• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Pere

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Pere"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah Akademik

“PERATURAN DAERAH TENTANG PELARANGAN

PEREDARAN DAN PENJUALAN BARANG PALSU

DALAM BIDANG MODE DI KABUPATEN

BONDOWOSO”

Disusun guna memenuhi penilaian tugas mata kuliah Ilmu Perancangan Peraturan Peundang-Undangan Kelas B

Disusun Oleh :

DYAH ANGGUN SISMAMI E 0014115

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berubahnya zaman yang disertai dengan perkembangan teknologi membuat orang semakin kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru. Namun, hal ini justru disalah gunakan dengan menciptakan barang-barang tiruan di berbagai bidang. Sehingga di era perdagangan global saat ini, perlindungan terhadap merek merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara. Hal ini dikarenakan merek mempunyai peran yang penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.Indonesia sendiri juga telah mengatur mengenai masalah perlindungan merek dalam satu undang-undang tersendiri yaitu, Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Berdasarkan Undang-Undang tersebut merek ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

(3)

barang tiruan tanpa menyadari kualitas barang tersebut yang akan lebih mudah rusak dibanding barang asli.

Seiring berjalannya waktu setelah diundangkannya Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, implementasi Undang-Undang tersebut ternyata belum berjalan secara optimal. Di kabupaten Bondowoso sendiri misalnya, marak sekali peredaran dan penjualan barang palsu terutama di bidang mode yang memberikan dampak bagi pemilik industry, konsumen. Berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-2005, menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Ini belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri tersebut telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu.1

Berdasarkan Fakta Hukum yang terjadi di kabupaten Bondowoso, Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI), bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17

1http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25

(4)

pelanggaran terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65 kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus masih dalam tahap pemeriksaan. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang mode di pasar-pasar.

Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek terhadap tas merek coach, ransel, kaos merek nevada, sepatu merek jelly, crocs, ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil. Hal ini yang menyebabkan atau menimbulkan pertentangan antara das sollen

dengan das sein-nya.

(5)

Maraknya peredaran barang di kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang utama adalah sanksi hukum pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek hanya dapat dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran hanya jika ada aduan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Sehingga jika tidak pengaduan maka tidak dapat dilakukan proses hukum.

Faktor yang lain adalah sistem perlindungan hak merek yang dianut oleh Indonesia saat ini adalah sistem first to file, yaitu pelanggaran merek terjadi jika ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beritikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya. Atau dengan kata lain orang yang melakukan pengaduan harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pengaduan atas suatu tindak pidana merek. Jadi tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek.

Selain faktor yuridis diatas, faktor masyarakat pun juga memberikan pengaruh terhadap maraknya peredaran dan penjualan barang palsu, seperti minimnya pengetahuan mereka akan pelanggaran merek, faktor ekonomi masyarakat kabupaten Bondowoso yang sebagian besar tidak dapat menjangkau untuk membeli barang original atau barang asli, sehingga mereka beralih untuk membeli barang palsu yang lebih murah dan hampir menyerupai barang asli meskipun kualitasnya berbeda.

(6)

alasan-alasan tersebut, maka sangat diperlukan untuk membentuk suatu peraturan daerah di kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai pelarangan dan peredaran barang palsu dibidang mode. Hal ini sebagai upaya perlindungan terhadap merek, serta penegakan aturan hukum.

(7)

B. Identifikasi Masalah

1. Permasalahan yang kini tengah dialami sebagian masyarakat kita adalah berkenaan dengan peredaran barang-barang tiruan, sekilas permasalahan ini nampak tidak terlalu serius sehingga luput dari perhatian pemerintah. Tidak adanya tindakan yang nyata dari pemerintah juga menyebabkan masyarakat semakin leluasa untuk melakukan tindakan yang melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat suatu peraturan yang jelas, namun tidak cukup sampai disitu, peran struktur yang terdiri dari pemerintah dan masyarakat juga dibutuhkan. Karena membuat masyarakat untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan suatu peraturan tidak semudah membalikkan telapak tangan maka perlu kesadaran dari dalam diri masyarakat, soaialisasi oleh pemerintah juga dibutuhkan, kemudian pelaksanaannya juga harus dalam pengawasan pemerintah.

(8)

3. Yang menjadi dasar filosofis dari pembuatan rancangan peraturan daerah ini adalah agar masyarakat lebih menghargai ati nilai dari sebuah kejujuran, diharapkan dengan adanya peraturan ini dapat mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang sadar akan akibat yang ditimbulkan apabila mereka tetap membeli barang tiruan. Sedangkan dasar sosiologisnya adalah dalam kehidupan bermasyarakat tentu tidak dibenarkan untuk merugikan orang lain, mengingat persaingan yang sehat menuntut agar tidak saling merugikan antara konsumen dan produsen.

