D I R E K T O R A T K E W I L A Y A H A N I I D E P U T I O T O N O M I D A E R A H D A N P E N G E M B A N G A N R E G I O N A L B A P P E N A S
Fokus
• Mengoptimalkan Potensi Perikanan Melalui Pengembangan Kawasan Terpadu - 2
• Prospek Pasar dan Peluang Investasi Usaha Perikanan - 6
• Pembangunan Pelabuhan Perikanan untuk Mendukung Pengembangan Kawasan - 9
• Cara Cina mengembangkan Industri Perikanan - 13
• IUU Fishing : Ancaman Bagi Pembangunan Perikanan - 15
Opini
• Strategi Pengelolaan Kawasan Perikanan Terpadu di Sentra-Sentra Nelayan (Dirjen Perikanan Tangkap DKP) - 17
• Strategi Pendekatan dan Pengembangan Budidaya Laut dan Pantai (Dirjen Perikanan
ISSN 1693-6957 E D I S I 1 3 • 2 0 0 5
Wawancara
• Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS : Perlu Big Push untuk mengembangkan perikanan - 23
Daerah
• Kawasan Terpadu Pengolahan Ikan di Tanjungbinga, Kabupaten Belitung - 26
Agenda
• Kunjungan ke Sentra Usaha Pembuatan Kapal Rakyat di Kabupaten Bima, NTB - 31
Pustaka
Pengembangan Kawasan Perikanan untuk
M e m ba ngun Ek
M e m ba ngun Ek
M e m ba ngun Ek
M e m ba ngun Ek
M e m ba ngun Ekonom i Da e r
onom i Da e r
onom i Da e r
onom i Da e ra h
onom i Da e r
a h
a h
a h
a h
P
erikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian negara-negara di berbagai belahan dunia. Sektor perikanan dan kelautan di beberapa negara memiliki kontibusi yang cukup dominan terhadap PDB nasional. Sebagai contoh, kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap perekonomian Jepang yang memiliki pantai sepanjang 34.386 km adalah sebesar $ 21,4 trilyun atau 54 persen dari total PDB nasional. Adapun RRC yang memiliki pantai sepanjang 32.000 km, sektor perikanan dan kelautannya mampu menyumbangkan $ 17,353 Trilyun atau 48,40 persen dari total PDB nasional.Lalu bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia yang memiliki pantai sepanjang 81.000 km atau sekitar 2,5 kali panjang pantai RRC dan Jepang, pada tahun 1998 sektor perikanan dan kelautannya ternyata hanya
mampu menyumbangkan sekitar $ 28 Miliar atau hanya 20,06 persen dari total PDB nasional (PKPSL, 2000). Hal ini tentu sangat ironis sebab Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar dan beragam di sektor ini dan berpeluang merebut keunggulan kompetitif dan bersaing dengan negara lain. Porter (1998) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif sejati suatu bangsa adalah keunggulan yang dibangun atas dasar keunggulan komparatif yang dimiliki bangsa
tersebut, dengan menerapkan IPTEK mutakhir dan manajemen profesional pada seluruh mata rantai sistem usahanya yaitu produksi, penanganan dan pengolahan hasil, distribusi, dan pemasaran. Paradigma pembangunan kawasan berbasis perikanan dan kelautan di Indonesia m e m a n g baru memperoleh momentum emasnya beberapa tahun terakhir ini. Pada masa orde baru,
pembangunan perikanan dan kelautan tidak memperoleh perhatian yang cukup akibat paradigma pembangunan yang berorientasi agraris semata. Namun sejak terjadinya pergantian rezim pemerintahan semakin disadari bahwa aset dan sumber daya pesisir memiliki peluang yang terlalu besar untuk disia-siakan. Sejak tahun 1999, sektor maritim mulai dimasukkan ke dalam GBHN dan secara kelembagaan saat ini telah
terbentuk departemen khusus yang menangani pembangunan kelautan dan perikanan.
Pembaca yang budiman, Buletin Kawasan kali ini akan mengulas pengembangan kawasan berbasis usaha perikanan, baik potensi, peluang pengembangan,tantangan dan permasalahan, serta strategi pengembangannya di berbagai aspek. Dalam opini akan diangkat strategi pengembangan kawasan berbasis perikanan tangkap dan budidaya. Untuk memperkaya, disajikan pengalaman pengembangan perikanan di daerah dan negara lain, serta wawancara dengan Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI.
Edisi ini juga merupakan edisi yang cukup istimewa, karena seiring dengan terjadinya perubahan struktural di tubuh Bappenas, Buletin Kawasan mulai nomor ini akan diterbitkan oleh Direktorat Kewilayahan II yang tidak lain merupakan “nama baru” dari Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. Meski demikian, Buletin Kawasan tetap akan terbit secara berkala untuk menghadirkan isu-isu aktual pengembangan kawasan bagi para pembaca.
K
awasan-kawasan yang potensial untuk dikembangkan usaha perikanannya di berbagai daerah di Indonesia sangat banyak mengingat garis pantai Indonesia yang panjang - terpanjang di dunia setelah Kanada - serta banyaknya perairan umum yang berada di berbagai daerah. Memang terdapat beberapa kawasan pesisir dan laut seperti di sekitar Batam dan Karimun, sebagian selat Malaka, Pantai Utara Jawa, dan Pantai Selatan Sulawesi yang telah mengalami tingkat pemanfaatan yang intensif dan tingkat kerusakan lingkungan yang cukup besar terutama berupa tangkap lebih (overfishing). Namun di lain pihak banyak, masih banyak kawasan yang memerlukan investasi dan pemanfaatan sumberdaya yang lebih besar, misalnya Kawasan Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, ZEEI bagian Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Teluk Tomini, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT, Maluku, Papua, dan ZEE bagian Samudera Pasifik . Selain itu di berbagai daerah juga potensi perairan umum berupa waduk, sungai, dan rawa yang ada belum dimanfaatkan secara optinal.Potensi Pengembangan Perikanan
Apabila ditinjau dari sektor ekonomi, maka potensi usaha perikanan yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya beserta industri pengolahannya serta industri bioteknologi.
1. Perikanan Tangkap
Dengan luas laut 5,8 juta km2, Indonesia
sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Berdasarkan pada distribusi stok ikan, kondisi I ndonesia m em iliki pot ensi perikanan yang
sangat besar. Jik a dit inj au dari luas w ilayah la ut nya , pera ira n la ut I ndonesia selua s 5 ,8 Jut a Km2 m eliput i 7 5 % w ila ya h I ndonesia
a da pun lua s w ila ya h da ra t a n ha nya 1 ,9 j ut a k m2. M esk i dem ik ia n di w ila ya h
da ra t a n pun t erda pa t pera ira n um um selua s 0 ,5 4 j ut a k m2 ya ng j uga da pa t
dikem bangkan sebagai usaha perikanan. Pot ensi raksasa yang dim iliki oleh bangsa I ndonesia ini belum dim anfaat kan secara opt im al bagi sebesar- besarnya
kesej ahteraan m asyarakat.
Mengoptimalkan Potensi Perikanan
oseanografis perairan, dan kepentingan manajamen perikanan tangkap, perairan laut Indonesia dibagi menjadi sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan /WPP
(Tabel 1). Potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield, MSY) sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Hingga saat ini potensi perikanan tangkap di laut secara nasional belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu baru mencapai 4,4 juta ton atau 69% dari potensi lestari pada tahun 2003. Kendati demikian, di beberapa WPP beberapa kelompok (stok) sumberdaya ikan telah mengalami
overfishing (tingkat pemanfaatan melebihi potensi lestari atau lebih dari 100%) atau mendekati overfishing (Tabel1), kecuali di WPP yang terletak di Kawasan Timur Indonesia (WPP-4 s/d WPP-8) yang secara umum masih dimungkinkan untuk penambahan intensitas upaya penangkapan di berbagai kelompok SDI.
Selain di laut, kegiatan usaha perikanan tangkap juga dapat dilakukan di perairan umum. Indonesia memiliki perairan umum seluas kurang-lebih 13,7 juta ha. Jika dibandingkan dengan negaralain, Indonesia memiliki perairan umum yang relatif luas. Sebagai ilustrasi, Malaysia, Philipina, dan Thailand berturut-turut memiliki perairan umum seluas 0, 46 juta ha; 0,26 juta ha; dan 4.5 juta ha . Potensi lestari sumberdaya ikan perairan umum Indonesia diperkirakan sebesar 900.000 ton/tahun yang antara lain meliputi jenis-jenis ikan mujaer,
Perairan
Sumber: BRKP-DKP dan P3O-LIPI (2001)
Catatan: 1. Selat Malaka, 2. Laut Cina Selatan, 3. Laut Jawa, 4. Selat Makassar dan Laut Flores, 5. Laut Banda, 6. Laut Seram dan Teluk Tomini, 7. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8. Laut Arafura, 9. Samudera Hindia
Kelompok Wilayah Pengelolaan Perikanan Sumber Daya
Pemanfaatan Jenis Budidaya Potensi
(ha) (ha) (%)
Peluang Pengembangan
(ha)
1. Budidaya Laut 24.528.178 786 0,003 24.527.392
2. Budidaya Air Payau 1.200.000 420.000 35,000 780.000
3. Budidaya Air Tawar - - -
- Kolam 526.400 77.647 14,750 448.753
- Perairan Umum 685.000 785 0,114 684.215
- Minapadi (Sawah) 1.546.000 157.346 10,177 1.388.654
Total 28.485.578 656.564 2,304 27.829.014
Jenis Kegiatan Perikanan
Potensi
2. Tambak (payau) 3. Perairan tawar
47,0
TOTAL 65,0 6,45 9,9
Tabel 3. Potensi Perikanan Budidaya dan Produksi Tahun 2003 (juta ton/thn)
baung, patin, tambakan, nilem, lais, tawes, jelawat, belida, gabus, semah, sepat, tapah, dan udang galah.
