• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku telah menjadi suatu bidang yang amat luas cakupannya. Hampir

semua aktivitas manusia tidak terlepas dari perilaku dalam berbagai cara apakah

itu secara verbal, tulisan, gestural, dan bentuk perilaku lainnya. Perilaku manusia

pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Misalnya

berjalan, berbicara, berpakaian, bereaksi, berpikir ataupun emosi dan lain-lain.

Perilaku mempunyai arti konkrit dari pada jiwa. Karakteristik perilaku ada

yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat

diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Sedangkan perilaku

tertutup ialah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat

atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, takut. (purwanto, 1998)

Dilihat dari Segi Biologis, Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis,

semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan hewan, dan manusia berperilaku,

karena punya aktivitas masing-masing. Perilaku (manusia) adalah semua tindakan

atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar.

Dilihat dari segi psikologis menurut Skinner (1938), perilaku merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Pengertian

(2)

membedakan respons menjadi dua jenis, yaitu respon-dent response (reflexive)

dan respondent response (reflexive).

Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau

perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah

keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil

bersama antara faktor internal dan eksternal.

2.1.2 Pengetahuan (Knowledge)

Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoadmodjo (2003), membagi

perilaku manusia dalam tiga domain (ranahkawasan), yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor. Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara, perilaku manusia terdiri

atas Cipta (kognisi), Rasa (emosi) dan Karsa (konasi). Urutan pembentukan

perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif.

Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan,

selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang

diketahuinya. Pada akhirnya setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya,

timbul respons berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor).

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan

indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan

memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan

dalam berperilaku. Menurut Rogers (1974) bahwa individu akan malakukan

perubahan perilaku dengan mengadopsi perilaku dengan tahapan-tahapan antara

lain; individu mulai menyadari adanya stimulus, individu mulai tertarik dengan

(3)

berpikir, dan mempertimbangkan, individu mulai mencoba perilaku baru, individu

menggunakan perilaku baru. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa

bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan

penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap

obyek terjadi mulai panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh

faktor penddikan formal. Pengetahun sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi makan

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini

mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari

pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh dari non formal.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

(4)

Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahani berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan

meramalkan.

c. Aplikasi/penerapan (application)

Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam kontes atau situsi

nyata.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam

bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,

dan mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian

di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun

(5)

merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori

atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan

kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu

a. Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB

Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.

2. Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarga.

3. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

b. Faktor Eksternal

(6)

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.

2.1.3 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu

untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat

pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat, 1983)

Menurut Sarwono (1997), sikap merupakan kecenderungan merespons

(secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung

suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif

(pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).

Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial. Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo (2003), sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan

suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan

untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

(7)

Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan

sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan

dengan sikapnya (Sarwono, 1997). Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan

pola-pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola-pola-pola cara

berpikir ini memengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting dalam

hidup (Koentjaranigrat, 1983).

Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak. Azwar (1995)

menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi

rasa suka dan tidak suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang,

kelompok, dan kebijaksanaan sosial (Atkinson dkk, 1993) dalam Azwar (1995)

menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi

evaluasi yang banyak menetukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan

tindakan sering kali jauh berbeda.

Menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003), komponen pokok

sikap meliputi hal-hal berikut,

1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen tersebut, secara bersama-sama membentuk total attitude. Dalam

hal ini, determinan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi.

Menurut Azwar (1995), sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur

(8)

Komponen kognitif (cognitive). Disebut juga komponen perceptual, yang

berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek

sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran,

pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. Sebagai

contoh, seseorang tahu kesehatan itu sangat berharga jika menyadari sakit dan

terasa nikmatnya sehat.

Komponen afektif (komponen emosional). Komponen ini menunjukkan

dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif

(rasa senang) mupun negatif (rasa tidak senang). Komponen konatif (komponen

perilaku). Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan bertindak

terhadap objek sikap yang dihadapinya (misalnya, para lulusan SMU banyak

memilih melanjutkan ke Politeknik Kesehatan karena setelah lulus menjadikan

pekerjaan yang jelas).

Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi,

yakni menerima, merespons, menghargai, dan bertanggung jawab.

a. Menerima (receiving)

Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/objek

(misalnya, sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap

ceramah-ceramah gizi).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang

diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti

individu menerima ide tersebut.

(9)

Pada tingkat ini, individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah

d. Bertanggung jawab (responsible)

Merupakan sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab

terhadap sesuatu yang telah dipilih , meskipun mendapat tantangan dari keluarga.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak

langsung.

Sifat sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri

Purwanto, 1998). Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan

untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentu

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, indvidu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap

berbagai masalah.