(9)

C. Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tindakan nyata dari pemerintah bagi yang melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; 2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Rancangan peraturan

daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso;

3. Untuk mengetahui pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis mengenai pembentukan rancangan Undang-undang atau Rancangan Peraturan Daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso;

(10)

D. Manfaat Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penyusunan perancangan Undang-undang atau Rancangan Peraturan Daerah :

a. Memberikan pandangan yang luas dalam pemahaman terhadap tindakan yang nyata dari pemerintah bagi yang melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

b. Sebagai sarana untuk pembelajaran dalam rancangan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.

c. Sebagai Informasi sasaran yang wijudkan darirancangan pembuatan peraturan daerah.

d. Bagi pemerintah sebagai masukan dan lebih tegas dalam rancangan pembuatan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso;

(11)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Sebagai suatu hak yang lahir melalui intelektual manusia, hak merek yang merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual (HKI) perlu mendapatkan perlindungan hukum. Tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai, tentunya hal ini dapat menyebabkan peredaran barang palsu atau biasa disebut barang KW di kalangan masyarakat mengalami peningkatan terus menerus.

1.1 Pengertian Merek

Pada umumnya di era perdagangan global yang terjadi seperti sekarang, banyak pelaku usaha berlomba-lomba menarik minat masyarakat untuk membeli produk dalam bentuk barang maupun jasa yang telah diproduksinya. Strategi yang digunakan oleh para pelaku usaha tersebut adalah melalui merek atas suatu produk.

Merek bermanfaat sebagai pembeda antara produk satu dengan produk lainnya yang sejenis, selain itu merek juga dapat menentukan tinggi rendahnya harga suatu produk, serta menjaga persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha. Semakin terkenal suatu merek, maka semakin tinggi harga produk tersebut, dan begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, merek merupakan komponen utama yang harus ada dalam suatu produk.

(12)

tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Banyak para ahli hukum di dunia yang memberikan pengertian merek, seperti :

Suryodiningrat, di dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Merek, bahwa

merek adalah barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknyadengan

dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau

perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik

pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan2,

Soekardono mendefinisikan tentang merek dalam bukunya hukum Dagang Indonesia Jilid I, merek adalah sebuah tanda, dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga untuk

mempribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam

perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau

diperniagakan oleh orang-orang atau badan perusahaan lain3.

H.M.N. Purwosutjipto, S.H. memberikan pengertian merek sebagai berikut, merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis4.

Menurut Knapp (2001), merek adalah internalisasi sejumlah kesan yang diterima oleh pelanggan dan konsumen yang mengakibatkan adanya suatu posisi khusus dalam ingatan mereka terhadap manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan. Sebuah merek dikatakan khusus jika konsumen merasa yakin bahwa merek-merek tersebut benar-benar khusus. Menurut Aaker (1996), merek merupakan nama atau simbol yang

(13)

bersifat membedakan (seperti logo, cap, kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Menurut Kotler (2000), merek adalah suatu janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tententu kepada pembeli, bukan hanya sekedar simbol yang membedakan produk perusahaan tertentu dengan kompetitornya.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa merek adalah :

1. Merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari berbagai unsur tersebut

2. Berfungsi sebagai pembeda antara dengan produk lain yang sejenis.

(14)

1.2 Pengertian Pemalsuan

Pada saat ini peredaran dan penjualan barang-barang palsu di Indonesia terbilang tinggi dari tahun ke tahun.Sehingga seolah-olah pasar di Indonesia dapat dikatakan sebagai surga bagi para penjual barang palsu.Pemalsuan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Menurut Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), pemalsuan adalah memproduksi suatu produk yang menyalin atau meniru penampakan fisik suatu produk asli sehingga menyesatkan para konsumen bahwa ini adalah produk dari pihak lain5. Yang termasuk pemalsuan seperti

produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran hak cipta, peniruan kemasan, label, dan merek.

Menurut para ahli, penggolongan barang palsu berdasarkan tingkat pelanggaran dibagi menjadi empat golongan, yaitu ;

1. Produk palsu sejati (True Conterfeit Product) 2. Produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) 3. Reproduksi

4. Imitasi yang tak meyakinkan.

Dikalangan masyarakat barang palsu yang sering beredar adalah produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) atau lebih dikenal dengan istilah barang KW. Terdapat dua pendapat tentang pengertian barang KW, yaitu petama, jika konteks barang KW yang dimaksud adalah kwalitas 1, 2, 3, maka artinya barang tersebut merupakan produksi dari satu perusahaan yang sama. Misalnya produk tas merek Georgio Armani, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci. Dalam hal ini perusahaan tersebut

5http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25

(15)

membuat barang yang sama namun dengan standar kualitas yang bertingkat. Akan tetapi jika ini yang dilakukan maka perusahaan tersebut harus memberikan informasi pada labelnya kepada konsumen. Namun hal yang mustahil jika perusahaan yang ternama dengan barang branded nya membuat kualitas yang berbeda-beda, jika hal itu terjadi tentunya akan menjatuhkan nama perusahaan dan produknya.

