• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Fungsi dan Waktu dalam Syair Tanah (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ruang Fungsi dan Waktu dalam Syair Tanah (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ruang, Fungsi, dan Waktu dalam

Syair Tanah Lahir

Zulfa Wikarya Nasrulloh*

Berbicara manusia, saya selalu berkeinginan mengetahui manusia dari segala sudut pandang. Dari hal terkecil yang membentuk manusia secara biologis, sampai faktor psikologis di dalam tubuhnya untuk merespon faktor sosiologis yang menekannya secara eksistensial. Manusia sebagai organisme dalam tatanan struktur personal, sampai manusia sebagai organisme dalam tatanan ekosistemnya.

Organisme merupakan makhluk hidup yang tersusun dari sel-sel. Sel merupakan struktur terkecil dari konstruksi tubuhnya yang bersifat fungsional. Setiap sel memiliki fungsi tertentu yang secara sadar melakukan regenerasi sel demi menjaga eksistensi dirinya. Regenerasi tersebut dinamakan senesance. Selain itu secara sadar sel-sel tersebut merencanakan kematiannya, berhenti beregenerasi, atau gejala ini biasa disebut apoptosis.

Seekor katak terlahir sebagai kecebong dengan ekor dan insang di tubuhnya. Sel-sel yang membentuk ekor dan insang itu adalah respon kerjasama sel-sel didalam tubuh katak untuk merespon ruang (air) agar ia bisa tetap bertahan di dalamnya. Ketika ruang berubah materi, yakni dari air ke darat, respon sel-sel itu pun mengalami perubahan. Senecance katak merubah dirinya dari keadaan berekor dan berinsang menjadi organisme berkaki panjang dan memiliki paru-paru. Demikianlah katak merespon ruang dalam struktur fisiknya.

Jelas ada persinggungan hebat antara ruang dan fungsi dalam kaitannya eksistensi makhluk hidup. Lantas bagaimana dengan Rudy Ramdani (RR) dalam merespon dan memaknai ruang dan fungsi di dalam puisinya?

Pertanyaan di atas lahir dari salah satu puisi dalam kumpulan puisi Syair Tanah Lahir (Penerbit Asasupi: 2013). Puisi tersebut berjudul Demi Waktu (2005) yang menurut Lukman Asya (Sastrawan yang memberi pengantar buku) merupakan puncak keheningan RR yang didukung penghayatan tematik yang kuat.

Sedangkan saya menemui puisi itu dan melihat kecenderungan yang berbeda dalam memahami ruang. Dari tiga sub bab di dalam buku tersebut (Syair, Tanah, dan Lahir) puisi tersebut berada di sub bab Lahir. Ada upaya senecance pada waktu melalui makna ruang dan fungsi di dalam narasinya. Seorang penyair tentu memiliki pilihan dalam memperlakukan tema apapun, termasuk waktu.

Ruang

(2)

Hal ini menjadikan ruang bukan hanya mendorong aku lirik menyesuaikan diri agar berfungsi dan hidup (existential), tetapi menjadikan fungsi diri sebagai pencipta ruang yang diinginkan (personal impresif).

Di dalam puisi Demi Waktu, ruang merupakan sebuah existential place sekaligus personal impresif. Waktu sebagai tema dalam puisi ini menempati bentuk denotatifnya dalam imaji jam. Jam yang dimasuki sepasang manusia hingga terjadi pembenturan fungsi secara struktur. Pada persinggungan itu, manusia di dalamnya melawan struktur jam dan menempatkannya sebagai ruang baru.

Jam sebagai struktur memiliki batas-batas pemaknaan yang membentuk konotasi sosial (pemaknaan atas ruang). Yakni sebuah benda yang dengan angka dan jarum di dalamnya menandai waktu, menyeret manusia pada perubahan dirinya. Jam sebagai imaji waktu merupakan ruang yang menciptakan fungsi bagi aku lirik yang masuk ke dalamnya. RR memaknai waktu sebagai sebuah ruang yang siapapun dapat masuk dan eksis di dalamnya tanpa perlu permisi pada siapapun. Konotasi sosial jam (waktu) tidak bermilik sehingga aku lirik dapat menerobos struktur jam begitu saja.

tanpa salam, kita pun masuk ke dalam jam

menghantam kaca dan angka, tapi

jarum itu tetap berdetak, bertalu-talu menghantam kita

Jam di dalam sajak ini tidak kehilangan normanya. Detak jam masih merupakan penanda berjalannya waktu, dimana aku lirik yang masuk ke dalamnya mendapatkan impresi dari norma tersebut. Jadi waktu merupakan sebuah ruang yang terbuka sekaligus mengancam. Dikehendaki manusia untuk dimasuki sekaligus terdapat kesadaran untuk dikendalikan waktu. Semisal seseorang yang tercitrakan melalui diksi “mu” yang tentu merupakan pecahan dari “kita” yang menemani aku lirik di dalam ruang waktu tersebut.

kau pun dibuatnya oleng ke arah senja, lalu matamu yang kulihat kini berkaca-kaca

mencoba membaca cahaya mengeja jingga yang luntur diam-diam ke legam matamu yang kian malam

“pada siapa kekasihmu kini?”