(10)

Dalam pemberitaan komunikasi, berita yang disampaikan secara obyektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego (Azwar, 2005)

2.1.4. Tindakan atau praktik

Tingkat praktik meliputi persepsi, respons terpimpin , mekanisme dan

adopsi, yaitu

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil merupakan praktik tingkat pertama (misalnya, seorang ibu memilih

makanan bergizi bagi anak balitanya).

b. Respon terpimpin (guided response)

Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau

(11)

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik.

Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut (misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi

berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana).

2.2 Pestisida

2.2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau

mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest = hama dan

cida = pembunuh, jadi artinya pembunuh hama. (Sudarno,1988)

Menurut peraturan pemerintah no. 7 Tahun 1973, defenisi pestisida adalah

semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan

untuk:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian,

2. Memberantas rerumputan,

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan,

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan dan

ternak,

5. Memberantas atau mencegah hama-hama air,

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

(12)

7. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan

tanaman, tanah dan air.

Menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act,

pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas

atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan,

gulma, virus, bakteri, jasad renik, yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau

jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau

campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur pertumbuhan

tanaman atau pengering tanaman.

Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang

tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk

melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak

memberikan manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang

pertanian (pangan, perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil

pertanian, kehutanan (tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga

dan penyehatan lingkungan, pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain

2.2.2 Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran

Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasar

fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut:

1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau

atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk

(13)

2. Algisida, berasal dari kata alga bahasa Latinnya berarti ganggang laut,

berfungsi untuk membunuh alge. Contohnya Dimanin,

3. Avisida, berasal dari kata avis bahasa Latinnya berarti burung, fungsinya

sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung

kakatua.

4. Bakterisida, berasal dari kata Latin bacterium atau kata Yuani bakron,

berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin,

Tetracycline, Trichlorophenol Streptomycin.

5. Fungisida, berasal dari kata Latin fungus atau kata Yunani spongos yang

artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat

bersifat fungitoksik (membunuh cendawan). Contohnya Benlate, Dithane

M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dmatan 50 WP.

6. Herbisida, berasal dari kata Latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi

untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85

SP, Esteron 45 P.

7. Insektisida, berasal dari kata Latin insectum artinya potongan, keratan segmen

tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide

650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.

8. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi untuk membunuh ulat

(larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide)

9. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus artinya berselubung tipis

atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP,

(14)

10.Nematisida, berasal dari kata Latin nematoda atau bahasa Yunani nema

berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur,

Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.

11.Ovisida, berasal dari kata Latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak

telur.

12.Pedukulisida, berasal dari kata Latin pedis berarti kuku, tuma, berfungsi

untuk membunuh kutu atau tuma.

13.Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis berarti ikan, berfungsi untuk

membunuh ikan. Contohnya Squoxin untuk Cyprinidae, Chemish 5 EC,

14.Predisida, berasal dari kata Yunani praeda berarti pemangsa, berfungsi

sebagai pembunuh predator

15.Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere berarti pengerat, berfungsi untuk

membunuh binatang pengerat, seperti tikus. Contohnya Diphacin 110, Klerat

RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.

16.Silvisida, berasal dari kata Lain silva berarti hutan, berfungsi untuk

membunuh hutan atau pembersih pohon.

17.Termisida, berasal dari kata Yunani termes artinya serangga pelubang kayu,

berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, chlordane

960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 20 EC, Difusol CB.

Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida juga, namun namanya

tidak memakai akhiran sida.

1. Atraktan, zat yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik,

sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkap dalam

(15)

diekskresi oleh sejenis serangga dengan maksud untuk menarik jenis

lawannya).

2. Kemosterilan, Zat yang berfungsi untuk menstrerilkan serangga atau

vertebrata. Contohnya Ornitrol yang digunakan untuk mensterilkan burung

dara, Afolate penstreril lalat rumah

3. Defoliant, zat yang digunakan untuk menggugurkan daun supaya

memudahkan panen (seperti pada tanaman kapas). Contohnya Asam Arsenik,

Folex, DEF.

4. Desikan, Zat untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman. Contohnya

Asam Arsenik.

5. Desinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan

mikroorganisme. Contohnya Triklorofenol, Sodiumbisulfat.

6. Zat Pengatur Tumbuh, zat yang bis memperlambat, menghentikan atau

mempercepat pertumbhan tanaman. Contohnya Gibbrellin, Ethrel, Phosphon.

7. Repellen, zat yangberfungsi sebagai penolak atau penghalau hama.

Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereh untuk penolak nyamuk,

Avitrol untuk penolak burung.

8. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk menstrilkan tanah dari jasad renik

atau biji gulma. Contohnya Ammoniumtiasianate, Metil bromida.

9. Desinfestan, zat untuk membasmi hama,tungro, gulma, tikus, dan organisme

bersel banyak lainnya.

