• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Influence of Desiccation Level of Preservation Aloe Vera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "The Influence of Desiccation Level of Preservation Aloe Vera"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

The Influence of Desiccation Level of Preservation Aloe Vera

Doddy Irawan

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Pontianak

ABSTRACT

Aloe Gel a contained in the leaves, colerless with 99.5% of water content and 0.5% solid content. This high water content empowers the chemical reaction and some microorganism activities to take place. Therefore, we loaked into some pratical process so that the Aloe Gel can stay fresh longer. The efforts were concentrated on the drying process of the leaves. A too high drying temperature will damage the gel components, so the right temperature should be found to minimize the damages.

A lab built cabinet dryer was used for convenient control of temperature and easy air circulation control and timing to preserve the good nutrition and texture characteristics. The optimal combination of drying time and temperature was the expected result of our research.

Five time periods were selected, which one 10, 15, 20, 25, and 30 minutes, with varying temperatures. We found out that the best time was between 25 and 30 minutes and temperatures between 700 and 800C. The resulting water contents between 97 and 99.5%, while the consumers gave the grade 4, which meant good for the dried gel.

Keywords : Drying ,Cabinet Dryer, Preservation

PENDAHULUAN

Salah satu fokus kebijaksanaan pembangunan nasional yang tercantum dalam

GBHN 1999-2004 adalah mengembangkan yang berorientasi global dengan

membangun keunggulan komperatif produk-produk daerah berdasarkan kompetensi

dan unggulan komperatif Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia

(SDM) daerah.

Perekonomian Indonesia saat ini berusaha menggeliat untuk dapat bangkit

kembali setelah terpuruk atau krisis ekonomi dan sosial sejak tahun 1978 yang lalu.

Melepaskan diri dari keterpurukan ekonomi memang tidak mudah, apalagi bila

dibayang-bayangi oleh ancaman kemungkinan terjadinya krisis ekonomi jilid ke-2 di

Asia yang menjadi kekhawatiran para menteri keuangan negara-negara Asia yang

bertemu pada pertengahan bulan Mei 2007 di Jepang.

Kekhawatiran terjadi kembali krisis ekonomi merupakan peringatan dini yang

(2)

bersama oleh negara-negara di Asia. Kebersaman antar negara Asia dalam kontek

globalisasi untuk mencegah krisis berikutnya akan sangat membantu dalam hal ini

Ohmae (2005) mengatakan bahwa ada empat faktor kunci kehidupan bisnis dunia

yang telah meraih posisi yang secara efektif tanpa adanya batas, yaitu: komunikasi,

modal, korporasi dan konsumen. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa khusus

untuk Indonesia diperlukan sesegera mungkin melakukan upaya menggerakkan

kegiatan sektor riil secara terencana dan berkesinambungan. Ini artinya bahwa

keberadaan institusi yang baik dan kuat akan berdampak positif bagi pengembangan

sektor ekonomi riil.

Laporan World Bank (2006) menyebutkan bahwa ada petunjuk yang

mendukung pandangan bahwa institusi yang lemah dan tidak setara, memiliki

pengaruh kausatif atas instabilitas ekonomi. Karena upaya tersebut dipercaya akan

dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai lapangan usaha dan wilayah,

sehingga menjadi barier bagi terjadinya krisis ekonomi jilid ke-2. Salah satu bukti

empiris adalah bahwa walaupun banyak hambatan, sejak awal krisis ekonomi

sepuluh tahun yang lalu sampai dengan saat ini roda perekonomian Indonesia lebih

banyak digerakkan oleh konsumsi masyarakat dan ketangguhan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM). Oleh karena itu, upaya pengembangan Usaha Kecil dan

Menengah terutama yang banyak mengandalkan sumberdaya lokal dan didukung

oleh adanya institusi yang handal, merupakan tumpuan dalam upaya memperbaiki

kondisi sosial dan ekonomi negara di masa mendatang.

Usaha Kecil dan Menengah yang umumnya melibatkan banyak orang, baik

sebagai pemilik usaha maupun tenaga kerja, tampaknya dipercaya banyak pihak

dapat menjadi solusi untuk mengerakkan aktivitas ekonomi riil di Indonesia. Kendala

yang dihadapi oleh UKM di Indonesia dalam mengemban usahanya pada umumnya

masih merupakan kendala klasik, seperti keterbatasan akses terhadap sumber

pendanaan dan pemasaran. Namun demikian, dibalik kesulitan dana bagi

pengembangan UKM terutama UKM pemula (start-up), ternyata banyak diantara

mereka yang produknya mempunyai keunggulan komparatif. Salah satu komiditi

yang dimaksud adalah produk olahan dari lidah buaya (Aloe vera). Tanaman lidah

buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat

(3)

cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan

komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal.

Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan

dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga, seperti

Singapura, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor

dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan

diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri

sebagai bahan baku industri lanjutan. Industri lanjutan yang berbahan baku tanaman

lidah buaya antara lain industri farmasi dan kosmetika. Sebagai bahan baku, tanaman

lidah buaya tidak bisa digunakan secara langsung dalam bentuk pelepah segar, tetapi

harus diolah dahulu menjadi gel (aloe gel) atau tepung (aloe powder). Rasio

kebutuhan pelepah segar terhadap produk olahan seperti tepung lidah buaya sangat

besar, bahkan perbandingan untuk tepung lidah buaya dengan kualitas sangat baik

dapat mencapai 150 : 1. Tepung dengan kualitas tersebut dengan berat yang sama

nilai rupiahnya bisa mencapai seribu empat ratus kali lipat dari bahan bakunya. Ini

artinya adalah bahwa dari sisi bisnis, komoditas tersebut sangat berpotensi untuk

dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan pelaku industri

pengolahannya, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada peningkatan

ekonomi wilayah. Oleh karena itu, apabila komoditi tersebut akan dikembangkan

pengusahaannya, maka sebaiknya industri yang memproduksi gel ataupun tepung

harus memiliki kontinuitas ketersediaan bahan baku (pelepah segar). Kondisi

tersebut dapat tercapai jika industri dan budidaya terkait secara langsung dalam suatu

klaster bisnis.

Pontianak termasuk kota yang berada tepat digaris Khatulistiwa, mempunyai

ciri yang sangat spesifik terhadap komoditas pertanian unggulan dan andalan yang

dihasilkan. Diantaranya adalah komoditi Lidah Buaya (Aloe Vera) yang saat ini

sudah menjadi komoditas ekspor dan dikenal lebih baik dari produk lidah buaya

daerah lain karena mengandung fiber (serat) lebih tinggi dengan ukuran daunnya

lebih besar karena letak Kota Pontianak yang tepat digaris Khatulistiwa sehingga

mendapat intesitas sinar matahari yang cukup tinggi sepanjang hari.

Hingga saat ini luas tanaman lidah buaya di Kalimantan Barat mencapai

(4)

luas potensi wilayah pengembangan adalah 1.680.700 ha (Sumber: Potensi Investasi

Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura di Propinsi Kalimantan Barat, Disperta,

2000).

Pada umumnya proses pengolahan lidah buaya dilakukan dengan metode

perebusan. Dalam penelitian ini peneliti mencoba dengan metode pengeringan dalam

pembuatanaloe vera. Secara teori dengan metode perebusan lebih beresiko merusak

gel lidah buaya. Ini dapat menurunkan kualitas produk. Banyak yang belum

mengetahui cara pengolahan lidah buaya yang benar. Sehingga mempengaruhi

kandungan gizi gel lidah buaya. Maka dari itu peneliti mencoba menguji dengan

metode pengeringan untuk meneliti, apakah dengan metode pengeringan lebih baik

daripada metode perebusan terhadap.

PERMASALAHAN

Permasalahan yang akan dihadapai dalam penelitian ini adalah :

1. bagaimana mengukur waktu saat pengeringan gel lidah buaya

2. bagaimana mendapatkan waktu pengeringan yang lebih efektif dan efisien

sehingga tidak merusak lidah buaya

3. bagaimana menentukan lama pengawetan lidah buaya sesudah proses

pengeringan

4. dan merancang suatu alat pengeringan yang secara optimal untuk skala industri

kecil

TINJAUAN PUSTAKA

Lidah Buaya (Aloe Vera)

Penelitan tentang lidah buaya sudah banyak dilakukan. Sebagai dasar

kosmetik lidah buaya mengandung Zn, K, Fe, Vitamin A , Asam Folat dan kholin.

Selain itu vitamin B1, B2, B3, B12, C, E, Choline, Inositol, dan Folic Acid.

