• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell. Arg.. (Ditjenbun, 2007)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) termasuk dalam famili

Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun

hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai

sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah.

Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama

dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen ( Syakir dkk, 2010).

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berasal dari benua

Amerika dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia

sejak masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan

ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% diantaranya (2,9

(2)

skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta

(Prahmono, 2013).

Karet juga merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia

sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan

komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk

transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun

karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup

manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber

bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam

dikonsumsi sebagai bahan baku industri yang diproduksi sebagai komoditi

perkebunan (Anwar, 2006).

Ciri-ciri morfologi tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) adalah

tanaman yang mempunyai batang yang dapat menghasilkan getah yang disebut

lateks. Jika dilihat dari morfologinya karet tumbuh tinggi mencapai 15-25 meter,

serta batang tanaman besar. Tanaman ini biasanya tumbuh lurus dan memiliki

percabangan yang tinggi ke atas. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama (3-20

cm) dan tangakai anak daun (3-10 cm) yang berbentuk eliptis, memanjang dengan

ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari

bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet memiliki pembagian ruang yang

jelas. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis

tengah buah berukuran 3-5 cm. Biji Karet mempunyai morfologi kulit keras,

besar, berwarna cokelat kehitaman dengan bercak-bercak yang membentuk pola

(3)

Secara umum ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis.

Setiap jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga

keberadaannya saling melengkapi. Saat ini karet yang digunakan di Industri terdiri

dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam

adalah: (a) memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi, (b) memiliki

plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, (c) mempunyai daya aus

yang tinggi, (d) tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki daya tahan

yang tinggi terhadap keretakan (groovecracking resistance) (Damanik dkk., 2010).

Syarat-syarat tumbuh tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

menurut Syakir dkk (2010) adalah sebagai berikut :

A.Iklim

Daerah yang cocok adalah pada zone antara 15o LS dan 150 LU, dengan suhu

harian 25 – 30oC.

B. Curah hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun

dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan

merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet membutuhkan sinar

matahari sepanjang hari, minimum 5- 7 jam/hari.

C. Tinggi tempat

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m –

400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian

lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan

(4)

D. Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk

penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan

berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman

biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.

E. Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah

vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup

baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase,

tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.

Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik

sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Derajat keasaman mendekati

normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas

toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara

lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35%

tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah

< 100 cm.

Untuk di daerah tropis sendiri tanaman karet tumbuh baik. Daerah yang

cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Bila

ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai

produksinya pun lebih lambat. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah,

yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi

(5)

Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk

tanaman karet (Budiman, 2012).

Biomassa

Tanaman perkebunan memiliki sitematika proses fotosintesis menyerap

CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk biomassa

(stok karbon). Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang

hidup di atas tanah yang dihasilkan sebagai berat kering tanaman per unit areal.

Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) yang mengartikan biomassa

sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau

hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam

berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) biomassa

tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan

oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan

menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (aboveground) dan

biomassa di bawah permukaan tanah (belowground). Biomassa di atas permukaan

tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu yang

dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi

organik.

Biomassa di bawah permukaan tanah umumnya 40 % dari total biomassa

berupa akar .Nilai estimasi biomassa di bawah permukaan tanah suatu pohon tidak

kurang dari 15 % dari biomassa di atas permukaan tanah (Mac Dicken 1997

(6)

Dalam penelitian yang dilakukan di Perkebunan karet yang terletak di

Xishuangbanna Tropical Botanical Garden di dapat hasil yang menunjukkan

bahwa kandungan biomassa yang terkandung di dalam tanman karet dan stok C

dipengaruhi oleh rotasi tanaman. Semakin besar rotasi tanaman maka semakin

besar pula kandungan biomassa dan stok C (Nizami et al, 2014).

Selain itu biomassa di bawah tanah dapat dihitung dengan berdasarkan

biomassa di atas tanah dibagi dengan rasio tajuk – akar. Menurut nilai rasio tajuk

akar tergantung kondisi lahan yaitu untuk lahan hutan tropik basah atau upland

normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah bernilai lebih dari 10 dan

pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Nilai rasio akar –

tajuk hutan sekunder dalam ekosistem tropis sebesar 0,1 (Hairiah dan Rahayu,

2007).

