• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Pupuk Granular Terhadap Respon Pertumbuhan Tanaman Sawi Daging (Pak Choy) The Effects of Fertilization with Granules Fertilizer for Chinese Gabbage (Pak Choy) Growth

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Pupuk Granular Terhadap Respon Pertumbuhan Tanaman Sawi Daging (Pak Choy) The Effects of Fertilization with Granules Fertilizer for Chinese Gabbage (Pak Choy) Growth"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

8

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengaruh Penggunaan Pupuk Granular Terhadap Respon Pertumbuhan

Tanaman Sawi Daging (

Pak Choy

)

The Effects of Fertilization with Granules Fertilizer for Chinese Gabbage (Pak

Choy) Growth

Bambang Suharto1*, Bambang Rahadi1, Iman Teguh Widiantoro2 1Fakultas Teknologi Pertanian Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 2Mahasiswa Jurusan Keteknikan Pertanian Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145

*Email Korespondensi : bambangs@ub.ac.id

ABSTRAK

Tanaman Sawi daging akan memiliki pertumbuhan yang optimal jika ditanam di lahan yang memiliki unsur hara makro dan mikro cukup tinggi dan kondisi tanah yang gembur (Palungkun dan Budiarti, 1993). Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman Sawi daging adalah pemupukan. Pemupukan terhadap tanaman Sawi daging dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk dalam bentuk padat dan pupuk cair. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Bentuk Pupuk yang terdiri dari Pupuk bentuk granular (P1), dan Pupuk bentuk curah

(P2). Faktor kedua adalah Dosis pupuk yang terdiri dari 8.5 Ton/ha (D1),11 Ton/ha (D2), dan 14

Ton/ha (D3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk dalam bentuk curah

(P2) memberikan pengaruh lebih baik dari pupuk dalam bentuk granul (P1). Berdasarkan

parameter yang diamati, maka perlakuan terbaik terdapat pada penggunaan pupuk curah dengan dosis 14 Ton/ha (P2D3). Dosis penggunaan pupuk granul terbaik untuk pertumbuhan

tanaman Sawi daging terdapat pada dosis 14 Ton/ha (P1D3).

Kata Kunci: Pertumbuhan tanaman sawi daging, pupuk granular, tanaman sawi daging

Abstract

Chinese Gabbage will have optimum growth if grown on land that has a macro and micro nutrients quite high and loose soil conditions (Palungkun and Budiarti, 1993). One important factor in cultivating Chinese Gabbage is fertilization. Fertilization of the Chinese Gabbage can be done by using the fertilizer in the form of solid and liquid fertilizers. This study used a randomized block design (RBD) with two treatment factors. The first factor is composed of Form Fertilizer. Fertilizer of granules form (P1), and

fertilizer of bulk form (P2). The second factor is the dose of fertilizer, consisting of 8.5 Tons/ha (D1),11

Tons/ha (D2), and 14 Tons/ha (D3). The results showed that the usage of fertilizers in bulk form (P2) give

better effect of fertilizers in the form of granules (P1). Based on the observed parameters, then the best

treatment against the use of bulk fertilizer with a dose of 14 Tons / ha (P2D3). Dose best use granules

fertilizer for plant growth in a dose 14 Tons / ha (P1D3).

Key words: Chinese gabbage plant growth, granules fertilizer, chinese gabbage plant

PENDAHULUAN

Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun. Sayuran sawi merupakan jenis sayuran yang digemari masyarakat selain bayam dan kangkung. Kandungan gizi setiap 100 gram bahan yang dapat dimakan pada sawi adalah, Kalori 22

kal, Protein 2.3 gram, Lemak 0.30 gram, Karbohidrat 4 gram, Serat, 1.2 gram, Kalsium 220.5 gram, Fosfor 38.4 mg, Besi 2.9 mg, Vitamin A 969

.

SI, Vitamin B1 0.09 mg,

Vitamin B2 0.1 mg, Vitamin B3 0.7 mg, dan Vitamin C 102 mg (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981).

(2)

9

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

gembur. Salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan antara lain nitrogen, asam nukleat, dan klorofil yang berguna dalam proses fotosintesis (Palungkun dan Budiarti, 1993). Penggunaan unsur hara nitrogen dapat menambah zat hijau daun yang digunakan untuk pembentukan asam amino dan protein. Sedangkan tanaman Pak Choy

yang kurang unsur hara nitrogen, tanaman tetap kecil dan daun lebih cepat berubah menjadi kuning, karena unsur nitrogen tidak cukup membentuk protein dan klorofil.

Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman Sawi daging adalah pemupukan. Ketersediaan unsur nitrogen pada tanaman Sawi cukup rendah. Lingga dan Marsono (2007), menyatakan bahwa tanaman tidak cukup hanya mengadalkan unsur hara dari dalam tanah saja. Oleh karena itu, tanaman perlu diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk. Upaya peningkatan penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman. Menurut Suwandi (2009), untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman sayuran membutuhkan hara esensial selain radiasi surya, air, dan CO2. Unsur hara

esensial adalah nutrisi yang berperan penting sebagai sumber unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan masing-masing unsur tersebut di dalam tanah berbeda antar tanaman. Tanaman sendiri mempunyai kebutuhan unsur hara dalam bentuk unsur makro dan unsur mikro, yang masing-masing kebutuhannya tidak sama. Tidak lengkapnya unsur hara dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketidak lengkapan salah satu atau beberapa unsur hara dapat diperbaiki dengan pupuk tertentu.

Pemupukan terhadap tanaman Sawi daging dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk dalam bentuk padat dan pupuk cair. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia (anorganik) dalam meningkatkan produktifitas tanaman Sawi daging tetapi dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan maka kotoran ternak kambing

dapat digunakan sebagai pupuk padat. Pupuk dapat dibentuk granul dengan mesin granulator. Penggunaan pupuk dengan bentuk granul akan lebih efisien karena sifat fisiknya yang kuat sehingga tidak mudah terbawa angin dan tidak mudah larut dalam air. Pupuk dalam bentuk granul juga dapat meningkatkan hasil tanaman tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan kotoran ternak kambing sebagai sumber pupuk padat sangat mendukung usaha pertanian tanaman sayuran Sawi daging.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemupukan menggunakan pupuk granul dengan pupuk curah terhadap tanaman Sawi daging, dan mengetahui dosis yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman Sawi daging.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Bentuk Pupuk yang terdiri dari P1 =

Pupuk bentuk granul, dan P2 = Pupuk

bentuk curah (tidak dibentuk). Faktor kedua adalah Dosis pupuk yang terdiri dari D1 =

8.5 Ton/ha, D2 = 11 Ton/ha, dan D3 = 14

Ton/ha. Perlakuan uji ini dilakukan sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 30 tanaman Sawi Daging. Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis berdasarkan prosedur sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 0.05 %.

Pelaksanaan dilakukan menggunakan

polybag berdiameter 40 cm dengan tinggi 20 cm. Pada masing-masing perlakuan, tanah diayak dengan ayakan 2 mm, lalu ditimbang dengan berat 5 kg dimasukkan kedalam

polybag. Kemudian dimasukkan pupuk dengan perlakuan yang sudah ditentukan (300 g, 400 g, dan 500 g). Setiap polybag

ditanam 3 benih Sawi daging.

Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman.

Pengumpulan Data

(3)

10

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

minggu hingga masa panen. Data hasil pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman.

Pengolahan Data 1.Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman Sawi daging dilakukan dengan pengamatan langsung mulai benih ditanam hingga panen. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari. Pengukuran tinggi tanaman Sawi daging diukur dari permukaan tanah hingga bagian tertinggi tanaman menggunakan mistar.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun tanaman Sawi dihitung mulai saat munculnya tunas daun hingga masa panen. Perhitungan jumlah daun juga menghitung jumlah daun yang rusak ataupun layu. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari.

3. Luas Daun

Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode panjang kali lebar. Ukuran dimensi daun terpanjang dinyatakan sebagai ukuran panjang (p), sedangkan ukuran daun yang dimensinya lebih kecil dinyatakan sebagai lebar (l), kemudian

dicari luasnya (L) dan dikalikan faktor koreksi (Sutrisman, 2003).

4. Berat Basah Tanaman

Berat basah tanaman ditimbang setelah Sawi panen yaitu setelah umur 7 MST. Penimbangan berat basah tanaman menggunakan timbangan digital. Tanaman yang ditimbang adalah seluruh bagian tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan gambaran adanya pertumbuhan pada tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, dan 7 MST. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semua perlakuan memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama, yaitu tinggi tanaman semakin tinggi seiring dengan bertambahnya waktu.