2. Perikanan Budidaya
Hingga saat ini tingkat pemanfaatan usaha perikanan budidaya masih sangat rendah padahal luas perairan yang sesuai untuk kegiatan budidaya sangat luas, sehingga peluang pengembangan usaha perikanan budidaya di tanah air masih sangat besar (Tabel 2). Khususnya di perairan laut, peluang pengembangan masih sangat terbuka dimana Indonesia memiliki perairan laut yang potensial (sesuai) untuk usaha budidaya laut terluas di dunia. Berdasarkan pada perhitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, maka potensi luas perairan laut Indonesia yang sesuai untuk kegiatan budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta ha. Luasan potensi kegiatan budidaya laut tersebut terbentang dari ujung bagian barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Dengan teknologi budidaya laut dalam atau laut lepas, maka potensi luas laut yang cocok untuk usaha budidaya laut sudah barang tentu akan bertambah luas. Adapun
komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal laut tersebut antara lain meliputi ikan kakap, kerapu, baronang, tiram, kerang hijau, kerang darah, teripang, kerang mutiara, abalone, dan rumput laut. Sementara itu, komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan di perairan payau (tambak) antara lain adalah udang windu , udang vaname, bandeng , kerapu, kepiting, dan rumput laut jenis Gracilaria. Dan, komoditas-komoditasyang dapat dibudidayakan di perairan tawar antara lain mencakup ikan mas, nila, gurame, patin, bawal air tawar, dan udang galah.
Potensi produksi sumberdaya perikanan yang dapat dihasilkan dari usaha perikanan budidaya diperkirakan sebesar 65 juta ton/tahun, dan baru diproduksi sebesar 6,45 juta ton (9,9 %) pada tahun 2003 (Tabel 3). Tampak jelas bahwa peluang pengembangan usaha perikanan budidaya sebenarnya jauh lebih besar daripada usaha perikanan tangkap. Apabila
Gambar 2. Perikanan budidaya, andalan perikanan Indonesia di masa depan
Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha perikanan budidaya, maka Indonesia akan menjadi produsen komoditas perikanan terbesar di dunia.
3. Bioteknologi Perairan
Aplikasi industri bioteknologi perairan secara garis besar mencakup 3 bidang, yaitu ekstraksi bahan-bahan alamiah untuk berbagai jenis industri, perikanan budidaya, dan bioremediasi lingkungan.Mengingat bahwa dasar dari industri bioteknologi perairan adalah kekayaan dan keanekaragaman biota perairan, maka Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen produk-produk bioteknologi perairan terbesar di dunia. Potensi aplikasi bioteknologi dalam mengekstraksi bahan-bahan alamiah dari biota perairan untuk bahan dasar industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, bioenergy, dan industri lainnya di Indonesia sangat besar dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 40 milyar
per tahun. Banyak sekali biota laut dan perairan umum
Indonesia yang mengandung bahan-bahan alamiah untuk
industri far masi, kosmetika, makanan dan minuman, bioenergy, dan industri lainnya. Aplikasi bioteknologi yang kedua adalah dalam mendukung perikanan budidaya, yaitu melalui rekayasa genetik untuk menghasilkan induk dan benih unggul dengan sifat-sifat sesuai yang diinginkan., seperti cepat tumbuh, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan tercemar, dan sifat-sifat baik lainnya. Penerapan bioteknologi yang ketiga adalah dalam produksi mikroba (bakteri) yang secara genetis direkayasa guna menghasilkan mikroba yang dapat memakan (melumat) bahan pencemar (polutan), seperti minyak bumi dan bahan kimia lainnya. Salah satu negara yang telah menikmati devisa dari industri bioremediasi ini adalah Inggris dimana nilai ekspornya mencapai US$ 2 milyar/tahun.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan Terpadu
Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia dalam bidang perikanan seperti telah diuraikan diatas sangat besar sehingga peluang pengembangan kawasan-kawasan di Indonesia yang keunggulan kompetitif ekonominya berbasis kepada industri perikanan dan kelautan sangat dimungkinkan.
Fakta juga menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan dan kelautan di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimal, sementara di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara maju potensinya sudah semakin menipis sehingga dapat menjadi prospek pasar yang menjanjikan bagi Indonesia.
Namun demikian pengembangan industri perikanan yang mampu mendatangkan devisa sebesar-besarnya bagi negara dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat belum dapat dicapai secara optimal. Hal ini disebabkan karena industri perikanan sebagai industri hilir di Indonesia belum berkembang sepesat negara-negara lain seperti Thailand, Hong Kong, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan, yang setiap tahunnya mampu meraup devisa miliaran dollar AS dari hasil industri perikanan. Hal diindikasikan disebabkan oleh beberapa permasalahan, antara lain : Pertama, kesulitan dalam memperoleh bahan baku ikan dari kapal-kapal penangkap.
Kedua, hadirnya isu-isu yang menghambat ekspor produk perikanan Indonesia, Ketiga, terdapatnya ekonomi biaya tinggi akibat beban biaya dari pungutan resmi yang tumpang tindih maupun pungutan liar, sehingga berakibat pada lemahnya daya saing dengan negara lain. Keempat, kurangnya perhatian pemerintah dalam hal pemberian insentif untuk mendorong industrialisasi, terutama fiskal dan perpajakan dalam rangka menekan biaya produksi, seperti yang dilakukan Thailand, RRC dan Filipina dengan memberikan insentif berupa pajak.
Kelima, kurangnya kesadaran pelaku industri untuk meningkatkan mutu produk. Sedangkan di sisi lain, ketentuan mutu dan kesehatan pangan dari negara pengimpor semakin ketat. Keenam, penerbitan berbagai peraturan di daerah yang menciptakan iklim investasi kearah tidak kondusif. Berbagai peraturan daerah (Perda) yang mengharuskan pungutan tidak perlu, birokratisasi perizinan yang membuat pengurusan izin
atau dokumen semakin berbelit-belit, dan ketujuh,
meningkatnya suku bunga bank untuk investasi jangka panjang, sedangkan profit margin industri masih kecil.
Dalam menghadapi permasalahan dan tantangan tersebut, dan lebih jauh lagi untuk menangkap berbagai peluang dalam era globalisasi, maka pembangunan perikanan harus dilakukan melalui kebijakan yang bersifat komprehensif baik dalam tataran mikro-teknis maupun makro-struktural (Dahuri, 2005) Dalam tataran mikro-teknis, pengembangan suatu kawasan berbasis industri perikanan perlu didukung oleh sifat keunggulan (excellence) pada setiap mata rantai dalam sistem bisnis perikanan yaitu produksi, penanganan dan pengolahan hasil, serta pemasaran. Kawasan akan berkembang pesat jika investor, pengusaha, dan kalangan perbankan atau lembaga keuangan lainnya telah mempersepsikan usaha-usaha dalam kawasan tersebut merupakan bisnis yang penuh kepastian dan menguntungkan.
Selain kebijakan dalam tataran mikro-teknis, pengembangan perikanan dan kelautan juga perlu didukung dalam tataran makro-struktural dengan menempatkan
perikanan dan kelautan sebagai platform pembangunan
rakyat Indonesia dalam mendukung strategi pembangunan yang berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan. Upaya ini perlu diikuti dengan kebijakan revitalisasi sektor riil, peningkatan ekspor, investasi dan konsumsi produk-produk berbasis SDA. Kesemua ini hanya dapat dilakukan bila terdapat iklim usaha yang baik, diantaranya dengan adanya kebijakan fiskal dan moneter yang memberikan peluang dan keringanan bagi setiap kegiatan investasi dan produksi, situasi keamanan yang kondusif, infrastruktur yang mendukung, adanya kepastian hukum, serta adanya birokrasi dan peraturan yang kondusif dalam berinvestasi dan berusaha.
Pengembangan kawasan yang berbasis kepada industri perikanan perlu memadukan seluruh potensi sumberdaya perikanan dan industri perikanan secara optimal serta menyatu dengan potensi ekonomi lainnya dari satu kawasan. Kusumastanto (2002) menyatakan bahwa pengembangan perikanan perlu dilakukan dengan konsep fishery aquabusiness system, dimana terdapat setidaknya 7 aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan kawasan yang berbasis aquabisnis perikanan, antara lain sumberdaya perikanan dan kawasan, prasarana dan sarana, keuangan/permodalan, hukum dan kelembagaan, sumberdaya
manusia, pasar, dan IPTEK. Selanjutnya, beberapa
strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan sistem aquabisnis perikanan secara terpadu adalah dengan : 1. Membangun sub-sub kawasan sebagai pusat
pengembangan hulu dan hilir dalam sistem aquabisnis sesuai dengan sumberdaya perikanan yang dapat dikembangkan. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah mengembangkan kawasan desa-desa pantai sebagai pusatpengembangan, lengkap dengan sarana dan prasarana pendukungnya.
