• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

KAB. WONOGIRI

Penulisan Hukum (skripsi) S1

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Dhora Gumilang Indiarsono NIM. E0008139

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Dhora Gumilang Indiarsono

NIM : E0008139

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul :

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juni 2012

yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Dhora Gumilang Indiarsono, E0008139.2012. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, dan untuk mengetahui permasalahan apa saja yang muncul serta upaya penyelesaiannya.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan model analisis kualitatif. Lokasi penelitian di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara, observasi, dan studi kepustakaan baik buku-buku, peraturan perundang-undangan, makalah-makalah, jurnal, dokumen-dokumen, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dapat dilakukan setelah tahapan/prosedur dalam proses penerimaan pasien, baik itu pasien rawat jalan maupun rawat inap dilalui dan pasien sudah memberikan persetujuan tindakan medik sebagai upaya dalam proses penyembuhan pasien. Pelaksanaan perjanjian terapeutik sangat terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak baik itu dokter maupun pasien.

Permasalahan yang muncul yakni hanya sebatas pada permasalahan yang bersifat teknis dan bukan mengenai permasalahan medis yang dapat menimbulkan suatu sengketa, sebab sampai saat ini di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kabupaten Wonogiri, permasalahan yang dapat menimbulkan suatu sengketa belum pernah terjadi. Permasalahan teknis ini dapat terjadi karena tingkat pemahaman yang kurang dari pihak pasien/keluarga pasien, tidak tercapainya kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam hal pemberian persetujuan tindakan medik, dan sikap pasif dari pasien/keluarga pasien yang terlalu menyerahkan semuanya kepada dokter yang merawat. Upaya penyelesaiannya, dokter harus senantiasa menjalin komunikasi yang baik dengan memberikan segala macam informasi secara jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh pasien/keluarga pasien.

Implikasi teoritis penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian terapeutik dan penyelesaian terhadap permasalahan yang muncul di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi masyarakat agar lebih mengerti tentang konsep perjanjian terapeutik sehingga nantinya pemberian pelayanan kesehatan dapat lebih optimal.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Dhora Gumilang Indiarsono, E0008139. 2012. A JURIDICAL REVIEW ON THE IMPLEMENTATION OF THERAPEUTIC AGREEMENT IN DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO LOCAL GENERAL HOSPITAL OF WONOGIRI REGENCY. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

The research in this law writing aims to find out the implementation of therapeutic agreement in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency, and to find out the problems rising as well as the solution to them.

This research was an empirical legal study that was descriptive in nature. In this study, a qualitative approach was used with primary and secondary data that were then analyzed using qualitative model of analysis. The research was taken place in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency. Techniques of collecting data used were interview, observation and library study with books, legislations, articles, journals, documents, and etc.

Based on the result of research conducted, it could be found that the implementation of therapeutic agreement occurring in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency could be done after the procedure in patient admission process, both inpatient and outpatient, and the patient had given consent on the medical measure as the attempt in the process of healing patient. The implementation of therapeutic agreement was closely related to the fulfillment of

The problem rising was limited to the technical problem including that of communication between physician and patient not the medical problem that could lead to a dispute because there had been no dispute occurring in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency up to now. This technical ower knowledge, no consensus between the physician and patient in the term of consent giving to the

of therapeutic agreement. The solution to these problems was that the physician should always establish good communication by giving any information clearly with understandable language to the patients/family.

The theoretical implication of research was to get a description on the implementation of therapeutic agreement and solution to the problems rising in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency, while the practical implication was that the result of research was expected to give the community additional information to understand better the concept of therapeutic agreement so that the health care service could run more optimally.

(7)

commit to user

vii

HALAMAN MOTTO

Jika Allah menolong kamu, maka tidak akan ada orang yang dapat

mengalahkan kamu, jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan

pertolongan) maka siapa gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari

Allah sesudah itu, karena itu hendaklah kepada Allah sajalah orang-orang

mukmin bertawakkal. (QS Ali Imron : 160)

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

(QS Insyirah : 5-7)

Hargailah segala sesuatu yang masih kau miliki sebelum ia hilang darimu,

dan kau akhirnya menyadari betapa berharga semua itu bagimu.

(8)

commit to user

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini Penulis persembahkan untuk :

Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayangnya dan mendidikku dengan tidak kenal menyerah yang selalu mengajarkan bahwa keberhasilan harus di awali

dengan perjuangan dengan penuh keprihatinan dan ikhtiar kepada-NYA.