10.Pengawet kayu, zat yang digunakan untuk pengawet kayu. Contohnya Penta

(16)

11.Stiker, Zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap

angin dan hujan. Contohnya Teepol, Adjuvan T

12.Surfaktan dan agen penyebar, zat untu meratakan pestisida pada permukaan

daun. Contohnya Triton dan Surfinol

13.Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas. Contohnya

Phosphon.

14.Stimulan tanaman, zat untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan

terjadinya buah. Contoh Atonik, Ethrel.

2.2.3 Waktu Aplikasi Herbisida

Herbisida pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua atau tiga kelompok

sebagai berikut:

1. Herbisida pra-tumbuh (pre-emergence herbicides), yakni herbisida yang

diaplikasikan sebelum gulmanya tumbuh

2. Herbisida pasca-tumbuh (post-emergence herbicides), yakni herbisida yang

diaplikasikan sesudah gulma tumbuh

3. Herbisida pasca tumbuh awal (early post emergence) yang diaplikasikan

sebelum gulma tumbuh hingga awal pertumbuhan gulma (gulma berdaun 3-4

helai)

Dilihat dari tanaman pokoknya, saat aplikasi herbisida ada bermacam-macam

pula, antara lain sebagai berikut:

1. Disebut aplikasi pra-tanam (pre-planting) apabila herbisida diaplikasikan

sebelum penanaman dilakukan. Herbisida yang digunakan dapat herbisida

pra-tumbuh (bila saat aplikasi itu gulma belum tumbuh), atau herbisisda

(17)

2. Aplikasi pasca-tanam (post-planting) apabila herbisida diaplikasikan di lahan

yang sudah ada tanamannya. Herbisida yang digunakan bisa herbisida

pra-tumbuh (bila gulma belum pra-tumbuh) atau herbisida pasca pra-tumbuh (bila sudah

ada gulmanya).

1. Saat aplikasi herbisida pra-tumbuh

Herbisida pra-tumbuh umumnya dgunakan untuk tanaman semusim yang ditanam

dari benih langsung (misalnya jagung, kedelai, sorghum, kacang tanah, dsb).

Herbisida tersebut umumnya diaplikasikan sesudah benih ditanam, tetapi jangan

ditunggu hingga benih tersebut tumbuh. Herbisida yang digunakan haruslah

herbisida yang selektif bagi tanaman bersangkutan, misalnya atrazin dan ametrin

untuk jagung, tebu, sorghum; ametrin untuk kedelai, dsb. Herbisida ini sering juga

diaplikasikan bersama-sama saat tanam. Hal ini banyak dilakukan bila penanaman

benih dilakukan secara mekanis dengan mesin tanam (planter) yang dilengkapi

dengan alat penyemprot herbisida. Dengan demikian operasi penanaman dan

aplikasi herbisida dapat disatukan untuk menghemat. Untuk herbisida pra-tumbuh

yang benar-benar selektif terhadap tanaman pokoknya, aplikasi juga dapat ditunda

hingga 1-2 hari sesudah benih tumbuh. Herbisida pra-tumbuh sebenarnya juga

dapat diaplikasikan sebelum tanam, tetapi sesudah pengolahan tanah selesai. Hal

ini hanya dilakukan untuk herbisida, pra tumbuh tertentu dan jarang sekali yang

memerlukan jangka waktu tertentu sebelum tanaman pokok “aman” (safe) untuk

ditanam. Umumnya, herbisida yang digunakan adalah herbisisda soil acting yang

tidak selektif terhadap tanaman pokok.

Herbisida pra-tumbuh ada kalanya harus diaplikasikan sesudah tanaman

(18)

yang early post emergence harus diaplikasikan pada benih padi yang

dipindah-tanamnkan. Untuk keperluan ini, harus digunakan herbisida yang benar-benar

selektif untuk padi dan harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan

rekomendasinya. Kesalahan menentukan saat aplikasi dapat mengakibatkan

keracunan pada tanaman pokok atau herbisida tidak bekerja efektif. Aplikasi

semacam ini juga dapat dilakukan pada tanaman lain yang ditanam dari stek (ubi

kayu, tebu) atau bibit (pisang, nanas, kelapa sawit, karet, dsb.). Pada

pertanamanan ubi kayu atau tanaman lain yang ditanam dari stek berkayu,

seringkali herbisida yang tidak selektif juga dapat digunaka, asal stek belum

tumbuh.

2. Saat aplikasi herbisida pascatumbuh

Lahan kadang-kadang perlu dibersihkan dari vegetasi yang ada sebelum diolah

untuk mengurangi biaya tenaga kerja, misalnya pada pembukaan lahan baru yang

sebelumnya didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica). Untuk itu dapat

diaplikasikan pra-tanam dengan menggunakan herbisida nonselektif (baik yang

kontak maupun yang translocated). Urutan pekerjaannya adalah penyemprotan

herbisida pengolahan tanah tanam.