(16)

1.3 Teori

Terdapat teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah akademik ini, teori tersebut antara lain: reward theory, bahwa teori ini memberikan suatu pengakuan terhadap karya intelektual, dalam hal ini hak merek yang telah dihasilkan oleh seseorang melalui kerja kerasnya. Pengakuan tersebut dapat berupa penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya inovatif dan kreatif dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual.

Reward theory juga sejalan dengan teori recovery theory, yakni pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu, biaya, dan tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut. Selanjutnya, teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory, menurut teori ini Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hasil karya yang mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan cara tersebut atau memperbaikinya, sehingga demikian adalah wajar untuk membentuk suatu perlindungan hukum terhadap upaya yang mengandung resiko tersebut.

(17)

Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak (hak merek), sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkan oleh seseorang atas dasar intelektualnya melalui kerja keras, dan pengorbanannya mendapatkan perlindungan hukum guna mencegah bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektual tersebut.

Selain itu, melalui naskah akademik ini diharapkan dapat meminimalisir jumlah peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso, serta menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk menghasilkan suatu produk baru yang berbeda dari produk yang lain. Dengan demikian dapat menumbuhkan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma-Norma.

(18)

a. Asas Kepribadian

Asas ini berarti bahwa penegakkan terhadap pelarangan dan peredaran barang palsu merupakan suatu tindakan untuk melindungi, menghormati, dan mengakui terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik merek, Perlindungan kepada pemilik merek merupakan perlindungan terhadap kepribadian manusia tersebut. b. Asas Persekutuan

Asas persekutuan hukum artinya bahwa rakyat dan penguasa negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap), sehingga para pejabat penguasa negara di dalam menjalankan tugas dan fungsi berserta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum (undang-undang) yang sama dengan rakyat (warga masyarakat).

Asas ini menghendaki kehidupan yang tertib, aman, dan damai di dalam masyarakat. Pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu perlu untuk ditegakkan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di masyarakat, sehingga tidak ada pihak (pemilik merek) yang merasa terganggu dengan adanya keberadaan barang palsu.

c. Asas kesamaan

(19)

pemilik merek. Para penjual yang menjual barang palsu sudah sepantasnya tidak berhak untuk memperjual belikan barang palsu, sedangkan pemilik merek berusaha untuk membuat merek tersebut terkenal di kalangan masyarakat melalui berbagai cara dengan investasi dan strategi usaha tertentu. Agar pemilik merek memperoleh keadilan, maka perlu suatu peraturan untuk menegakkan hukum, yaitu melalui suatu peraturan daerah tentang pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu.

d. Asas pemisahan antara baik dan buruk

Asas ini merupakan makna dasar hukum itu sendiri, yaitu menyangkut apa yang menjadi seharusnya dilakukan(hal-hal baik) dan apa yang seharusnya tidak dilakukan (hal-hal buruk). Hukum harus secara tegas membedakan antara hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. Tindakan yang buruk dapat mendatangkan sanksi, sedangkan tindakan yang baik mungkin mendapat ganjaran. Dengan demikian hukum yang ditetapkan bersifat adil artinya hukum tidak memihak dan menindas.Pelaksanaannya diharapkan mewujudkan keadilan sosial yang dapat memberi manfaat bagi seluruh anggota masyarakat. Asas-asas di atas berlaku secara umum dan menyeluruh tanpa memandang batas-batas negara atau bentuk pemerintahan. Hukum mempunyai kedudukan sangat penting agarmasyarakat tidak berbenturan kepentingan. Benturan kepentingan dalam masyarakat akan berakibat kekacauan.

(20)

mengedarkan dan penjualan barang palsu adalah perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.

e. Asas perlindungan terhadap merek terdaftar

(21)

f. Asas persamaan dan ketidaksamaan

Salah satu fungsi merek adalah untuk membedakan antara produk yang satu dengan produk lainnya. Sehingga suatu merek harus memiliki suatu ciri khusus atau daya pembeda antara produk lain yang sejenis. Sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.