Adikku satu-satunya Rhevika Gurindra Hapsari. Almameterku Universitas Sebelas Maret, tempat ku bernaung menuntut ilmu

Para penegak hukum dan keadilan yang masih

bisa diharapkan demi setitik kebenaran yang mulai luntur dengan

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum

(skripsi) ini dengan judul

PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN Adapun penulisan hukum (skripsi) ini disusun

guna memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar kesarjanaan S-1 dalam bidang Ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan Hukum ini membahas tentang pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri beserta

permasalahan dan upaya penyelesaiannya, sebab terkadang dalam pelaksanaanya tentu masih terjadi permasalahan yang sering timbul baik itu berupa permasalahan yang berujung menjadi sebuah sengketa ataupun hanya yang bersifat teknis semata

yang tidak menimbulkan suatu sengketa. Oleh karena itu, komunikasi yang baik antara para pihak yang terlibat baik itu dokter maupun pasien akan sangat dibutuhkan agar tujuan dalam upaya pemberian layanan kesehatan dapat berlangsung secara

optimal.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Penulisan Hukum

(Skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus Penulis lewati dengan penuh kesabaran. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) ini, Penulis dibantu oleh banyak pihak. Tanpa

bantuan dari berbagai pihak tersebut Penulis yakin penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil. Maka dalam kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati dan rasa yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Muh. Jamin, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing Akademik (PA) yang

(10)

commit to user

x

3. Ibu Endang Mintorowati, S.H.,M.H dan Ibu Ambar Budi Sulistyowati, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing dan co.pembimbing skripsi yang telah

menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

5. Ketua Bagian Pengelola Penulisan Hukum (PPH), Ibu Wida Astuti, S.H.,M.H

dan Mas Wawan anggota Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang banyak membantu Penulis dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

6. Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, Ibu Dr.Setyarini, M.kes yang telah berkenan memberikan ijin penelitian bagi Penulis untuk memperoleh data-data di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso

Kab. Wonogiri guna menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

7. Bapak Suwarsono, SKM.,Msi selaku Ka.sub.bagian Rekam Medik, Bapak Dr.

Adhi Dharma, MM selaku Kepala Bidang Pelayanan Medik, dan Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub Bagian Hukum, Hubungan Masyarakat dan Perpustakaan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk bisa bertukar pikiran dan meminjamkan data yang diperlukan Penulis untuk mempermudah proses

penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

8. Para Dokter yang bertugas di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.

Wonogiri yakni dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum dan dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, terima kasih atas waktunya yang telah diberikan

kepada Penulis untuk bisa sedikit bertukar pikiran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

9. Para pasien maupun mantan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso

(11)

commit to user

xi

10.Bapak, Ibu, serta keluarga tercinta yang tanpa henti telah memberikan cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan

yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

11.Teman-teman dan Sahabat-sahabatku seperjuangan di Fakultas Hukum UNS,

Alfinus Martyanto, Advent Christiansen, Gangga, Christian Angga, Temon, Rangga, Antoni Wibowo, Ira Oktafia, Norma Evita, Indah Kurniawati, Megaria Dhiah, Ira Octapiani, Shinta Ayu, Devi, Umar, Triyono Trexjon, Aaf,

Radit, Ferry, Irwan, Komenk, terima kasih atas suka duka dan semua kenangan yang telah diberikan kepada Penulis.

12.Seluruh teman-teman di Fakultas Hukum UNS, khususnya angkatan 2008 yang tidak dapat Penulis ungkapkan satu-persatu, terima kasih atas segala dukungannya.

Pada akhirnya bagi pihak-pihak yang belum bisa penulis ungkapkan di sini,

Penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya hingga penulisan hukum (skripsi) ini selesai. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu

sumbang saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif, sangat Penulis harapkan demi perbaikan atau penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga

penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, Juni 2012

Penulis,

(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian... 4

D.Manfaat Penelitian... 5

E.Metode Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan tentang Perjanjian pada Umumnya ... 13

(13)

commit to user

xiii

Konsumen Jasa dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Kaitannya dengan Perjanjian Terapeutik ... 22

3. Tinjauan tentang Perjanjian Terapeutik ... 26

B.Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun

Sumarso Kab. Wonogiri ... 43 1. Visi, Misi, Motto, Tugas Pokok, dan Fungsi Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 44 2. Fasilitas PelayananRumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran

Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 45

3. Tanaga Profesional Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 48 4. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran

Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 50

B. Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik antara Dokter dan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.

Wonogiri ... 54 1. Penerimaan Pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso

Kab. Wonogiri ... 54

2. Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) dalam Perjanjian Terapeutik di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 58

(14)

commit to user

xiv

C.Permasalahan yang Ditemukan dalam Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun

Sumarso Kab. Wonogiri beserta Upaya Penyelesainnya ... 71 1. Tingkat Pemahaman yang Kurang dari Pihak Pasien/

Keluarganya ... 74

2. Tidak Tercapainya Kesepakatan antara Dokter dengan Pasien .. 78 3. Sikap dari Pasien/Keluarga Pasien yang Pasif (Terlalu

Menyerahkan Semuanya kepada Dokter yang Merawat) ... 80

4. Ketidakberhasilan dalam Perjanjian Terapeutik ... 81

BAB IV PENUTUP

A.Simpulan ... 83 B.Saran ... 84

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data PNS RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Model Analisis Interaktif. ... 1

Gambar 2 Skema Kerangka Pikir ... 41

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Tindakan Medik

Lampiran 2 Surat Penolakan Tindakan Medik Lampiran 3 Surat Ijin Pra Penelitian

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 5 Surat Rekomendasi Bakesbangpol dan Linmas Kab. Wonogiri Lampiran 5 Nota Dinas Pelaksanaan Penelitian

(18)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, pembangunan bidang kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dan hal tersebut sejalan pula dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

menyatakan dalam memperoleh

akses atas sumber daya di bidang kesehatan Dalam kerangka tersebut dijelaskan bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk

pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyeleng-garaan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam hal penanganan kesehatan, pengetahuan dan keterampilan seseorang sangatlah terbatas. Seseorang dalam kondisi kesehatan yang berkurang dan

mengalami keadaan yang sakit, maka tentunya tidak akan terlepas dari kebutuhan terhadap tenaga medis seperti dokter untuk mengobatinya. Ketika seorang pasien

maupun keluarganya meminta pertolongan kepada dokter maka sudah menjadi tanggung jawab bagi seorang dokter untuk memberikan tindakan upaya penyembuhan kepada pasien yang membutuhkan pertolongannya.

