BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku telah menjadi suatu bidang yang amat luas cakupannya. Hampir
semua aktivitas manusia tidak terlepas dari perilaku dalam berbagai cara apakah
itu secara verbal, tulisan, gestural, dan bentuk perilaku lainnya. Perilaku manusia
pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Misalnya
berjalan, berbicara, berpakaian, bereaksi, berpikir ataupun emosi dan lain-lain.
Perilaku mempunyai arti konkrit dari pada jiwa. Karakteristik perilaku ada
yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat
diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Sedangkan perilaku
tertutup ialah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat
atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, takut. (purwanto, 1998)
Dilihat dari Segi Biologis, Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis,
semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan hewan, dan manusia berperilaku,
karena punya aktivitas masing-masing. Perilaku (manusia) adalah semua tindakan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar.
Dilihat dari segi psikologis menurut Skinner (1938), perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Pengertian
membedakan respons menjadi dua jenis, yaitu respon-dent response (reflexive)
dan respondent response (reflexive).
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah
keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil
bersama antara faktor internal dan eksternal.
2.1.2 Pengetahuan (Knowledge)
Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoadmodjo (2003), membagi
perilaku manusia dalam tiga domain (ranahkawasan), yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara, perilaku manusia terdiri
atas Cipta (kognisi), Rasa (emosi) dan Karsa (konasi). Urutan pembentukan
perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif.
Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan,
selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang
diketahuinya. Pada akhirnya setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya,
timbul respons berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor).
Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan
indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan
memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan
dalam berperilaku. Menurut Rogers (1974) bahwa individu akan malakukan
perubahan perilaku dengan mengadopsi perilaku dengan tahapan-tahapan antara
lain; individu mulai menyadari adanya stimulus, individu mulai tertarik dengan
berpikir, dan mempertimbangkan, individu mulai mencoba perilaku baru, individu
menggunakan perilaku baru. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa
bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan
penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap
obyek terjadi mulai panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
faktor penddikan formal. Pengetahun sangat erat hubungannya dengan
pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi makan
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti
seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini
mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh dari non formal.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
b. Memahami (comprehension)
Memahani berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan
meramalkan.
c. Aplikasi/penerapan (application)
Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam kontes atau situsi
nyata.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,
dan mengelompokkan.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun
merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori
atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu
a. Faktor Internal
1. Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB
Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga.
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
b. Faktor Eksternal
Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
2.1.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu
untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983)
Menurut Sarwono (1997), sikap merupakan kecenderungan merespons
(secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung
suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif
(pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).
Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2003), sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan
suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan
sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan
dengan sikapnya (Sarwono, 1997). Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan
pola-pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola-pola-pola cara
berpikir ini memengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting dalam
hidup (Koentjaranigrat, 1983).
Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak. Azwar (1995)
menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi
rasa suka dan tidak suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang,
kelompok, dan kebijaksanaan sosial (Atkinson dkk, 1993) dalam Azwar (1995)
menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi
evaluasi yang banyak menetukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan
tindakan sering kali jauh berbeda.
Menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003), komponen pokok
sikap meliputi hal-hal berikut,
1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen tersebut, secara bersama-sama membentuk total attitude. Dalam
hal ini, determinan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi.
Menurut Azwar (1995), sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur
Komponen kognitif (cognitive). Disebut juga komponen perceptual, yang
berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek
sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran,
pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. Sebagai
contoh, seseorang tahu kesehatan itu sangat berharga jika menyadari sakit dan
terasa nikmatnya sehat.
Komponen afektif (komponen emosional). Komponen ini menunjukkan
dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif
(rasa senang) mupun negatif (rasa tidak senang). Komponen konatif (komponen
perilaku). Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan bertindak
terhadap objek sikap yang dihadapinya (misalnya, para lulusan SMU banyak
memilih melanjutkan ke Politeknik Kesehatan karena setelah lulus menjadikan
pekerjaan yang jelas).
Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi,
yakni menerima, merespons, menghargai, dan bertanggung jawab.
a. Menerima (receiving)
Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/objek
(misalnya, sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap
ceramah-ceramah gizi).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti
individu menerima ide tersebut.
Pada tingkat ini, individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah
d. Bertanggung jawab (responsible)
Merupakan sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab
terhadap sesuatu yang telah dipilih , meskipun mendapat tantangan dari keluarga.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak
langsung.
Sifat sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri
Purwanto, 1998). Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentu
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, indvidu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
berbagai masalah.