Suatu merek memiliki fungsi sebagai alat promosi sehingga dalam mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya. Selain itu juga sebagai jaminan atas mutu barang, serta sebagai petunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan.

Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan bran imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab merek (branding) menjadi semacam “penjual awal” bagi suatu produk kepada konsumen.

(22)

dapat menghasilkan keuntungan besar bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik. Dengan semakin pentingnya peranan merek maka terhadap merek perlu diletakan perlindungan hukum yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak hak perseorangan ataupun badan hukum.

Dengan berkembangnya dunia perdagangan yang pesat dan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara, tentunya akan memberikan dampak dibidang perdagangan terutama karena adanya kemajuan di bidang teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi yang mana sebagai bidang tersebut merupakan faktor yang memicu globalisasi Hak atas Kekayaan Intelektual.

Dalam kenyataan merek terkenal biasanya didahului oleh reputasi dan good will yang melekat pada keterkenalan tersebut. Merek yang mempunyai “good will” yang tinggi akan mampu memberikan keuntungan yang luar biasa bagi perusahaan, meskipun sebetulnya merek adalah sesuatu yang tidak dapat diraba (intangible). Sebuah merek akan menjelma menjadi aset capital semata-mata hanya berdasarkan pada good will, oleh karena itu menurut Lendsford menyebutkan bahwa perusahaan yang telah memiliki reputasi merek yang tinggi (higher reputation) akan memilik aset kekayaan yang luar biasa hanya berdasarkan pada good will dari merek tersebut.

(23)

Fenomena pemalsuan merek berbagai macam produk yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia menjadi sangat penting untuk segera ditangani, mengingat derajat permasalahannya yang semakin kompleks, sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan merek masih terkesan lemah dalam rangka melindungi hak merek pemilik merek. Hal ini terlihat di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, hanya menitikberatkan pada pengaturan merek barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit Undang-Undang ini juga menyebut seluruh tindak pidana penggunaan merek terdaftar oleh para pihak yang beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan (Pasal 94 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek).

Kemudian, pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam ilmu hukum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian.

Tak hanya itu saja, dalam menilai sebuah barang merupakan barang palsu atau bukan di mata hukum, polisi tidak dapat melakukannya secara sepihak.Hal ini dikarenakan, sistem perlindungan hak merek yang saat ini dianut oleh Indonesia, adalah sistem first to file6. Pelanggaran

6

(24)

merek hanya terjadi apabila ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beriktikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya.

Tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek karena dalam sistem first to file, perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemilik pendaftaran merek.Pelapor harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pelaporan atas suatu tindak pidana merek.Selain harus mampu menunjukkan bukti kepemilikan merek yang sah, pelapor juga harus mampu menunjukkan kepada kepolisian perbedaan-perbedaan antara barang asli dan barang palsu secara jelas.Hal ini tentu saja untuk menghindari penegak hukum melakukan kekeliruan dalam menangkap dan memproses pidana para pelaku pelanggaran merek.

(25)

telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu7.

Banyak kasus pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang kini sedang dilakukan pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI), bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65 kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus masih dalam tahap pemeriksaan8. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus

yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang mode di pasar-pasar.

Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek terhadap tas merk coach, ransel, kaos merk nevada, sepatu merk jelly, crocs,

ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil. Mereka (para penjual) menjual barang-barang palsu tersebut dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, yaitu ingin meraup keuntungan yang

7http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25

September 2012.

8http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25

(26)

sebesar mungkin dari hasil penjualan barang palsu, yang biasanya dijual dengan membanting harga melalui obral.

Konsumen atau pembeli juga ikut andil dalam maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso. Faktor ekonomi kembali yang menjadi penyebabnya, para pembeli yang membeli barang-barang palsu tersebut rata-rata perekonomiannya yang rendah sampai dengan menengah. Karena tidak mampu membeli barang original atau barang asli, pembeli beralih untuk membeli barang palsu. Kualitas barang tidak lagi dipikirkan oleh para pembeli, sudah cukup bagi mereka memiliki barang yang meyerupai barang original atau barang asli. Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat faktor prestige juga ikut andil dalam peredaran dan penjualan barang palsu.

Maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mentaati hukum masih kurang, padahal sejak tahun 2001 lalu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah disahkan, maka sudah 11 tahun waktu berjalan dan ternyata dalam prakteknya pelanggaran merek masih sering terjadi.

(27)

Permasalahan peredaran dan penjualan barang palsu di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bondowoso yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa implementasi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek masih belum efektif. Akibatnya Negara Indonesia juga mengalami kerugian yang besar akibat adanya peredaran serta penjualan barang palsu, sehingga dibutuhkan suatu peraturan daerah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar tidak berlarut-larut. Dengan adanya naskah tentang pelarangan dan peredaran barang palsu juga dapat berdampak positif bagi keuangan Negara, yaitu memberi dampak efisiensi dan penghematan terhadap keuangan Negara.

Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode di kabupaten Bondowoso dibuat untuk menekankan pelaksanaan peraturan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Jika peraturan daerah ini dapat diterapkan dengan baik, maka setidaknya dapat merubah mentality

(28)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Pengaturan mengenai pelarangan peredaran barang palsu memiliki keterkaitan dengan dengan9:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.

Meskipun Undang-Undang mengenai merek telah ada sejak tahun 1961 namun keberadaannya seringkali mengalami perubahan. Sedikitnya Undang-Undang merek telah mengalami lima kali perubahan. Hingga pada

9

(29)

saat ini Indonesia menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang merek sebagai upaya nyata Pemerintah untuk memberi perlindungan bagi pemilik merek terdaftar. Secara umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang merek, permohonan pendaftaran merek, persyaratan pendaftaran merek, penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek, penyelesaian sengketa merek dan sebagainya. Dalam kurun waktu 11 tahun pelaksanaannya, Undang-Undang tersebut dirasakan kurang mampu lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Bondowoso.

Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pelarangan Peredaran Barang-Barang Palsu Dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso memiliki keterkaitan dengan berbagai Peraturan Perundang-undangan lain baik secara vertikal maupun horizontal. Antara Rancangan Peraturan Daerah tersebut dengan Peraturan Perundang-undangan lain diharapkan dapat saling melengkapi, mengingat peraturan baru dibuat dengan tujuan untuk menambah suatu aturan yang belum diundangkan maupun memperbaiki suatu aturan yang telah ada namun dirasakan tidak lagi mampu untuk menyelesaikan permasalahan terhadap kondisi yang ada.

(30)

Undang-Undang nantinya dapat di implementasikan secara baik dengan Rancangan Peraturan Daerah Tersebut sebagai landasan hukumnya.

(31)

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis disusunnya naskah akademik ini adalah pancasila atau rechtsidee, yaitu konstruksi pikir yang mengarahkan hukum kepada suatu hal yang dicita-citakan. Menurut Rudolf Stamler, rechtsidee

berfungsi sebagai leitsern atau bintang pemandu bagi terwujudnya cita-cita sebuah masyarakat10.

Falsafah atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah nilai yang wajib dijunjung tinggi,didalamnya ada nilai kebenaran,keadilan dan kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut menurut takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.

Hukum dibentuk tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak akan dipatuhi. Semua nilai yang ada nilai yang ada dibumi Indonesia tercermin dari Pancasila, karena merupakan pandangan hidup, cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan bangsa (way of

10Rudolf Steammler dalam Roscoe Pound, Hukum dan Kedudukannya Dalam Masyarakat, Terj.

(32)

life). Falsafah hidup berbangsa, merupakan suatu landasan untuk membentuk hukum suatu bangsa, dengan demikian hukum yang dibentuk harus mencerminkan falsafah suatu bangsa. Sehingga dalam penyusunan naskah akademik harus mencerminkan moral dari daerah yang bersangkutan. Kaidah-kaidah filsafati secara normatif dituangkan ke dalam asas-asas penyusunan peraturan perundang-undangan.

Berlakunya undang-undang dalam arti materiil, dikenal adanya beberapa asas. Asas-asas itu dimaksudkan, agar perundang-undangan mempunyai akibat yang positif, apabila benar-benar dijadikan pegangan dalam penerapannya, walaupun untuk hal itu masih diperlukan suatu penelitian yang mendalam, untuk mengungkapkan kebenarannya.

Terhadap setiap sila yang terdapat dalam pancasila, problem mengenai peredaran barang palsu memiliki keterkaitan dengan tiap-tiap silanya, yaitu:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

(33)

cenderung ke arah yang negatif. Sehingga diperlukan suatu aturan yang bersifat memaksa mereka untuk memperbaiki tindakan negatif tersebut demi terpenuhinya kerukunan antar sesama manusia ciptaan Tuhan.

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

(34)

untuk melindungi hak-hak pemilik merek yang selama ini tidak terpenuhi.

3) Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini mencakup rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia wajib untuk turut serta dalam hal kepentingan negara. Terciptanya kondisi persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu kepentingan negara, sehingga demi nama baik bangsa dan negara maka dengan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan salah satu bentuk kontribusi untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia.