Hubungan antara pasien dengan dokter dalam pelayanan medis dilandasi atas kepercayaan sehingga menimbulkan suatu hubungan hukum. Dalam bidang

kedokteran hubungan hukum ini terjalin di bidang jasa yang disebut dengan perjanjian terapeutik. Dalam perjanjian ini, pasien telah sepakat diberi pelayanan medis untuk menanggulangi penderitaannya dan dokter juga sepakat untuk memberi

pelayanan medis berupa pemeriksaan, pengobatan dan pertolongan medis lain, dengan kemampuan yang sebaik-baiknya.

Dalam setiap upaya pelayanan kesehatan tentunya peran dari sarana kesehatan sangatlah penting. Adanya sarana kesehatan akan sangat membantu dalam penyediaan fasilitas yang memadai demi tercapainya pelayanan kesehatan yang

(19)

commit to user

memberikan upaya pelayanan kesehatan yang optimal karena memiliki berbagai macam fasilitas kesehatan mulai dari tenaga ahli kedokteran hingga peralatan medis

yang memadai. Rumah sakit memiliki tipe dan klasifikasi sendiri-sendiri sesuai dengan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit umum pemerintah berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit dibagi

menjadi 4 (empat) tipe yakni tipe A,B,C,dan D. Kelengkapan fasilitas maupun kemampuan pelayanan rumah sakit dengan tipe tertentu tidak menjamin bila di rumah sakit tersebut tidak ada suatu masalah terutama dalam pelaksanaan perjanjian

terapeutik yang ada di dalamnya. Hal ini juga sama seperti yang ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. RSUD dr. Soediran Mangun

Sumarso merupakan Rumah Sakit tipe B non pendidikan yang berada di Kabupaten Wonogiri yang menjadi RSUD milik pemerintah daerah satu-satunya yang ada di Kabupaten Wonogiri. RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso ini diharapkan mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat yang ada di sekitar Kabupaten Wonogiri karena di RSUD dr. Soediran

Mangun Sumarso sering menjadi rujukan dari beberapa Puskesmas maupun balai kesehatan lainnya yang ada di sekitar Kabupaten Wonogiri.

Dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik yang ada di RSUD dr. Soediran

Mangun Sumarso sebenarnya hubungan antara para pihak baik itu dokter maupun pasien adalah sejajar dan seimbang. Pasien tidak dipandang dalam posisi yang lemah

dan tergantung kepada dokternya sebab pasien juga mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, memilih dokternya sendiri maupun memilih metode

yang akan digunakan untuk menyembuhkan penyakitnya. Pasien sebagai pengguna jasa layanan kesehatan tentu akan dijamin dalam pemenuhan hak-haknya sebab dokter memberikan pelayanan kepada pasien sebagai konsumen jasa sebagaimana

yang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan pasien sebagai konsumen pada dasarnya merupakan kewajiban bagi para penyelenggara pelayanan kesehatan untuk senantiasa menghormati hak-hak

(20)

commit to user

pedagang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga terkadang pemahaman mereka mengenai bidang kedokteran tidak begitu baik.

Pasien yang datang untuk berobat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri hanya berharap agar penyakitnya segera sembuh dan tidak terlalu mempermasalahkan terpenuhi atau tidaknya hak-hak mereka. Tujuan utama

bagi mereka adalah dengan biaya yang terjangkau, mereka dapat menikmati sarana pelayanan kesehatan yang maksimal demi kesembuhan penyakit mereka. Pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan seolah-olah tetap berada sebagai pihak yang

lemah dalam hubungan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien sekalipun dokter sebagai pemberi layanan kesehatan telah berusaha untuk memenuhi hak-hak

dari pasien. Pemikiran yang seperti ini yang selalu ada pada setiap pasien yang berobat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri karena memang tingkat pemahaman mereka tidak bisa disamakan dengan pasien yang berada

di perkotaan yang memiliki pemikiran yang lebih modern. Adanya perbedaan tingkat pemahaman yang tidak seimbang ini membuat pelaksanaan perjanjian terapeutik yang

ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri mengalami suatu kendala terutama dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Pasien selalu memiliki pola pikirnya sendiri dan pemahaman sendiri untuk

mencapai kesembuhan dan tidak melihat upaya pelayanan kesehatan yang telah dilakukan sebab terkadang untuk mencapai tingkat kesembuhan, pasien perlu sedikit

pengorbanan dan ternyata hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi pasien saat memutuskan sesuatu. Banyaknya pertimbangan yang harus diambil oleh pasien

seperti masalah biaya, kesiapan mental, risiko yang mungkin timbul, pertimbangan keluarga, dan pertimbangan lainnya membuat upaya dokter dalam pelayanan kesehatan tidak dapat mencapai tujuan secara maksimal sebab tidak selamanya

kehendak dokter dalam upaya penyembuhan penyakit pasien bisa sejalan dengan kehendak pasien itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa hal-hal tersebut menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut sehingga penulis tertarik untuk

(21)

commit to user

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian terapeutik yang dilakukan antara dokter

dan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri?

2. Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik

di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dan bagaimanakah penyelesaian terhadap permasalahan yang ditemukan tersebut?

C.Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pelaksanaan dari perjanjian terapeutik yang dilakukan antara dokter dan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

b. Untuk mengetahui permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dan untuk

mengetahui upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul tersebut. 2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang

Hukum Perdata, khususnya mengenai pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien.

(22)

commit to user

D.Manfaat Penelitian

Salah satu aspek dalam kegiatan penelitian yang tidak dapat diabaikan adalah mengenai manfaat penelitian. Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini sedikit banyak bermanfaat, baik bagi Penulis pada khususnya

maupun bagi pembaca pada umumnya karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh manfaat yang dihasilkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini adalah :

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum perdata

pada umumnya dan hukum perjanjian pada khususnya yang berkenaan dengan adanya perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien.

b. Menambah literature dan bahan informasi ilmiah di bidang hukum tentang

perjanjian terapeutik mengingat bahwa peran dan fungsi dokter dan rumah sakit sangat pentingdalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

b. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien

sekaligus untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

E.Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam

suatu kerangka tertentu. (Soerjono Soekanto, 2010 :42).

(23)

commit to user

untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah

sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian

hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan, yang diteliti pada awalnya adalah data

sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010 :52).

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini bersifat deskriptif, hal tersebut sesuai dengan karakteristik ilmu hukum. Penelitian hukum yang bersifat deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 2010 :10). Deskriptif meliputi isi dan struktur

hukum positif yang digunakan penulis untuk menentukan makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaiakan permasalahan hukum yang menjadi

obyek kajian.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan mendasarkan pada apa yang

dinyatakan responden secara tertulis dan/atau lisan dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010 :250).

4. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih lokasi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. Penulis memilih lokasi ini karena RSUD dr.

(24)

commit to user

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan yakni berkaitan dengan perjanjian terapeutik.

5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, yakni

pelaku responden di lapangan maupun keterangan yang diberikan secara lansung mengenai segala hal yang berhubungan dengan obyek penelitian. b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen-dokumen, jurnal, artikel, internet, maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang hendak diteliti.

6. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang memberikan informasi secara langsung mengenai hal yang berkaitan dengan obyek penelitian.

Dalam hal ini data yang diperoleh adalah langsung dari lapangan. Penulis memperoleh data langsung dari lokasi penelitian yang berasal dari:

1) Keterangan dokter RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri , diantaranya:

dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr.

Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

2) Keterangan pihak RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

(25)

commit to user

Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub bagian hukum RSUD dr.

Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

Bapak Suwarsono, SKK.,Msi selaku Ka.Sub bagian rekam medik

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

Bapak Dr. Adhi Dharma MM selaku Ka.Sub bagian Pelayanan

Medik RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. 3) Keterangan dari pasien RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kab.

Wonogiri, diantaranya:

Bapak Suswandi selaku mantan pasien yang pernah menjalani rawat inap di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

Bapak Lukminto selaku pasien penderita diabetes yang sedang menjalani rawat jalan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.

Wonogiri.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer. Data tersebut diperoleh dari peraturan perundang-undangan

diantaranya KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, buku-buku literatur mengenai perikatan/perjanjian terutama mengenai

perjanjian terapeutik, dokumen-dokumen, artikel, jurnal, internet maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian penulis.

7. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian pada umumnya, dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan

(26)

commit to user

Penulis mengumpulkan, membaca, dan mengkaji dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah, dan bahan pustaka lainnya,

berbentuk data tertulis yang diperoleh dari lokasi penelitian atau tempat lain.

b. Pengamatan atau Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti mengamati secara langsung obyek yang ada di lapangan yakni mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek penelitian.

c. Wawancara

Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara

mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan. Penulis akan menggunakan pedoman wawancara terstruktur sehingga dengan

adanya pedoman maka wawancara yang dilakukan dapat lebih terarah dan tujuan dari wawancara tersebut dapat tercapai. Wawancara ini akan penulis

lakukan dengan :

1) dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

2) dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

3) Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub bagian hukum RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri

4) Bapak Suwarsono, SKK.,Msi selaku Ka.Sub bagian rekam medik RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

5) Bapak Dr. Adhi Dharma MM selaku Ka.Sub bidang Pelayanan Medik

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

6) Bapak Suswandi selaku mantan pasien yang pernah menjalani rawat inap di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.

(27)

commit to user

8. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan

interaktif model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu

ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data di lapangan. (Heribertus Sutopo, 2002 :8).