Cadangan karbon

Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer dan disimpan di

dalam biomassa vegetasi melalui proses fotosintesis. Berbagai faktor seperti

iklim, topografi, karakteristik lahan, komposisi dan jenis tanaman serta perbedaan

siklus pertumbuhan hutan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan karbon di

hutan dan perkebunan (Cesylia, 2009).

Menurut Whitmore (1985) dalam Hadi (2007) umumnya karbon

menyusun 45 – 50 % dari biomassa tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari

setengah jumlah biomassa. Karbon menyususn sebagian besar bahan kering

(7)

batang pohon yang jatuh ke tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam

tanah.

Wibowo (2010) menyebutkan bahwa terdapat lima sumber karbon, yakni :

1. Karbon di atas permukaan tanah

a. Biomassa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon

yang sangat penting dalam ekosistem hutan karena sebagian besar karbon

hutan berasal dari biomassa pohon.

2. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar

yang berdiameter batang , 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput dan gulma.

3. Nekromassa

Merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang

dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting

dari C.

4. Serasah

Merupakan bagian tanman yang gugur berupa daun dan ranting-ranting

yang terletak di permukaan tanah.

5. Bahan organik tanah

Merupakan sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan

di dalam tana. Seluruh bagiannya dirombak oleh organisme tanah sehingga

menjadi lapuk dan menyatu dengan tanah.

Menurut Muhdi (2012) yang melakukan penelitian pada hutan alam di

Kalimantan Timur menjelaskan bahwa rata-rata karbon berdasarkan ukuran

diameter memiliki kadark arbon yang bervarias, yaitu kadar karbon yang terdapat

(8)

40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil terdapat pada daun sebesar 19,61 %,

dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki

kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Besarnya kadar karbon dalam suatu

bagian tanaman tergantung pada kadar abu dan zat terbangnya. Semakin tinggi

kadar zat terbang dan kadar abu maka karbon akan semakin sedikit dan

sebaliknya.

Menurut penelitian yang dilakukan (Kongsager et al ,2012) perkebunan

karet dapat menyimpan cadangan stok Carbon diatas permukaan tanah per hektare

213,6 tC/ha. Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding tanaman yang lain seperti

jeruk, sawit dan kelapa. Hal ini diakibatkan oleh sruktur tanaman karet itu sendiri

dan rotasi dari tanaman karet itu sendiri. Selain itu pengubahan tanman karet

menjadi tegakan permanen seperti kayu juga sangat meningkatkan

kemampuannya dalam menyerap karbon.

Kusuma (2009) Menambahkan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi

terdapat pada pangkal batang sebesar 61, 62 %, merupakan kadar karbon terbesar

dari semua bagian pohon. Sedangkan Hilmi (2003) berpendapat bahwa kadar

karbon yang terkecil terdapat pada bagian daun. Daun memiliki kadar zat terbang

tertinggi karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan berat molekul

tinggi sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi tersebut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PUSLITBANG (2010)

menjelaskan bahwa cadangan karbon pada berbagai jenis dan umur tanaman

berbeda-beda. Cadangan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya

umur tanaman.. Hutan tanaman untuk jenis-jenis pohon berdaur panjang memiliki

(9)

hidup di hutan alam. Jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki

prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Menurut Kindermann dan Brown (1993) dalam Hariyadi (2005) tempat

penyimpanan dan fluks C dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada

perubahan dinamika stock carbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan

hara dan kondisi iklim setempat. Sebagian carbon yang terfiksasi dari fotosintesis

akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagai bahan organik terlarut,

dan jumlahnya untuk daerah tropis basah sekitar 0.1 x 10-6 Mt ha-1 th-1 (Hall et al.

1992 dalam Brown et al. 1984).