Berdasarkan hasil (Tabel 1) perlakuan pupuk dalam bentuk curah maupun granul pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini diduga karena tanaman sawi masih muda sehingga penyerapan unsur hara masih belum optimal, tetapi pada umur 5 MST, 6 MST, dan 7 MST menunjukkan pengaruh yang cukup nyata terhadap bentuk pupuk yang diberikan.

Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Rerata Tinggi Tanaman

Perlakuan 1MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST K 5.5 7.3 9.7 11.3 12.6a 13.8a 15.2a P1D1 5.1 7.08 8.74 10.58 13.88a 16.02a 17.94b P1D2 5.54 7.46 9.76 11.26 13.48a 15.8a 17.38b P1D3 5.62 7.1 8.82 10.52 13.04a 15.44a 17.42b P2D1 5.92 8.9 10.74 12.78 17.26b 21.2b 23c P2D2 5.2 7.7 8.6 11.56 16.86b 21.36b 23.66c P2D3 5.24 7.94 9.74 12.58 17.9b 22.86b 25.74d BNJ 5% 2.41 2.13 2.27 1.82 2.36 1.82 1.82 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

Berdasarkan hasil (Tabel 1) perlakuan pupuk dalam bentuk curah maupun granul pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini diduga karena tanaman sawi masih muda

(4)

11

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pemberian pupuk dalam bentuk curah maupun granul menunjukkan perbedaan paling nyata pada 7 MST yaitu perlakuan P2D3, dimana semakin tinggi dosis yang

diberikan akan semakin tinggi juga pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan pupuk dalam bentuk curah memiliki ketersediaan hara yang lebih tinggi dari pada pupuk dalam bentuk granul sehingga pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik.

Gardner et al, (1991) berpendapat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman didahului dengan terjadinya proses pembelahan sel atau peningkatan jumlah sel dan perbesaran ukuran sel. Proses ini memerlukan unsur nitrogen yang diperoleh dari lingkungan.

Lingga (1993) menyatakan bahwa peranan utama nitrogen pada tanaman adalah merangsang pertumbuhan tanaman, khususnya batang dan percabangan daun. Proses pembelahan sel akan berjalan cepat dengan adanya ketersediaan nitrogen yang cukup.

Hasil pengamatan jumlah rata-rata daun Tanaman Sawi daging pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan P2D3

berbeda nyata hanya pada usia 7 MST. Hasil analisa ragam menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada 1 MST hingga 6 MST. Jumlah rata-rata daun tanaman Sawi daging

terbanyak ada pada perlakuan P2D3 yaitu

15,6 helai, sedangkan jumlah rata-rata paling sedikit pada perlakuan K yaitu 8 helai.

Tingginya jumlah daun pada perlakuan yang diberi pupuk diduga karena pupuk memberbaiki karakteristik fisika dan kimia tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan unsur nitrogen dalam tanah mampu diserap dengan baik oleh tanaman. Menurut Buckman dan Brady (1982), pemberian nitrogen yang tepat dapat membentuk bagian-bagian penting tanaman seperti batang, daun, dan akar. Jika nitrogen terpenuhi maka sintesis klorofil dapat terjadi, sehingga protein dan pembentukkan sel-sel baru dapat tercapai.

.

2. Jumlah Daun Tanaman

Perhitungan jumlah daun pada tanaman Sawi daging dilakukan pada umur 1 MST hingga 7 MST.

3. Luas Daun Tanaman

Berdasarkan analisis ragam (Tabel 3) menjelaskan bahwa perlakuan berbeda nyata pada umur 4 MST. Luas rata-rata daun tanaman Sawi daging terluas pada perlakuan P2D3 yaitu 56,61 cm2. Sedangkan

luas rata-rata daun tanaman Sawi daging terkecil pada perlakuan K (kontrol) yaitu 29,91 cm2.

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Rerata Jumlah Daun Tanaman (helai) Perlakuan 1MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

K 2 2 3 4 6 7 8a

P1D1 2 2,8 3,4 4,4 6,2 8 10a

P1D2 2 2,8 4 4,8 6,2 8,2 10,6a

P1D3 2 2,6 3,4 4,6 6,4 8,8 11,4a P2D1 2 3,2 5,2 6,4 7,6 10 12,6a P2D2 2 3,2 5,2 6,4 8,6 11 13,4a

P2D3 2 3,2 4,4 5,8 8 11 15,6b

BNJ 5% 0,29 1,24 0,93 1,04 1,32 1,82 2,09

(5)

12

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Luas Daun Tanaman (cm2)

Perlakuan 1MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

Adanya perbedaan tidak nyata pada usia 1 MST hingga 3 MST disebabkan ukuran daun yang homogen dan umur tanaman yang masih muda. Pada usia tersebut serapan unsur nitrogen masih belum terambil sepenuhnya oleh tanaman.