Tahapan dari kegiatan analisis data interaktif adalah sebagai berikut

(Heribertus Sutopo, 2002 :37) : a. Reduksi Data

Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus menerus sampai laporan

akhir penelitian selesai. b. Penyajian Data

Sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dalam suatu kesatuan bentuk yang disederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah dipakai sehingga memberi kemungkinan kesimpulan riset dapat

dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis, diantaranya matrik, gambar, skema, jaringan kerja, kegiatan, tabel, dan sebagainya.

c. Menarik Kesimpulan

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang

(28)

commit to user

Berikut, akan penulis berikan ilustrasi bagan dari tahap analisis data:

Gambar 1 : skema model analisis kualitatif

Dengan model analisis ini maka penulis harus bergerak diantara empat

sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya akan bergerak berputar dan kembali lagi diantara kegiatan reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam

penulisan hukum. Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kepustakaan yang meliputi dua hal yaitu Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teori akan diuraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pokok

Pengumpulan Data

Penyajian Data

(29)

commit to user

masalah dalam penelitian ini yang meliputi tinjauan mengenai perjanjian pada umumnya, perjanjian terapeutik, dan pihak-pihak yang terkait

dalam perjanjian terapeutik. Sedangkan kerangka pemikiran disampaikan dalam bentuk bagan dan uraian singkat.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan memaparkan tentang hasil dari penelitian yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian. Dalam bab ini akan menjawab permasalahan yang

diangkat dalam rumusan masalah mengenai bagaimana pelaksanaan dari perjanjian terapeutik, permasalahan yang timbul dalam perjanjian

terapeutik dan cara penyelesaiannya. BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahas

sebelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam penelitian

ini.

DAFTAR PUSTAKA

(30)

commit to user

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perjanjian pada Umumnya a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanaka

suatu hal (R.Subekti, 2002 :1). Menurut J. Satrio, pengertian perjanjian secara umum dibagi menjadi dua, yaitu (J Satrio, 1999:52):

1) Perjanjian dalam arti luas

Yaitu suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki atau (dianggap dikehendaki) oleh para pihak termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain.

2) Perjanjian dalam arti sempit

Yang dimaksud perjanjian dalam hal ini adalah hanya ditujukan kepada hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang tercantum dalam Buku III KUHPerdata.

Dalam Pasal perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut

dirasa masih belum begitu sempurna dan mengandung banyak kelemahan. Oleh karena itu beberapa ahli mencoba untuk menyempurnakannya. Dari ketentuan

Pasal tersebut menurut Abdulkadir Muhammad kurang memuaskan karena mempunyai kelemahan, yaitu (Abdulkadir Muhammad, 1992 :78-79) :

a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dengan adanya p satu

datangnya hanya dari salah satu pihak saja, tidak dari kedua belah

terdapat konsensus antara para pihak. b) Di dalam p

(31)

commit to user

c) Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut diatas terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang sudah diatur dalam hukum perkawinan. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam hal harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

d) Dalam perumusan pengertian mengenai perjanjian tidak dijelaskan dengan mengenai tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak mempunyai tujuan yang jelas.

Sehubungan dengan alasan-alasan tersebut diatas, maka menurut Abdulkadir

Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum harta kekayaan (Abdulkadir Muhammad, 1992 :78).

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai perjanjian tersebut maka dapat Penulis simpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu persetujuan yang dilandasi dengan hukum dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri terhadap orang lain/lebih untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum

harta kekayaan.

b. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian

Dalam beberapa Pasal Buku III KUHPerdata terdapat di dalamnya asas-asas umum hukum perjanjian antara lain :

1) Asas konsesualisme

Bahwa perjanjian itu terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara para pihak

mengenai pokok perjanjian. Asas konsesualisme ini berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak. Asas ini diatur dalam dalam Pasal 1320 KUHPerdata (Mariam Darus Badrulzaman, 1997: 108).

2) Asas kebebasan berkontrak

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, mempunyai arti bahwa para pihak dalam perjanjian diberi

kebebasan untuk menentukan isi perjanjian yang diadakan, asal tidak bertentangan dengan (Mariam Darus Badrulzaman, 1997: 108):

(32)

commit to user

b) Ketertiban umum

c) Kesusilaan, kesopanan, dan kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata)

d) Tidak diperoleh dengan paksaan dan penipuan (Pasal 1321 KUHPerdata).

3) Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja (R. Subekti, 2002 : 49). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal

1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan:

untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata

perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang

membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan:

perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu

4) Asas Kekuatan mengikat

Asas ini disebut juga asas Pacta Sunt Servanda/asas kepastian hukum. Asas

ini tercantum dalam Pasal

yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang ula tersebut berarti adanya larangan hukum bagi orang

lain untuk mencampuri isi dari suatu perjanjian, selama pelaksanaan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jadi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sah

(33)

commit to user

5) Asas Itikad Baik

Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan

-tiap orang dalam membuat suatu perjanjian harus dilakukan

Itikad baik ini dapat dibedakan antara Itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Yang dimaksud itikad baik yang subyektif (subjective goeder trow) yaitu yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik sedangkan itikad baik obyektif (Objektive goeder trow) adalah kalau pendapat umum (jadi obyektif) menganggap tindakan yang begitu adalah bertentangan dengan itikad baik (J.Satrio, 1999:37).