(35)

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai norma yang dituangkan di dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mencerminkan suatu kebutuhan masyarakat terhadap suatu peraturan yang sesuai dengan realitas kehidupanmasyarakat setempat. Oleh sebab itu, dalam penyusunan peratalam suatu peraturan sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat, uran tersebut diperlukan suatu penelitian langsung di dalam masyarakat.Dengan demikian gagasan-gagasan yang akan dirumuskan sehingga jika peraturan tersebut nantinya disahkanakan dapat berjalan dengan efektif.

Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.Suatu peraturan perundang – undangan harus mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan – ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.Hukum dibuat harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat.Dengan demikian dalam penyusunan rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi masyarakt yang bersangkutan.

Pelanggaran norma yang berlaku mengendurkan jiwa ketaatan hukum secara meluas kepada masyarakat, sehingga ancaman sanksi belum bisa menjadi tolak ukur kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Bentuk ketaatan hukum yang ”terbukti kebenarannya” atau ”terdukung” secara otoritatif (gesteunde naleving) dan ”pemeliharaan hukum preventif’

(36)

Dengan cara ini isi-isi yang khusus dan validitas dari hubungan-hubungan hukum (yang baru) sesungguhnya diuji oleh orang-orang yang berpengetahuan hukum dan pemegang otoritas hukum. Kerja sama (atau keterlibatan) yang terang-terangan dari mereka itu, atau persetujuan diam-diam belaka, barangkali tidak memiliki ketegasan dan sifat dramatik seperti halnya dengan keputusan akibat konflik dan argumen, namun hal tersebut tetap berada dalam lingkungan pengendalian yang sah dan sanksi hukum yang berkewenangan11. Tatanan dan praktik yang lama tidak dapat

dengan mudah begitu saja digantikan dengan yang baru. Hal itulah yang menyebabkan bahwa masyarakat dalam transisi itu sekaligus merupakan masyarakat yang bergolak.

Demikian halnya dengan dunia pemikiran hukum, secara dialektis terjadi pemikiran baru yang selalu berujung pada perubahan. Di samping itu, Satjipto Rahardjo juga menegaskan bahwa hukum bukan suatu institusi yang selesai, tetapi sesuatu yang diwujudkan secara terus menerus. Negara hukum dan institusi hukum adalah proyek yang ada dalam proses penyelesaian. Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa pemahaman hukum secara legalistik posivistis dan berbasis peraturan

(rule bound) tidak mampu menangkap kebenaran, karena memang tidak

mau melihat atau mengakui hal itu.

Dalam ilmu hukum yang legalistis-posivistis, hukum sebagai institusi pengaturan yang kompleks telah direduksi menjadi sesuatu yang

11Holleman, JF. Kasus-kasus Sengketa dan Kasus-Kasus Di Luar Sengketa Dalam

(37)

sederhana, linier, maknistik, dan deterministik, terutama untuk kepentingan profesi12. Permasalahan yang terjadi juga berkaitan dengan

efektifitas hukum

Landasan sosiologis terhadap pelarangan peredaran dan penjualan barangpalsu dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso adalah semakin meningkatnya peredaran dan penjualan barangpalsu, khususnya dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso yang meresahkan para pemilik merek, padahal telah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan merek, yakni Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Berdasarkan hal tersebut maka terdapat kesenjanganantara das sollen dan das sein.Kesenjangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat Bondowoso bahwa mengedarkan dan menjual barang palsu atau barang KW merupakansuatu pelanggaran tetapi menurut mereka hal itu bukanlah suatu pelanggaran. Hal ini dikarenakan belum daa parat penegak hukum yang menghentikan aktivitas mereka. Kedua, adanya faktor ekonomi, para penjual barang palsu ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara membanting harga melalui obral. Obral merupakan salah satu strategi penjual untuk menarik minat pembeli supaya membeli dagangan mereka sebanyak mungkin. Ketiga, ikut berpartisipasinya konsumen, maksudnya

(38)

adalah peredaran dan penjualan barang palsu tidak akan pernah ada jika konsumen tidak memintanya.

Pada umumnya konsumen atau pembeli menginginkan suatu produk yang memiliki brand tapi dengan harga yang murah. Atas dasar persepsi tersebut, maka penjua lberlomba-lomba untuk menjual barang palsusesuai dengan minat masyarakat dan taklupa dengan harga yang murah. Barang-barang palsu yang banyak dijual di Kabupaten Bondowoso diadaptasi dari merek-merek yang telah memiliki banyak penggemar tersendiri, baik merek dari dalam negeri ataupun merek luar negeri seperti

Hermes, Jimmy Cho, Dolce & Gabbana, Chanel, Louis Vuitton, Furla,

Zara, Mango, Reebook, Nike, Cardinal, Dagadu, Jangkrik, Jely dan massih banyak lagi.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu peraturan yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik merek yang seringkali mengalami eksploitasi komersil tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh para pelaku tersebut. Dengan adanya suatu peraturan tentang pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu, diharapkan dapat meminimalisir bahkan menghentikan peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso.

