• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI KERAKYATAN DALAM TATANAN EKONOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKONOMI KERAKYATAN DALAM TATANAN EKONOMI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

EKONOMI KERAKYATAN DALAM TATANAN EKONOMI INDONESIA: PERAN KOPERASI & USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Toto Sugiharto, PhD

Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Jakarta tsharto@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak

Salah satu fungsi dan tujuan didirikannya sebuah negara adalah menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Oleh karena itu, keberfungsian sebuah negara tergambar pada seberapa sejahtera dan makmur rakyatnya. Dalam teori ekonomi pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran sebuah negara diukur melalui sejumlah indikator. Dua di antaranya adalah produk domestik bruto (PDB) per kapita dan indeks pembangunan manusia (IPM). Berdasarkan data tentang kedua indikator tersebut, Indonesia hingga tahun 2010 masih berada jauh di bawah negara maju di kawasan Asia seperti Jepang dan Korea Selatan. Bahkan di Asia Tenggara, dilihat dari IPMnya, Indonesia masih berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Filipina. Indonesia hanya berada lima tingkat di atas Vietnam dan 12 tingkat di atas Timor Leste. Hal tersebut, ditambah dengan masih lebarnya kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin,” mengindikasikan bahwa negara dan bangsa kita masih harus bekerja keras dan—mungkin lebih tepat— bekerja cerdas untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Kaitan antara tingkat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran dengan tatanan ekonomi nasional, khususnya kedudukan ekonomi kerakyatan yang “diwakili” oleh koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah akan menjadi fokus bahasan dari makalah ini.

Kata kunci: pembangunan ekonomi; produk domestik bruto; indeks pembangunan manusia; tatanan ekonomi; ekonomi kerakyatan; koperasi; usaha mikro, kecil, dan menengah.

1. Pendahuluan

Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

(2)

2

negara yang mulia tersebut, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia harus dicapai dengan menerapkan prinsip “dari, oleh, dan untuk rakyat.”

Konsep tersebut telah jauh-jauh hari dipikirkan oleh Bung Hatta—wakil presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau, bahkan jauh sebelum Schumacher—yang terkenal dengan bukunya Sma ll is Beautiful, dan Amartya Sen— pemenang Nobel 1998 Bidang Ekonomi, berpendapat bahwa ekonomi kerakyatan merupakan bentuk perekenomian yang paling tepat bagi bangsa Indonesia (Nugroho, 1997). Orientasi utama dari ekonomi kerakyatan adalah rakyat banyak, bukan sebagian atau sekelompok kecil orang. Pandangan tersebut lahir, menurut Baswir (2006), jauh sebelum Indonesia merdeka. Bung Hatta melalui artikelnya yang berjudul “Ekonomi Rakyat” yang diterbitkan dalam harian Daulat Rakyat (20 November 1933), mengekspresikan kegundahannya melihat kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah penindasan pemerintah Hindia Belanda. Dapat dikatakan bahwa “kegundahan” hati Bung Hatta atas kondisi ekonomi rakyat Indonesia—yang waktu itu masih berada di bawah penjajahan Belanda, merupakan cikal bakal dari lahirnya, katakanlah demikian, konsep ekonomi kerakyatan.

Lebih jauh, pemikiran mengenai pentingnya perekonomian yang berpihak kepada rakyat menjadi dasar bagi lahirnya Pasal 27 dan 33 Undang Undang Dasar 1945. Kedua pasal tersebut kemudian menjadi dasar pertimbangan dilahirkannya Undang Undang Perkoperasian (UU Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992) dan Undang Undang Usaha Kecil dan Menengah (UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008). Dengan demikian, tampak jelas adanya keterkaitan yang erat antara ekonomi kerakyatan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah.

(3)

3

persen penduduk terkaya menguasai asset nasional sebesar 46 persen dan 98 persen

penduduk menguasai 54 persen asset nasional (Suryohadadiprojo, 2011), bahasan tentang ekonomi kerakyatan dan kaitannya keberadaan koperasi dan usaha kecil dan menengah dalam tatanan ekonomi nasional menjadi relevan.