Benih tanaman pokok dapat ditanam langsung pada lahan yang masih

ditumbuhi gulma atau vegetas lain (disebut sod planting), misalnya pada

penanaman tanpa oleh tanah (TOT, zero tillage, no till cropping). Sesudah benih

ditanam, kemudian diikuti dengan dengan penyemprotan herbisida. Bila yang

digunakan herbisida nonselektif, penyemprotan harus dilakukan sebelum benih

tumbuh. Pada sistem relay cropping benih tanaman pokok kedua ditanaman

(19)

Sesudah tanaman pertama dipanen, lahan disemprot dengan herbisida yang

selektif terhadap tanaman kedua.

Herbisida pasca-tumbuh juga dapat disemprotkan di lahan yang sudah ada

tanamannya, misalnya pengendalian gulma di perkebunan. Tanaman perkebunan

yang sudah cukup umur dan sudah berkayu, umumnya cukup toleran terhadap

berbagai jenis herbisida pra-tumbuh, bahkan yang nonselektif sekalipun. Akan

tetapi, penggunaan herbisisda pada tanaman semusim harus yang selektif. Bila

terpaksa menggunakan herbisida yang nonselektif, mungkin perlu menggunakan

teknik dan alat khusus, misalnya penyemprotan terarah (directed spray), kalau

perlu dengan menggunakan pelindung semprotan (spray shield). Herbisida

pasca-tumbuh umumnya digunakan pada lahan terbuka (non-pertanian), seperti pinggir

jalan raya, jalur rel kereta api. Sekitar gedung, empalasemen, dsb. Karena tidak

harus mempertimbangkan tanaman pokoknya, maka penyemprotan dapat

dilakukan kapan saja, asalkan cuaca mengijinkan.

2.2.4 Waktu Aplikasi Insektisida

Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk

mengaplikasikan pestisida. Waktu aplikasi tersebut merupakan salah satu faktor

yang sangat menentukan efektifitas pestisida yang diaplikasikan. Jika dikaitkan

dengan tahap perkembangan hama, maka dikenal waktu aplikasi insektisida,

yaitu: aplikasi preventif, kuratif, sistem kalender dan aplikasi berdasar ambang

kendali atau ambang ekonomi.

1. Aplikasi Preventif

Adalah aplikasi insektisida yang dilakukan sebelum ada serangan hama dengan

(20)

tidak sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (prinsip no pest no spray).

Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, aplikasi preventif seringkali perlu dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

a. Perlakuan benih (seed treatment) dengan insektisida untuk menanggulangi

hama yang menyerang benih stadia perkecambahan atau tanaman muda.

Aplikasi preventif dengan cara perawatan benih merupakan cara aplikasi

preventif yang terbaik, baik dipandang dari segi keselamatan lingkungan

maupun dari segi ekonomi.

b. Penaburan insektisida butiran diseluruh kebun (broad casting) ataupun hanya

pada lubang-lubang tanam saja (localized application). Dipandang dari sudut

keselamatan lingkungan, aplikasi pada lubang tanam (localized placement)

lebih baik dari pada ditabur diseluruh kebun.

c. Pencelupan (dipping) benih tanaman (termasuk stek) ke dalam larutan

insektisida untuk mencegah serangan hama yang terbawa oleh bibit.

d. Penyemprotan dengan insektisida, bila diketahui bahwa tanpa penyemprotan

preventif hama tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar dan cara lain

untuk melindungi tanaman belum atau tidak diketahui.

2. Aplikasi dengan sistem kalender

Aplikasi sistem kalender atau aplikasi berjadwal, tetap banyak dilakukan oleh

petani, misalnya seminggu sekali atau bahkan seminggu dua kali. Dengan aplikasi

semacam ini, jumlah aplikasi permusim menjadi sangat banyak. Para petani

bawang dan cabai di Brebes dan sekitarnya, misalnya menyemprot tidak kurang

dari 20 kali permusim untuk tanaman bawang merah dan sampai 35 kali

(21)

banyak petani yang melakukan penyemprotan pestisida dengan sistem kalender

untuk tanaman kentang. Pada penyemprotan dengan sistem kalender, insektisida

dan fungisida umumnya digunakan bersama-sama. Penyemprotan dengan sistem

kalender sebenarnya merupakan salah satu dari aplikasi preventif, bersifat

untung-untungan (hama belum tentu datang), cenderung boros (karena tidak ada hamapun

disemprot), beresiko besar (bagi pengguna, konsumen dan lingkungan), dan

“Tidak dianjurkan dalam pengendalian hama terpadu”.

3. Aplikasi Kuratif

Aplikasi kuratif adalah kebalikan dari aplikasi preventif. Aplikasi ini (termasuk

aplikasi eradikatif) dilakukan sesudah ada serangan hama dengan maksud untuk

menghentikan serang hama atau menurunkan populasi hama tersebut. Aplikasi

kuratif banyak dilakukan dengan cara penyemprotan (termasuk mist blowing),

fogging, fumigasi, injeksi, dan sebagainya.