Nampak sekali posisi aku lirik menyaksikan realitas di dalam jam tersebut merupakan “kepanjangan diri”nya (extension of self) yang terimajikan secara visual. Ia menyaksikan seseorang menghadapi waktu, menghadapi impresi ruang yang membuat ia menafsir cahaya

jingga yang luntur diam-diam ke legam matamu yang kian malam sebagai usia atau dampak norma waktu yang mengancam tokoh “mu”.

(3)

dalam ruang tersebut. Ini kaitannya dengan makna fungsi itu sendiri. Biasanya di dalam sebuah kebudayaan kita membedakan ruang sebagai ruang publik, ruang privat, dan ruang suci (Danesi dan Peron 1999:194-198) yang tentu menempati fungsi dan respon yang berbeda. Misalnya seseorang tentu dapat memasuki pasar dengan seenaknya tanpa perlu ijin seperti ketika memasuki kamar seseorang. Percakapan di dalam ruang itu pun tentu berbeda. Semakin terbatas akses pada suatu ruang, maka semakin terbuka pula ketabuan wacana yang dibincangkan. Dari pertanyaan di dalam puisi tersebut, nampak bahwa jam merupakan sebuah ruang privat.

Dampak dari hal di atas adalah sebuah norma baru yang memungkinkan apapun dapat diungkapkan secara verbal. Pemaknaan ruang di dalam puisi tersebut membuat aku lirik menetapkan relasi antara dirinya dan dunia diluar dirinya. Di dalam ilmu semiotik, hal ini disebut prosemik (proxemics). Prosemik merupakan sistem tanda yang memberikan makna terhadap relasi antara Ego (titik labuh) dan sekitarnya.

Titik labuh (anchor) aku lirik di dalam sajak itu adalah relasi dirinya dengan tokoh “mu” dan ruang waktu dalam imaji jam. Hingga kita dapat melihat respon aku lirik pada ruang tersebut. Ini nampak pada imaji berikut.

jarum itu tetap berdetak, berdegup bagi jantungku

berulang-ulang dan lamban saja, rasanya di sini, aku semakin yakin jika tiap suara adalah usia sekerjap nyawa di perjalanan, tak henti menanti henti

dengan segala kegaduhan itu, kusaksikan kerentaan terus menarik tubuhku semakin dalam ke dalam

malam, membenamkanku pada kegelapan

pada piatu cahaya yang sabar lagi tegar

Ikon cahaya dan suara di dalam imaji di atas adalah materi di dalam ruang waktu, atau sebuah indeks. Suara detak jam bagi aku lirik sama halnya dengan usia. Kegaduhan suara detak jam berfungsi secara eksistensi untuk memengaruhi cahaya yang semakin lama terus menarik tubuhku semakin dalam ke dalam malam, membenamkanku pada kegelapan. Imaji demikian membuat aku lirik merasakan hal yang sama dengan tokoh “mu” yang juga sama-sama merasakan kehadiran waktu sebagai ancaman.

Lantas apa makna ancaman bagi aku lirik dan tokoh “mu”? Saya menafsirkannya melalui larik selanjutnya. “ke mana kau yang raib selepas magrib?” aku teriak pertanyaan tersebut jika disandingkan dengan pertanyaan sebelumnya, “pada siapa kekasihmu kini?” menciptakan ikonositas pada posisi perasaan aku lirik dan tokoh “mu”. Indeks tentang posisi cahaya dan waktu di dalam ruang jam tersebut membawa aku lirik dan tokoh “mu” pada perasaan yang sama, yakni sama-sama kehilangan.

(4)

ke segala angka, kepada jeda di antara gerak yang bertalu-talu, di jantungku

di urat keningku, sedang bayangmu saja tak terbayang di bayangku

Makna perpisahan di dalam puisi tersebut menempatkan posisi aku lirik dan tokoh “mu” yang berpisah. Keduanya berada di dimensi yang berbeda secara lahiriah (bentuk dan bayangan di dalam pikiran aku lirik). Pandangan RR pada persoalan ruang, nampak pada bait puisi di atas.

jeda di antara gerak/yang bertalu-talu di jantungku merupakan seseorang yang mendapatkan posisi. Hal ini barangkali erat kaitannya dengan pemaknaan waktu yang mengancam tersebut.