2. Ekonomi Kerakyatan: Definisi dan Hakekatnya

Ekonomi kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat (Mubyarto, 2002). Lebih jauh ia menjelaskan bahwa berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial membutuhkan syarat yang sudah tentu harus dipenuhi. Syarat dimaksud adalah

adanya (i) kedaulatan di bidang politik, (ii) kemandirian di bidang ekonomi, dan (iii) kepribadian di bidang budaya.

Definisi dengan penjelasannya di atas, pada dasarnya sejalan dengan apa yang

diperjuangkan para founding fathers bangsa ini (Bung Hatta utamanya) berupa dirumuskannya Pilar Sistem Ekonomi Indonesia yang sejalan dengan agenda reformasi sosial dan kemudian dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Pilar dimaksud meliputi tiga aspek berikut.

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Mubyarto,2002).

(4)

4

Untuk lebih mudah memahami konsep ekonomi kerakyatan, Baswir (2006)

menyarankan untuk memulainya dengan menguraikan makna penggalan kalimat pertama yang terdapat dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945. Penggalan dimaksud adalah sebagai berikut.

“…dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.”

Dengan pendekatan di atas, dengan mudah kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan ekonomi kerakyatan tidak lain adalah “demokrasi ekonomi” sebagaimana dimaksudkan oleh penjelasan Pasal 33 UUD 1945 tersebut yang secara substansial, menurut Baswir (2006), mencakup tiga hal berikut.

1. Adanya partisipasi penuh seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. Karena dengan cara seperti ini lah semua anggota masyarakat mendapat bagian dari seluruh hasil produksi nasional.

2. Adanya partisipasi penuh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Di bawah kondisi seperti ini tidak ada satu pun anggota masyarakat—termasuk fakir miskin—yang tidak menikmati hasil produksi nasional.

3. Pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional harus berada di bawah pimpinan atau penilikan anggota masyarakat. Dalam sistem ekonomi kerakyatan, kedaulatan ekonomi harus berada di tangan rakyat. Hal ini bertolak belakang dengan sistem ekonomi pasar, khususnya neoliberal, di mana kedaulatan ekonomi sepenenuhnya berada di tangan pemilik modal. Kegiatan pembentukan produksi nasional boleh dilakukan oleh para pemodal asing, namun kegiatan tersebut harus tetap berada di bawah pengawasan dan pengendalian masyarakat.

(5)

5

1. Peningkatan partisipasi dan emansipasi rakyat baik laki-laki maupun perempuan

dengan otonomi daerah yang penuh dan bertanggung jawab.

2. Penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi.

3. Pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural. 4. Pencegahan kecenderungan disintegrasi sosial.

5. Penghormatan hak-hak asasi manusia (HAM) dan masyarakat.

6. Pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

3. Tatanan Perekonomian Indonesia

Pada akhir tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dalam empat hingga lima tahun ke depan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 9 ribu triliun rupiah atau dua ribu triliun rupiah lebih tinggi daripada PDB tahun 2010. Lebih jauh dijelaskan oleh Menko Perekonomian bahwa pada tahun 2025 PDB Indonesia akan berada pada kisaran antara 3,7 hingga 4,7 triliun

dolar AS dengan pendapatan per kapita antara 12 ribu hingga 16 ribu dolar AS yang setara dengan lebih kurang 8,5 juta hingga 11 juta rupiah per kapita per bulan. Capaian yang cukup spektakuler tersebut akan direalisasikan melalui penggunaan “sistem ekonomi terbuka” yakni :sistem ekonomi yang mengutamakan peran pasar meski peran pemerintah tetap besar” (Suryohadiprojo, 2011).

Jelas dari ungkapan presiden dan pembantunya di atas, tatanan ekonomi Indonesia, diakui atau tidak, tidak lain adalah—atau paling tidak, sebagaimana dikemukakan Suryohadiprojo (2011), lebih mengarah ke tatanan ekonomi neoliberasme yang didefinisikan oleh Martinez dan García (2001) sebagai “…. a modern politico-economic theory favoring free trade, privatization, minimal government intervention

in business, reduced public expenditure on social services, etc.” Di dunia, lanjut mereka, neoliberalisme diterapkan oleh lembaga keuangan dunia yang sangat kuat yakni International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan the Inter-American

(6)

6

pada pertumbuhan ekonomi yang biasa direpresentasikan, antara lain, oleh produk

domestik bruto (PDB).