Sedangkan kandungan mineral pada lidah buaya terdiri atas: Calcium, Potasium,

Sodium, dan Chromium. Untuk enzim yang terkandung adalah: Amylase, Catalase,

Carboxypepidae,Carboxyhelolase, danBraddylinase.

Asam amino yang terkandung adalah: Arginine Asparagin, Aspartat Acid,

(5)

Histidine, Leucine, dan Isoliucine. Informasi terakhir dari hasil analisis diperoleh

bahwa daun pelepah lidah buaya mengandung sekitar 20 jenis asam amino yang

berkhasiat untuk obat cacing, obat luka, peluruh dahak (obat batuk), peluruh haid,

pencahar, penghenti pendarahan, perawatan dan penyubur rambut, stress, pegobatan

kanker, kecanduan, arthritis, hepatitis, feline, leukimia, lupus, diabetes, dan

skeloderma. Untuk bahan dasar kosmetika, lidah buaya mengandung Zn (untuk

kesehatan kulit dan kuku), K (untuk pemeliharaan muka dan otot tubuh agar tetap

kencang). Asam folat dan kholin (berperan dalam kesehatan kulit dan rambut).

Hasil analisis kandungan gizi dalam gel lidah buaya segar sebagaimana

tercantum pada tabel-1 berikut:

Tabel 1

Hasil Analisis Kandungan Komponen Nutrisi Gel lidah Buaya (Aloe Vera) dalam 100 gram Bahan

No Komponen Jumlah

1 Air 99,510% (99,126 - 99,640)

2 Lemak 0,067% (0,050 - 0,089)

3 Karbohidrat 0,043% (0,038 - 0,076)

4 Protein 0,038% (0,026 - 0,051)

5 Vitamin A 4,594 mg (3.640 - 11,462)

6 Vitamin C 3,476 mg (0,531 - 4,248)

7 Total padatan lain 0,490% (0,260 - 0,874)

Sumber: pontianak aloe vera center, 2005

Dasar-dasar Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan paling tua. Cara

ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam, kita telah memperbaiki

pelaksanaanya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode

pengawetan pangan yang paling luas digunakan.

Penggunaan panas yang berasal dari api untuk mengeringkan bahan pangan

dijumpai secara bebas. Evaporasi dan desikasi barangkali merupakan istilah yang

menunjukkan kegiatan yang sama. Istilah dehidrasi berarti pengeringan buatan, dan

didalam industri bahan pangan dehidrasi dianggap merupakan proses pengeringan

buatan.

Dehidrasi berarti mengendalikan kondisi iklim di dalam suatu ruangan atau

(6)

pada unsur-unsurnya. Bahan pangan kering yang berasal dari suatu unit dehidrasi

dapat memiliki kualitas yang lebih baik daripada yang dikeringkan dengan matahari.

Untuk aktivitas pengeringan diperlukan tanah yang lebih sedikit.

Kondisi sanitasi didalam proses dehidrasi dapat dikendalikan, sedangkan di

lapangan terbuka, adanya kontaminasi yang berasal dari debu, insekta, burung, dan

rodensia merupakan masalah utama. Kenyataan menunjukkan bahwa dehidrasi

merupakan suatu proses yang lebih mahal daripada pengeringan matahari, bahan

pangan kering yang dihasilkan dari proses dehidrasi memiliki harga yang lebih

tinggi, karena kualitasnya lebih baik. Bahan pangan kering yang dihasilkan dari suatu

alat pengering, kadar gulanya lebih tinggi, sebesar kadar gula yang hilang karena

adanya respirasi jaringan yang berlangsung terus selama pengeringan matahari dan

juga karena fermentasi.

Fungsi udara dalam pengeringan adalah memberikan panas kepada bahan

pangan, menyebabkan air menguap, dan merupakan pengankut air yang dibebaskan

oleh bahan pangan yang dikeringkan.

Volume udara yang diperlukan dalam pengeringan untuk mengantarkan panas

pada bahan pangan untuk menguapkan air yang lebih banyak daripada yang

diperlukan untuk mengangkut uap air dari ruangan. Jika udara yang masuk tidak

kering atau jika udara yang meninggalkan ruangan oleh pengeringan tidak jenuh

dengan uap air., maka jumlah volume udara yang diperlukan berubah. Biasanya

udara yang diperlukan untuk memanaskan bahan pangan ialah sebanyak 5 sampai 7

kali jumlah udara yang diperlukan untuk membawa uap air dari bahan pangan.