4. Aplikasi berdasarkan ambang pengendalian atau ambang ekonomi

Penentuan waktu aplikasi berdasarkan ambang ekonomi atau ambang

pengendalian meruapakan salah satu variasi dari aplikasi insektisida secara kuratif

dan merupakan cara yang dianjurkan dalam pengendalian

hama terpadu. Konsep pengendalian hama terpadu, pengendalian secara kimiawi

dilakukan apabila populasi hama atau kerusakan karena hama sudah mencapai

tingkat atau ambang tertentu. Pemikiran ini didasarkan pada

kenyataan-kenyataan sebagai berikut :

a. Pertanaman yang 100% mulus tanpa kerusakan oleh hama pada kenyataannya

(22)

kerusakan, asalkan kerusakan itu secara ekonomi tidak mendatang kerugian

yang banyak.

b. Pada tingkat kerusakan rendah, biaya pengendalian kimiawi dapat menjadi

lebih mahal dibandingkan dengan kerugian karena kerusakan itu sendiri. Oleh

karena itu, pengendalian sebaiknya hanya dilakukan bila biaya pengendalian

lebih rendah dari pada tambahan hasil yang akan diperoleh.

c. Setiap hama memilki daya rusak yang berbeda-beda. Ada hama yang

mempunyai potensi merusak sangat besar dan ada pula hama yang potensi

merusaknya tidak terlalu besar. Disamping itu, ada juga yang disebut hama

utama, hama sekunder, hama potensi dan hama migran .Dalam pengendalian

hama, kita harus berkonsentrasi pada hama-hama yang daya rusaknya besar,

terutama hama-hama utama.

d. Di lahan pertanian banyak organisme (serangga) lain yang tidak merugikan

tanaman, bahkan beberapa diantaranya menguntungkan petani. Bila kita

melakukan penyemprotan secara sembarangan, maka organisme non target

dapat ikut terbunuh.

e. Penggunaan pestisida secra sembarangan, kecuali pemborosan, dapat

menimbulkan efek buruk bagi pengguna, konsumen dan lingkungan.

Salah satu syarat untuk suksesnya pengendalian hama terpadu adalah pengamatan

pertanaman secara berkala, misalnya seminggu sekali. Tanaman dalam satu

hamparan tidak perlu semuanya diamati, tetapi cukup diambil sempelnya saja.

Apabila penyemprotan harus dilakukan, hendaknya pestisida yang dipilih harus

sesuai dengan hama tersebut. Bila dalam contoh tersebut didapati kurang dari

(23)

insektisida dan fungisida berdasarkan pengendalian sistem PHT adalah untuk

menekan populasi hama atau tingkat kerusakan karena hama dan penyakit, agar

tetap berada di bawah ambang pengendalian atau ambang ekonomi. Itulah

sebabnya, konsep PHT adalah mengendalikan hama dan penyakit, bukan

membrantas. Adanya hama dan penyakit dapat diterima sejauh populasi atau

tingkat kerusakannya tidak melampaui ambang ekonomi atau ambang

pengendalian. Dengan kata lain, secara ekonomi serangan hama dan penyakit

tersebut tidak merugikan. Ambang pengendalian atau ambang ekonomi bukan

suatu statis. Ambang ekonomi yang ideal harus memperhitungkan berbagai faktor,

misalnya ongkos produksi, harga jual komoditi, harga pestisida, musim, biaya,

tenaga kerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, ambang ekonomi yang ideal dapat

berbeda dari satu tempat ketempat lain, dari satu tahun ke tahun yang lain, bahkan

dari musim ke musim yang lain.

2.2.5 Kaidah penggunaan pestisida

Pengertian yang menarik tentang pestisida menyatakan bahwa pestisida

adalah racun ekonomis. Jadi pestisida adalah racun yang mempunyai sifat

ekonomis, penggunaan pestisida dapat memberikan keuntungan, tetapi juga dapat

mengakibatkan kerugian. Pengalaman menunjukan bahwa penggunaan pestisida

sebagai racun, sebenarnya lebih merugikan dibanding menguntungkan, yaitu

dengan munculnya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida

tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir, apabila belum

(24)

b. Apabila terpaksa menggunakan pestisida, maka gunakan pestisida yang

mempunyai daya racun rendah dan bersifat selektif.

c. Apabila terpaksa menggunakan Pestisida, lakukan secara bijaksana.

Penggunaan pestisida secara bijaksana adalah penggunaan pestisida yang

memperhatikan prinsip 5 (lima) tepat, yaitu :

1. Tepat sasaran

Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan, sebaiknya

tentukan pula unsur-unsur abiotis dan biotis lainnya.