Dalam pemberitaan komunikasi, berita yang disampaikan secara obyektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap
sikap konsumennya.
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego (Azwar, 2005)
2.1.4. Tindakan atau praktik
Tingkat praktik meliputi persepsi, respons terpimpin , mekanisme dan
adopsi, yaitu
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil merupakan praktik tingkat pertama (misalnya, seorang ibu memilih
makanan bergizi bagi anak balitanya).
b. Respon terpimpin (guided response)
Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh.
c. Mekanisme (mechanism)
Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
d. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik.
Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut (misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi
berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana).
2.2 Pestisida
2.2.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest = hama dan
cida = pembunuh, jadi artinya pembunuh hama. (Sudarno,1988)
Menurut peraturan pemerintah no. 7 Tahun 1973, defenisi pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian,
2. Memberantas rerumputan,
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan,
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan dan
ternak,
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air,
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
7. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
tanaman, tanah dan air.
Menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act,
pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas
atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan,
gulma, virus, bakteri, jasad renik, yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau
jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau
campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang
tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak
memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang
pertanian (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil
pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga
dan penyehatan lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain
2.2.2 Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasar
fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut:
1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau
atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk
2. Algisida, berasal dari kata alga bahasa Latinnya berarti ganggang laut,
berfungsi untuk membunuh alge. Contohnya Dimanin,
3. Avisida, berasal dari kata avis bahasa Latinnya berarti burung, fungsinya
sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung
kakatua.
4. Bakterisida, berasal dari kata Latin bacterium atau kata Yuani bakron,
berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin,
Tetracycline, Trichlorophenol Streptomycin.
5. Fungisida, berasal dari kata Latin fungus atau kata Yunani spongos yang
artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat
bersifat fungitoksik (membunuh cendawan). Contohnya Benlate, Dithane
M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dmatan 50 WP.
6. Herbisida, berasal dari kata Latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi
untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85
SP, Esteron 45 P.
7. Insektisida, berasal dari kata Latin insectum artinya potongan, keratan segmen
tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide
650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.
8. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi untuk membunuh ulat
(larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide)
9. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus artinya berselubung tipis
atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP,
10.Nematisida, berasal dari kata Latin nematoda atau bahasa Yunani nema
berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur,
Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.
11.Ovisida, berasal dari kata Latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak
telur.
12.Pedukulisida, berasal dari kata Latin pedis berarti kuku, tuma, berfungsi
untuk membunuh kutu atau tuma.
13.Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis berarti ikan, berfungsi untuk
membunuh ikan. Contohnya Squoxin untuk Cyprinidae, Chemish 5 EC,
14.Predisida, berasal dari kata Yunani praeda berarti pemangsa, berfungsi
sebagai pembunuh predator
15.Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere berarti pengerat, berfungsi untuk
membunuh binatang pengerat, seperti tikus. Contohnya Diphacin 110, Klerat
RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.
16.Silvisida, berasal dari kata Lain silva berarti hutan, berfungsi untuk
membunuh hutan atau pembersih pohon.
17.Termisida, berasal dari kata Yunani termes artinya serangga pelubang kayu,
berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, chlordane
960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 20 EC, Difusol CB.
Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida juga, namun namanya
tidak memakai akhiran sida.
1. Atraktan, zat yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik,
sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkap dalam
diekskresi oleh sejenis serangga dengan maksud untuk menarik jenis
lawannya).
2. Kemosterilan, Zat yang berfungsi untuk menstrerilkan serangga atau
vertebrata. Contohnya Ornitrol yang digunakan untuk mensterilkan burung
dara, Afolate penstreril lalat rumah
3. Defoliant, zat yang digunakan untuk menggugurkan daun supaya
memudahkan panen (seperti pada tanaman kapas). Contohnya Asam Arsenik,
Folex, DEF.
4. Desikan, Zat untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman. Contohnya
Asam Arsenik.
5. Desinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan
mikroorganisme. Contohnya Triklorofenol, Sodiumbisulfat.
6. Zat Pengatur Tumbuh, zat yang bis memperlambat, menghentikan atau
mempercepat pertumbhan tanaman. Contohnya Gibbrellin, Ethrel, Phosphon.
7. Repellen, zat yangberfungsi sebagai penolak atau penghalau hama.
Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereh untuk penolak nyamuk,
Avitrol untuk penolak burung.
8. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk menstrilkan tanah dari jasad renik
atau biji gulma. Contohnya Ammoniumtiasianate, Metil bromida.
9. Desinfestan, zat untuk membasmi hama,tungro, gulma, tikus, dan organisme
bersel banyak lainnya.