Kapasitas uap air dari udara bergantung pada suhu.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat Penelitian

3.1.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah:

Lidah Buaya (Aloe Vera) segar yang sudah dikupas kulitnya.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel

(7)

3.2.1. Variabel bebas (independent variable)

Waktu pengeringan dengan variasi percobaan : 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25

menit, 30 menit.

3.2.2. Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat pada penelitian ini adalah:

a. Kadar air gel lidah buaya selama pengeringan

b. Lama daya tahan gel lidah buaya pada suhu kamar

HIPOTESIS

Pengujian dengan menggunakan alat pengering/cabinet dryer ini dapat

membuat gel aloe vera (lidah buaya) tahan lebih lama dibandingkan dengan metode

perebusan dengan variasi waktu pengeringan.

Penelitian dengan metode perebusan

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat perebusan yang tersedia. Bahan

lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit

pelepah dengan pisau, daging lidah buaya ditempatkan dalam wadah.

2. Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm, hasil potongan daging pelepah yang

siap diolah lebih lanjut. Siapkan larutan garam 1% (1 sendok makan garam

dalam 1 L air) untuk merendam daging pelepah.

3. Masukan potongan pelepah ke dalam larutan garam. Setelah direndam selama

1-2 jam, angkat dan tiriskan potongan gel lidah buaya. Selanjutnya cuci potongan

daging lidah buaya dengan air yang mengalir.

4. Setelah pencucian,blansing(dimasak) dengan suhu 700-800C selama 10 menit.

5. Tiriskan rebusan daging (gel) lidah buaya dan simpan di dalam wadah plastic

atau kaca.

6. Menghitung kadar air yang ada dalam bahan lidah buaya.

Penelitian dengan perlakuan

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Cabinet dryer yang tersedia. Bahan

lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit

(8)

2. Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm, hasil potongan daging pelepah yang

siap di olah lebih lanjut. Siapkan larutan garam 1% (1 sendok makan garam

dalam 1 L air) untuk merendam daging pelepah.

3. Masukan potongan pelepah ke dalam larutan garam. Setelah direndam selama 1

jam, angkat dan tiriskan potongan gel lidah buaya. Selanjutnya cuci potongan

daging lidah buaya dengan air yang mengalir.

4. Setelah pencucian, gel lidah buaya di keringkan pada suhu 700-800C dan suhu

900-1000C selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit

denganrelative humadity25%-30%.

5. Menghitung kadar air yang hilang dalam gel lidah buaya.

Penelitian tanpa perlakuan

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Cabinet dryer yang tersedia. Bahan

lidah buaya, dalam bentuk utuh di potong dengan ukuran ± 10 cm. Kupas kulit

pelepah dengan pisau, daging lidah buaya di tempatkan dalam wadah.

2. Potong kecil-kecil daging pelepah ± 2-3 cm dan tempatkan dalam wadah.

3. Gel lidah buaya di keringkan langsung tanpa melalui proses perendaman larutan

garam dan dikeringkan, pada suhu 700-800C dan suhu 90-1000C selama 5 menit,

10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit denganrelative humadity

25%-30%.

4. Menghitung kadar air yang hilang dalam gel lidah buaya.

3.3. Rangkaian alat penelitian

Prinsip kerja alat ini adalah sebagai berikut. Pemanas yang ada dibawah

cabinet dryer memanaskan ruang pemanas. Relative Humidity 25% - 30%. Udara

panas dihembuskan olehblower dengan kecepatan konstan yaitu 51,816 m/s. Udara

kering masuk kedalam ruang pengering malalui tepi dinding dan melewati

lubang-lubang di tepi rak-rak mengenai gel lidah buaya. Udara panas ini akan menguapkan

air pada bahan baku, kemudian uap air keluar melalui saluran pengeluaran udara

(9)

ANALISIS HASIL

Pengujian dilakukan di Laboratorium perpindahan massa dan panas PAU

UGM. Langkah awal dalam pengeringan gel lidah buaya adalah dengan menguji

kadar air dari sampel. Pengujian dilakukan untuk mengetahui berapa berat padatan

kering (Ww) dari bahan yang akan dikeringkan. Hasil pengujian di Laboratorium

dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2

Kadar Air Gel Lidah Buaya Sebelum Perlakuan

Rata-rata Kadar air : 98,5415 % Varians S2: 0,0876 Deviasi Standar : 0,2855

Tabel3

Kadar Air Gel Lidah Buaya dengan Metode Perebusan

Rata-rata kadar air : 98,2212 % Varians S2: 0,3410 Deviasi standar : 0,5840

Dari analisis diatas, dapat dibuat tabel dan grafik gabungan dari berat air yang hilang (gram), berat air yang hilang (%), dan kadar air lidah buaya.

Tabel 4

Rekapitulasi Berat Air yang Hilang dalam Gram

Waktu Pengeringan

Berat Air yang hilang (gram)

TP 700-800C DP 700-800C TP 900-1000C DP 900-1000C

10 0.77 1.13 1.48 1.54

15 0.89 2.26 1.60 2.00

20 1.40 2.37 2.26 2.21

25 1.78 2.53 2.64 4.00

30 1.90 2.65 3.46 4.48

Berat Wadah Berat Sampel Berat Konstan Kadar air (%)

Ulangan 1 14.0200 7.7500 14.1400 98,4516

Ulangan 2 13.9900 8.3900 14.0800 98,9273

Ulangan 3 14.4400 5.7000 14.5400 98,2456

Kadar air rata-rata 98,5415

Berat Wadah Berat Sampel Berat Konstan Kadar air (%)

Ulangan 1 15.1500 6.6300 15.3200 97,4359

Ulangan 2 14.5200 6.2200 14.6200 98,3923

Ulangan 3 15.5700 6.0100 15.6400 98,8353

(10)

Tabel 5

Rekapitulasi Berat air yang hilang dalam %

Gambar 1. Grafik Rekapitulasi Berat Air yang Hilang Selama Pengeringan

(11)

Tabel-6

Rekapitulasi Kadar Air Lidah Buaya Selama Pengeringan

Gambar 4. Grafik Rekapitulasi Kadar Air yang Hilang Selama Pengeringan

Dari hasil uji kesukaan yang sudah dilakukan untuk sampel gel lidah buaya

yang dikeringkan dengan cabinet dryer maka secara keseluruhan dapat dilihat dari

table 7.

Tabel 7

Rekapitulasi Hasil Uji Organoleptik Gel Lidah Buaya (Aloe Vera)

No Organoleptic Test Proses pengeringan

Asli Bulat Spesifikasi

1 Uji kenampakan 3,974 4 Suka

2 Uji bau 3,307 3 Ragu-ragu

3 Uji rasa 3,946 4 Suka

4 Uji tekstur 3,926 4 Suka

(12)

HASIL UJI LAMA AWET

Dari hasil pengujian lama tahan atau awet lidah buaya dengan suhu kamar dapat di

gambarkan pada tabel-8.

Tabel 8

Hasil Pengujian Lama Awet Gel Lidah Buaya pada Suhu Kamar

No Pengujian Hari

Lama awetnya selama 3 hari dibandingkan dengan direbus atau tanpa diolah terlebih

dahulu.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Lama pengeringan tidak berpengaruh laju pengurangan kadar air, dengan kata

lain ketika dilakukan pengeringan selama 10, 15, 20, 25, dan 30 menit kadar air

yang hilang tidak seberapa ( relative kecil).

2. Lidah buaya mempunyai kadar air sebesar 98 – 99,5 % ini artinya lidah buaya

hampir keseluruhan adalah air, tetapi dalam bentuk gel yang sulit di uapkan.

3. Jika dikeringkan terlalu lama akan membuat tekstur gel lidah buaya menjadi

lembek dan tidak menarik, sehingga tidak memenuhi standar nilai jual suatu

produk pangan.

4. Tekstur yang paling baik adalah pada saat waktu pengeringan antara waktu 25 –

30 menit dengan proses perlakuan. Dengan pengurangan berat bahan antara

(13)

5. Uji Kesukaan (Organoleptic Test) pada produk gel lidah buaya yang dikeringkan

dengan cabinet dryer dapat diterima oleh panelis dengan katagori Suka dengan

nilai 4.