2. Tepat jenis

Setelah diketahui hasil analisis agro ekosistem, maka dapat ditentukan pula jenis

pestisida apa yang harus digunakan, misalnya : untuk hama serangga gunakan

insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida. Pilihlah pestisida yang paling tepat

diantara sekian banyak pilihan, misalnya : untuk pengendalian hama ulat grayak

pada tanaman kedelai. Berdasarkan Izin dari Menteri Pertanian tersedia ±150

nama dagang insektisida. Jangan menggunakan pestisida tidak berlabel, kecuali

pestisida botani racikan sendiri yang dibuat berdasarkan anjuran yang ditetapkan

sesuai pilihan tersebut dengan alat aplikasi yang dimilki atau akan dimilki.

3. Tepat waktu

Waktu pengendalian yang paling tepat harus di tentukan berdasarkan :

a. Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya stadium

larva instar I, II, dan III.

b. Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan aplikasi

(25)

c. Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada

saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik.

d. Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

4. Tepat dosis / konsentrasi

Gunakan konsentrasi/dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh Menteri

Pertanian. Untuk itu bacalah label kemasan pestisida. Jangan melakukan aplikasi

pestisida dengan konsentrasi dan dosis yang melebihi atau kurang sesuai dengan

anjuran, karena dapat menimbulkan dampak negatif.

5. Tepat cara

Lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida

dan anjuran yang ditetapkan. Memperhatikan bahwa pestisida

dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan, maka

penggunaan pestisida harus dilaksanakan secara bijaksana dengan mentaati

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip penggunaan pestisida

secara bijaksana adalah sebagai berikut :

a. Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT)

1. Pestisida digunakan sebagai alternatif terakhir.

Penggunaan pestisida kimia hendaknya digunakan sebagai pilihan terakhir,

apabila alternatif-alternatif pengendalian lain yang digunakan tidak berhasil. Hal

tersebut dimaksudkan untuk menghindari/mengurangi pencemaran terhadap

lingkungan dan mengurangi residu.

2. Pengendalian hama dengan pestisida dilakukan berdasarkan nilai ambang

(26)

Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian

atau ambang ekonomi dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama

Terpadu/SLPHT.

b. Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan menteri pertanian.

Tidak dibenarkan menggunakan pestisida yang tidak terdaftar dan tidak

mendapat ijin menteri pertanian, karena tidak diketahui kebenaran mutu dan

efektivitasnya serta keamanannya bagi lingkungan.

c. Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi dan jenis organisme

sasaran yang diijinkan.

Pemberian ijin pestisida dilakukan berdasarkan terpenuhinya persyaratan kriteria

teknis yang meliputi pengujian fisiko-kimia, pengujian efikasi dan pengujian

toksisitas. Dengan demikian penggunaan pestisida harus sesuai dengan jenis

komoditi dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.

d. Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada label.

Efektivitas penggunaan Pestisida diperoleh melalui penggunaan dosis yang tepat.

Ketidaktaatan dalam menggunakan dosis pestisida dapat menyebabkan resistensi

yang akan semakin merugikan petani.

e. Memperhatikan kaidah – kaidah keselamatan dan keamanan penggunaan

pestisida

Menyadari bahwa pestisida adalah bahan kimia beracun, maka penggunaannya

harus dilakukan secara hati-hati sesuai ketentuan yang dianjurkan, seperti

(27)

2.2.6 Penyebab keracunan dan tindakan pencegahan

Kasus keracunan pestisida dikalangan pengguna atau petani pada

umumnya terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

1. Pengguna/petani tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada

umumnya.

2. Pengguna/petani tidak memiliki informasi tentang pestisida, risiko

penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi pestisida yang benar dan bijaksana.

Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna seringkali tidak

mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Banyak

pengguna/petani yang tidak memperdulikan atau menganggap enteng resiko yang

mungkin timbul dari pestisida. Keracunan pestisida, terutama keracunan

kronis,tidak terasa dan akibatnya sering sulit diramalkan. Karena itu kebanyakan

petani mengatakan bahwa mereka sudah sekian belas tahun mengaplikasikan

pestisida dengan cara mereka dan mereka tidak merasa terganggu.Anggapan

(attitude) petani terhadap yang demikian itu harus dirubah,walaupun sulit. Untuk

menekan resiko dan menghindari dampak negatif penggunaan pestisida bagi

pengguna/ petani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut :

1. Peraturan perundangan

Banyak peraturan yang mengatur pestisida, termasuk penggunaannya serta

tindakan keselamatan yang harus diambil. Perlu disosialisasikan agar peraturan

tersebut dapat dilaksanakan dan ditaati dengan penuh kesadaran.