Dalam pelaksanaan perjanjian itu sendiri, itikad baik yang dipakai yakni itikad baik obyektif yang didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang

dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.

c. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat, yaitu (R.Subekti, 2002:17-19): a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

adalah bahwa

dalam perjanjian mutlak diperlukan adanya kesepakatan sebagai sebuah landasan adanya perjanjian. Menurut Subekti dengan sepakat atau juga

dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal

pokok dari perjanjian yang diadakan. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Pada hakekatnya seseorang yang cakap untuk membuat suatu

perjanjian adalah orang yang cakap untuk berbuat hukum. Menurut Subekti orang yang berbuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Seseorang diperbolehkan membuat suatu perjanjian apabila ia memenuhi persyaratan di

(34)

commit to user

perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun dan

tidak berada di bawah pengampuan. c. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu adalah segala sesuatu yang diperjanjikan itu harus

jelas terperinci atau sekurang-kurangnya dapat diperinci, sebagaimana diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata, yang berbunyi

mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan

jenisnya, tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal

Obyek perjanjian berupa suatu prestasi yang harus dipenuhi dan apa yang diperjanjikan harus jelas, ditentukan jenisnya mengenai jumlah tidak disebut asal dapat dihitung. Perjanjian harus mengenai hal tertentu artinya

apa yang diperjanjikan harus jelas hak dan kewajibannya bagi para pihak apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.

d. Suatu sebab yang halal

Pengertian sebab yang halal dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu suatu sebab adalah terlarang, apabila di larang oleh undang-undang atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Pada hakekatnya undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab

pada pihak dalam mengadakan perjanjian. Undang-undang hanya memperdulikan isi dari perjanjian tersebut yaitu tidak dilarang oleh

undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat

ketiga dan keempat dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukannya itu.

d. Akibat Hukum Perjanjian

(35)

commit to user

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dinyatakan bahwa perjanjian yang sah mempunyai akibat hukum sebagai berikut :

a) Berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

Pihak-pihak yang mentaati perjanjian itu sama dengan mentaati undang-undang. Jika ada yang melanggar, maka dianggap sama dengan

melanggar undang-undang dan mempunyai akibat hukum yang berupa sanksi yang telah di tetapkan oleh undang-undang

b) Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak

Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak dan perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali, dapat di tarik kembali apabila ada

persetujuan dari pihak lain atau ada alasan yang cukup kuat menurut undang-undang.

c) Pelaksanaan dengan ikhtikad baik

Itikad baik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

(1) Ikhtikad baik subyektif, dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang

dalam melakukan perbuatan hukum yaitu apa yang terletak dalam sikap batin seseorang pada saat melakukan perbuatan hukum. (2) Ikhtikad baik obyektif merupakan pelaksanaan suatu perjanjian

harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.

Dalam pelaksanaan perjanjian dengan ikhtikad baik, kebiasaan tidak boleh menyampingkan atau menyingkirkan undang-undang dan apabila ia

bertentangan dengan undang-undang maka undang-undang yang dipakai. Ini berarti bahwa undang-undang tetap berlaku meskipun sudah ada kebiasaan yang mengatur.

2) Akibat hukum perjanjian yang tidak sah

Menurut R.Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian dapat Penulis simpulkan bahwa perjanjian yang tidak sah dapat terjadi karena perjanjian

(36)

commit to user

a) Perjanjian dapat dibatalkan dan batalnya suatu perjanjian harus dimintakan pembatalan kepada pengadilan negeri yang berwenang.

Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian, misalnya karena perjanjian itu dibuat dengan paksaan atau para pihaknya masih di bawah umur maka. Oleh karena itu apabila tidak

dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.

b) Perjanjian batal demi hukum dan batalnya suatu perjanjian tidak perlu

lagi dimintakan pembatalan karena tanpa adanya pembatalan perjanjian tersebut akan di anggap batal dengan sendirinya/perjanjian dianggap

tidak pernah ada. Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, misalnya obyek perjanjian tidak ada atau perjanjian tidak didasari dengan itikad baik.

e. Jenis Perjanjian Menurut Bentuknya

Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi

dua macam, yaitu (H. Salim. 2008 : 19): 1) Perjanjian Lisan

Perjanjian lisan adalah perjanjian atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320

BW). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada

kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.

2) Perjanjian Tertulis

(37)

commit to user

dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh

Notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT.

b) Perjanjian standar/perjanjian baku.

Istilah perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dari bahasa Belanda, yaitu standaart contract atau standaart voorwarden. Hukum Inggris menyebut perjanjian baku sebagai standa

dized contrac, standaart form of contract. Adapun definisi yang diberikan oleh Darus Mariam Badrulzaman mengenai perjanjian baku

yang isinya baku dan diberikan dalam bentuk (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 35). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian baku mengandung

pengertian yang lebih sempit dari perjanjian pada umumnya atau merupakan bentuk perjanjian tertulis yang isinya telah dibakukan atau

distandarisasi dan umumnya telah dituangkan dalam bentuk formulir atau bentuk perjanjian lain yang sifatnya tertentu.