6. Dari hasil pengujian diatas bahwa yang paling lama adalah di keringkan setelah

gel lidah buaya di proses awal dulu dan dikeringkan dengancabinet dryer. Lama

awetnya selama 3 hari dibandingkan dengan direbus atau tanpa diolah terlebih

dahulu

DAFTAR PUSTAKA

1. Desrosier, Norman W, “Teknologi Pengawetan Pangan”, UI-Press, Jakarta. 2008.

2. Dinas Urusan Pangan Pontianak, 2005, “Pontianak Aloe Center”, Available online, http:// pemkot.pontianak.go.id/aloe/pertama.html.10 Januari 2009.

3. Hanifah, Umi & Safirudin,Achmad, 2007, “Alat pengering tipe rak untuk bahan pngan hewani”, di akses Http://www.BPPTTG-LIPI.ac.id pada tanggal 13 Desember 2008.

4. Hasbullah, maret,”Teknologi Tepat Guna Untuk Agroindustri Kecil Sumatera Barat”, Dewan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Padang, 2001.

5. Hartati, P,Juni 2006. “Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Bahan Pengikat Terhadap Mutu Nugget Rajungan, Insight:/Jurnal Agrisistem/ Volume 2 No.1, Tahun 2003.

6. Heild, J.L,.A Maynard,. Jaslyin,. Food Processing Operation : Their Management, Machines. Materials, and Methodes” Volume 2 the Avi Publishing Company inc. wesport, Connecticut londond, England,1963.

7. Mc Cabe w.L,. Smith J.c,. Harriot P,. 1992.“Operasi Teknik KimiaJilid 2 edisi ke empat. Penerbit Erlangga, Jakarta.

8. K, Yohanes, 2005, “Tekno Pangan: Olahan Lidah Buaya, Trubus Agrisarana, Surabaya.

9. Linayanti Darsana, Endang Setyarini1, Mey Ary Praptiwi“Pengaruh Saat Panen

(14)

10. Priyanto G.Teknik Pengawetan Pangan”. PAU Pangan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 244 h,1988.

11. Saniah,.”Pembuatan Aloe Vera Bentuk Kubus Secara Osmotic-Freeze Drying.Tesis, Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, 2004.

12. Sutardi,Pengawetan Pangan : Pendinginan dan Pengeringan. PAU Pangan dan Gizi”. Universitas Gadjah Mada. 1992

13. Wahjono, E, Koesnandar, Mengebunkan Lidah Buaya Secara intensif, BPPT AgroMedia Pustaka, Tangerang, 2005.

14. William. H,. Walker,. Lewis, W.K,.Principles of Chemical Engineering third edition, Mc Graw Hill Book Company Inc. New York and London, 1973.

15. Winarno, F.G,“Kima Pangan dan Giz”i. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 1992

16. Vega-Galves.A, Uribe.E, Lemus-Mondaca, Zura.L, Miranda.M, 2006. “Hot Drying Characteristicmof Aloe Vera (Aloe Barbadensis Miller) and Influence of temperaturenon kinetic parameters. Diakses dari Jurnal homepage : www.sciencedirect.com24 Maret 2009.

17. Vega-Galves.A, Notte-Cuello.E, Lemus-Mondaca, Zura.L, Miranda.M, 2008.

Gambar

Tabel 4
Gambar 1. Grafik Rekapitulasi Berat Air yang Hilang Selama Pengeringan
Tabel 7
Tabel 8Hasil Pengujian Lama Awet Gel Lidah Buaya pada Suhu Kamar

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, perilaku belajar dan minat belajar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi

Secara umum perencanaan sistem yang dilakukan adalah sebuah plat nomor yang di- capture oleh webcam, dan diolah oleh PC dengan proses pengolahan citra digital

Penelitian kualitatif ini berfokus pada plot cerita sebagai tujuan untuk menganalisa bagaimana plot cerita disusun di dalam novel dan untuk membangun makna yang dihasilkan

Bukti pada rekam medis tentang pencantuman nama orang yang menggantikan pemberian persetujuan bila pasien tidak kompenten. HPK 5.3 EP 3 Form disimpan dalam

Beberapa jenis tanaman buah, tanaman perkebunan maupun tanaman kehutanan tidak mengalami dormansi sehingga benih tanaman tersebut dapat langsung disemai.. Contohnya adalah durian,

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana peran sekolah yang telah menerapkan full day school dalam pembentukan karakter gemar membaca

parasiticus diinokulasikan pada masing-masing sampel tepung maizena yang sebelumnya sudah dilakukan sterilisasi pada suhu 121 o C selama 15 menit dan selanjutnya.. dilakukan