C. Landasan Yuridis

(39)

dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Dalam problematika ini sebenarnya tidak terjadi kekosongan hukum dalam skala nasional, namun apabila dilihat secara lebih fokus memang belum ada Peraturan Daerah di Kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai peredaran barang palsu, sehingga setelah melihat fakta tentang maraknya peredaran barang palsu yang terjadi di wilayah Kabupaten Bondowoso muncullah suatu gagasan untuk membuat suatu Rancangan Peraturan Daerah yang nantinya dapat secara lebih khusus mengatur mengenai peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.

Sebenarnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak mengalami tumpang tindih dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya, apa yang diatur didalam substansi Undang-Undang tersebut juga belum terlalu ketinggalan jaman. Namun daya berlaku dari Undang-Undang tersebut sangatlah lemah. Sehingga dirasa perlu untuk membentuk Rancangan Peraturan Daerah guna memenuhi rasa keadilan masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Bondowoso.

Bukan hanya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek saja yang mengatur mengenai merek, namun terdapat berbagai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang juga mengatur tentang merek baik secara vertikal maupun horizontal. Berikut beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan merek:

(40)

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization).

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.

(41)

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan Mengenai Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso

Pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso sebagai sasaran yang hendak diwujudkan. Perda ini diarahkan untuk menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Merek, yaitu melalui pemberian sanksi bagi para pelaku usaha yang dengan sengaja mengedarkan maupun menjual barang palsu dalam bidang mode di pasaran.

(42)

Perda ini juga diarahkan untuk mendorong dan memajukan kreativitas masyarakat Bondowoso untuk menghasilkan karya-karya yang berasal dari intelektualnya guna memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan daya saing produk intelektual khas lokal dengan produk yang berasal dari luar negeri.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daya saing tersebut, yaitu dengan cara meningkatkan perlindungan hukum bagi para pelaku usaha lokal, dan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha lokal untuk mengakses pendaftaran guna memperoleh status atau sertifikat hak atas kekayaan intelektualnya.Rancangan peraturan daerah ini diarahkan oleh landasan filosofis yang mengarahkan pada perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual yang adil, baik terhadap penemu, pencipta, maupun pendesain yang bermodal besar atau kecil.

Kebutuhan hukum masyarakat Bondowoso yang menutut adanya Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso disebabkan oleh adanya kendala penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, baik dari segi isi substansi hukumnya maupun kendala teknis dalam pelaksanaannya.Kendala dari segi substansi hukum, perlindungan terhadap hak merek masih terkesan lemah,terlihat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek hanya menitikberatkan pada pengaturan barang/jasa.

(43)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek). Kemudian, pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam ilmu hukum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian.

(44)

B. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso

Materi muatan untuk Raperda tentang Pelarangan Peredaran dan penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso

BAB I Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan :

1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang dapat ditampilkan secara grafis dan memiliki daya pembedaserta digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.

2. Hak atas merek adalahhak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.

3. Barang palsu adalah barang yang diproduksi dan/atau diperdagangkan dengan menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain

4. Mode adalah adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya.

5. Peredaran adalah perputaran mengelilingi suatu tempat.

(45)

7. Distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan

10. Pembeli adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.

11. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

12. Penadahan adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat dengan KUHP.

1. Barang palsu sebagaimana diatur dalam rancangan peraturan daerah ini hanya meliputi barang palsu dibidang mode.

2. Barang palsu sebagaimana dimaksud padaayat (1) merupakan barang hasil kejahatan.

PASAL 3

Setiap tindakan untuk membuat, memproduksi, mengedarkan, dan/atau menjual barang palsu merupakan kejahatan pemalsuan atas hak merek.

Bagian Kedua

Peredaran dan Penjualan Barang Palsu PASAL 4

(46)

2. Distributor yang dengan sengaja membantu dan/atau mempermudah peredaran dan penjualan barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan pemalsuan.

3. Penjual yang dengan sengaja menjual barang palsu, sehingga menyebarluaskan peredaran barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan pemalsuan.

4. Pembeli yang dengan sengaja membeli barang palsu, dihukum sebagai orang yang melakukan kejahatan penadahan.

BAB III Pasal 5 Ketentuan Sanksi

Ketentuan sanksi mencakup beberapa hal, yaitu: 1. Sanksi Administratif, dapat berupa :

a. Peringatan tertulis b. Pencabutan izin usaha 2. Sanksi perdata, dapat berupa:

a. Ganti rugi terhadap korban atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh pelaku kejahatan pemalsuan.