2. Meningkatkan aktivitas produksi dengan memanfaatkan potensi penangkapan, budidaya, industri pengolahan, maupun industri berbasis teknologi tinggi seperti biotekbologi kelautan. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya yang menekankan pada efisiensi dan optimalisasi teknologi serta daya dukung lingkungan.
3. Mengembangkan hukum dan kelembagaan yang sesuai dengan karakteristik usaha sektor perikanan
4. Melakukan penataan lahan dan perairan pesisir/lautan sebagai kawasan perikanan dengan menentukan daerah penangkapan, budidaya, dan industri secaraserasi antara perikanan skala kecil dan besar (skala industri), secara koeksistensi dan terpadu dengan sektor lain. Penataan ruang dilakukan dengan menetapkan zonasi maupun peta operasional usaha per komoditi untuk setiap usaha perikanan berdasarkan kemampuan operasi (perikanan rakyat dan industri), serta membangun keterkaitan dengan sektor lain (pariwisata, transportasi laut, dan industri pendukung)
5. Pengembangan kelayakan bisnis, pengembangan pasar dan dukungan keuangan, serta penciptaan iklim usaha yang menarik bagi investor.
Sumber :
1. Kusumastanto, 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK IPB
2. Dahuri, 2005. Prospek Investasi dan Bisnis di Sektor Kelautan dan Perikanan. Makalah utama dalam Workshop Prospek Dunia Usaha Dan Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan. Makassar, 17 Februari 2005 3. Harian Pikiran Rakyat. Revitalisasi Industri Perikanan.2 Desember 2004
Kegiatan Instansi terkait
Peningkatan ekspor DKP, Depkeu, Dephub, Depperindag, Deplu Peningkatan Pemasaran Dalam Negeri DKP, Depperindag, Badan POM, Pemda Pembangunan & Pengembangan
Budidaya
DKP, Depkimpraswil, PEMDA, Depkeu
Pengembangan Mutu Produk DKP, Perguruan Tinggi (PT), Badan Standarisasi Nasional, Depperindag
Pengembangan prasarana dan sarana DKP, Depkimpraswil Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya
Ikan dan Masyarakat Pesisir
DKP, Depkeu, Kemkop dan UKM, Depkimpraswil
Peningkatan Kapasitas Usaha dan Investasi
DKP, Kemkop & UKM, Depkeu, Perbankan
Peningkatan Kapasitas Pemasaran DKP, Depperindag, KBRI, Pemda Penataan Ruang Pesisir dan Laut DKP, Depperindag, Depdagri, PEMDA,
Depkimpraswil, Bakosurtanal Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil
DKP, Depdagri, Depkimpraswil, Kemkop & UKM, Depkeu
Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut DKP, Dephut, Kembudpar, LIPI Rehabilitasi dan Perlindungan SDKP serta
Ekosistem Lingkungan Perairan
DKP, TNI-AL,Polairud, Dephan
Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Ikan
DKP, TNI-AL, POLRI, Kehakiman & HAM
Pengembangan Riset KP DKP, PT, BPPT, LIPI, Bakosurtanal Pengaturan Investasi DKP, BKPM, Menko Perekonomian Perizinan Kapal Penangkapan DKP, Dephub
Pengembangan Karantina Ikan DKP, Ditjen Bea & Cukai, Depperindag, Dephut, PT, Pemda
Penyusunan Perda Berkaitan dengan KP Pemda
Restribusi Hasil Budidaya DKP, Depkeu, Depdagri & Otda, Pemda Penggunaan Dana ZEE DKP, Menko Perekonomian, Depkeu
Pembiayaan DKP, Bappenas, Depkeu
Monitoring, Controlling, and Surveillance DKP, TNI-AL, Depkeu, Menko Perekonomian
P
engembangan kawasan perikananterpadu memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait. Berikut ini adalah daftarkegiatan yang dilakukan dalam pengembangan kawasan perikanan terpadu beserta instansi-instansi yang perlu terlibat didalamnya.
Sumber :
Prospek Pasar dan Peluang Investasi
Usaha Perikanan
Prospek Pasar Usaha Perikanan
S
ebagai negara dengan jumlah penduduk 220 juta
-terbesar keempat di dunia setelah RRC, India, dan
Amerika Serikat - pasar domestik Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk menyerap
hasil-hasil perikanan. Bila tingkat konsumsi ikan per kapita
penduduk Indonesia pada tahun 2003 mencapai 24,67
kg/kapita, maka pada tahun 2009 diperkirakan meningkat
menjadi 30 kg. Karena jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 250 juta jiwa
(BPS, 2003); maka jumlah volume ikan yang diperlukan
guna memenuhi kebutuhan dalam negeri saja adalah
sebesar 7,5 juta ton. Selanjutnya, pada tahun 2020
penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 300 juta
jiwa (BPS, 2003), dan jika konsumsi ikan per kapita
sebesar 40 kg, maka pada saat itu akan diperlukan ikan
konsumsi sekitar 12 juta ton. Lebih dari itu, jumlah
volume ikan tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan
pangan, belum termasuk kebutuhan bahan baku industri,
farmasi (obat-obatan), kosmetika, serat, dan energi yang
berasal dari organisme perairan (Dahuri, 2005).
Sementrara pada pasar dunia, secara umum
volume ikan dan produk perikanan yang diperdagangkan
antara negara mengalami dua kali peningkatan dari tahun
1970 ke tahun 1995. Kemudian dari tahun 1998 sampai
2000 volume perdagangan ikan dan produk perikanan
dunia mengalami peningkatan sebesar 8% (FAO, 2002);
dan kecenderungan peningkatan perdagangan ikan dan
produk perikanan ini akan terus menguat seiring dengan
terus bertambahnya jumlah penduduk dunia. Di
Indonesia sendiri, laju pertumbuhan ekspor perikanan
dalam kurun waktu 1998-2003 sangat pesat. Pada tahun
1998 volume ekspor perikanan Indonesia sebesar 650.291
ton dengan nilai US$ 1,7 milyar; kemudian meningkat
menjadi 703.155 ton dengan nilai US$ 1,74 milyar pada
tahun 2000; dan pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi
800.000 ton dengan nilai US$ 2,1 milyar. Sampai saat
ini, volume dan nilai ekspor perikanan Indonesia masih
didominasi komoditas udang dan tuna dan cakalang,
sementara komoditas lainnya meliputi rumput laut,
kerang-kerangan, kepiting, rajungan, ikan hias, ikan teri,
ubur-ubur dan mutiara (Dahuri, 2005).
Mengingat besarnya permintaan terhadap hasil
perikanan serta produk bioteknologi perairan dan adanya
kecenderungan peningkatan seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk sementara Indonesia memiliki potensi
pengadaan yang juga sangat besar, maka sesungguhnya
peluang investasi dan usaha di sektor kelautan dan
perikanan sangat menjanjikan.
Peluang Investasi Usaha Perikanan
Investasi dan usaha di bidang perikanan tangkap
bukan hanya dalam hal usaha penangkapan ikan di laut
maupun perairan umum; tetapi juga mencakup
pembangunan prasarana pendaratan ikan dan pelabuhan
perikanan, pengolahan hasil perikanan, dan segenap
industri penunjangnya
Peluang investasi dan usaha yang terkait dengan
kegiatan penangkapan ikan adalah pengadaan sarana
penangkapan ikan, yaitu: kapal ikan dan alat penangkapan
ikan. Investasi juga diperlukan untuk merevitalisasi dan
Sem akin m eningkatnya penduduk I ndonesia dan dunia serta sem akin tum buhnya kesadaran m a sya r a k a t a k a n nila i gizi pr oduk pe r ik a na n ba gi k e se ha t a n da n k e ce r da sa n, m a k a perm intaan akan produk perikanan I ndonesia baik di pasar dom estik ( dalam negeri) m aupun pa sa r ek spor diperk ira k a n a k a n t erus m eningk a t da ri w a k t u k e w a k t u.
membangun galangan-galangan kapal ikan di seluruh
nusantara, sehingga dapat lebih effsien dan mampu
bersaing dengan produk kapal ikan buatan luar negeri
(asing). Peluang
investasi dan usaha juga
terbuka lebar dalam
pengelolaan dan
pengoperasian pelabuhan
perikanan, yang antara
lain meliputi: pengadaan
BBM , pabrik es, cold
storage, perbekalan dan
logistik untuk melaut, dan
dock yard
serta
perbengkelan.
Pada sub-sistem
pengolahan hasil dalam
sistem bisnis perikanan
tangkap juga terbuka
lebar untuk investasi dan
usaha pengolahan hasil
perikanan yang antara lain
mencakup: pabrik es;
cold
storage
; pabrik
pengolahan hasil perikanan untuk menghasilkan
produk-produk
bernilai tambah; dan pabrik bahan pengemas
seperti kaleng, karton, dan
styrofoam
. Pada sub-sistem
pemasaran (perdagangan) hasil perikanan terdapat
peluang usaha yang besar
dan beragam, terdiri dari:
jasa perdagangan
ekspor-usaha retail (untuk pasar
tradisional,
outlets
, dan
pedagang keliling); dan
usaha pemasok/kepada
supermarket
, hotel,
restoran, dan industri
pengolahan ikan. Untuk
mendistribusikan ikan
dari pelabuhan perikanan
ke pabrik pengolahan
hasil perikanan sampai ke
pasar (baik domestik
maupun ekspor) juga terdapat peluang investasi dan
usaha yakni transportasi termasuk: truk berpendingin ,
air cargo,
container shipping
, dan lainnya.