Perjanjian baku mempunyai ciri-ciri yang membedakannya

dengan bentuk-bentuk perjanjian bernama lainnya, yakni (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 47):

a) Isinya ditetapkan sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih kuat dari debitur.

b) Debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian.

c) Terdorong oleh kebutuhan, debitur terpaksa menerima perjanjian itu.

d) Bentuknya tertulis

e) Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan individu.

(38)

commit to user

orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian terlebih dahulu dan kemudian dibakukan lalu dicetak dalam jumlah

banyak sehingga setiap saat mudah didapat jika dibutuhkan. Perjanjian baku isinya dibuat secara sepihak, dalam arti salah satu pihak telah menentukan isi dan bentuk perjanjian pada satu bentuk pembuatannya,

sehingga dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian baku ada ketidak seimbangan kedudukan para pihak, karena pihak yang tidak membuat perjanjian baku ini biasanya hanya bisa bersikap menerima atau

menolak keseluruhan isi perjanjian dan tidak dimungkinkan untuk merubah isi perjanjian tersebut.

f. Berakhirnya Perjanjian

Pada umumnya, suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian

itu telah dicapai, dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi yang diperlukan sebagaimana yang mereka kehendaki bersama-sama dalam

perjanjian tersebut. Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat juga berakhir karena hal-hal berikut ini (R. Setiawan, 1999 : 68) :

1) Lama waktu perjanjian yang ditentukan oleh para pihak telah terlewati;

2) Batas maksimal berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang;

3) Ditentukan di dalam perjanjian oleh para pihak atau oleh undang-undang, bahwa dengan suatu peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir;

4) Adanya pernyataan penghentian oleh salah satu pihak. Misalnya, perjanjian sewa-menyewa yang waktunya tidak ditentukan di dalam perjanjian. Pernyataan penghentian ini harus dengan memperhatikan tenggang waktu

pengakhiran menurut kebiasaan-kebiasaan setempat; 5) Karena putusan hakim;

6) Adanya kesepakatan para pihak karena yang menjadi tujuan bersama telah

(39)

commit to user

2. Tinjauan tentang Pelayanan Kesehatan terhadap Pasien selaku Konsumen Jasa dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Kaitannya dengan Perjanjian Terapeutik

a. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien sebab

pelayanan kesehatan ini terkait dengan tujuan dari perjanjian terapeutik itu sendiri yakni untuk memberikan upaya semaksimal mungkin terhadap

penyembuhan penyakit pasien. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang untuk selanjutnya disebut UU Kesehatan secara umum pelayanan kesehatan mencakup Pelayanan kesehatan promotif

(kegiatan yang bersifat promosi kesehatan), Pelayanan kesehatan preventif (kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/ penyakit),

Pelayanan kesehatan kuratif (penyembuhan penyakit), dan Pelayanan kesehatan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Masyarakat selaku pihak yang menggunakan sarana kesehatan

tentunya juga diberikan hak guna menjamin mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dan

pemahaman, baik dari pelaku medis maupun dari pasien itu sendiri tentang hak dan kewajibannya, khususnya mengenai hak pasien.

Healthcare shall be considered free from discrimination if, in the course of delivering healthcare services, patients are not discriminated against on grounds of their social status, political views, origin, nationality, religion, gender, sexual preferences, age, marital status, physical or mental disability, qualification or on any other grounds not related to their state of health. (James Macinko, International Journal for Equality in Health, 2002: Vol. IV).

Terjemahannya adalah sebagai berikut :

Kesehatan akan dianggap bebas dari diskriminasi jika dalam rangka memberikan layanan kesehatan, pasien tidak didiskriminasikan atas dasar

(40)

commit to user

kelamin, preferensi seksual, usia, status perkawinan , cacat fisik atau mental, kualifikasi atau alasan lain yang tidak terkait dengan kondisi kesehatan

mereka.

Dalam UU Kesehatan telah diatur di dalam Pasal 4, 5 ayat (1), (2), (3), 7, dan Pasal 8, yang dapat disimpulkan bahwa Setiap orang berhak :

Atas kesehatan

Mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya

di bidang kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau

Berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk

tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Dalam kaitannya dengan perjanjian terapeutik, UU Kesehatan telah

memberikan dasar pengaturan mengenai Tenaga Kesehatan. Berdasarkan Pasal

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis

Kewenangan lainnya mengenai tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 23 ayat (1), (2) yakni Tenaga Kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Kewenangan yang dimaksud disini adalah kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikannya setelah melalui proses registrasi dan pemberian

(41)

commit to user

hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

Selain itu, dalam UU Kesehatan juga memberikan perlindungan terhadap pasien yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1), 57 ayat (1), dan 58 ayat (1) yakni:

Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh

tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan

kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

b. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Dibentuknya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang untuk selanjutnya disebut UU Praktik Kedokteran adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima

pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi yang pada dasarnya tentu untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat.