4. Berat Basah Tanaman

Tingginya berat basah tanaman Sawi daging menggambarkan tingkat besarnya produksi suatu tanaman yang diperoleh pada saat panen. Berdasarkan hasil analisis ragam yang dijelaskan pada Tabel 4 berikut ini pemberian dosis pupuk terhadap tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat basah tanaman Sawi daging.

Tabel 4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Rerata Berat Basah Tanaman

Perlakuan Berat Basah Tanaman (gram)

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

Besarnya nilai berat basah tanaman yang berbeda nyata diantara perlakuan yang ada disebabkan adanya pemberian jenis pupuk dan dosis pupuk yang diberikan ke tanaman. Dapat dilihat

perbedaan nilai rata-rata berat basah tanaman Sawi daging. Nilai berat basah terbesar adalah perlakuan P2D3 yaitu 207,3

g. Sedangkan nilai rata-rata berat basah terkecil adalah perlakuan K (kontrol) yaitu 154,3 g. Hal ini disebabkan perlakuan K (kontrol) tidak dilakukan pemberian pupuk. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan seperti nitrogen yang dibutuhkan akan membentuk asam amino, meningkatkan protein, klorofil, dan memperbesar sel untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga berat dan volume tanaman bertambah (Syarief, 1988).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut penggunaan pupuk dalam bentuk curah memberikan pengaruh lebih baik daripada pupuk dalam bentuk granul. Pengaruh tersebut dapat diamati dari parameter tinggi tanaman, luas daun, dan berat basah tanaman. Berdasarkan parameter yang diamati, maka perlakuan terbaik terdapat pada penggunaan pupuk dalam bentuk curah dengan dosis 500 gram (14 Ton/ha). Dosis penggunaan pupuk dalam bentuk granul terbaik untuk pertumbuhan tanaman Sawi daging terdapat pada dosis 500 gram (14 Ton/ha).

DAFTAR PUSTAKA

(6)

13

Suharto, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Tugas Akhir. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Buckman dan Brady. 1982. Ilmu Tanah.

Bhrata Karya Aksara. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. Jakarta.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2007. Daftar Klasifikasi Buah dan Sayuran. Jakarta: Bhrata Karya.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta.

Gardner F. P, R. B. Pierce dan R. L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Diterjemahkan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Lingga, P. 1997. Petunjuk Penggunaan Pupuk.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mastura, M. S. 2008. Analisa Unsur Hara Fosfor pada Daun Kelapa Sawit Secara Spektrofotometri di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. [Karya Ilmiah]. Fakultas Mtematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Palungkun, R dan Budiarti, A. 1993. Sweet

Corn and Baby Corn. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Sutrisman. 2003. Bertanam Jenis Sayur.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan Inovasi Budidaya Sayuran berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (2): 131-147.

Gambar

Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Rerata Tinggi Tanaman
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Luas Daun Tanaman (cm2)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kekakuan yang lebih baik dan deformasi campuran aspal pada suhu yang lebih tinggi, gradasi kasar dapat digunakan sebagai agregat kasar dalam campuran aspal

Dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan untuk dicari jawabannya melalui studi yaitu: (1) Bagaimanakah keterkaitan ke belakang dan ke depan

Sumber : Hasil Penelitian Metode yang digunakan dalam memperoleh data primer tersebut adalah dengan wawancara dan kegiatan tanya jawab dengan pekerja secara langsung

Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan memberikan penguat ( reinforcement ) atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan. Dalam hal ini

Sedangkan Six Sigma digunakan sebagai analisis target ukuran kinerja, serta peningkatan kinerja dari kegiatan bisnis UKM Produk Kerajinan dalam

Akan tetapi, dalam penelitian ini yang dikaji oleh peneliti lebih ditekankan pada persepsi masyarakat terhadap deposito perbankan syariah di Kelurahan

Daya Ledak tungkai sangat penting dalam setiap aktivitas pada cabang-cabang olahraga terutama yang mengharuskan atlet untuk menolak dengan kaki seperti lompat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas XI