Peluang investasi dan usaha di bidang perikanan
budidaya masih terbuka sangat lebar, bahkan jauh lebih
besar dari pada yang ada pada perikanan tangkap, jika
PRODUKSI
• PENGADAAN SARANA – Kapal Ikan – Bekal & Logistik Melaut – Dock yard & Bengkel
• PABRIK ES
• COLD STORAGE
• PABRIK “ ADDED-VALUES” PRODUK PERIKANAN
• PENGADAAN SARANA
• PAKAN IRIGASI & DRAINASI
• BBM, ES, & LOGIS TICS
CARA USAHA SEGMEN PASAR
dilihat dari lingkungan strategis yang ada dan potensi
pengembangan yang tersedia. Pada sub-sistem
produksi, investasi dan usaha dalam pembesaran
komoditas perikanan di
lingkungan perairan laut
yang prospeknya cerah
antara lain meliputi: (1) ikan
kerapu, (2) ikan kakap, (3)
ikan baronang, (4) ikan
gobia, (5)
abalone,
(6) kerang
mutiara, (7) kerang hijau,
(8) kerang darah, (9) ikan
hias, dan (10) rumput laut.
Peluang investasi dan
usaha pembesaran
komoditas perikanan di
perairan payau (tambak)
antara lain mencakup: (1)
udang windu, (2) udang
vaname, (3) udang rostris,
(4) ikan kerapu lumpur ,
(5) ikan bandeng, (6) ikan
gobia, (7) ikan nila, (8)
kepiting, (9) rajungan, dan
(10) rumput laut. Adapun
peluang investasi dan usaha pembesaran komoditas
perikanan di perairan tawar antara lain termasuk: (1)
ikan nila, (2) ikan patin, (3) ikan jambal putih, (4) ikan
bawal air tawar, (5) ikan mas, (6) ikan gurame, (7)
ikan lele, (8) ikan hias, dan
(8) udang.
Dalam bidang
Bioteknologi kelautan,
investasi masih sangat
terbuka mengingat
industri jenis ini belum
dikembangkan di
1994 saja Amerika Serikat
berhasil meraih devisa
senilai US $ 40 milyar dari
industri bioteknologinya,
sedang dari
produk-produk makanan sehat
diperoleh devisa sebesar
US $ 14 milyar per tahun. Kemudian pada tahun 1996
nilai ekspor Amerika mencapai nilai US$ 4 milyar,
padahal, bahan dasarnya banyak yang berasal dari
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sedangkan
untuk kawasan Eropa, seperti Inggris telah memperoleh
nilai ekspor untuk produk bioremediasi pada tahun 1996
Gambar 2. Peta peluang investasiperikanan tangkap
No Prioritas Komoditi per Sub-sektor
Nilai Koefisien
ICOR 1 Perikanan Tangkap
1.1. Penangkapan ikan tuna/cakalang 2,80 1.2. Penangkapan udang dan lobster 3,25 1.3. Penangkapan ikan laut lainnya 3,50
1.4. Penangkapan benih ikan 3,65
1.5. Penangkapan ikan perairan umum 3,55
2 Perikanan Budidaya
2.1. Budidaya udang di air payau 2,75
3.1 Pembenihan ikan air payau 2,95
3.2. Pembenihan ikan laut 3,05
3.3. Pembenihan udang air payau 3,70
4 Industri hasil perikanan
4.1. Ikan kering dan ikan asing
4.1.1. Industri penggaraman / pengeringan ikan dan biota perairan lainnya (seperti ikan tembang, teri, udang, cumi-cumi, dan sejenisnya)
3,55
4.2. Ikan Olahan dan Awetan
4.2.1. Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota lainnya (seperti tepung ikan, kecap ikan, tepung udang, dan sejenisnya)
2,95
4.2.2. Industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya (seperti sardencis, udang, dan sejenisnya)
3,45
4.2.3. Industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya (seperti bandeng, tongkol, dan sejenisnya)
3,65 Prioritas Investasi Usaha Perikanan
P
rioritas investasi pada sektor perikanan dapat diketahui dengan menggunakan indeks ICOR (Incremental Capital Output Ratio) (Kusumastanto, 2002). Sektor-sektor yang memiliki indeks ICOR yang semakin rendah diharapkan akan semakinefisien dan menghasilkan PDB yang semakin besar. Meski demikian, selain
d e n g a n
mempertimbangkan faktor efisiensi yang dicerminkan melalui nilai ICOR, pilihan investasi juga perlu (2,80) yang diikuti dengan penangkapan lobster (3,25), penangkapan ikan jenis lainnya (3,50), penangkapan benih ikan (3,65), dan penangkapan ikan perairan budidaya ikan air payau pada peringkat kedua (3,15)., kemudian masing-masing diikuti oleh
sebesar US$ 2 milyar. Untuk kawasan ASEAN seperti
Filipina, dari industri rumput lautnya saja berhasil
memasukkan devisa sebesar US $ 700 juta pada tahun 1998.
Padahal bahan baku industri rumput laut Filipina, 60%
diimpor dari Indonesia. Berbagai sumberdaya alam yang
berasal dari laut ternyata memiliki peluang yang besar untuk
dikembangkan, dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, oleh
Sumber :
Kusumastanto, 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK IPB
karena itu peran bank sebagai pemilik modal sangat
diharapkan untuk mengembangkan potensi ini.
Disarikan dari : Dahuri, 2005. Prospek Investasi dan Bisnis di Sektor Kelautan dan Perikanan. Makalah utama dalam Workshop Prospek Dunia Usaha Dan Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan. Makassar, 17 Februari 2005
budidaya ikan air tawar (3,45), rumput laut ( 3,85), dan budidaya ikan laut (3,95).
Selanjutnya untuk pembenihan, pembenihan ikan di air payau merupakan yang paling efisien (2,95), kemudiaan masing-masing diikuti oleh pembenihan ikan laut (3,05), dan pembenihan udang air payau.
F
aktor yang cukup mendasar dalam pengembangan usaha perikanan di Indonesia khususnya perikanan tangkap di laut yang saat ini kontribusinya sangat besar adalah tersedianya prasarana yang berkualitas dan memiliki kapasitas untuk melayani kebutuhan nelayan seperti tempat berlabuh/ berlindung bagi kapal-kapal perikanan (fishing base), tempat pendaratan hasil tangkapannya dan kegiatan-kegiatan lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas nelayan. Prasarana yang dimaksud adalah berupa pelabuhan perikanan (PP) termasuk didalamnya Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebagai tempat atau pangkalan bagi kapal-kapal perikanan.Pembangunan dan pengembangan PP dimaksudkan untuk mendukung peningkatan produksi perikana melalui kegiatan penangkapan ikan, menunjang kegiatan pennganan dan pengolahan hasil guna meningkatkan nilai tambah dari sektor perikanan tangkap, menunjang kegiatan pemasaran dan penyaluran hasil serta memperlancar pendistribusian hasil perikanan tangkap, menunjang kelestarian sumberdaya ikan (SDI) dan pengendalian zona-zona penangkapan ikan, serta menyediakan fasilitas sandar bagi kapal-kapal pengawas dan bangunan tempat pengawasan ikan.
Pola pembangunan PP didasarkan atas konsepsi
‘multi-base system’ yakni suatu sistem yang menyeluruh berdasarkan azas pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya mencakup berbagai aspek produksi, pengolahan dan pemasaran hasil sampai dengan aspek sosial-ekonomi perikanan. Peningkatan peran dan fungsi PP dimasa mendatang mutlak diperlukan. Disamping menciptakan iklim usaha yang kondusif, pelayanan yang cepat juga harus dapat memberikan rasa aman bagi setiap pelaku usaha.
Kebutuhan Pengembangan dan Revitalisasi Pelabuhan Perikanan (PP)
Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan laut secara optimal dan lestari, merupakan tuntutan yang sangat mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa negara.
Faktor utama untuk mendukung pengembangan perikanan dan kelautan di Indonesia, khususnya untuk
mengoptimalkan kegiatan penangkapan ikan adalah tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa PP yang siap melayani para pengguna secara memuaskan sebagai tempat berlabuh/berlindung bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan, mendaratkan ikan serta memasarkan hasil tangkapannya.
Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara optimal dan lestari masih terdapat banyak kendala yang dihadapi, antara lain masalah keterbatasan fasilitas berupa prasarana pelabuhan perikanan yang sudah dibangun. Hingga tahun 2004, telah dibangun kurang lebih 56 Pelabuhan Perikanan (type A, B, C) yang dibiayai melalui APBN, APBD, maupun Bantuan Luar Negeri. Jumlah Pelabuhan Perikanan Type D yang telah dibangun untuk menunjang operasional penangkapan di perairan setempat berjumlah 662 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dilihat dari panjang garis pantai dan potensi yang ada, maka fasilitas tersebut belum memadai. Sebagai ilustrasi, Negara Jepang dengan panjang pantai 34.000 km memiliki 3.000 pelabuhan perikanan (satu pelabuhan perikanan setiap 11 km garis pantai). Selain keterbatasan jumlah yang ada, tingkat operasional sebagian besar PP yang telah ada di Indonesia saat ini belum maksimal dan belum melaksanakan fungsinya secara menyeluruh. Oleh karenanya perlu dilakukan kegiatan revitalisasi atau pembangunan lokasi baru PP yang dimaksudkan untuk menjadi penggerak utama perekonomian masyarakat nelayan, sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat nelayan.