2. Pendidikan dan latihan

Pengguna pestisida perlu dibekali informasi yang memadai tentang seluk-beluk

(28)

semacam itu dapat disisipkan, misalnya, melalui Sekolah Lapang Pengendalian

Hama Terpadu (SLPHT) atau pada penyuluhan-penyuluhan

pertanian.

3. Peringatan bahaya

Setiap kemasan pestisida/ brosur yang menyertainya selalu memuat petunjuk yang

harus dipenuhi oleh pengguna. Pengguna disarankan untuk selalu membaca label

atau petunjuk penggunaan sebelum menggunakan pestisida. Pengguna

diharapkan juga mempelajari piktogram (tanda-tanda gambar) yang terdapat pada

kemasan pestisida atau pada brosur/ leaflet Pestisida.

4. Penyimpanan pestisida

Pestisida sebaiknya disimpan ditempat khusus dan aman bagi siapapun, terutama

anak-anak. Tempat untuk menyimpan pestisida harus terkunci dan tidak mudah

dijangkau oleh anak-anak atau bahkan oleh hewan peliharaan. Pestisida harus

disimpan di wadah aslinya, bila diganti wadah, harus diberi tanda (nama) yang

besar dan jelas pada wadah tersebut dan peringatan tanda bahaya; misalnya,

AWAS RACUN (PESTISIDA BERBAHAYA!). Untuk tempat atau gudang

penyimpanan pestisida yang besar (misalnya, gudang pestisida suatu usaha tani

atau perkebunan), wadah-wadah (kaleng-kaleng). Pestisida harus diatur/ disusun

sesuai dengan kelompoknya, misalnya insektisida, fungisida, dan herbisida.

Gudang penyimpanan pestisida harus berventilasi baik, bila perlu dilengkapi

dengan kipas untuk mengeluarkan udara (exhaust fan).Di gudang penyimpanan

pestisida harus disediakan pasir atau serbuk gergaji untuk membersihkan atau

menyerap pestisida bila ada yang tumpah. Siapkan pula sapu dan wadah kosong

(29)

5. Tempat kerja.

Tempat kerja untuk mencampur pestisida harus bersih, terang, dan berventilasi

baik. Pencampuran pestisida harus dilakukan di luar ruangan. Sediakan pasir atau

serbuk gergaji dan air di dekat tempat kerja. Pasir atau serbuk gergaji tersebut

berguna untuk menyerap atau membersihkan pestisida yang tumpah dan air

digunakan untuk mencuci tangan bila terkena pestisida.

6. Kondisi kesehatan pengguna

Pengguna/ petani yang kondisi badannya tidak/ kurang sehat dan atau belum

makan/ perut kosong (lapar), jangan bekerja dengan pestisida. Namun, badan

yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan

pestisida, tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk

keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan. Anak-anak di bawah umur

jangan pernah diizinkan bekerja dengan pestisida.

7. Penggunaan pakaian dan peralatan pelindung

Pakaian dan/ atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu

aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur, mencuci peralatan aplikasi dan sesudah

aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah

sebagai berikut :

a. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh : ada banyak jenis bahan yang

dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana

cukup terdidi atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat

dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja sebaiknya

tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan untuk

(30)

b. Semacam celemek (apron).

Yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Apron terutama harus digunakan

ketika menyemprot tanaman yang tinggi.

c. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk

menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama ketika menyemprot

tanaman yang tinggi

d. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau

sapu tangan atau kain sederhana lainnya.

e. Pelindung mata, misalnya kacamata, goggle, face shield.

f. Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air.

g. Sepatu bot untuk menyemprot di lahan basah (sawah), memang agak

menyulitkan, tetapi untuk aplikasi dilahan kering perlu digunakan. Ketika

mengguna sepatu bot, ujung celana panjang jangan dimasukkan ke dalam

sepatu, tetapi ujung celana harus mengikuti sepatu bot.

2.2.7 Prosedur penggunaan pestisida

Persyaratan dan tata cara penggunaan pestisida dilapangan melalui

beberapa tahapan, sebagai berikut :

1. Persiapan

Sebelum melaksanakan aplikasi pestisida perlu adanya langkah-langkah

persiapan, antara lain :

a. Menyiapkan bahan-bahan, seperti pestisida yang akan digunakan (harus

terdaftar), fisiknya memenuhi syarat (layak pakai), sesuai jenis dan

keperluannya, dan peralatan yang sesuai dengan cara yang akan digunakan

(31)

1. Belilah pestisida dengan merek terdaftar dan periksa izin kadaluarsa

penggunaannya.