10.Pengawet kayu, zat yang digunakan untuk pengawet kayu. Contohnya Penta
11.Stiker, Zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap
angin dan hujan. Contohnya Teepol, Adjuvan T
12.Surfaktan dan agen penyebar, zat untu meratakan pestisida pada permukaan
daun. Contohnya Triton dan Surfinol
13.Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas. Contohnya
Phosphon.
14.Stimulan tanaman, zat untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan
terjadinya buah. Contoh Atonik, Ethrel.
2.2.3 Waktu Aplikasi Herbisida
Herbisida pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua atau tiga kelompok
sebagai berikut:
1. Herbisida pra-tumbuh (pre-emergence herbicides), yakni herbisida yang
diaplikasikan sebelum gulmanya tumbuh
2. Herbisida pasca-tumbuh (post-emergence herbicides), yakni herbisida yang
diaplikasikan sesudah gulma tumbuh
3. Herbisida pasca tumbuh awal (early post emergence) yang diaplikasikan
sebelum gulma tumbuh hingga awal pertumbuhan gulma (gulma berdaun 3-4
helai)
Dilihat dari tanaman pokoknya, saat aplikasi herbisida ada bermacam-macam
pula, antara lain sebagai berikut:
1. Disebut aplikasi pra-tanam (pre-planting) apabila herbisida diaplikasikan
sebelum penanaman dilakukan. Herbisida yang digunakan dapat herbisida
pra-tumbuh (bila saat aplikasi itu gulma belum tumbuh), atau herbisisda
2. Aplikasi pasca-tanam (post-planting) apabila herbisida diaplikasikan di lahan
yang sudah ada tanamannya. Herbisida yang digunakan bisa herbisida
pra-tumbuh (bila gulma belum pra-tumbuh) atau herbisida pasca pra-tumbuh (bila sudah
ada gulmanya).
1. Saat aplikasi herbisida pra-tumbuh
Herbisida pra-tumbuh umumnya dgunakan untuk tanaman semusim yang ditanam
dari benih langsung (misalnya jagung, kedelai, sorghum, kacang tanah, dsb).
Herbisida tersebut umumnya diaplikasikan sesudah benih ditanam, tetapi jangan
ditunggu hingga benih tersebut tumbuh. Herbisida yang digunakan haruslah
herbisida yang selektif bagi tanaman bersangkutan, misalnya atrazin dan ametrin
untuk jagung, tebu, sorghum; ametrin untuk kedelai, dsb. Herbisida ini sering juga
diaplikasikan bersama-sama saat tanam. Hal ini banyak dilakukan bila penanaman
benih dilakukan secara mekanis dengan mesin tanam (planter) yang dilengkapi
dengan alat penyemprot herbisida. Dengan demikian operasi penanaman dan
aplikasi herbisida dapat disatukan untuk menghemat. Untuk herbisida pra-tumbuh
yang benar-benar selektif terhadap tanaman pokoknya, aplikasi juga dapat ditunda
hingga 1-2 hari sesudah benih tumbuh. Herbisida pra-tumbuh sebenarnya juga
dapat diaplikasikan sebelum tanam, tetapi sesudah pengolahan tanah selesai. Hal
ini hanya dilakukan untuk herbisida, pra tumbuh tertentu dan jarang sekali yang
memerlukan jangka waktu tertentu sebelum tanaman pokok “aman” (safe) untuk
ditanam. Umumnya, herbisida yang digunakan adalah herbisisda soil acting yang
tidak selektif terhadap tanaman pokok.
Herbisida pra-tumbuh ada kalanya harus diaplikasikan sesudah tanaman
yang early post emergence harus diaplikasikan pada benih padi yang
dipindah-tanamnkan. Untuk keperluan ini, harus digunakan herbisida yang benar-benar
selektif untuk padi dan harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan
rekomendasinya. Kesalahan menentukan saat aplikasi dapat mengakibatkan
keracunan pada tanaman pokok atau herbisida tidak bekerja efektif. Aplikasi
semacam ini juga dapat dilakukan pada tanaman lain yang ditanam dari stek (ubi
kayu, tebu) atau bibit (pisang, nanas, kelapa sawit, karet, dsb.). Pada
pertanamanan ubi kayu atau tanaman lain yang ditanam dari stek berkayu,
seringkali herbisida yang tidak selektif juga dapat digunaka, asal stek belum
tumbuh.