Titik labuh (anchor) imaji awal yang menempatkan mereka pada tempat yang sama yakni sebuah jam (ruang waktu), menciptakan sebuah entitas makna. Perpisahan yang RR maksudkan bertumpu pada permasalahan waktu. Waktu adalah sebuah ruang yang secara struktur merupakan ruang tempat tokoh aku dan “mu” secara biologis berubah atau bergerak menuju renta, usia adalah angka, dsb.

Kenangan menjadi bagian dari pemaknaan pada ruang tersebut.

jauh di atas kepala, milyaran bintang tampak perak

menyala, sejenak, sempat kuingat sesat sebelum kita berangkat, kau tatap gugusan cahaya berwarna sepi, kau yakin di arah sana, tepat

di bawahnya waktu bermukim di dalam jam

tapi semuanya telah berlalu, beberapa lama, hentak yang terus diciptakan jarum untuk waktu

telah menempatkanku di sebuah subuh sesuatu ruang begitu rindang, di sekitarnya udara tampak gembira,

berduyun-duyun menuju daun menjadi embun, berhimpun begitu rimbun

kemudian, perlahan aku hayati kau sebagai kemarin terperangkap di sebuah petang, masih bertanya

tentang semua mengenai waktu lamat-lamat, kudengar detak dadamu menjadi jarum di dalam jam, tak sanggup

buat diam

Jelas dalam puisi tersebut tercitra latar waktu yang menempatkan aku lirik dan tokoh “mu” dalam satu peristiwa puitis. Yakni dari sebuah petang sampai subuh. Demikianlah waktu secara struktur yang saya maksudkan. Lantas kenangan pada ruang-ruang waktu tersebut mau tidak mau dikonstruksi waktu sebagai ruang struktur yang mengancam aku lirik. Ini terlihat pada larik

tapi semuanya telah berlalu, beberapa lama, hentak yang terus diciptakan jarum untuk waktu

(5)

Tapi ruang waktu di dalam puisi ini merupakan sebuah ruang impresif yang diciptakan dari pembenturan kepanjangan diri (extension of self) aku lirik dengan sebuah jam sebagai sebuah struktur bagi makna waktu. Tidak heran jika kenangan dan permasalahan di antara aku lirik dan tokoh “mu” di dalam puisi itu berada di dalam waktu dan menempatkan waktu sebagai subjek yang juga hadir dan membentuk dirinya.

Waktu menjadi masalah yang dipertanyakan keduanya,

kemudian, perlahan aku hayati kau sebagai kemarin terperangkap di sebuah petang, masih bertanya

tentang semua mengenai waktu

Waktu menjadi ruang bagi aku lirik untuk mengingat tokoh “mu” yang pernah hilang di suatu petang.

lamat-lamat, kudengar detak dadamu menjadi jarum di dalam jam, tak sanggup

buat diam

Pembacaan pada puisi Demi Waktu, membuat saya percaya pada sebuah keniscayaan waktu. Waktu adalah ruang yang hadir dan membentuk organisme di dalamnya. Waktu menempati sebuah posisi teritorial yang impersif.

Jika ruang adalah sesuatu yang mendorong aku lirik menyesuaikan diri agar berfungsi dan hidup (existential) dan menjadikan fungsi diri sebagai pencipta ruang yang diinginkan (personal impresif). Waktu hanyalah sebuah ruang bagi perpanjangan diri (extension of life) seseorang, dimana kehadirannya dapat dirasakan dan kadang menjadi ancaman namun tidak dapat diciptakan atau dikendalikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dwinta Chaerani, 2014 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN TRADISIONAL ULAR NAGA DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA JEPANG Universitas Pendidikan Indonesia

apakah metode ini dapat diterapkan untuk dapat mendeteksi golongan darah pada sampel darah atau tidak, untuk menjalankan metode ini gambar citra RGB atau gambar warna harus

• If you have multiple Independent Variables that you want to use to predict the value of a single Dependent Variable (e.g., predict a GPA from ACT scores, classes missed, and hours

Arsip juga sebagai sumber informasi bagi instansi dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan juga pengawasanTata kearsipan pada bagian Pemerintahan Desa (PEMDES)

Pegawai di Pemko Medan, tanggal 18 Juni 2013.. Dalam kedudukan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalani masa pecobaan selama sekurang-kurangnya satu tahun dan

- Isi Title dengan Judul atau Nama Blog (huruf normal, huruf kapital untuk huruf pertama saja).. - Isi Adress dengan alamat blog (huruf kecil semua) - Klik/Pilih

permasalahan dalam pengajaran bahasa Jerman. 3) Mengurus surat ijin penelitian ke SMA Pasundan Cikalong Cianjur.. 7) Melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pendekatan manajemen stratejik sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa melalui faktor