2. Belilah pestisida dengan kemasan yang baik dan tidak rusak

b. Menyiapkan perlengkapan keamanan atau pakaian pelindung, seperti sarung

tangan, masker, topi, dan sepatu kebun.

c. Memeriksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya, untuk mengetahui apakah ada

kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi

pestisida.

d. Memeriksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, jangan menggunakan alat

semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi

kebocoran.

e. Waktu mencampur dan menggunakan pestisida sebaiknya jangan langsung

memasukkan pestisida kedalam tangki. Siapkan ember dan isi air secukupnya

terlebih dahulu, kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan takaran-takaran

yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian larutan tersebut

dimasukkan kedalam tangki dan tambahkan air secukupnya.

2. Kalibrasi

Untuk memperoleh hasil aplikasi yang optimal, maka alat aplikasi

pestisida harus dikalibrasi agar dosis yang kita capai sesuai dengan anjuran.

Langkah-langkah kalibrasi alat aplikasi pestisida (cair), sebagai berikut :

a. Menyiapkan alat aplikasi dalam kondisi baik ember berukuran sedang, gelas

(32)

b. Memasukan air kedalam tangki ±¾ dari kapasitas tangki. Kemudian, setelah

tangki tertutup, alat aplikasi diberi tekanan atau dipompa sampai mencapai

tekanan yang dianjurkan.

c. Selanjutnya air dari dalam tangki, disemprotkan ke dalam ember (hindari agar

air jangan sampai ada yang keluar dari ember) selama beberapa menit. Lalu

air dari ember ditakar dengan gelas ukur. Dengan demikian diketahui waktu

yang diperlukan untuk mengeluarkan cairan/ droplet dalam volume yang

sudah terukur.

d. Untuk mengatur kecepatan jalan pada saat aplikasi pestisida di lapangan

dihitung dengan menggunakan data tersebut di atas (misal volume cair yang

terukur 10 liter dalam waktu 10 menit), maka waktu aplikasi yang diperlukan

perhektar (misal volume larutan yang diperlukan adalah volume tinggi sekitar

500 liter/ hektar atau disebut volume tinggi) adalah : 500/10X10 menit = 500

menit. Dengan demikian luas area yang dapat disemprot per menit adalah :

10.000/500 =20 m² /menit. Hal ini dapat dipraktekkan dengan membuat suatu

area yang terukur (misal 4 m X 5 m) dan dibatasi dengan tali rapia, lalu

dilaksanakan penyemprotan berulang-ulang sampai diperoleh kecepatan

berjalan untuk aplikasi seluas 20 m², menghabiskan 1 (satu) liter dalamwaktu

1 (satu) menit.

3. Ketentuan Aplikasi

Selama pelaksanaan aplikasi di lapangan, hal-hal yang perlu diperhatikan

sebagai berikut :

a. Pada waktu aplikasi pestisida, operator pelaksana atau petani harus memakai

(33)

panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/ sapu tangan bersih untuk menutup

hidung dan mulut selama aplikasi.

b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya

angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi pestisida. Aplikasi

sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.

c. Selama aplikasi pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.

d. Satu orang operator/ petani hendaknya tidak melakukan aplikasi

penyemprotan pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari

e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia

dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.

f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.

4. Pembuangan sisa

Setelah melaksanakan aplikasi pestisida, beberapa hal yang perlu

diperhatikan, antara lain adalah :

a. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/ disimpan terus

di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat

atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada tanaman

sampai habis. Tidak membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat,

karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

b. Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin

sebelum disimpan. Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari

dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur serta jauhkan dari

(34)

1. Cuci peralatan dan perlengkapan kerja terpisah dari tempat makanan,

dapur dan pakaian lainnya .

2. Tidak membuang wadah bekas pestisida dan bekas penggunaannya pada

tempat terbuka dan mudah terkontaminasi.

c. Air bekas cucian tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air

dan lingkungan perairan lainnya.

d. Memusnahkan / membakar kantong / wadah bekas pestisida atau bekas

mencampur benih dengan pestisida, atau dengan cara menguburnya ke dalam

tanah di tempat yang aman . Setelah selesai bekerja dengan pestisida, segera

cuci atau mandi dengan air bersih dan gunakan sabun

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sebuah organisasi, seorang pemimpin merupakan sentral dari segala kegiatan yang telah diprogramkan. Pemimpin merupakan teladan bagi anak buahnya. Karena itu,

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pemberian stimulasi dini dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 30-36 bulan di Posyandu Gamping Kidul Ambarketawang

Dari pengakuan klien, di keluarga klien tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, Asma, epilepsi,Ginjal dan penyakit menular seperti TBC, Gonorhoe, HIV,

Penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research) yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang

Data yang diambil adalah data sekunder yang diperoleh dari buku register ibu hamil di Puskesmas Sentolo I Kulon Progo pada tahun 2011 yang terdapat data ibu hamil, umur

pintoi biomass as roots might have enabled this weed to explore more soil minerals and induced 29. the release of more soil

Surat Izin Usaha Penerbitan Pers Majalah Mingguan Tempo.. adalah mengenai perkara SIT-nya yang telah pernah