2. Saat aplikasi herbisida pascatumbuh
Lahan kadang-kadang perlu dibersihkan dari vegetasi yang ada sebelum diolah
untuk mengurangi biaya tenaga kerja, misalnya pada pembukaan lahan baru yang
sebelumnya didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). Untuk itu dapat
diaplikasikan pra-tanam dengan menggunakan herbisida nonselektif (baik yang
kontak maupun yang translocated). Urutan pekerjaannya adalah penyemprotan
herbisida pengolahan tanah tanam.
Benih tanaman pokok dapat ditanam langsung pada lahan yang masih
ditumbuhi gulma atau vegetas lain (disebut sod planting), misalnya pada
penanaman tanpa oleh tanah (TOT, zero tillage, no till cropping). Sesudah benih
ditanam, kemudian diikuti dengan dengan penyemprotan herbisida. Bila yang
digunakan herbisida nonselektif, penyemprotan harus dilakukan sebelum benih
tumbuh. Pada sistem relay cropping benih tanaman pokok kedua ditanaman
Sesudah tanaman pertama dipanen, lahan disemprot dengan herbisida yang
selektif terhadap tanaman kedua.
Herbisida pasca-tumbuh juga dapat disemprotkan di lahan yang sudah ada
tanamannya, misalnya pengendalian gulma di perkebunan. Tanaman perkebunan
yang sudah cukup umur dan sudah berkayu, umumnya cukup toleran terhadap
berbagai jenis herbisida pra-tumbuh, bahkan yang nonselektif sekalipun. Akan
tetapi, penggunaan herbisisda pada tanaman semusim harus yang selektif. Bila
terpaksa menggunakan herbisida yang nonselektif, mungkin perlu menggunakan
teknik dan alat khusus, misalnya penyemprotan terarah (directed spray), kalau
perlu dengan menggunakan pelindung semprotan (spray shield). Herbisida
pasca-tumbuh umumnya digunakan pada lahan terbuka (non-pertanian), seperti pinggir
jalan raya, jalur rel kereta api. Sekitar gedung, empalasemen, dsb. Karena tidak
harus mempertimbangkan tanaman pokoknya, maka penyemprotan dapat
dilakukan kapan saja, asalkan cuaca mengijinkan.
2.2.4 Waktu Aplikasi Insektisida
Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk
mengaplikasikan pestisida. Waktu aplikasi tersebut merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan efektifitas pestisida yang diaplikasikan. Jika dikaitkan
dengan tahap perkembangan hama, maka dikenal waktu aplikasi insektisida,
yaitu: aplikasi preventif, kuratif, sistem kalender dan aplikasi berdasar ambang
kendali atau ambang ekonomi.
1. Aplikasi Preventif
Adalah aplikasi insektisida yang dilakukan sebelum ada serangan hama dengan
tidak sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (prinsip no pest no spray).
Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, aplikasi preventif seringkali perlu dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Perlakuan benih (seed treatment) dengan insektisida untuk menanggulangi
hama yang menyerang benih stadia perkecambahan atau tanaman muda.
Aplikasi preventif dengan cara perawatan benih merupakan cara aplikasi
preventif yang terbaik, baik dipandang dari segi keselamatan lingkungan
maupun dari segi ekonomi.
b. Penaburan insektisida butiran diseluruh kebun (broad casting) ataupun hanya
pada lubang-lubang tanam saja (localized application). Dipandang dari sudut
keselamatan lingkungan, aplikasi pada lubang tanam (localized placement)
lebih baik dari pada ditabur diseluruh kebun.
c. Pencelupan (dipping) benih tanaman (termasuk stek) ke dalam larutan
insektisida untuk mencegah serangan hama yang terbawa oleh bibit.
d. Penyemprotan dengan insektisida, bila diketahui bahwa tanpa penyemprotan
preventif hama tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar dan cara lain
untuk melindungi tanaman belum atau tidak diketahui.
2. Aplikasi dengan sistem kalender
Aplikasi sistem kalender atau aplikasi berjadwal, tetap banyak dilakukan oleh
petani, misalnya seminggu sekali atau bahkan seminggu dua kali. Dengan aplikasi
semacam ini, jumlah aplikasi permusim menjadi sangat banyak. Para petani
bawang dan cabai di Brebes dan sekitarnya, misalnya menyemprot tidak kurang
dari 20 kali permusim untuk tanaman bawang merah dan sampai 35 kali
banyak petani yang melakukan penyemprotan pestisida dengan sistem kalender
untuk tanaman kentang. Pada penyemprotan dengan sistem kalender, insektisida
dan fungisida umumnya digunakan bersama-sama. Penyemprotan dengan sistem
kalender sebenarnya merupakan salah satu dari aplikasi preventif, bersifat
untung-untungan (hama belum tentu datang), cenderung boros (karena tidak ada hamapun
disemprot), beresiko besar (bagi pengguna, konsumen dan lingkungan), dan
“Tidak dianjurkan dalam pengendalian hama terpadu”.
3. Aplikasi Kuratif
Aplikasi kuratif adalah kebalikan dari aplikasi preventif. Aplikasi ini (termasuk
aplikasi eradikatif) dilakukan sesudah ada serangan hama dengan maksud untuk
menghentikan serang hama atau menurunkan populasi hama tersebut. Aplikasi
kuratif banyak dilakukan dengan cara penyemprotan (termasuk mist blowing),
fogging, fumigasi, injeksi, dan sebagainya.
4. Aplikasi berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekonomi
Penentuan waktu aplikasi berdasarkan ambang ekonomi atau ambang
pengendalian meruapakan salah satu variasi dari aplikasi insektisida secara kuratif
dan merupakan cara yang dianjurkan dalam pengendalian
hama terpadu. Konsep pengendalian hama terpadu, pengendalian secara kimiawi
dilakukan apabila populasi hama atau kerusakan karena hama sudah mencapai
tingkat atau ambang tertentu. Pemikiran ini didasarkan pada
kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
a. Pertanaman yang 100% mulus tanpa kerusakan oleh hama pada kenyataannya
kerusakan, asalkan kerusakan itu secara ekonomi tidak mendatang kerugian
yang banyak.
b. Pada tingkat kerusakan rendah, biaya pengendalian kimiawi dapat menjadi
lebih mahal dibandingkan dengan kerugian karena kerusakan itu sendiri. Oleh
karena itu, pengendalian sebaiknya hanya dilakukan bila biaya pengendalian
lebih rendah dari pada tambahan hasil yang akan diperoleh.
c. Setiap hama memilki daya rusak yang berbeda-beda. Ada hama yang
mempunyai potensi merusak sangat besar dan ada pula hama yang potensi
merusaknya tidak terlalu besar. Disamping itu, ada juga yang disebut hama
utama, hama sekunder, hama potensi dan hama migran .Dalam pengendalian
hama, kita harus berkonsentrasi pada hama-hama yang daya rusaknya besar,
terutama hama-hama utama.
d. Di lahan pertanian banyak organisme (serangga) lain yang tidak merugikan
tanaman, bahkan beberapa diantaranya menguntungkan petani. Bila kita
melakukan penyemprotan secara sembarangan, maka organisme non target
dapat ikut terbunuh.
e. Penggunaan pestisida secra sembarangan, kecuali pemborosan, dapat
menimbulkan efek buruk bagi pengguna, konsumen dan lingkungan.
Salah satu syarat untuk suksesnya pengendalian hama terpadu adalah pengamatan
pertanaman secara berkala, misalnya seminggu sekali. Tanaman dalam satu
hamparan tidak perlu semuanya diamati, tetapi cukup diambil sempelnya saja.
Apabila penyemprotan harus dilakukan, hendaknya pestisida yang dipilih harus
sesuai dengan hama tersebut. Bila dalam contoh tersebut didapati kurang dari
insektisida dan fungisida berdasarkan pengendalian sistem PHT adalah untuk
menekan populasi hama atau tingkat kerusakan karena hama dan penyakit, agar
tetap berada di bawah ambang pengendalian atau ambang ekonomi. Itulah
sebabnya, konsep PHT adalah mengendalikan hama dan penyakit, bukan
membrantas. Adanya hama dan penyakit dapat diterima sejauh populasi atau
tingkat kerusakannya tidak melampaui ambang ekonomi atau ambang
pengendalian. Dengan kata lain, secara ekonomi serangan hama dan penyakit
tersebut tidak merugikan. Ambang pengendalian atau ambang ekonomi bukan
suatu statis. Ambang ekonomi yang ideal harus memperhitungkan berbagai faktor,
misalnya ongkos produksi, harga jual komoditi, harga pestisida, musim, biaya,
tenaga kerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, ambang ekonomi yang ideal dapat
berbeda dari satu tempat ketempat lain, dari satu tahun ke tahun yang lain, bahkan
dari musim ke musim yang lain.
2.2.5 Kaidah penggunaan pestisida
Pengertian yang menarik tentang pestisida menyatakan bahwa pestisida
adalah racun ekonomis. Jadi pestisida adalah racun yang mempunyai sifat
ekonomis, penggunaan pestisida dapat memberikan keuntungan, tetapi juga dapat
mengakibatkan kerugian. Pengalaman menunjukan bahwa penggunaan pestisida
sebagai racun, sebenarnya lebih merugikan dibanding menguntungkan, yaitu
dengan munculnya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida
tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir, apabila belum
b. Apabila terpaksa menggunakan pestisida, maka gunakan pestisida yang
mempunyai daya racun rendah dan bersifat selektif.
c. Apabila terpaksa menggunakan Pestisida, lakukan secara bijaksana.
Penggunaan pestisida secara bijaksana adalah penggunaan pestisida yang
memperhatikan prinsip 5 (lima) tepat, yaitu :
1. Tepat sasaran
Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, sebaiknya
tentukan pula unsur-unsur abiotis dan biotis lainnya.
2. Tepat jenis
Setelah diketahui hasil analisis agro ekosistem, maka dapat ditentukan pula jenis
pestisida apa yang harus digunakan, misalnya : untuk hama serangga gunakan
insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida. Pilihlah pestisida yang paling tepat
diantara sekian banyak pilihan, misalnya : untuk pengendalian hama ulat grayak
pada tanaman kedelai. Berdasarkan Izin dari Menteri Pertanian tersedia ±150
nama dagang insektisida. Jangan menggunakan pestisida tidak berlabel, kecuali
pestisida botani racikan sendiri yang dibuat berdasarkan anjuran yang ditetapkan
sesuai pilihan tersebut dengan alat aplikasi yang dimilki atau akan dimilki.
3. Tepat waktu
Waktu pengendalian yang paling tepat harus di tentukan berdasarkan :
a. Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya stadium
larva instar I, II, dan III.
b. Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi
c. Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada
saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik.
d. Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
4. Tepat dosis / konsentrasi
Gunakan konsentrasi/dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri
Pertanian. Untuk itu bacalah label kemasan pestisida. Jangan melakukan aplikasi
pestisida dengan konsentrasi dan dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan
anjuran, karena dapat menimbulkan dampak negatif.
5. Tepat cara
Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida
dan anjuran yang ditetapkan. Memperhatikan bahwa pestisida
dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan, maka
penggunaan pestisida harus dilaksanakan secara bijaksana dengan mentaati
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip penggunaan pestisida
secara bijaksana adalah sebagai berikut :
a. Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
1. Pestisida digunakan sebagai alternatif terakhir.
Penggunaan pestisida kimia hendaknya digunakan sebagai pilihan terakhir,
apabila alternatif-alternatif pengendalian lain yang digunakan tidak berhasil. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menghindari/mengurangi pencemaran terhadap
lingkungan dan mengurangi residu.
2. Pengendalian hama dengan pestisida dilakukan berdasarkan nilai ambang
Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian
atau ambang ekonomi dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu/SLPHT.
b. Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan menteri pertanian.
Tidak dibenarkan menggunakan pestisida yang tidak terdaftar dan tidak
mendapat ijin menteri pertanian, karena tidak diketahui kebenaran mutu dan
efektivitasnya serta keamanannya bagi lingkungan.
c. Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi dan jenis organisme
sasaran yang diijinkan.
Pemberian ijin pestisida dilakukan berdasarkan terpenuhinya persyaratan kriteria
teknis yang meliputi pengujian fisiko-kimia, pengujian efikasi dan pengujian
toksisitas. Dengan demikian penggunaan pestisida harus sesuai dengan jenis
komoditi dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.
d. Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada label.
Efektivitas penggunaan Pestisida diperoleh melalui penggunaan dosis yang tepat.
Ketidaktaatan dalam menggunakan dosis pestisida dapat menyebabkan resistensi
yang akan semakin merugikan petani.
e. Memperhatikan kaidah – kaidah keselamatan dan keamanan penggunaan
pestisida
Menyadari bahwa pestisida adalah bahan kimia beracun, maka penggunaannya
harus dilakukan secara hati-hati sesuai ketentuan yang dianjurkan, seperti
2.2.6 Penyebab keracunan dan tindakan pencegahan
Kasus keracunan pestisida dikalangan pengguna atau petani pada
umumnya terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1. Pengguna/petani tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada
umumnya.
2. Pengguna/petani tidak memiliki informasi tentang pestisida, risiko
penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi pestisida yang benar dan bijaksana.
Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna seringkali tidak
mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Banyak
pengguna/petani yang tidak memperdulikan atau menganggap enteng resiko yang
mungkin timbul dari pestisida. Keracunan pestisida, terutama keracunan
kronis,tidak terasa dan akibatnya sering sulit diramalkan. Karena itu kebanyakan
petani mengatakan bahwa mereka sudah sekian belas tahun mengaplikasikan
pestisida dengan cara mereka dan mereka tidak merasa terganggu.Anggapan
(attitude) petani terhadap yang demikian itu harus dirubah,walaupun sulit. Untuk
menekan resiko dan menghindari dampak negatif penggunaan pestisida bagi
pengguna/ petani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut :
1. Peraturan perundangan
Banyak peraturan yang mengatur pestisida, termasuk penggunaannya serta
tindakan keselamatan yang harus diambil. Perlu disosialisasikan agar peraturan
tersebut dapat dilaksanakan dan ditaati dengan penuh kesadaran.
2. Pendidikan dan latihan
Pengguna pestisida perlu dibekali informasi yang memadai tentang seluk-beluk
semacam itu dapat disisipkan, misalnya, melalui Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu (SLPHT) atau pada penyuluhan-penyuluhan
pertanian.
3. Peringatan bahaya
Setiap kemasan pestisida/ brosur yang menyertainya selalu memuat petunjuk yang
harus dipenuhi oleh pengguna. Pengguna disarankan untuk selalu membaca label
atau petunjuk penggunaan sebelum menggunakan pestisida. Pengguna
diharapkan juga mempelajari piktogram (tanda-tanda gambar) yang terdapat pada
kemasan pestisida atau pada brosur/ leaflet Pestisida.
4. Penyimpanan pestisida
Pestisida sebaiknya disimpan ditempat khusus dan aman bagi siapapun, terutama
anak-anak. Tempat untuk menyimpan pestisida harus terkunci dan tidak mudah
dijangkau oleh anak-anak atau bahkan oleh hewan peliharaan. Pestisida harus
disimpan di wadah aslinya, bila diganti wadah, harus diberi tanda (nama) yang
besar dan jelas pada wadah tersebut dan peringatan tanda bahaya; misalnya,
AWAS RACUN (PESTISIDA BERBAHAYA!). Untuk tempat atau gudang
penyimpanan pestisida yang besar (misalnya, gudang pestisida suatu usaha tani
atau perkebunan), wadah-wadah (kaleng-kaleng). Pestisida harus diatur/ disusun
sesuai dengan kelompoknya, misalnya insektisida, fungisida, dan herbisida.
Gudang penyimpanan pestisida harus berventilasi baik, bila perlu dilengkapi
dengan kipas untuk mengeluarkan udara (exhaust fan).Di gudang penyimpanan
pestisida harus disediakan pasir atau serbuk gergaji untuk membersihkan atau
menyerap pestisida bila ada yang tumpah. Siapkan pula sapu dan wadah kosong
5. Tempat kerja.
Tempat kerja untuk mencampur pestisida harus bersih, terang, dan berventilasi
baik. Pencampuran pestisida harus dilakukan di luar ruangan. Sediakan pasir atau
serbuk gergaji dan air di dekat tempat kerja. Pasir atau serbuk gergaji tersebut
berguna untuk menyerap atau membersihkan pestisida yang tumpah dan air
digunakan untuk mencuci tangan bila terkena pestisida.
6. Kondisi kesehatan pengguna
Pengguna/ petani yang kondisi badannya tidak/ kurang sehat dan atau belum
makan/ perut kosong (lapar), jangan bekerja dengan pestisida. Namun, badan
yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan
pestisida, tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk
keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan. Anak-anak di bawah umur
jangan pernah diizinkan bekerja dengan pestisida.
7. Penggunaan pakaian dan peralatan pelindung
Pakaian dan/ atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu
aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur, mencuci peralatan aplikasi dan sesudah
aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh : ada banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana
cukup terdidi atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat
dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja sebaiknya
tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan untuk
b. Semacam celemek (apron).
Yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Apron terutama harus digunakan
ketika menyemprot tanaman yang tinggi.
c. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama ketika menyemprot
tanaman yang tinggi
d. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau
sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
e. Pelindung mata, misalnya kacamata, goggle, face shield.
f. Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air.
g. Sepatu bot untuk menyemprot di lahan basah (sawah), memang agak
menyulitkan, tetapi untuk aplikasi dilahan kering perlu digunakan. Ketika
mengguna sepatu bot, ujung celana panjang jangan dimasukkan ke dalam
sepatu, tetapi ujung celana harus mengikuti sepatu bot.