Pembangunan Pelabuhan Perikanan
untuk
Mendukung Pengembangan Kawasan
Permasalahan yang dihadapi oleh PP di Indonesia
Pelabuhan perikanan di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan yang menyebabkan fungsi yang dijalankannya belum maksimal. Beberapa permasalahan yang muncul saat ini diantaranya :
· Tingkat operasional beberapa pelabuhan perikanan masih
dibawah kapasitas yang ada, antara lain disebabkan oleh kapasitas penyelenggara, dasar hukum, maupun kondisi fasilitas yang ada.
· Dengan diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan perubahannya UU No. 32 tahun 2004, dimana ada pembatasan kewenangan pengelolaan wilayah perairan laut (Propinsi 12 mil dan Kabupaten/Kota 4 mil), dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi; perlu diantisipasi mengenai konflik dalam pemanfaatan potensi perairan dan penguasaan beberapa aset/kegiatan pemerintah pusat oleh daerah terutama berkaitan dengan kemampuan SDM dan kapasitas Pemerintah di Daerah. Hal ini akan terkait dengan tingkat layanan yang akan diberikan pelabuhan perikanan. Disamping itu dalam hal perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan belum ada sinkronisasi antara kebijakan di daerah dan di pusat.
· Belum adanya persamaan persepsi dalam hal pengelolaan
pelabuhan perikanan type D, sehingga terjadi tarik menarik dalam pengelolaannya, hal ini mengakibatkan tidak operasionalnya suatu pelabuhan perikanan yang telah dibangun.
· Adanya pelabuhan perikanan swasta (tangkahan) dalam
suatu kawasan pelabuhan perikanan yang menghambat fungsi-fungsi pemerintah.
· Keterlibatan sebagian stakeholders (nelayan, pelaku bisnis, aparat, dll) yang kurang maksimal di pelabuhan perikanan sebagai akibat keterikatan usaha dengan para pelepas uang/agen sehingga melemahkan bargaining position nelayan. Untuk memperoleh keperluan melaut agen berlaku monopoli sedangkan pada saat penjualan hasil bersifat monopsoni, hal ini sangat merugikan para nelayan dan bahkan adakalanya nelayan menanggung beban tambahan biaya para bakul akibat kenaikan biaya operasionalnya.
· Kondisi fisik fasilitas pelabuhan masih ada yang kurang mamadai, sehingga penyempurnaan perlu segera dilakukan untuk dapat memberikan pelayanan prima bagi para pengguna, sebagai penunjang pelaksanaan revitalisasi pelabuhan perikanan.
· Program-program kegiatan perikanan belum sepenuhnya
dikonsentrasikan di pelabuhan perikanan, sehingga dapat menyulitkan dalam pembinaan usaha nelayan secara keseluruhan.
· Untuk optimalisasi pemberian pelayanan kepada
masyarakat sekitar khususnya masyarakat nelayan di pelabuhan perikanan diperlukan keterlibatan sektor lainnya di pelabuhan perikanan.
Kebijakan Pembangunan PP
Pembangunan PP pada dasarnya adalah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI) yang terbatas di perairan Nusantara dan ZEEI, dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap baik dalam skala kecil maupun industri. Oleh karena itu pemilihan lokasi PP (sebagai tahap awal) harus memperhatikan berbagai aspek dari sisi perairan maupun hinterland, guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri penangkapan ikan. Pembangunan PP merupakan pekerjaan yang kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan darat dan laut serta menyangkut sosial ekonomi nelayan, sehingga perencanaannya memerlukan pentahapan yang matang. Tahapan yang dilaksanakan dalam pembangunan Pelabuhan Perikanan adalah Study, Investigation, Detail Design, Construction, Operation and Maintenance (SIDCOM). Tahap pertama memberi ketentuan apakah proses pembangunan perlu dilakukan atau tidak. Apabila dari tahap pertama disimpulkan pembangunan layak dilakukan, maka pekerjaan tahap kedua dan ketiga dilanjutkan yaitu berupa pekerjaan perencanaan dan pekerjaan pelaksanaan konstruksi.
Adapun kebijakan umum dalam pengembangan PP adalah:
1. Berorientasi pada kepentingan nasional, dan harus memenuhi syarat sustainable development (pembangunan berkelanjutan) bagi seluruh lapisan masyarakat,
2. Berorientasi pada pemberdayaan kelembagaan dan ekonomi masyarakat (seluruh stakeholder perikanan). Pengembangan PP disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta tingkat kemampuan dan efisiensi,
3. Pengembangan dan penataan PP berdasarkan pada optimalisasi pemanfaatan SDI di 9 (sembilan) wilayah pengelolaan perikanan,
4. Menata PP guna optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensi distribusi produk perikanan.
Kedepan, peran PP akan lebih ditingkatkan, disamping penyelenggaraan fungsi PP termasuk pengelolaan perikanan yang disepakati melalui berbagai kerjasama atau perjanjian regional / internasional. Hal ini berarti PP haruslah yang memenuhi standar internasional dalam pengertian memiliki sarana dan prasarana yang memadai, menerapkan
“good operation and management practice”, Terpeliharanya kebersihan dan sanitasi, serta memadai sebagai “one-stop shopping fishing port” yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat nelayan atau masyakat perikanan.
Strategi Pengembangan PP
effect. Strategi pengembangan PP adalah untuk menciptakan kawasan andalan yang strategis, produktif dan cepat tumbuh sebagai sentra produksi dan sentra industri bagi pengembangan ekonomi perikanan terpadu. Strategi pembangunan PP didasarkan pada kondisi tingkat pemanfaatan potensi perairan tidak merata di 9 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) sejalan dengan tingkat kepadatan penduduk dan nelayan di wilayah tersebut. Selain itu dalam upaya pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang bertang gung jawab dan berkesinambungan serta pengembangan wilayah, perlu dibuat sentra-sentra pertumbuhan guna menunjang perkembangan ekonomi wilayah dalam suatu masterplan pengembangan PP yang dapat mengakomodasi pengembangan perikanan di wilayah yang bersangkutan, serta penyesuaian dengan perkembangan sektor-sektor lainnya dimasa yang akan datang.
Beberapa pendekatan dalam penentuan lokasi dan besaran kegiatan PP, antara lain:
1. Pendekatan Sumberdaya Perikanan
Pendekatan ini dilakukan pada wilayah yang dicirikan dengan kondisi :
· Perairan mempunyai SDI berlimpah dan belum
dieksploitasi dengan baik.
· Pola usaha perikanan rakyat skala kecil dengan
menggunakan kapal tanpa motor, maupun motor tempel yang mampu bergerak sampai perairan 4 mil sepanjang pantai yang melakukan usaha one day fishing.
· Hasil tangkapan nelayan didominasi untuk kebutuhan
Rumah Tangga Perikanan sehari-hari dan sisanya dipasarkan lokal kepada masyarakat setempat.
· Umumnya nelayan memanfaatkan kondisi lingkungan
alam sebagai tempat berlindung seperti muara-muara sungai, laguna, teluk pada musim-musim tertentu sebagai tempat berlindung kapal ikan.
· Secara alamiah daerah perkampungan nelayan akan
tumbuh di sekitar muara sungai yang tidak dipengaruhi gelombang laut. Beberapa lokasi tumbuh pada perairan yang dangkal dengan tingkat sedimentasi tinggi.
Pola pendekatan yang digunakan pada lokasi seperti ini adalah memandang PP sebagai community fishery development
yaitu PP lebih mengarah pada pembangunan perkampungan nelayan yang menyangkut berbagai aspek sosial, sanitasi lingkungan. Sedangkan fasilitas PP lebih mengarah pada melakukan pengamanan tempat berlabuh kapal-kapal nelayan yang sangat terpengaruh oleh gangguan kondisi alam serta dukungan terhadap industri pasca panen secara tradisional.
2. Pendekatan Sentralisasi dan Distribusi Hasil
Pendekatan ini dilakukan pada wilayah yang dicirikan dengan kondisi:
· Daerah yang sudah berkembang yang mempunyai daya
serap yang tinggi terhadap jumlah ikan yang didaratkan.
· PP tumbuh menjadi tempat pemusatan produksi ikan
dari berbagai daerah sekitar perkampungan nelayan (community fishery) untuk didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan melalui darat atau laut.
· Volume ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis
bagi pengembangan usaha perikanan tangkap, perdagangan dan pengolahan pasca panen. Perdagangan akan didominasi untuk skala besar (sebagian kecil dikonsumsi masyarakat setempat sekitar pelabuhan). Kegiatan pelelangan ikan akan lebih tampak.
· Kapal ikan menggunakan tingkat teknologi madya/maju
yang beroperasi di perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil s/ d 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya. Karakteristik kapal akan didominasi pada ukuran yang lebih besar (>10 GT).
Dalam mengembangkan PP perlu diperhatikan indikator-indikator pertumbuhan produksi, pasar dan pasca panen serta RUTRD dan lahan yang cukup guna mewujudkan pasar ikan yang besar (volume & nilai), kawasan industri pasca panen hasil perikanan, serta keterpaduan sistem transportasi. Karena pada PP ini akan terjadi pergantian moda transportasi (transportasi laut ke transportasi darat), untuk distribusi ke hinterland dan interinsuler.