Dampak langsung dari diterapkannya sistem ekonomi neoliberalisme adalah turunnya upah sebesar 40 hingga 50 persen dan meningkatnya biaya hidup hingga 80 persen pada tahun pertama pemberlakuan NAFTA (North America Free Trade Agreement) di Meksiko. Lebih dari 20 ribu unit usaha kecil dan menengah mengalami kepailitan dan tidak kurang dari seribu unit badan usaha milik pemerintah (semacam BUMN) diprivatisasi. Berdasarkan pada fenomena tersebut, ada pihak yang mengatakan bahwa neolibelisme di Amerika Latin tidak lain adalah neokolonialisme—bentuk penjajahan baru (Martinez dan Garcia, 2001).

Meskipun belum didukung oleh data empiris yang akurat, gejala seperti apa yang dialami Meksiko, yakni banyaknya unit usaha kecil dan menengah yang mengalami kepailitan dan adanya sejumlah unit badan usaha milik pemerintah yang diprivatisasi, di Indonesia sudah mulai menampakkan wajahnya. Kondisi tersebut ditambah dengan semakin melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi dalam perekonomian

serta tingginya tingkat kerusakan ekologi akibat eksploitasi besar-besaran, mengindikasikan bahwa sebenarnya tatanan perekonomian yang diterapkan di Indonesia adalah neoliberalisme (Baswir, 2009). Bahkan, lebih tegas ia mengemukakan bahwa setelah melaksanakan agenda ekonomi neoliberal secara masif dalam 10 tahun belakangan ini, cengkeraman neokolonialisme terhadap perekonomian Indonesia cenderung semakin dalam. Sebuah pernyataan yang sesuai dengan pendapat Martinez dan Gracia (2001) bahwa neoliberalisme—kali ini di Indonesia, bukan di Amerika Latin—tidak lain adalah neokolonialisme.

(7)

7

bagi masuknya investasi (Baswir, 2009). Dengan demikian, perjuangan untuk

membumikan sistem ekonomi kerakyatan masih panjang dan berat, meski masih menyimpan secercah harapan, dengan syarat, seperti dikemukakan Swasono (2002), bangsa ini tidak “menobatkan” pasar bebas sebagai “berhala baru” di mana semua pihak—dari mulai menteri ekonomi hingga presiden bahkan kabinet yang dibentuk presiden, harus bersahabat dengan pasar. Sebaliknya, pasarlah yang harus bersahabat dengan kita, rakyat Indonesia.

4. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam Tatanan Ekonomi Indonesia dan Era Globalisasi

Konstituen utama sistem ekonomi kerakyatan adalah kelompok masyarakat yang termarjinalkan dalam sistem ekonomi kapitalis neoliberal. Mereka, secara garis besar, adalah kelompok tani, kelompok buruh, kelompok nelayan, kelompok pegawai

negeri sipil golongan bawah, kelompok pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta kelompok miskin di perkotaan (Baswir, 2006). Sementara itu, koperasi jelas diungkapkan dalam penjelasan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan bangun perusahaan yang sesuai untuk menjadi wadah perekonomian rakyat. Dengan demikian, koperasi dan usaha kecil dan menengah merupakan bagian integral dari sistem ekonomi kerakyatan.

Dilihat dari jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, usaha mikro, kecil, dan menengah menempati posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh data yang mengindikasikan bahwa jumlah usaha kecil di Indonesia pada 2009 tercatat tidak kurang dari 52 juta orang (99,92%). Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha kecil tercatat lebih dari 93 juta orang (88,59%). Namun, kontribusi usaha kecil terhadap kegiatan ekspor masih relatif kecil, yaitu sebesar 5,38% (Kemenkop dan UKM, 2010). Perbandingan kinerja antara usaha mikro dan kecil, usaha menengah, dan usaha besar juga dapat dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan untuk setiap sektor industrinya (Tabel 1).