Menurut MacDicken (1997), penurunan emisi karbon dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

a. Mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola

hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur

yang baik, mencegah degradasi lahan gambut, dan memperbaiki

pengelolaan cadangan bahan organik tanah.

b. Meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu.

c. Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui

secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air),

radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi

Siklus Karbon

Siklus Karbon merupakan proses penyerapan emisi karbon, yang hasil

akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon ditegakan atau pohon yang berda di

hutan. Neraca karbon akan menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke

(10)

yang mengukur hasil yang terjadi pada siklus karbon ini yaitu : 1) Produksi

Primer Bruto (gross Primary production) yang merupakan penyerapan karbon

dari atmosfer melalui proses fotosintesis dengan bantuan energi matahari dan

klorofil pada vegetasi; 20 Produksi Primer Netto (Net Primary Production)

merupakan gambaran jumlah energi yang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon)

oleh vegetasi dikurangi energi respirasi oleh vegetasi (autotrophic) berupa

pelepasan karbon dioksida ke atmosfer; dan Produksi Ekosistem Netto (Net

Ecosystem Production), merupakan gambaran metabolisme ekositem total yaitu

pembentukan bahan organik (karbon) netto disuatu ekosistem (Hairiah et al.

2001).

Neraca karbon juga merupakan cermin kualitas tata kelola ekosistem

hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhi neraca karbon antaralain: 1)

Faktor yang mempengaruhi siklus karbon (fotosintesis, respirasi, dan

dekomposisi) ; 2) Faktor prasyarat berupa kepastian ruang kelola, kepastian

bentuk penggunaan/pengelolaan, kepastian hak pengelolaan, yang dijamin secara

legal; dan faktor harmonisasi kepentingan para pihak di dalam pengelolaan

ekosistem hutan, untuk pencapaian tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan

(Brown, 1997).

Model Biomassa Tanaman

Metode estimasi dilakukan dengan menggunakan perkiraan-perkiraan

yang biasa digunakan untuk menaksir kandungan karbon vegetasi hutan. Brown et

al. (1984) bahwa kandungan karbon vegetasi tanaman adalah 50% dari biomassa.

(11)

volume kulit sampai batang bebas cabang dan dirubah menjadi biomassa, dan

yang kedua adalah menggenuakan persamman regresi biomassa.

Proses menganalisis hubungan nilai dengan biomassa dilakukan

menggunakan program Microsof excel atau software SPSS. Pemilihan model

terbaik menggunakan koefisien determinasi yang sesuai (R2adj) dan Root Mean

Square Error (RMSE) yang paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien

determinasi yang terkoreksi maka semakin besar peran nilai peubah tersebut

dalam menjelaskan nila biomassa atar permukaan.

Proses menganalisis hubungan nilai dengan biomassa ditunjang dengan

metode allometrik. Metode allometrik merupakan metode pengukuran

pertumbuhan yang dinyatakan dalam hubungan-hubungan eskponensial atau

logaritma antar bagian tanaman yang terjadi secara seimbang dan proporsional

(Parresol,1999).

Metode ini pertama kali ditemukan oleh Kittredge (1994) dalam formulasi

logaritmik sbb:

Y = aXb

Keterangan :

Y = Variabel bergantung (dalam hal ini kandungan biomassa)

X = Variabel bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi

Pohon)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Rajah 4: Manfaat PS oleh pentadbir, guru, ibu bapa dan murid Pentadbir • mengetahui perkembangan murid secara keseluruhan • mengetahui keberkesanan proses pengajaran dan

Jakarta, 27 May 2010: PT Indosat Tbk (“Indosat” or the “Company”) (Ticker: ISAT: IDX, IIT: NYSE) announced today that it is postponing the release of its Q1 2010

Pola laju pertumbuhan daun lamun secara umum sangat terkait dengan pola dasar perairan yang terpapar pada saat surut rendah.. Pertumbuhan dan Produksi Lamun

Adapun permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah system pengadaan barang, system penyimpanan minuman, pengendalian pengadaan dan penyimpanan minuman,

Metode pembelajaran partisipatif atau dikenal dengan nama students centered learning akan lebih efektif jika didukung dengan sistem digital learning terintegrasi.. Sistem

Penghasilan Panduan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) ini ialah usaha Lembaga Peperiksaan untuk memastikan pelaksanaan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) yang

- Memahami dan menyusun teks eksemplum sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat, baik secara lisan maupun tulisan Menelaah dan merevisi teks eksemplum sesuai dengan