3. Pendekatan Daerah Berkembang
Pendekatan ini dilakukan pada lokasi-lokasi yang lebih maju yang dicerminkan oleh:
· Industri pasca panen hasil perikanan sudah sangat modern dengan berbagai jenis produk seperti ikan segar, beku (dengan berbagai jenisnya), olahan (dengan berbagai jenisnya) serta ikan hidup.
· Volume dan nilai perdagangan mempunyai skala yang
sangat besar.
· Menggunakan standar mutu internasional.
· Industri penangkapan akan berkembang pada skala besar
dan modern, yang mengoperasionalkan kapal ikan > 60 GT dan mampu beroperasi di ZEEI dan high seas area dengan lama operasi 1 s/d 3 bulan.
· Industri perikanan akan sangat menonjol dibanding
masalah-masalah sosial jauh di luar kawasan Pelabuhan Perikanan. Masyarakat di Pelabuhan didominasi oleh Buruh Kapal, Buruh Industri Pasca Panen.
· Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB, cukup
dominan.
Sumber : Rencana Strategis Direktorat Prasarana Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan
Wilayah Barat
Tipe A sebanyak 6 lokasi (Sabang, Belawan, Sibolga, Bungus, Cilacap, dan Jakarta)
Tipe B sebanyak 14 lokasi (Lampullo, Tapak Tuan, Tanjung Balai, Lab. Angin, Kijang, Kejawanan, Pelabuhanratu, Pekalongan, Pasongsongan, Brondong, Muncar, Prigi, Pemangkat, dan Teluk Batang)
Tipe C sebanyak 30 lokasi
Tipe D sebanyak 32 lokasi
Wilayah Tengah
Tipe A Sebanyak 3 lokasi (Bitung, Kema, dan Kendari)
Tipe B Sebanyak 17 lokasi (Parigi, Manggar, Bontang, Kolaka, Pomala, Pasar Sentral, Camba, Kasiwah, Lakassi, Taroang, Lappa/Sinjai, Palopo, Bajoe, Pengambengan, Tanjung Benoa, Waingapu, dan Kupang)
Tipe C 50 lokasi
Tipe D 48 lokasi
Wilayah Timur
Tipe A Sebanyak 3 lokasi (Sorong, Biak, dan Ambon)
Tipe B Sebanyak 8 lokasi (Bade/Edera, Kabare/Waigeo, Dobo/Pulau Aru, Tual, Elat, Ternate, Tobelo, dan Labuha/Penambuhan)
Tipe C dan D
Sebayak 143 lokasi
MASTERPLAN 2009
Pada tahun 2009, direncanakan komposisi Pelabuhan Perikanan (Tipe A, B, C, dan D) di Indonesia di wilayah barat, wilayah tengah, dan wilayah timur akan menjadi sebagai berikut :
perikanan yang luas; keterpaduan sistem transportasi; dan kawasan andalan yang strategis, produktif dan cepat tumbuh sebagai sentra produksi dan sentra industri bagi pengembangan ekonomi terpadu khususnya di sektor perikanan sebagai komoditas unggulan.
Dalam pelaksanaan pengembangan atau pembangunan PP selanjutnya dilakukan melalui pokok-pokok kegiatan:
1. Melakukan penataan kembali Pelabuhan Perikanan yang
sudah dibangun dan yang baru secara nasional, regional dalam bentuk Master Plan Prasarana Tangkap secara Nasional untuk mendukung kerjasama bilateral, internasional dalam memanfaatkan 9 Wilayah Pengelolaan Perikanan guna menciptakan “Kawasan andalan yang strategis, produktif dan cepat tumbuh sebagai sentra produksi dan sentra industri bagi pengembangan ekonomi terpadu”.
2. Melengkapi fasilitas di Pelabuhan Perikanan dalam upaya mendukung pelaksanaan konvensi hukum laut guna pemanfaatan potensi sumberdaya ikan di perairan nusantara, ZEEI dan High Seas Area, sehingga menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan perikanan.
3. Meneliti dan mengkaji ulang seluruh Pelabuhan Perikanan yang sementara ini digolongkan tingkat operasionalnya sangat rendah, guna memperoleh pertimbangan untuk
dilakukan peningkatan operasional dan jika perlu peralihan fungsi atau penghapusan.
4. Meningkatkan sumberdaya manusia dalam aspek
pengembangan kemampuan teknis maupun non teknis untuk menunjang pembangunan dan pengelolaan PP melalui pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.
5. Meningkatkan operasional dengan rehabilitasi atau
renovasi fasilitas pelabuhan, sehingga menjadi PP yang bersih dan higienis di seluruh Pelabuhan Perikanan terutama pelabuhan yang melaksanakan ekspor maupun pasar dalam negeri dengan penyediaan air bersih, pabrik es, drainase, instalasi pengolahan air limbah dan sebagainya.
6. Menyiapkan dan membangun PP baru di Kawasan Timur
S
elama sepuluh tahun, tingkat pertumbuhan industri perikanan Cina cukup tinggi, yaitu 23,3% per tahun, dari 12,37 juta kubik di tahun 1990 hingga 41,22 juta ton kubik di tahun 1999. Total nilai produk perikanan nasional di tahun 1999 mencapai 30,52 juta US$ atau 10,3 % dari hasil pertanian di negara tersebut. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor perikanan sebanyak 12,57 juta orang, dengan rincian 6,52 juta adalah pekerja paruh waktu dan 59% adalah pekerja paruh waktu.Adapun subsektor perikanan yang dikembangkan di negara tersebut, meliputi perikanan laut, perikanan darat, dan perikanan budidaya. Industri perikanan laut adalah komponen yang paling penting bagi industri perikanan di negara Cina. Pada tahun 1999, jumlah produksi perikanan laut mencapai 24,7 juta ton kubik atau sekitar 52% dari total produksi perikanan di tahun tersebut. Potensi ini ditunjang oleh kondisi alam yang dimiliki. Negara Cina dikelilingi oleh empat buah lautan, memiliki garis pantai sepanjang 18.000 km, dan luas ZEE sebesar 2.819.000 km2. Selain itu, perikanan laut di Cina juga ditunjang oleh armada perikanan yang dimiliki. Pada tahun 1999, Cina memiliki 470.400 buah kapal yang mampu berlayar hingga jauh ke tengah lautan karena dilengkapi oleh teknologi modern.
Hasil perikanan di negara tersebut diolah setidaknya menjadi 12 macam, mulai dari produk pengeringan, pengalengan, saus ikan, kue ikan, telur ikan, minyak ikan, obat-obatan, hing ga cinderamata. Produknya didistribusikan ke berbagai daerah sampai ekspor ke mancanegara. Saat ini terdapat lebih dari 380 pasar ikan yang tersebar di negara tersebut, baik berskala tradisional maupun berskala besar. Volume perdagangan pada pasar skala tradisional bisa mencapai ribuan ton kubik hingga puluhan ribu ton kubik tiap tahunnya, sedangkan pada pasar berskala besar bisa mencapai lebih dari seratus ribu ton kubik hingga dua juta ton kubik tiap tahun. Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, volume dan nilai produk ekspor perikanan negara Cina mengalami peningkatan, terutama untuk produk belut, udang, fillet beku, dan ikan segar. Produk perikanan Cina telah diekspor ke 77 negara, namun di sisi lain negara Cina juga mengimpor produk perikanan dari 69 negara.
Pesatnya perkembangan sektor perikanan di negara Cina selama lebih dari 20 tahun terakhir menunjukkan
bahwa negara Cina mempunyai potensi yang sangat besar untuk pengembangan industri perikanan. Sejalan dengan kondisi pembangunan industri, negara Cina telah mengatur kembali strategi dan sasaran yang ingin dicapai. Pengembangan industri diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dengan lebih banyak memberikan perhatian pada keberkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan kesehatan manusia. Orang-orang yang terlibat dalam industri memilih untuk melakukan peningkatan komunikasi dan kerjasama dengan dunia luar dan bersatu dengan ekonomi global. Secara bertahap Cina menciptakan suatu kerangka industri yang sesuai dengan kondisi di negara tersebut.
Sektor perikanan di negara tersebut diatur diantaranya melalui penguatan hukum perikanan, peningkatan pengawasan dan pengamanan pada pelabuhan perikanan, pengaturan dalam hal produksi obat-obat perikanan (yang digunakan dalam budidaya perikanan), serta pengawasan terhadap kapal-kapal ikan. Hingga akhir abad ke-20, negara Cina telah membuat peraturan hukum dan peraturan nasional maupun regional yang relevan dengan sektor perikanan, diantaranya Hukum Perikanan tahun 1996 yang kemudian direvisi pada tahun 2000, Prosedur Interim Manajemen Kapal Tangkap Ikan tahun 1983, regulasi mengenai Pemeliharaan dan Pengamanan Sumber Daya Perikanan tahun 1979, dan lain-lain. Pemerintah negara Cina juga mengeluarkan beberapa peraturan untuk menjawab permasalahan penurunan sumber daya perikanan laut, diantaranya mengontrol secara tegas aktivitas perikanan di lepas pantai, merevisi permintaan untuk mengadakan penangkapan di sekitar pesisir, membatasi operasional kapal pukat melalui moratorium di daerah pesisir, melindungi sumber daya perikanan lepas pantai, memperbaiki kawasan lingkungan perikanan, mengontrol polusi air, serta meningkatkan pengawasan pada ZEE untuk melindungi kegiatan perikanan di ZEE.