Relatif masih kecilnya sumbangan UKM, termasuk di dalamnya IKM, pada PBD umumnya dan pada nilai ekspornya khususnya disebabkan oleh sejumlah kelemahan

(8)

8

dilaporkan OECD (2002), kelemahan utama industri kecil dan menengah (IKM) di Indonesia mencakup aspek berikut: (i) orientasi pasar; (ii) kualitas sumberdaya manusia; (iii) penguasaan teknologi; (iv) akses pasar; dan (v) permodalan.

Tabel 1. Nilai tambah industri kecil, menengah, dan besar per sektor industri pada tahun 2000 (Deperindag, 2002)

Sektor Industri Nilai Tambah (Rp Jutaan)

ISIC Sektor Industri

Tembakau 5.129.667 4.026.061 45.749.745 54.905.473

32 Tekstil, Brg. Kulit & Alas

kaki 2.695.285 2.860.968 35.189.938 40.746.191

33 Kayu & Hasil Hutan

Lainnya 5.875.276 1.008.653 14.776.579 21.660.508

34 Kertas dan Barang Cetakan 211.224 513.901 14.483.604 15.208.730

35 Pupuk, Kimia dan Karet 201.210 3.708.794 31.899.960 35.809.964

36 Semen & Galian bukan

logam 2.936.175 485.767 7.602.810 11.024.752

37 Logam dasar besi dan baja 38.670 1.830.835 6.022.024 7.891.529

38 Alat angkutan., mesin &

peralatannya 937.205 2.981.479 61.828.756 65.747.440

39 Barang lainnya 885.703 158.093 1.730.259 2.774.055

Total 18.910.415 17.574.551 219.283.676 255.768.642

Sumber: Deperindag (2002)

Koperasi, di sisi lain, peranannya dalam perekonomian Indonesia tidak kecil. Dilihat dari jumlahnya yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, jumlah anggota aktif, dan volume usahanya yang tidak kecil, seperti dapat dilihat pada Tabel 2, koperasi diyakini memainkan peran yang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia.

(9)

9

Seperti tampak pada tabel di atas, hingga Maret 2010 jumlah koperasi aktif di tanah air tidak kurang dari 175 ribu unit. Di dalamnya terlibat lebih dari 31 juta orang anggota serta memutarkan modal lebih dari 87 triliun rupiah. Meskipun tidak ada informasi tentang sumbangannya pada PDB, berdasarkan pada data tersebut, koperasi berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Paling tidak, dengan menjadi anggota koperasi, penduduk Indonesia berkesempatan untuk secara mandiri memperbaiki ekonomi diri dan keluarganya.

Hal tersebut sesuai dengan definisi koperasi berikut. Kartasasmita (2007), menyitasi Hanel (1985), mendefinisikan koperasi sebagai organisasi swadaya (self-helf

organization) yang berbeda dari organisasi swadaya lainnya, karena memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Soetrisno (2003) menyatakan bahwa koperasi merupakan salah satu pilihan bentuk organisasi ekonomi dalam menghadapi era globalisasi. Alasannya adalah karena koperasi sejak kelahirannya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama yang didasari oleh prinsip “self help and cooperation.” Sejalan dengan pernyataan di atas, koperasi dipandang memilik peranan strategis dalam perekonomian Indonesia, antara lain, karena tiga bentuk eksistensi koperasi (Krisnamurthi, 2002). Ketiga bentuk eksistensi dimaksud, menurut Krisnamurthi (2002) menyitasi PSP-IPB (199), adalah: (i) koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat; (ii) koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain; dan (iii) koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya.

(10)

10

dilandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, merupakan lembaga kehidupan rakyat

Indonesia untuk menjamin hak hidupnya yakni memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara.

Dapat disimpulkan bahwa koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan bentuk pengejawantahan ekonomi kerakyatan—sistem perekonomian yang lebih mementingkat kesejahteraan dan kemakmuran orang banyak bukan orang-per orang. Kedue bentuk organisasi ekonomi ini, selain merupakan konstituen sistem ekonomi kerakyatan, juga merupakan bentuk organisasi ekonomi yang cocok bagi karakteristik bangsa Indonesia yang, menurut Hariyono (2003), lebih bersifat “homo societas” daripada “homo economicus” yakni lebih mengutamakan hubungan antarmanusia daripada kepentingan ekonomi atau materi.

5. Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: Beberapa Kelemahan dan Hambatan

Baik koperasi maupun usaha mikro, kecil, dan menengah, dilihat dari definisi dan ruang lingkup serta karakteristik anggotanya yakni kecil ruang lingkup usahanya dan anggotanya adalah (umumnya) rakyat kecil dengan modal terbatas dan kemampuan manajerial yang juga terbatas, memiliki sejumlah hambatan dalam upaya memainkan perannya dalam “kancah” perekonomian nasional.

Kelemahan yang dimiliki oleh usaha mikro, kecil, dan menengah, erat kaitannya dengan karakteristik yang dimilikinya. Menurut Afiah (2009), usaha mikro, kecil,

(11)

11

prasarana relatif kecil. Seiring dengan karakteristiknya yang spesifik tersebut, usaha

mikro, kecil, dan menengah memiliki beberapa kelemahan (weaknesses).

Kelemahan dimaksud, menurut Afiah (2009) dan Kuncoro (2000) adalah: (i) kekurangmampuan dalam menangkap peluang pasar yang ada dan dalam memperluas pangsa pasar; (ii) kekurangmampuan dan keterbatasan dalam mengakses sumber dana (modal) dan kelemahan dalam struktur permodalan; (iii) rendahnya kemampuan dalam bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia; (iv) keterbatasan jaringan usaha kerjasama antarpelaku usaha mikro, kecil, dan menengah; (v) berkaitan dengan kelamahan butir (v) adalah terciptanya iklim usaha yang kurang kondusif, karena cenderung berkembang kea rah persaingan yang saling mematikan; (vi) program pembinaan yang dilakukan masih kurang terpadu; dan (vii) kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah.

Baik Afiah (2009) maupun Kuncoro (2000) bersepakat bahwa kelemahan-kelemahan yang bersifat struktural di atas dapat diatasi dan akan menjadi sumber kekuatan, jika

(12)

12

Tidak berbeda dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, koperasi juga memiliki

sejumlah kelemahan. Tiga di antaranya yang paling menonjol, menurut Partomo (2004), adalah: (i) modal anggota yang relatif sedikit dan lemah dalam pengelolaannya; (ii) kualitas sumberdaya manusia yang mengelola koperasi yang relatif rendah (kemampuan manajemen yang masih rendah); (iii) kurang terjalinnya kerjasama, baik antar-pengurus, antar-anggota, antara pengurus dan pengawas maupun antara pengurus dan anggota; dan (iv) proses pengambilan putusan yang bersifat demokratis cenderung menghasilkan putusan yang kurang efisien. Berkaitan dengan keempat kelemahan koperasi di atas, Widiyanto (1996), sebagaimana disitasi oleh Tambunan (2008), menemukan bahwa pada umumnya koperasi di Indonesia tidak memiliki daya saing dan dilihat dari posisi bisnisnya sebagian besar koperasi berada pada posisi “bertahan” dan cenderung ke arah “lemah.” Secara lebih lengkap karakteristik koperasi di Indonesia disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. Kekuatan dan Kelemahan Faktor Internal Koperasi di Indonesia

No. Faktor Kekuatan Kelemahan Netral

1 Captive market X - -

2 Loyalitas X - -

3 Mentalitas - - X

4 Legalitas X - -

5 Personalia - X -

6 Dominasi kekuasaan - X -

7 Konflik misi - X -

8 Rantai distribusi - X -

9 Administrasi - X -

Sumber: Widiyanto (1996) dalam Tambunan (2008)

Seperti tampak dalam tabel di atas, koperasi dilihat dari faktor internalnya masih memiliki sejumlah kelemahan yang sudah tentu harus diupayakan untuk mengatasinya.