2.2.7 Prosedur penggunaan pestisida
Persyaratan dan tata cara penggunaan pestisida dilapangan melalui
beberapa tahapan, sebagai berikut :
1. Persiapan
Sebelum melaksanakan aplikasi pestisida perlu adanya langkah-langkah
persiapan, antara lain :
a. Menyiapkan bahan-bahan, seperti pestisida yang akan digunakan (harus
terdaftar), fisiknya memenuhi syarat (layak pakai), sesuai jenis dan
keperluannya, dan peralatan yang sesuai dengan cara yang akan digunakan
1. Belilah pestisida dengan merek terdaftar dan periksa izin kadaluarsa
penggunaannya.
2. Belilah pestisida dengan kemasan yang baik dan tidak rusak
b. Menyiapkan perlengkapan keamanan atau pakaian pelindung, seperti sarung
tangan, masker, topi, dan sepatu kebun.
c. Memeriksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya, untuk mengetahui apakah ada
kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi
pestisida.
d. Memeriksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, jangan menggunakan alat
semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi
kebocoran.
e. Waktu mencampur dan menggunakan pestisida sebaiknya jangan langsung
memasukkan pestisida kedalam tangki. Siapkan ember dan isi air secukupnya
terlebih dahulu, kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan takaran-takaran
yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian larutan tersebut
dimasukkan kedalam tangki dan tambahkan air secukupnya.
2. Kalibrasi
Untuk memperoleh hasil aplikasi yang optimal, maka alat aplikasi
pestisida harus dikalibrasi agar dosis yang kita capai sesuai dengan anjuran.
Langkah-langkah kalibrasi alat aplikasi pestisida (cair), sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat aplikasi dalam kondisi baik ember berukuran sedang, gelas
b. Memasukan air kedalam tangki ±¾ dari kapasitas tangki. Kemudian, setelah
tangki tertutup, alat aplikasi diberi tekanan atau dipompa sampai mencapai
tekanan yang dianjurkan.
c. Selanjutnya air dari dalam tangki, disemprotkan ke dalam ember (hindari agar
air jangan sampai ada yang keluar dari ember) selama beberapa menit. Lalu
air dari ember ditakar dengan gelas ukur. Dengan demikian diketahui waktu
yang diperlukan untuk mengeluarkan cairan/ droplet dalam volume yang
sudah terukur.
d. Untuk mengatur kecepatan jalan pada saat aplikasi pestisida di lapangan
dihitung dengan menggunakan data tersebut di atas (misal volume cair yang
terukur 10 liter dalam waktu 10 menit), maka waktu aplikasi yang diperlukan
perhektar (misal volume larutan yang diperlukan adalah volume tinggi sekitar
500 liter/ hektar atau disebut volume tinggi) adalah : 500/10X10 menit = 500
menit. Dengan demikian luas area yang dapat disemprot per menit adalah :
10.000/500 =20 m² /menit. Hal ini dapat dipraktekkan dengan membuat suatu
area yang terukur (misal 4 m X 5 m) dan dibatasi dengan tali rapia, lalu
dilaksanakan penyemprotan berulang-ulang sampai diperoleh kecepatan
berjalan untuk aplikasi seluas 20 m², menghabiskan 1 (satu) liter dalamwaktu
1 (satu) menit.
3. Ketentuan Aplikasi
Selama pelaksanaan aplikasi di lapangan, hal-hal yang perlu diperhatikan
sebagai berikut :
a. Pada waktu aplikasi pestisida, operator pelaksana atau petani harus memakai
panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/ sapu tangan bersih untuk menutup
hidung dan mulut selama aplikasi.
b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya
angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi pestisida. Aplikasi
sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.
c. Selama aplikasi pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.
d. Satu orang operator/ petani hendaknya tidak melakukan aplikasi
penyemprotan pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari
e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia
dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.
f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.
4. Pembuangan sisa
Setelah melaksanakan aplikasi pestisida, beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain adalah :
a. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/ disimpan terus
di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat
atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada tanaman
sampai habis. Tidak membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat,
karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
b. Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin
sebelum disimpan. Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari
dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur serta jauhkan dari
1. Cuci peralatan dan perlengkapan kerja terpisah dari tempat makanan,
dapur dan pakaian lainnya .
2. Tidak membuang wadah bekas pestisida dan bekas penggunaannya pada
tempat terbuka dan mudah terkontaminasi.
c. Air bekas cucian tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air
dan lingkungan perairan lainnya.
d. Memusnahkan / membakar kantong / wadah bekas pestisida atau bekas
mencampur benih dengan pestisida, atau dengan cara menguburnya ke dalam
tanah di tempat yang aman . Setelah selesai bekerja dengan pestisida, segera
cuci atau mandi dengan air bersih dan gunakan sabun