dari satu

generasi ke geneasi berikutnya dan itu merupakan salah satu warisan.

Manusia semenjak lahir dibesarkan di lingkungan tertentu,

sehingga dia dibesarkan pada budaya atau kultur tertentu yang mempunyai

ciri khas masing-masing. Unsur kultur dapat membedakan anggota

kelompok satu dengan yang lain (Hofstede, 1994:4). Hofstede (1994:4)

menyebutkan kultur sebagai “software of the mind”.

(45)

“… a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”

Sugiarto (Oktober 2005) berpendapat kultur merupakan pandangan hidup

yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup

cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik

maupun abstrak. Kultur sebagai bentuk pemrograman mental secara

kolektif, kultur cenderung sulit berubah karena telah mendarah daging

pada anggotanya. Perubahan kadang bisa terjadi yang sifatnya evolutif

atau perlahan-lahan. Hal ini disebabkan bukan semata-mata karena kultur

tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi

kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.

2. Pengertian dan Dimensi Kultur Keluarga

Manusia lahir pastinya dari sebuah keluarga sebagai kelompok

masyarakat terkecil. Kultur keluarga merupakan kebiasaan-kebiasaan dan

kebudayaan keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil yang akan

menjadi pola pikir tersendiri digunakan sebagai dasar seseorang bertindak

dan mengambil keputusan. Masing-masing keluarga mempunyai pola

pikir, kebiasaan yang pastinya berbeda dengan keluarga yang lain,

perbedaan tersebut menjadi keunikan dalam kultur.

Perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada praktik

kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5). Perbedaan kultur antar

(46)

sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede, 1994:181-182). Kultur dapat

diklasifikasikan ke dalam enam tingkatan atau lapisan (layers) yaitu: 1) a

national level, 2) a regional level etc, 3) a gender level, 4) a generation

level, 5) a social class level, dan 6) an organization or corporate level

(Hofstede, 1994:10). Pada tingkat nasional, kultur dapat dikenali

berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to

large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat

dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara

berbeda. Dimensi individualism (individualisme) menggambarkan suatu

masyarakat di mana pertalian antar individu cenderung menghilang

(artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya

orang lain). Dimensi collectivism (kolektivisme) menunjukkan suatu

kondisi kelompok dalam mana individu-individu sejak lahir diintegrasikan

secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok

tersebut. Dimensi masculinity (maskulinitas) menunjukkan suatu

kelompok di mana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas.

Dimensi femininity menunjukan suatu kelompok dimana peran sosial

gender terhadap perbedaan tidak jelas. Dimensi uncertainty avoidance

(ketidakpastian) menunjukan suatu kelompok masyarakat dimana

individu-individu akan merasa terancam dalam suatu kondisi

(47)

Elemen-elemen masyarakat sebagaimana diklasifikasikan Hofstede

(1994:28) mencakup: keluarga, sekolah, dan komunitas (organisasi)

tempat seseorang melaksanakan aktivitasnya. Pada tingkat keluarga,

dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain:

ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih

tua sebagai dasar kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus

sepanjang hidup, dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus

individualism mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga,

kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu

mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa

bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat

bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity

mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang tua ada jarak,

perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah dari pria, dan

belajar bersama menjadi rendah hati. Sedangkan dimensi uncertainty

avoidance mencakup indikator yang meliputi: toleransi terhadap situasi

yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar,

(48)

D. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Lingkungan baru yang dikenal anak selain lingkungan keluarga

yaitu lingkungan sekolah. Saat anak berada di sekolah ia mengenal kultur

sekolah yang berbeda dengan kultur keluarganya yang telah ia kenal

sebelumnya. Menurut Dapiyanta (2005:92), kultur sekolah adalah perilaku

lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan

sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi di sini bukan berarti

berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses sesuai dengan

perkembangan jaman.

Arief Achmad (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/

0310.htm), kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk

siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku

kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Sergiovanni menyimpulkan

bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara kultur sekolah dan

kualitas lulusan. Senada dengan temuan Frymier dalam Arief Achmad

(http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/1004/11/0310.htm) bahwa iklim

sekolah seperti hubungan interpersonal, lingkungan belajar kondusif,

menyenangkan, moral dan spirit berkorelasi secara signifikan dengan

kepribadian dan prestasi akademik sekolah. Sebuah kultur sekolah yang

positif akan menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti

peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah

(49)

tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik,

kompetisi dengan kolaborasi, serta interaksi yang menyenangkan.

Sebuah kultur sekolah akan terwujud jika semua komponen turut

ikut andil didalamnya. Suasana disiplin, keakraban, saling menghargai,

dan menghormati tentunya tidak boleh diabaikan. Peran kultur sekolah

adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga

sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan

belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah

mengeluh (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/

1004/11/0310.htm).

Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya

iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya

terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable

spiritual atmosphere) di antara warga sekolah. Kultur sekolah yang

kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,

deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah,

kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik

(Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/0310.htm).

2. Dimensi Kultur Sekolah

Kultur dapat diklasifikasikan ke dalam enam tingkatan atau lapisan

(layers) yaitu: 1) a national level, 2) a regional level etc, 3) agender level,

4) a generation level, 5) a social class level, dan 6) an organization or

(50)

dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small

to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat

dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara

berbeda. Dimensi individualism (individualisme) menggambarkan suatu

masyarakat dalam mana pertalian antar individu cenderung menghilang

(artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya

orang lain). Dimensi collectivism (kolektivisme) menunjukkan suatu

kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi anggota sekolah

kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat

loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity (maskulinitas)

menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap

perbedaan yang jelas. Dimensi femininity (feminitas) menunjukan suatu

kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas.

Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukan suatu

kelompok masyarakat dimana individu-individu akan merasa terancam

dalam suatu kondisi ketidakpastian (ketidaktahuan situasi).

Menurut Hofstede (1994:33,61,90,119) pada tingkat sekolah,

dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain:

perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pemelajaran terpusat

pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,

(51)

dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan

orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi

collectivism versus individualism mencakup indikator antara lain:

kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat

penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas,

dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus masculinity mencakup

indikator antara lain: suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi

dan kompetensi guru. Dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator

yang meliputi: tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru, kejelasan

guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru,

siswa, dan orang tua.

E. Bakat Kewirausahaan

1. Bakat

Manusia terlahir dengan memiliki berbagai kelebihan, salah

satunya adalah bakat. Ada bermacam-macam bakat yang dimiliki manusia

dan itu pun berbeda-beda. Bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan

yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih

(Conny Semiawan dkk., 1984:1). Menurut Roy Sembel dalam Paulus

Winarto (Januari 2006) bakat merupakan pola pikir, perasaan, perilaku

alami yang kita miliki. Menurut Paulus Winarto (Januari 2006), yang

menyebutkan bahwa bakat adalah sesuatu yang sudah kita bawa sejak lahir

(52)

Bakat memungkinkan seseorang mencapai prestasi tertentu. Hal

yang perlu dilakukan yaitu latihan, pengetahuan, pengalaman, dan

dorongan atau motivasi agar bakatnya dapat terwujud. Bakat merupakan

potensi terpendam yang perlu digali dengan cermat, mana yang paling

menonjol, kita tidak akan tahu secara pasti sebelum kita menemukannya

(Aminah Ahmad,April 2003).

Renzulli dan kawan-kawan dalam Conny Semiawan dkk.,

(1984:6-7) menyimpulkan bahwa yang menentukan keterbakatan seseorang pada

hakikatnya adalah keterikatan dari tiga kelompok ciri-ciri, yaitu:

1. Kemampuan di atas rata-rata

Orang sering mengartikan kemampuan di atas rata-rata adalah

kemampuan yang unggul. Yang terpenting ialah bahwa kemampuan

itu harus cukup diimbangi oleh kreativitas dan tanggung jawab

terhadap tugas.

2. Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan

baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas

meliputi aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan

keaslian ciri (non-aptitude) seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan

pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.

3. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas

Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjukkan

(53)

tugas. Suatu pengikatan dari dalam jadi bukan tanggung jawab yang

diterima dari luar.

2. Kewirausahaan

Di masa ekonomi yang semakin sulit sekarang ini serta lapangan

pekerjaan yang semakin sempit, kita mesti memutar otak salah satu dengan

cara bagaimana membuka lapangan pekerjaan sendiri. Membuka lapangan

pekerjaan sendiri atau menjadi wirausahawan saat ini bukan menjadi

golongan tertentu, siapa saja mampu melakukannya. Kita membutuhkan

modal kerja keras dan kreativitas selain modal finansial untuk menjadi

seorang wirausahawan yang sukses dan tangguh dalam menghadapi segala

kondisi. Menurut Meredith dalam Suryana (2003:12) berwirausaha berarti

memadukan watak pribadi, keuangan, dan sumber daya.

Menurut Soeharto Wirakusumo dalam Suryana (2003:10)

kewirausahaan berasal dari terjemahan entrepreneurship, yang dapat

diartikan sebagai “the backbone economy”, yaitu syaraf pusat

perekonomian atau sebagai “tailbone of economy”, yaitu pengendali

perekonomian suatu bangsa. Suryana (2003:1) berpendapat bahwa

kewirausahaan diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang

dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk

menuju sukses. Proses kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan

memunculkan ide-ide dan pemikiran baru untuk menciptakan yang baru

(54)

Menurut Geoffrey G. Meredith dalam Suryana (2003:13-14),

bahwa ciri-ciri utama kewirausahaan dapat dilihat dari watak dan

perilakunya, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,

pengambil risiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan

berorientasi ke masa depan.

3. Bakat kewirausahaan

Sekolah sebagai sarana pendidikan sangat membantu para siswa dalam

pengembangan bakat yang akan dilatih baik di sekolah maupun di industri.

Bakat kewirausahaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk kreatif

dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai

peluang untuk menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu

dikembangkan dan dilatih.

F. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap

Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga.

Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar

peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk

mencapai penguasaan kompetensi. Pendidikan berwirausaha harus dimulai

sejak anak berada di lingkungan keluarga. Orang tua sangat berperan

dalam proses pembelajaran anak. Dalam keluarga anak juga dididik untuk

Gambar

tabel-tabel berikut ini :
Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel
Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 mengungkapkan bahwa yang dimaksudkan dengan upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat

selaku pembimbing I dan Direktur sekaligus Pelaksana Tugas Harian Kepala Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana UMS yang telah

1. Formulir Permohonan Penggunaan Arsip; 2. Tata tertib pelayanan arsip di unit pengolah dan di unit kearsipan. Penggunaan arsip dilaksanakan sesuai dengan sistem

Sistem penjualan tiket pesawat berbasis web ini pengembangannya difokuskan pada permasalahan web database dan web desain yang mempunyai tujuan untuk

IV.1.1 Manfaat Sosial Neto dari “Economic Rent” dan “Excess Payment” Manfaat sosial neto dari rente ekonomi (economic rent) dihitung berdasarkan nilai output dari

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah kualitas layanan yang diberikan oleh Rumah Sakit X masih dirasa kurang memuaskan bagi

Berbeza pula dengan kajian yang dijalankan oleh Brzeski &amp; Newkirk (1997) yang mendapati bahawa keseimbangan oksigen antara rumpai laut dan ikan adalah pada nisbah 1:1..