6. Beberapa Alternatif Langkah ke Depan

(13)

13

Secara garis besar, langkah yang perlu diambil untuk lebih memberdayakan koperasi

dan usaha mikro, kecil, dan menengah, menurut Suarja (2007) adalah: (i) revitalisasi peran koperasi dan perkuatan posisi usaha mikro, kecil, dan menengah dalam sistem perkonomian nasional; (ii) memperbaiki akses koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah terhadap permodalan, teknologi, informasi, dan pasar serta memperbaiki iklim usaha; (iii) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan; dan (iv) mengembangkan potensi sumberdaya lokal. Secara lebih teknis, Dipta (2007) menawarkan pendekatan 3C, yakni competition (persaingan—dalam bentuk sistem informasi terbuka, sistem legal, model bisnis yang dinamis, dan penguatan kapasitas pengurus/manajer), cooperation (kerjasama—dalam bentuk kerjasama selektif, pendidikan dalam penyusunan/perubahan model bisnis, dan kemitraan dengan public dan perguruan tinggi), dan concentration (konsentrasi—dalam bentuk spesialisasi produk, penentuan target produk).

Kedua pendekatan di atas lebih bersifat institusional atau kelembagaan—dalam hal lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas perkembangan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dari sisi praktis, langkah yang perlu

diambil dalam upaya memberdayakan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, harus didasarkan pada kelemahan yang ada. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan hal yang pokok baik pada koperasi maupun maupun usaha mikro, kecil, dan menengah. Program pelatihan dan pendampingan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan merupakan salah satu pilihan terbaik. Namun, perlu ditekankan di sini bahwa aspek kemandirian harus lebih diutamakan. Artinya, inisiatif pengadaan atau pelaksanaan program pelatihan dan pendampingan harus berasal dari pihak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau dari pihak pengurus dan anggota koperasi.

(14)

14

perguruan tinggi dapat melakukan banyak hal, baik berupa pendidikan (pelatihan dan

pendampingan), penelitian (dalam upaya menganalisis pelbagai aspek tentang koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah) maupun program pengabdian kepada masyarakat, yang fokus utamanya adalah koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan beragam aspek yang berkaitan dengannya. Dengan pendekatan yang sistematis semua upaya yang dilakukan akan lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan.

7. Simpulan

Koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan bentuk organisasi ekonomi yang selaras dengan sistem ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi. Melalui pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan—perumbuhan yang dibarengi dengan pemerataan—di mana kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin” semakin sempit, akan dapat diwujudkan. Upaya ke arah yang—saya yakini—dicita-citakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak atau semua

pemangku kepentingan (stakeholders) yakni rakyat di segala lapisan dan pemerintah. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelaku usaha dan pengelola/pengurus erta anggota koperasi dalam arti luas merupakan kunci dari semua upaya pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, produk domestik bruto (PDB) per kapita yang tinggi dan indeks pembangunan manusia (IPM) yang juga tinggi dibarengi dengan kecilnya kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin” atau pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan sosial pada saatnya akan terwujud. Insya Allah.

Referensi

Afiah, N. N. (2009). “Peran Kewirausahaan dalam Memperkuat UKM Indonesia Menghadapi Krisis Finansial Global.” Makalah disajikan dalam Research Day. Faculty of Economics. Padjadjaran University. October 2009.

Baswir, R. (2009) “Ekonomi Kerakyatan vs Neoliberalisms.” www.spi.or.id/wp-content/uploads/PDF/001.pdf (diakses 2 April 2011)

(15)

15

(2006) “Ekonomi Kerakyatan” Makalah disajikan dalam Diskusi Bulanan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 18 Mei 2006.

Dipta, W. I. (2007) “Strategi Membangun Keunggulan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi di Indonesia dalam Era Perekonomian Baru.” Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Sehari: “Revitalisasi Strategi Pembinaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi oleh Pemerintah/BUMN dalam Perekonomian Baru.” Jakarta.

(2008) “Revitalisasi dan Optimalisasi Pengembangan Sumberdaya Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah di Era Global.” www.smecda.com/ deputi7/file.. ./reorientasi_sumberdaya.pdf (diakses 30 Maret 2011).

Hariyono. (2003). “Koperasi Sebagai Strategi Pengembangan Ekonomi Pancasila.” Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun II. No. 4. Juli 2003.