Untuk melakukan itu semua, pemerintah negara Cina, tahun 1999, menganggarkan 24,2 juta US$ untuk pengembangan sektor perikanan, termasuk 14,7 juta US$ untuk kegiatan nonbisnis, 5,5 juta US$ untuk dana khusus (yang digunakan untuk pembibitan, pencegahan penyakit, dan pemeliharaan pada pembudidayaan ikan), serta 4 juta US$ dana khusus (yang digunakan untuk manajemen perikanan laut dan darat, pemeliharaan tanda-tanda navigasi
Cara Cina
Mengembangkan Industri Perikanan
penangkapan ikan, perlindungan lingkungan perikanan, serta perlindungan hewan-hewan air lainnya).
Guna mendukung pengembangan sektor perikanan, negara Cina giat melakukan kegiatan penelitian dan pendidikan di sektor perikanan. Pada akhir abad ke-20, pendidikan dan teknik perikanan di negara Cina berkembang menjadi suatu sistem yang mencakup penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan di berbagai tingkap dan jenis lapangan pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lebih dari 210 institut yang terkait dengan penelitian dan pengembangan di sektor perikanan. Setiap provinsi ataupun kota yang tersebar di negara tersebut memiliki insitut yang bergerak dalam penelitian perikanan. Selain itu, khusus untuk penciptaan SDM yang unggul di sektor perikanan, terdapat 29 universitas dan akademi, serta lebih dari 3000 ekstension yang menangani pendidikan di sektor tersebut.
Selain pembangunan perikanan dari dalam negeri, Cina juga secara aktif berpartisipasi dengan kegiatan perikanan internasional. Dari tahun 1992, Cina telah melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea, dan Polandia mengenai isyu pembentukan Pollack Resource Conservation and Management Mechanism pada Central Bering Sea yang pada akhirnya dibentuk The Convention on
Conservation and Management of Pollack Resources in the Central Bering Sea. Tidak hanya itu, negara Cina juga terlibat dalam kegiatan internasional lainnya seperti International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT) pada tahun 1996, Indian Ocean Tunas Commission (IOCT), aktif berparitisipasi dalam Multilateral High Level Conference
(MHLC) yang disebut juga dengan Forum Fisheries Agency
(FFA). Negara Cina juga aktif berpartisipasi dengan organisasi internasional lainnya yang terkait dengan perlindungan sumber daya perikanan seperti The International Whaling Commission (IWC), The Comission of International Trade in Endangered Species (CITES). Sebagai anggota dari Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) Kelompok Kerja
Perikanan dan North Pacific Marine Science Organizations
(PICES), Cina berkontribusi dalam mempromosikan kerjasama antar anggota. Berkenaan dengan kerjasama bilateral di sektor perikanan, beberapa perusahaan perikanan yang ada di negara Cina meningkatkan kuota tangkapan mereka atau memperoleh ijin dari negara lain melalui skema kerjasama nonpemerintah. Dalam rangka mempererat kerjasama internasional dalam sektor perikanan, pemerintah negara Cina melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa negara. Negara Cina juga menandatangani lusinan persetujuan kerjasama dengan negara-negara yang relevan, seperti Jepang, Koera, Vietnam, Amerika Serikat, Rusia, Papua New Guini, Yaman, dan lan-lain.
Sumber : www.lib.noaa.gov/china
Bagaimana perbandingan posisi perikanan Cina dan Indonesia dalam perdagangan internasional ? Pada tahun 2003, Cina adalah pengekspor ikan terbesar di dunia dan Indonesia adalah negara pengekspor terbesar ke-12. Berikut adalah data dari www..fao.org
INTERNATIONAL TRADE IN FISHERY COMMODITIES
BY PRINCIPAL IMPORTERS AND EXPORTERS (US$ 1000)
IMPORTS EXPORTS
YEARS YEARS
COUNTRIES
2001 2002 2003 COUNTRIES 2001 2002 2003
Japan 13.453.375 13.646.071 12.395.943 China 3.999.274 4.485.274 5.243.459 USA 10.289.325 10.065.328 11.655.429 Thailand 4.039.127 3.676.427 3.906.384 Spain 3.715.332 3.852.942 4.904.151 Norway 3.363.955 3.569.243 3.624.193 France 3.055.859 3.206.511 3.771.152 USA 3.316.056 3.260.168 3.398.939 Italy 2.716.373 2.906.007 3.558.950 Canada 2.797.933 3.044.403 3.300.313 Germany 2.349.088 2.419.534 2.635.070 Denmark 2.660.563 2.872.438 3.213.465 UK 2.236.944 2.327.559 2.507.661 Spain 1.844.257 1.889.541 2.226.523 China 1.787.242 2.197.793 2.388.590 Vietnam 1.781.785 2.030.320 2.207.579 Denmark 1.733.545 1.805.598 2.084.573 Netherlands 1.420.513 1.802.893 2.182.588 Korea Rep 1.626.906 1.861.093 1.934.998 Chile 1.939.295 1.869.123 2.134.382 China, Hongkong 1.768.439 1.766.128 1.752.420 UK 1.306.042 1.353.123 1.699.660
Netherlands 1.231.085 1.333.131 1.700.622 Indonesia 1.533.061 1.490.854 1.550.953 Canada 1.371.517 1.353.553 1.425.811 Iceland 1.270.493 1.428.712 1.508.290 Belgium 1.000.296 1.064.229 1.387.203 Russian Fed 1.551.441 1.421.289 1.483.410
Portugal 934.922 947.483 1.101.140 France 1.018.843 1.088.572 1.326.402 Thailand 1.019.176 1.042.103 1.074.916 India 1.247.866 1.421.055 1.306.721 Sweden 731.570 804.437 1.046.993 China, Taiwan 1.809.358 1.612.223 1.298.564 Australia 516.620 553.783 639.040 Germany 1.035.359 1.156.911 1.276.759 Norway 653.927 631.485 560.394 Peru 1.213.112 1.066.654 1.031.335 Russian Fed 340.917 431.605 547.394 Korea Rep 1.156.132 1.045.672 1.003.354
I
UU Fishing dapat dikategorikan dalam tiga
kelompok, yaitu : (1)
Illegal fishing
, adalah kegiatan
penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah
atau ZEE suatu negara, tidak memiliki ijin dari negara
pantai, (2)
Unregulated fishing ,
adalah kegiatan
penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu
negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di
negara tersebut, dan (3)
Unreported fishing
, adalah
kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau
ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik
operasionalnya maupun data kapal dan hasil
tangkapannya.
Praktek
IUU Fishing
telah menjadi sorotan
berbagai negara di dunia terutama di berbagai forum
seperti FAO, CCSB (The Comission on Conseravtion
of Sothern Bluefin Tuna), IOTC (Indian Ocean Tuna
Comission) dll. Indonesia sangat dirugikan dari adanya
kegiatan
IUU Fishing
ini. Praktek
IUU Fishing
saat ini
diperkirakan merugikan Indonesia sebesar 1.3 –4
Milyar USD per tahun. Khusus praktek perikanan ilegal
(
illegal fishing
) saat ini telah merugikan negara sebesar
1,9 milyar USD (DKP, 2005).
Dilihat dari sisi lingkungan,
Illegal Fishing
mengancam potensi ketersediaan ikan, menyebabkan
terjadinya penurunan stock ikan secara besar-besaran.
Dan sisi kepentingan industri dan pengusahaan
perikanan,
Illegal Fishing
menimbulkan iklim
persaingan usaha dan Industri di bidang perikanan
menjadi tidak sehat, citra perikanan nasional terpuruk
dan kemungkinan Indonesia akan menghadapi
ancaman embargo dari negara-negara pengimpor
produk ikan asal Indonesia.
Permasalahan lain yang diakibatkan oleh
IUU
Fishing
adalah terjadinya gap yang besar antara estimasi
stock dengan potensi sebenarnya, mengingat
pendekatan perhitungan stock ikan tersebut
berdasarkan tangkapan per unit (
CPUE = Catch Per
Unit of Effort
) dari kapal yang berijin dan sebagian
tidak berijin. Selain itu bila
IUU Fishing
tidak dapat
diatasi, maka sumberdaya perikanan Indonesia
terancam mengalami kerusakan.
Pola kegiatan
IUU Fishing
di Indonesia beragam,
namun secara umum dapat dipilah menjadi empat
modus operandi. Modus pertama adalah adanya Kapal
Ikan Asing (KIA) yang melaksanakan kegiatan
penangkapan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi
dokumen dan tidak pernah mendarat di pelabuhan
perikanan Indonesia. Golongan ini jumlahnya cukup
besar, berdasarkan perkiraan FAO ada sekitar 1 juta
ton per tahun dengan jumlah kapal sekitar 3000 kapal.
Kapal-kapal tersebut berasal dari Thailand, RRC,
Filipina, Taiwan, Korsel dll. Modus kedua adalah
adanya kapal ikan berbendera Indonesia eks KIA yang
dokumennya aspal (asli tapi palsu) atau tidak ada
dokumen ijin. Modus ketiga adalah adanya Kapal Ikan
Indonesia (KII) dengan dokumen aspal (pejabat yang
mengeluarkan bukan yang berwenang, atau dokumen
palsu). Sedangkan modus keempat adalah adanya KII
yang tidak memiliki dokumen resmi sama sekali yang
berarti menangkap ikan tanpa ijin.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya
IUU Fishing
. Terjadinya
over fishing
di
negara-negara tetang ga ditengarai menjadi salah satu
penyebab terjadinya praktek
IUU Fishing
karena
banyak nelayan asing yang kemudian mencari daerah
tangkapan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
produksi dan pemasaran. Masuknya nelayan-nelayan
asing terutama ke wilayah Indonesia dipicu oleh masih
sedikitnya nelayan-nelayan Indonesia yang
mengeksploitasi potensi perikanan terutama di ZEE
padahal potensinya masih sangat menjanjikan.