3. Sanksi Pidana

Memuat ketentuan pidana pelanggaran ketentuan-ketentuan pasal tertentu Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan dan denda disetorkan ke kas daerah.

BAB IV

(47)

Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada sebelum berlakunya Perautan Daerah ini sepanjang materinya tidak bertentangan, dinyatakan masih tetap berlaku.

BAB V

Ketentuan Penutup

(48)

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

1. Rancangan Peraturan Daerah tentang pelarangan dan Peredaran Barang Palsu Dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso harus memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode Di Kabupaten Bondowoso yang semakin meningkat, berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM FEUI terdapat 12 sektor industri pada periode 2002-2005, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Sehingga dengan demikian, masyarakat Bondowoso merasa perlu untuk dibentuk suatu peraturan daerah guna menanggulangi peredaran dan penjualan barang palsu.

(49)

teorinya risk theory, bahwa resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal, sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis maupun moral bagi pencipta dapat dihindari, jika terdapat landasan hukum yang kuat maka dapat melindungi hak kekayaan intelektual tersebut. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak merek, sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkannya melalui kerja keras dan pengorbanan mendapatkan perlindungan hukum guna mencegah bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektualnya.

4. Dalam suatu peraturan, asas-asas merupakan hal yang sangat penting. Norma-norma merupakan pengejawantahan dari asas yang ada dalam peraturan hukum.Dalam naskah akademik ini, asas yang digunakan adalah asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas pemisahan antara baik dan buruk, asas perlindugan terhadap merek terdaftar, asas persamaan dan ketidaksamaan.

5. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan rancangan peraturan daerah ini adalah :

(50)

B. Untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.

(51)

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pengajuan Raperda Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dalam Prolegda prioritas Tahun 2012 sebaiknya ditinjau ulang dan dirundingkan kembali antar instansi pemerintah, antara lain melibatkan Baleg DPRD, Ditjen HKI, Ditjen PP.

2. Agar Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan barang palsu dalam bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dapat mencapai tujuan, maka dalam penyusunannya harus memberdayakan masyarakat Bondowoso, agar semua aspirasi masyarakat setempat dapat tertampung semua dalam substansi raperda ini, sehingga ketika disahkan tidak akan mengalami penolakan dari masyarakat.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

J.F. Holleman. 1993. Kasus-kasus Sengketa dan Kasus-Kasus Di Luar Sengketa Dalam Pengkajian Mengenai Hukum Kebiasaan dan Pembentukkan

Hukum Dalam Antropologi Hukum, Sebuah Bunga Rampai, Edisi Pertama. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Khudzaifah Dimyati.2004. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, Cetakan Kedua. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

R. M. Suryodiningrat. 1975. Pengantar Ilmu Hukum Merek. Jakarta : Pradya Paramita.

R. Soekardono. 1967. Hukum Dagang Indonesia Jilid I, Cetakan Ke 4. Jakarta : Soeroengan.

Rudolf Steammler dan Roscoe Pound. 1996. Hukum dan Kedudukannya Dalam Masyarakat, Terj. Budiarto. Jogjakarta : Radjagrafindo.

Internet

http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 25 Maret 2017.

(53)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f98f0a42a785/apakah-pembeli-tas-kw-bisa-dipenjara, diakses pada tanggal 1 April 2017.

http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 5 April 2017.

http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731, diakses pada tanggal 19 April 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Tahun1945, Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah adalah sebagai lembaga tinggi negara setara dengan DPR yang juga sebagai lembaga tinggi Negara yang berfungsi sebagai

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam membentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari Urusan Wajib dan

[r]

maka semakin tinggi risiko yang akan terjadi pada perusahaan karena pendanaan perusahaan dari unsur hutang lebih besar dari pada modal sendiri ( equity ) mengingat DER dalam

Ketiga dimensi cinta tersebut berkombinasi menghasilkan delapan tipe hubungan cinta yang berbeda, yaitu (1) Tidak ada cinta (non-love) adalah hubungan yang tidak

Apabila set point yang diinginkan sudah dapat tercapai,maka heater dan blower input akan mati, jika terjadi over shoot pada suhu atau suhu yang dihasilkan lebih tinggi dari

Permasalahan tersebut adalah (1) lemahnya tingkat akurasi data pegawai, (2) dampak lemahnya pendataan terhadap proses rekruitmen pegawai baru, (3) ketidakjelasan

menjadi 9 siswa yang nilainya masih di bawah KKM pada Siklus I dengan nilai. rata-rata 71,10, sedangkan pada Siklus II menjadi 4 siswa yang nilainya