Renungan Untuk Mimbar Agama Kristen Protestan Pada Harian Bali Post Tanggal 28 September 2014 ======================================
Menghayati Kembali Makna Sumpah Jabatan
Bulan-bulan terakhir dan mendatang ini kita telah dan masih akan menyaksikan pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan para pemangku pemerintahan. Renungan berikut mengajak kita kembali untuk menghayati makna sebuah sumpah jabatan.
Di tengah masyarakat, hukum menuntut agar orang menghormati para abdi negara, namun abdi negara “boleh” mengabaikan semua isi sumpah jabatannya, tanpa ada penindakan. Buktinya ? Bukan rahasia lagi, bahwa para abdi negara beramai-ramai melanggar sumpah jabatan mereka hingga hari ini. Bahkan para abdi negara yang berfungsi sebagai “pagar”, justru mereka yang “makan” tanaman.
Di tengah merosotnya penghargaan terhadap sumpah jabatan, kita masih menitipkan pesan kepada mereka yang kini bertugas, agar mereka mengingat kembali detik-detik penting saat berlangsungnya sumpah jabatan itu. Semoga mereka sadar, bahwa mereka mempertaruhkan hidup mereka di hadapan Tuhan, juga nama baik keluarga mereka dihadapan warga masyarakat pada umumnya. Tuhan tidak tidur, Ia akan menuntut pertanggugjawaban mereka pada masa hidup mereka di dunia ini atau di akhirat kelak. Warga masyarakat juga tidak lalai untuk mengevaluasi pelaksanaan tugas mereka pada suatu hari. Kembalikan rasa takut dan malu dalam hati mereka, agar mereka berlaku benar dalam penugasan yang dibebankan di atas pundak mereka. Jika perkara ini masih juga diragukan, jangan-jangan mereka memang tidak ber-Tuhan dan tidak beragama. Karenanya, tidak usah jauh-jauh mencari mereka, sebab mungkin saja mereka ada di kanan-kiri kita sendiri. Bahkan siapa tahu mereka adalah teman-teman kita yang selalu mentraktir kita di rumah-rumah makan beken dengan uang hasil penyelewengan mereka.
Atas dasar semua pengamatan kita, kita perlu meninjau kembali sejauh mana acara dan ritus sumpah jabatan itu benar-benar mampu menjaga integritas para pejabat yang bersumpah jabatan. Jangan-jangan kesemuanya itu adalah acara dan ritus yang sia-sia belaka, tanpa nilai apa-apa. Sekiranya diadakan tak ada untungnya, sekiranya ditiadakan juga tak ada ruginya. Karena itu, lebih baik ditiadakan saja, supaya mengurangi biaya penyelenggaraan sumpah jabatan pada saat pelantikan berlangsung. Wah, wah, sikap ini kebablasan, karena semestinya lebih baik jika dilaksanakan, namun hendaknya diberi makna kesungguhan dalam menjunjung tinggi kesakralan sumpah jabatan itu. Silahkan kita upayakan, agar ada pesan-pesan yang baik kepada para calon pemangku jabatan yang bersumpah jabatan, setidaknya saat mempersiapkan mereka menjelang pelantikan mereka. Dengan demikian, nilai keberagamaanpun akan terangkat naik dalam kesungguhan dan bukan kemunafikan, kejujuran dan bukan kepalsuan.
Memang untuk memahami terlaksana tidaknya wibawa sumpah jabatan itu, terpulang kepada para pejabat itu sendiri. Jika pejabat tertentu menghargai nilai-nilai sakral, maka ia menghormatinya, namun jika tidak, tentu ia tidak melaksanakannya. Dalam praktek lebih banyak pejabat yang tidak menghormati, katimbang yang mengakuai wibawa sumpah jabatan itu. Akibatnya, pelaksanaan sumpah jabatan lebih bersifat formalitas dan tidak bernilai, sebab banyak dari pejabatnya sendiri tak menganggap perkara ini punya nilai.