Nelayan Indonesia pada umumnya masih
Pem bangunan perikanan ke depan dinilai cerah k arena pot ensi dan prospek yang
dim iliki bangsa I ndonesia. Salah sat u ham bat an besar yang dihadapi pem bangunan perikanan ( t angkap) adalah m asih banyak nya prak t ek I llegal,
Unregulat ed, and Unreport ed fishing ( I UU Fishing).
Illegal,Unregulat ed,Unreport ed
Fishing
:
Langkah Strategis
PEMBERANTASAN
IIU FISHING
U
ntuk memberantas praktek IUU fishing, pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah menetapkan beberapa langkah strategis antara lain :1. Penerapan ekonomi global dengan mendorong peningkatan kemampuan pengusaha kecil dan mengurangi kapal perikanan asing secara bertahap
2. Menetapkan NPOA (National Plan Of Action) IUU Fishing sebagai rancangan aksi yang menjadi kesepakatan bersama
3. Mewujudkan kesepahaman dalam gerak dan langkah penangahan penanggulangan illegal fishing yang dimulai dengan goodwill dan political will dalam penegakan hukum
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengawasan secara bertahap sesuai dengan prioritas dan kemampuan
5. Menempatkan armada-armada kapal pengawas pada daerah rawan pelanggaran dengan prioritas daerah perbatasan dengan negara lain
6. Membangun, memberdayakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawasan
7. Meningkatkan operasi pengawasan secara mandin dan kerja sama operasi
8. Meningkatkan penaatan dan penegakan hukum melalui koordinasi dan kerjasama dengan aparat penegak hukum terkait
9. Menyiapkan dukungan peraturan perundangan sebagai penjabaran UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menjadi landasan operasional pengamanan.
menggunakan kapal ikan tradisional dengan daya
jelajah dan kapasitas terbatas. Selain itu industri kapal
di Indonesia masih tergolong mahal termasuk sarana
dan prasarananya sehingga nelayan Indonesia tidak
mampu memiliki kapal yang efektif dan efisien.
Demikian pula dengan kemampuan nelayan yang masih
rendah terutama dalam hal teknologi penangkapan.
Selain kelemahan dari aspek teknis dan
teknologis, lemahnya sistem penegakan hukum di laut
merupakan penyebab utama terjadinya
IUU Fishing
ini. Dari aspek legal, banyak peraturan dan kebijakan
dalam pengaturan usaha perikanan yang masih belum
kondusif dan menghasilkan kontrol yang efektif
sehingga banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum
tertentu untuk melakukan praktek
IUU Fishing
. Dari
aspek sarana prasarana keamanan, kemampuan aparat
hukum Indonesia saat ini masih sangat minim jika
dibandingkan dengan luas wilayah laut maupun
kekuatan yang ada. Permasalahan dalam sistem
penagakan hukum juga terjadi akibat lemahnya
mentalitas oknum aparat penegak hukum dan pemberi
ijin Hal-hal ini menyebabkan para pelanggar hukum
bebas dalam melaksanakan kegiatan IUU.
Penanggulangan
IUU Fishing
saat ini masih
menghadapi kendala-kendala dan seringkali
mengalami ketidakberhasilan.
Global review
menyebutkan bahwa ketidakberhasilan dalam
penanggulangan kegiatan
IUU Fishing
memiliki
beberapa penyebab. Terutama di negara-negara
berkembang, pemberantasan
IUU Fishing
terkendala
oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang ahli dan
dukungan teknis serta sumber keuangan yang memadai
untuk menanggulangi praktek
IUU Fishing.
Selain itu
penanggulangan
IUU Fishing
seringkali tidak efektif
jika hanya dilakukan oleh satu negara. Diperlukan
program khusus untuk pelatihan dan bentuk nyata dari
bantuan teknis dan keuangan secara bilateral, regional
dan global.
IUU Fishing
juga terjadi karena kurangnya
kontrol yang efektif terhadap kapal ikan yang
menggunakan bendera dari negara di mana praktek
IUU Fishing
dilakukan. Hal ini tidak akan berhasil bila
tidak melakukan koordinasi dalam pelaksanaan
Monitoring , Controlling , Surveillance
(MCS) secara
konsisten.
Sumber :
1. www.dkp.go.id. Info aktual - Langkah Strategis Penanggulangan IUU Fishing, 31 Mei 2005
B
anyak anggapan bahwa sebuah kawasan perikanan Indonesia adalah daerah yang tidak memiliki kualitas yang layak untuk di singgahi atau minima! dikunjungi oleh para masyarakat konsumen hasil perikanan. Saat ini hanya beberapa sentra perikanan yang memiliki kualitas pelayanan yang haik, baik dari pelayanan kepada pelaku-pelaku usaha perikanan maupun kepada para kansumen, Apalapi dengan mulai mcningkatnya perkembangan armada penangkapan ikan di Indonesia, maka perlu ditingkatkan lagi upaya pelayanan kepada para stakeholder perikanan yang melakukan akkifitas perikanannya di sentra-sentra nelayan maupun pelabuhan-pelabuhan perikanan.Perikanan tangkap telah memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja nelayan sebanyak 3.476,200 jiwa, dengan pengoperasian armada penangkapan sebanyak 474.540 unit, dan secara
kumulatif dapat diperhitungkan lebih dari 12,5 juta penduduk Indonesia meng gantungkan pencahariannya pada usaha perikanan tangkap secara langsung maupun pada usaha ikutannya. Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar (97,41%) dari usaha penangkapan ikan tersebut tergolong dalam skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha yang relatif rendah. Apabila jumlah nelayan yang ada dipadukan dengan
potensi SDI perairan Indonesia sebesar 6,40 juta ton per tahun dan JTB sebesar 5,22 juta ton per tahun, maka peluang produktivitas nelayan di Indonesia diperhitungkan rata-rata sebesar 1,35 ton per orang per tahun atau ekuivalen dengan 6,63 kg per orang per hari trip penangkapan ikan (lama melaut 200 hari dalam 1 tahun),
Pembangunan perikanan tangkap dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha perikanan, yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri di dalam nageri. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengembangkan perekonamian (pro growth), memperluas lapangan kerja (pro job) dan meningkatkan pendapatan nelayan guna menanggulangi kemiskinan (pro poor). Berkurangnya arus masuk investasi global melalui Foreign Direct Investment (FDI) sejak sebelum tahun 2000, dari hasil catatan dan pemantauan BKPM pada Januari - April 2005, dapat dikatakan bahwa tidak ada kegiatan investasi baru di Indonesia, baik oleh industri domestik maupun asing. Lalu bagaimana dengan pengembangan kawasan perikanan terpadu itu sendiri ?
Kendala Pengembangan Perikanan Tangkap Terpadu
Sebelum kita lebih mendalam mengkaji strategi pengembangan perikanan, lebih baik untuk kita mengenal terlebih dahulu kondisi permasalahan yang ada di dunia perikanan Indonesia. Hasil identifikasi lapangan mengungkapkan berbagai masalah dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan dibidang perikanan tangkap antara lain; (1) Usaha perikanan tangkap masih didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil; (2) Tidak ada kepastian dalam hal produktifitas dan ketersediaan bahan baku; (3) Maraknya IUU Fishing baik oleh nelayan asing maupun nelayan domestik, sehingga beberapa jenis alat tangkap produktivitasnya menurun; (4) Rendahnya kepastian hukum; (5) Kurangnya insentif investasi; (6) Keamanan kegiatan penangkapan di berbagai wilayah kurang kondusif; (7) Banyaknya pungutan terhadap pelaku usaha, baik yang resmi/tidak resmi (unpredictable); (8) Bidang perikanan tangkap dipandang tidak bankable; (9) Rendahnya kualitas SDM; (10) Sarana dan prasarana di daerah tertentu belum memadai; dan (11) Tumpang tindihnya peraturan Pusat/Daerah (terutama terkait dengan pungutan/ retribusi/pajak pengusahaan perikanan.
Ada pula kendala yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dari para nelayan, antara lain (1) terjadinya degradasi dan kerusakan sumberdaya perikanan dan iingkungan diakibatkan oleh kegiatan perikanan (destructive fishing) maupun kegiatan non perikanan (penambangan karang, pencemaran, penebangan mangrove dan sebagainya); (2) semakin meningkatnya kasus pelanggaran jalur penangkapan ikan oleh kapal ikan berukuran besar yang secara langsung merugikan nelayan kecil; (3) Timbulnya konflik nelayan antar daerah dalam pemanfaatan fishing ground, terutama akibat dari pemahaman otonomi daerah yang berlebihan; (4) terbatasnya prasarana pendukung, sehingga menghambat kelancaran usaha nelayan; (5) belum berkembangnya pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan; dan (6) produktivitas serta efisiensi usaha relatif masih rendah, terutama akibat dari skala usaha yang masih kecil maupun posisi marginal nelayan dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil.
Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap sebagai Unit Bisnis Terpadu
Masih tersedianya sumberdaya ikan pada beberapa wilayah, terutama perikanan lepas pantai maupun daerah