Kartasasmita, G. (2007). “MewujudkanDemokrasi Ekonomi dengan Koperasi.” Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional ICMI “Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dengan Koperasi” Bappenas, Jakarta, 27 Desember 2007

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (2010). “Statistik Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.” http://www.depkop.go.id/ (Diakses 15 April 2011)

Krisnamurthi, B. (2002). “Membangun Koperasi Berbasis Anggota dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Rakyat.” Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I. No. 4. Juni 2002.

Kumorotomo, W. (2008). “Perubahan Paradigma Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.” Makalah Background Study RPJMN Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Bappenas, September 2008.

Kuncoro, M. (2000). “Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan.” Makalah disajikan dalam Studium Generale “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia”, di STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 Nopember 2000.

Martinez, E. and A. Garcia. (2001) “What is Neo-liberalsm? A Brief Definition” www.irtfcleveland.org/economicjustice/.../WhatIsNeoLiberalism.pdf(diakses 22 April 2011).

Mubyarto. (2002). “Ekonomi Kerakyatan dalam Era Globalisasi.” Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I. No. 7. September 2002.

(16)

16

Nugroho, Y. (1997). “Pembangunan Ekonomi bagi Rakyat.” Wacana No. 8/Mei-Juni 1997.

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) (2004), “Promoting Entrepreneurship and Innovative SMEs in A Global Economy: Towards a More Responsible and Inclusive Globalization: ICT, E-Business and SMEs,” Second OECD Conference of Ministers Responsible for Small and Medium-Sized Enterprises (SMEs), Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD)

Partomo, T.S. (2004). “Usaha Kecil dan Menengah dan Koperasi.” Working Paper Series No. 9. Juni 2004. Center For Industry And SMEs Studies. Faculty of Economics. University of Trisakti.

Soetrisno, N. (2006). “Ekonomi Rakyat—Usaha Mikro dan UKM dalam

Perekonomian Indonesia: Suatu Pandangan Struktural Alternatif.” www.smecda. com /.. ./Ekonomi%20Rakyat%20-%20Usaha%20Mikro%20dan%20UKM.Pdf (diakses 10 April 2011).

(2003). “Koperasi Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan: Menjawab Tantangan Global dan Regionalisme Baru.” Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun II. No. 5. Agustus 2003.

Suarja. I. W. (2007). “Kebijakan Pemberdayaan UKM dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan MenanggulangiKemiskinan.” Makalah disajikan pada Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan yang diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor,7 dan 8 Nopember 2007.

Suryohadiprojo, S. (2011). “Kesenjangan adalah Kerawanan.” Kompas. Sabtu 8 Januari 2011.

Swasono, S. (2002). “Prospek dan Perkembangan Perekonomian Rakyat:

Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Pasar.” Harian Kedaulatan Rakyat. Jumat 2 Agustus 2002.

Gambar

Tabel 1.  Nilai tambah industri kecil, menengah, dan besar per sektor   industri pada tahun 2000 (Deperindag, 2002)
Tabel 3. Kekuatan dan Kelemahan Faktor Internal Koperasi di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Chapter 7, Operationalizing Kafka , describes information about the Kafka tools required for cluster administration and cluster mirroring and also shares information about how

membuat Jobs mampu menjelaskan idenya dalam bahasa audiens.. orang yang

Actualtests.com - The Power of Knowing You're a network administrator at a Certkiller branch office, that's connected to the central headquarters by means of Frame Relay.. You've

[r]

Praktikan selalu diminta oleh dosen pembimbing untuk selalu konsultasi kepada guru pamong terutama terkait masalah persiapan mengajar dan rencana

Visi SMAN 1 Ngunut : Unggul Dalam Mutu, Berpijak Pada Keimanan, Budaya Bangsa dan Peduli Lingkungan. Misi :1) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang

Pada akhir video dicantumkan credit title atau ucapan terimakasih kepada narasumber (Gicela Miftanisa) beberapa brand local yang telah ditampilkan di video (Omutt,

tidak berlaku untuk semua sekolah di Indonesia. Dalam kurikulum 2013, kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan,