PENJELASAN SISWA KELAS ENAM INDONESIA TERHADAP ARAH MATA ANGIN PADA PETA DATAR DAN GLOBE, ROTASI BUMI YANG MENYEBABKAN SIANG DAN MALAM DAN POSISI RELATIF BUMI, BULAN DAN MATAHARI PADA SAAT GERHANA
BULAN DAN MATAHARI
oleh: Surachman Dimyati
Abstract
The purpose of the study was to elicit and analyze sixth grade students’ explanations
concerning concepts taught in the national Indonesian sixth grade science curriculum. In this study; students were asked to identify the cardinal directions on flat maps and a globe; to describe what causes night and day on the earth; to identify the direction of
the earth’s rotation; and to identify the relative positions of the earth, sun, and the moon
during either a solar or lunar eclipse.
The findings in the study can be summarized as follows.
1. Eighty out of 88 students (91%) were able to explain what causes night and day. 2. Approximately 50% could identify the direction the earth rotates to cause night and day.
3. Using a solar system model, about 64% of the students could describe the relative position of the earth, sun, and moon during an eclipse.
4. Cultural differences affect student thinking. One student thought that Mecca had to be west of everywhere, not just west of Indonesia.
5. The way teachers teach seems to influence student thinking. It is easy for students to form the misconception that up is north. Most maps in classrooms are hung vertically. 6. Some students were confused by the globe. Teachers need to explain why the globe is tilted. Also, they need to help students understand how to determine the cardinal directions on the
globe.
More research is needed to determine what is needed to help students truly understand these concepts and to determine whether these concepts are best taught at the
elementary level.
Key Words: Arah, peta, globe, rotasi bumi, gerhana
PENDAHULUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan menganalisis pemahaman siswa kelas
enam sekolah dasar dalam mengidentifikasi arah mata angin (utara, timur, selatan, barat)
pada peta datar dan globe; serta kemampuan mereka menjelaskan rotasi bumi dikaitkan
bumi, bulan dan matahari pada gerhana bulan atau matahari. Semua kemampuan dan
mendokumentasikan penjelasan siswa terhadap dua konsep utama berikut ini:
1. Siang dan malam disebabkan oleh adanya rotasi bumi pada porosnya..
a. Bumi memerlukan waktu 24 jam untuk berotasi satu kali putaran.
b. Bumi berotasi menuju arah timur.
c. Matahari berada di belakang bumi pada waktu malam.
2. Gerhana
a. Bulan beredar mengelilingi bumi dan pada waktu yang bersamaan keduanya juga
mengelilingi matahari, karena itu pada posisi tertentu terjadilah gerhana.
b. Gerhana bulan terjadi jika matahari, bumi, bulan berada pada posisi garis lurus yang
menyebabkan bulan tertutup bayangan bumi.
c. Gerhana matahari terjadi jika matahari, bulan, dan bumi berada pada posisi garis
lurus yang menyebabkan cahaya matahari yang menuju bumi terhalang oleh bulan.
Penelitian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut:
1. Dapatkah siswa mengindentifikasi empat arah mata angin (utara, timur, selatan, barat)?
a. Pada peta datar?
b. Pada globe?
2. Dapatkah siswa mengidentifikasi penyebab terjadinya siang dan malam ?
a. Apakah mereka dapat menjelaskan bahwa siang dan malam disebabkan oleh perputaran
bumi
Pada porosnya?
b. Apakah mereka dapat menunjukkan arah ke mana bumi berotasi?
c. Dapatkah mereka menjelaskan berapa lama bumi berotasi sekali putaran penuh?
d. Dapatkah mereka menjelaskan dimana matahari pada waktu malam hari?
3. Dengan menggunakan model gerhana, dapatkah siswa menjelaskan/menunjukkan posisi
bumi,
matahari, dan bulan ketika gerhana bulan atau gerhana matahari?
4. Apakah kesalahan konsep yang terjadi dalam kaitan konsep sains dalam penelitian ini?
Banyak anak-anak di berbagai tempat di dunia ini mengalami kesulitan untuk memahami
Konsep isi ke konsep sains yng diajarkan di sekolah. Banyak dari hasil penelitian yang
menunjukkan adanya gambaran masalah yang sangat jelas pada anak-anak dalam memahami
konsep-konsep sains.[Driver 1983, 1989, Driver & Oldham, 1986, Linn, 1987].
Para siswa mengalami kesulitan dalam pengajaran konsep secara formal jika siswa tidak
pada tahapan formal reasoning dan mereka memerlukan model yang nyata atau memegang
benda
yang sebenarnya untuk benar-benar mengerti. Nelson [1991] menyatakan implikasi dari
penelitian
yang telah dilakukan Hall yang menyatakan bahwa anak-anak tidak pernah secara
sepenuhnya bebas
dari kesalahan konsep. Hall menyatakan bahwa apresiasi terhadap ‘isi pikiran’ anak-anak
adalah
yang terbaik sangat terbatas. Penelitian terhadap anak-anak mengenai pemahaman mereka
terhadap
api, Hall menggambarkan bahwa konsep matahari yang dipegang anak-anak benar-
benar ‘kacau
dan tidak membantu’. [Hall & Browne, 1903, p. 78]. Estimasi yang rendah terhadap
kemampuan
anak-anak dalam menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu menggiring Hall
menggunakan
pendekatan “penelitian yang alami” dalam sains sekolah dasar dengan pengajaran yang
menekankan
pada penamaan benda-benda.
Menurut Smith [1963], Hall menyatakan bahwa, secara akal seorang anak “seharusnya
dipandang dari sisi keterbatasannya bukan dari kemampuannya” [p.202]
Penelitian menunjukkan bahwa individu membentuk teori informal yang ia gunakan untuk
menerangkan bebagai phenomena alam. Sering kali teori informal ini dimaksudkan sebagai
konsep. [Helm & Novak, 1983], alternative pemikiran (Drive, 1981), prakonsep/pengetahuan
dan “pemikiran alternativ” digunakan dalam penelitian ini. Ini berdasarkan asumsi bahwa
pemahaman
awal tidak semestinya dipandang sebagai suatu kesalahan konsep bagi evaluator yang lain.
Konsep alternativ diketahui sangat penting pada anak-anak pada berbagai tingkatan kelas
tanpa memandang
proses pengajarannya. Konsep-konsep alternatif yang dimiliki anak-anak merupakan refleksi
kelemahan dalam proses pengajaran atau kelemahan pengajaran sains atau kelemahan
kurikulum yang dilakukan untuk mengatasi kesalahan anak-anak tapi berdasarkan konsep
mereka sendiri. Anak-anak
membawa pengetahuan yang ada dalam pikirannya dan malah sering kesalahan pengertian
dan pengetahuan sains ke dalam kelas. Kebanyakan guru tidak menyadari bagaimana pesepsi
anak-anak,
atau para guru tidak tahu begaimana menggunakan cara yang efektif untuk mengatasi hal ini.
(Adeniyi, 1985)
Kesalahan konsep anak-anak ini mempengaruhi cara mereka belajar. Daripada membentuk
pengertian dan pemahaman yang baru, seharusnya kesalahan konsep yang ada harus dibuang
atau
dimodifikasi. Karena itu pemahaman awal anak-anak mengenai sains haruslah dikenal dan
dimengerti
oleh praktisi pengajar maupun pengembang kurikulum.
Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretasi untuk melihat konsep yang dipahami
anak-anak terhadap konsep mata angin serta konsep-konsep astronomi seperti yang telah
diuraikan sebelumnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kota Bangkalan. Kota ini terletak 25 km sebelah utara kota
Surabaya, kota kedua terbesar di Indonesia. Sampel kecil sekitar 100 siswa dilibatkan.
Dana dan kemampuan tidak memungkinkan untuk meneliti semua siswa kelas 6 sekolah
satu kota, namun lima lokasi yang berbeda dipilih untuk memberikan sample masyarakat yang
lebih luas.
Konsep pengetahuan yang dipilih dalam penelitian ini merupakan bagian utama yang diambil
karena materi ini biasanya diajarkan pada saat itu sebelum interview dilakukan. Karena
itu konsep tersebut relatif masih segar bagi para siswa, dan ingatan hilangnya karena
jangka waktu lama mestinya bukan merupakan halangan yang berarti. Dalam penelitian
ini setiap siswa diinterview dua kali selama selang waktu dua minggu. Interview pertama
dilakukan hanya semata menggunakan interaksi secara verbal, menggunakan interaksi secara
verbal, dengan pengecualian beberapa siswa menjelaskan dengan menggambar pada secarik
kertas. Dalam interview berikutnya, globe, peta datar, dan model gerhana mengambil peran
yang penting. Dalam interview yang kedua para siswa memanipulasi model ketika mereka
mendemonstrasikan konsep utama yang berkaitan dengan arah mata angin. Pergerakan bumi
dan gerhana bulan atau matahari.
Penggunaan interview individual diterima secara luas yang bertujuan untuk menggali
pendapat anak-anak tentang konsep sains. Kesalahan konsep dapat diidentifikasi dengan
membandingkan pendapat anak-anak dengan konsep yang telah digariskan dalam kurikulum.
Penelitian ini merupakan studi eksplorasi, bertujuan mengindentifikasi ketidak cocokan
antara apa yang diharapkan dalam kurikulum dengan apa yang sebenarnya dipahami anak-
anak. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk membuat sampel terhadap total populasi siswa
kelas enam seluruh Indonesia. Dengan keterbatasan yang ada, hanya sampel terbatas
sebanyak sepuluh sekolah dari satu kota di Indonesia yang digunakan. Karena itu tidak
mungkin bisa digeneralisasikan dari sampel yang kecil ini ke dalam seluruh populasi secara
nasional. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan gambaran sejauh mana para siswa
dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan konsep-konsep dan keterampilan yang baru
mereka pelajari dalam kurikulum sains. Peneliti melakukan sendiri interview ini. Peneliti
adalah penduduk asli Indonesia, sudah mengenal dengan baik para siswa dan keberadaan
sekolah dasar di Indonesia.
Pada kurikulum sekolah dasar tahun 1994, pelajaran sains diajarkan mulai kelas tiga hingga
kelas enam. Bumi dan penomena yang terkait yang merupakan focus penelitian ini diajarkan
Tujuan instrusional kurikulum tahun 1994 pelajaran sains di kelas enam mengenai solar
sistem menguraikan masalah pergerakan bumi dan posisi bumi, bulan serta matahari
pada saat gerhana bulan dan matahari (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia 1995. p. 86)
Hasil penelitian akan memberikan informasi yang mungkin dapat membantu kepada
pemerintah Indonesia, pengelola, dosen, guru dan penulis buku. Hasil penelitian in juga akan
menambah pertumbuhan literatur riset internasional sehubungan dengan kesalahan konsep
siswa sekolah dasar pada konsep sains.
Lebih lanjut, jika konsep belajar dapat ditingkatkan pada tingkat sekolah dasar, para siswa
akan memiliki dasar yang lebih baik untuk mempelajari konsep yang abstrak yang akan
mereka pelajari di SLTP dan SLTA.
Mengerti bagaimana siswa secara individu memahami konsep tertentu akan membantu
strategi belajar mereka. Hal ini akan memberikan suatu strategi belajar yang mungkin
bermanfaat bagi para guru dan siswa.
Menurut pandangan konstruktifist, belajar menrupakan proses aktif bagi pembelajar
membentuk pengetahuan yang berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan awal
yang dimiliki siswa tidak hanya mempengaruhui penerimaan dalam berbagai situasi, namun
juga mempengaruhi bagaimana pengalaman-pengalaman baru yang diinterprestasikan, karena
itu pengetahguan tidak hanya sekedar diberikan guru terhadap murid, namun haruslah
secara aktif dibentuk oleh anak-anak atau pembelajar sesuai dengan cara berpikirnya. (Von
Glaserfeld, 1991).
Lebih lanjut Lythcott dan Duschi, (1990), menyatakan bahwa banyak penelitian yang
mendukung pendapat pandangan konstruktifist bahwa: (1) anak-anak membentuk konsep
mereka sendiri terhadap phenomena alam, (2) konsep-konsep ini sering kali berbeda dengan
konsep sains yang benar dan (3) anak-anak sukar sekali mengubahnya dengan konsep sains
yang benar melalui tambahan pengajaran.
Sejumlah penelitian menyarankan beberapa strategi yang mungkin dapat membantu para
siswa meningkatkan pemahaman konsep. Pertama, berilah kesempatan pada anak-anak
mengutarakan apa yang diketahuinya. Di kelas anak-anak didorong untuk menulis dan
menghayati pengalaman yang mereka miliki dan menemukan kekurangannya. Pertanyaan
yang kritis (Socratic questioning) dan diskusi diantara mereka dapat membantu anak-anak
menyelesaikan masalahnya, yang mungkin anak-anak tidak puas dengan apa yang mereka
ketahui hingga mereka memerlukan pengatahuan yang baru. Dan ketiga, mendorong anak-
anak mengungkapkan berbagai kosep. Jika anak-anak menghadapi sesuatu yang tidak
sesuai, maka mereka akan mempertimbangkan berbagai kemungkinan pemecahannya
dengan cara yang koheren. Akhirnya, berilah kesempatan pada anak-anak mempraktekkan
pengetahuannya dalam berbagai situasi agar menghasilkan konsep yang bermakna. Konsep
yang bermakna berarti bahwa anak-anak dapat mempraktekkan apa yang mereka ketahui ke
dalam konteks yang baru dan mencari kaitan antara konsep dan pengetahuan. (Driver, 1985).
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dianalis sebagai berikut;
1. Dari catatan interview dan trankrip audio, dibuat suatu table atas jawaban serta
penjelasan siswa. Jawaban siswa dikelompokkan ke dalam benar dan salah. Jawaban yang
benar diberi skor 1, dan jawaban yang salah diberi skor 0. Penilaian benar dan salah
berdasarkan atas konsep-konsep yang tercantum dalam kurikulum nasional dan buku teks
yang digunakan.
2. Transkrip dibuat dari rekaman wawancara dengan guru. Biografi guru seperti pengalaman
mengajar, juga dikumpulkan sebagai data pelengkap seperti halnya juga pada murid-murid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semua 4 guru yang diinterview mengatakan bahwa beban mengajar mereka sangat berat.
Katanya, ini disebabkan bahwa mereka harus mengulang materi ditahun-tahun sebelumnya
untuk menghadapi EBTANAS.
Kebanyakan dari guru-guru ini menggunakan metode ceramah. Tiga dari empat guru itu
model solar system, model gerhana, dan globe. Salah seorang guru mengatakan bahwa dia
perlu penataran tentang penggunaan alat-alat peraga tersebut. Sebagian alat-alat untuk
mengajarkan konsep astronomi tidak dapat digunakan.
Ketika menjajagi kemungkinan adanya miskonsepsi yang mereka miliki, hanya satu kesalahan
konsep muncul. Matahari ada di sebelah barat pada waktu malam. Namun sebagian besar
pertanyaan penjajagan terhadap pengetahuan guru dapat mereka jawab dengan cepat dan
benar.
Respon para siswa atas dua interview diberi skor. Materi interview meliputi empat
pertanyaan utama: “Apa penyebab terjadinya siang dan malam?’, Ke arah mana bumi
berotasi? Bagaimana terjadinya gerhana? Dan dapatkah mereka menunjukkan arah tujuan
jika bergerak dari tempat (A) ke tempat (B) baik pada peta datar dan globe?
Kesalahan Konsep pada siswa
Dari catatan dan rekaman beberapa kesalahan konsep yang dimiliki siswa terungkap.
Pada waktu malam matahari ada di sebelah barat.
Ternyata bahwa siswa ini berasal dari kelas yang gurunya memiliki kesalahan konsep yang
sama. Jadi kesalahan konsep guru mempengaruhi pada kesalahan konsep siswa.
Menghadap kota Mekah Berarti Barat.
Di kota Bangkalan dimana penelitian ini dilakukan, populasinya sebagian besar adalah muslim.
Sebagai muslim mereka melakukan sholat paling tidak lima kali sehari dengan menghadapkan
mukanya ke arah kota mekah. Ka’bah adalah batu berbentuk mirip kubus yang tinggi sebagai
arah persatuan bagi semua muslim di dunia menghadapkan mukanya ketika melakukan sholat.
Dari Indonesia, khususnya Bangkalan, muslim menghadap ke arah barat ketika sholat. Karena
itu ada kemungkinan, kesalahan konsep ini dipengaruhi kebiasaan menghadap ke barat, ke
arah Mekah.
Seorang Siswa Mengalami Kesukaran Berfikir dari Dua Dimensi ke Tiga Dimensi
Salah seorang siswa tidak dapat menunjukkan arah utara. Ia menunjuk arah ke atas untuk
utara. Hal ini mungkin disebabkan siswa mengingat bagaimana gurunya menerangkan arah
Siswa yang lain juga kebingungan ketika menghadapi peta datar dan globe bersamaan untuk
menunjukkan arah. Hal ini Kemungkinan disebabkan bahwa posisi globe itu yang sedikit
miring 23,5 derajad dari garis vertikal.
Temuan
Berikut ini adalah temuan-temuan penting dari penelitian ini:
1. Sebagian besar siswa memahami penyebab terjadinya siang dan malam. Pertanyaan
ini dapat dikelopokkan pertanyaan ingatan. Selain itu rupanya guru cukup efektif dalam
mengajarkan konsep ini.
2. Hanya sekitar 50% siswa yang dapat menunjukkan arah rotasi bumi yang menyebabkan
siang dan malam. Hasil yang kurang baik ini mungkin disebabkan pengalaman mereka
setiap hari yang menyaksikan bagaimana matahari melintasi langit. Mungkin hal ini
menyebabkan siswa berpikir bahwa siang dan malam disebabkan matahari dan bukannya
rotasi bumi.
3. Sekitar 64% dari siswa kelas 6 dapat menjelaskan terjadinya gerhana (bulan atau
matahari). Ini kemungkinan bahwa model gerhana sangat membantgu cara berpikir siswa.
4. Perbedaan budaya mempengaruhi cara berpikir siswa, seperti arah ke Mekah selalu barat.
5. Cara mengajar guru sangat mempengaruhi cara berpikir murid-muridnya (Kebiasaan
menunjuk arah atas untuk utara pada peta digantung di papan tulis)
6. Posisi globe yang miring terhadap bidang datar membingungkan siswa. Hal ini rupanya
guru seharusnya menerangkan mengapa globe itu diatur miring seperti itu.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sebuah kota kecil Bangkalan, dengan sampel sebanyak 100 siswa.
Penemuan ini seharusnya tgidak digeneralisasi terhadap semua siswa kelas VI di Indonesia
yang jumlahnya sekitar 3,3 juta. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
kemungkinan yang sama ada, bahwa ke kurang-pahaman terhadap masalah ini mungkin terjadi
di seluruh Indonesia. Penelitian ini merupakan studi eksplorasi. Ini tidak dirancang untuk
menguji suatu hipotesa atau men-generalisasi terhadap semua siswa kelas VI di Indonesia.
Seseorang dapat mengharapkan penemuan yang serupa ditempat-tempat lain di Indonesia
mengingat kebanyakan sekolah dasar negeri memiliki dana yang terbatas dan fasilitas
sekolah hanyalah sedikit berbeda. Ada kemungkinan orang tua dan masyarakat serta
perpedaan budaya dapat mengubah hasil penelitian ini.
Penelitian yang Perlu Dilakukan
Dalam penelitian ini para siswa mengalami kesulitan menjelaskan ‘Bagaimana bumi
berotasi’ Jika hal ini masalahnya, maka untuk meyakini hasil penemuan ini, diperlukan adanya
penelitian lain guna menjajaki informasi secara lebih rinci dan komprehensif. Penelitian
tentang bagaimana bumi bergerak mengelilingi matahari dan dalam waktu yang bersamaan
bulan mengelilingi matahari juga disarankan untuk diteliti.
Kesimpulan Penting dalam Penelitian ini.
Para siswa dengan jelas menunjukan bahwa pertanyaan ingatan (Apa yang menyebabkan
terjadinya siang dan malam lebih mudah dibandingkan dengan pertanyaan yang komprehensif
(bagaimana bumi berotasi?). peran alat peraga, khususnya alat peraga yang baik, seperti
model gerhana, secara jelas menunjukkan membantu siswa memahami dan menjelaskan
konsep yang abstrak terhadap posisi benda-benda langit pada saat gerhana.
Kesalahan konsep siswa tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, seperti
pengalaman sehari-hari, (melihat matahari terbit dari timur dan terbenam di barat), namun
juga oleh latar belakang budaya dan metode mengajar (penggunaan peta datar di dinding dan
digelar di atas meja, dan penggunaan globe).
Mungkin kesimpulan yang paling penting dalam penelitian ini adalah perlunya penelitian
konsep yang abstrak seperti rotasi bumi (yang menyebabkan terjadinya siang dan malam )
pada kurikulum nasional. Hal ini mungkin bahwa kurikulum yang berlaku sekarang ini dan
kurikulum yang bisa dilakukan (experienced curiculllum) adalah berbeda dimana para
pendidik, baik guru maupun perancang kurikulum, mengharapkan harapan yang kurang
realistis terhadap apa yang seharusnya dipelajari tentang Solar System di sekolah dasar.
REFERENCES
Adeniyi, E. O. (1985). Misconceptions of selected Ecological concepts held by some
Nigerian Students, Journal of Biological Education. 19(4), 311-316 ,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (1993),
Rangkuman Statistik Persekolahan 1991/1992. Balitbang Dikbud, Jakarta. Indonesia.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan (1994/1995),, Direktorat Pendidikan Tinggi, Bagian
Proyek Pengembangan Pendidikan guru Sekolah Dasar,,Kurikulum Sekolah Dasar, Landasan,
Programdan Pengembanga, Jakarta Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994/1995), Kurijulum pendidikan Dasar.
Garis-garis besar program pengajaran - Sekolah Lanjutan Tingkat Pergtama Jakarta,
Indonesia.
Dimyati, S (2001), Sixth grade students’ comprehension regarding the earth, the sun, and
the moon during the eclipse and cardinal directions,
Driver, R,. (1989) The Constructon ogf Scientific Knowledge in School Classroom. In R.
Millar (Ed), Doing Science: Images of Science in Science Education (pp.8-105)., new York,
Falmer Press.
Gilbert. J. K. Osborne, R.J. & Fensham, P.J. (1982) Children’s Science and Science and it’s
Hall. G.S. & Browne, C.E. (1903) Children’s ideas of fire, heat, frost and coldPedagogical
Seminary,10 27-85.
Helm H. Novak J.D, (Eds). (1983).Proceeding of the International Seminar on
Misconceptions in Science and Mathematics, Itaca, NY: Cornell Univercity
Linn, M.C., (1987). Establishing a Research Base of Science Education: Challenges, Trends
and Recommendations, Journal of Research in Science Teaching 24(3), 191-216
Lythcott, J., & Dusch R. (1990), Qualitative Research: From Methods to Conclusions.
Science Education 74(4), 445-460 .
Nelson D.J. (1991), Children’s Explanagtion for Phenonmena Relatged to Manned Space
Exploration -Gravity, Orbit, and Weightless: An interview Study, Unpulshied Doctoral
Dissertation, The University of Iowa.
Von Glassersfeld, E. (1989). Cogniton, Consturuction of Knowledge, and Teaching, Synthese,