Bila dikaitkan dengan perjanjian terapeutik, di dalam UU Praktik Kedokteran ini telah memberikan landasan hukum yang pasti tentang penyelenggaraan Praktik Kedokteran, diantaranya disebutkan dalam Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di

selaku pihak penerima layanan kesehatan terjamin hak-haknya dalam

(42)

commit to user

Dalam pelaksanaan praktik, disebutkan dalam Pasal

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara

dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam hal ini perjanjian terapeutik yang

terjadi harus timbul berdasarkan kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait yakni dokter dan pasien itu sendiri.

c. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yang untuk selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen Pasal 1 butir (2), dijelaskan bahwa "Konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ntaupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan". Sedangkan butir (5) menyatakan bahwa "Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. "

Dalam UU Perlindungan Konsumen memang tidak diatur dengan jelas mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan seorang konsumen. Hal ini dikarenakan hubungan tenaga kesehatan/dokter dan pasien adalah hubungan dalam jasa pemberian pelayanan kesehatan. Tenaga

kesehatan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Dengan kata lain bahwa pengertian pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan adalah "Setiap orang

pemakai jasa layanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter melalui suatu sarana kesehatan yang disediakan bagi masyarakat."

Dibentuknya UU Perlindungan Konsumen, didasari pemikiran bahwa

(43)

commit to user

perlindungan agar para penyelenggara pelayanan kesehatan bisa senantiasa menghormati hak-hak pasien.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap berlaku pada jasa pelayanan kesehatan dengan dasar hukum sebagai berikut:

1) Penjelasan UU Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa

undang-undang tersebut adalah payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen (an umbrella act); 2) Ketentuan peralihan, Pasal 64 Undang UU Perlindungan Konsumen

-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang

ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak bertentangan dalam

undang-3) Menganut asas lex specialis derogat lex generalis artinya ketentuan

khusus mengesampingkan ketentuan umum. UU Kesehatan sebagai lex specialis, UU Perlindungan Konsumen sebagai lex generalis. Artinya jika

kedua-duannya mengatur, maka yang berlaku adalah yang bersifat khusus, yaitu UU Kesehatan. Namun jika dalam UU Kesehatan tidak mengatur sendiri, maka undang-undang tentang kesehatan tidak mengatur

tersendiri, maka undang-undang tentang konsumen berlaku untuk jasa pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu diharapkan bahwa UU Kesehatan dapat berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan

pembangunan kesehatan yang meliputi upaya kesehatan dan sumber daya, penjangkau perkembangan yang semakin kompleks yang akan terjadi dalam kurun waktu mendatang dan pemberi kepastian dan perlindungan hukum

terhadap pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan.

3. Tinjauan tentang Perjanjian Terapeutik a. Pengertian Perjanjian Terapeutik

(44)

commit to user

yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan antara dokter dan pasien. Persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien, bukan di bidang

pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostic kuratif, preventif, rehabilitatif, maupun promotif maka persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik. (Endang Kusuma Astuti,

20079: 39)

Dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 434/Men.Kes/X/1983 tentang

Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia bagi Para Dokter di Indonesia,

disebutkan bahwa terapeutik adalah

hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segalaemosi, harapan, dan

Isfandyarie yang mengatakan bahwa, perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter

untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut (Any Isfandyarie, 2006:57).

Pada umumnya hubungan perjanjian terapeutik dimulai saat seorang pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan

dokter menyanggupinya. Dalam hubungan perjanjian terapeutik tersebut timbulah hak dan kewajiban bagi pihak yang terikat di dalamnya, yaitu dokter

dan pasien. Hal tersebut menunjukkan adanya perikatan yang diatur dalam hukum perdata tentang perikatan yang lahir karena perjanjian. Hak dan kewajiban dokter dan pasien menimbulkan prestasi dan kontraprestasi yang

wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak. Dengan demikian, perjanjian terapeutik timbul karena adanya hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam bidang pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang

sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu dibidang kedokteran.

(45)

commit to user

untuk penyembuhan pasien. Dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien dari penderitaan sakitnya, dimana dalam hal ini yang

dituntut bukan perjanjian berdasarkan hasil (resultaats verbitenis)namun yang dituntut adalah suatu upaya yang maksimal yang dilakukan dokter atau usaha yang maksimal atau yang lazim disebut perjanjian inspannings verbitenis.

Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai keinginan pasien/keluarga, yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal.

Apabila seorang dokter telah melakukan upaya dengan hati-hati dan penuh kesungguhan, tetapi hasilnya tidak memuaskan pasien atau keluarganya maka

pasien atau keluarga pasien tidak dapat serta merta menyalahkan dokter. (Norma Sari, 2010: 12). Dalam hal ini pasien sebagai pihak yang menerima pelayanan medis juga harus berdaya upaya maksimal untuk mewujudkan

kesembuhan dirinya. Tanpa bantuan pasien, maka upaya dokter tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan mengenai konsep perjanjian terapeutik. Pertama, perjanjian terapeutik merupakan suatu bentuk perjanjian

atau perikatan antara dokter dengan pasiennya, sehingga berlaku semua ketentuan hukum perdata. Dalam perjanjian terapeutik, dokter maupun pasien

sama sekali tidak diperbolehkan untuk bersepakat melakukan tindakan atau perbuatan yang dilarang ataupun melanggar hukum, misalnya aborsi. Kedua,

dokter maupun pasien seharusnya benar-benar mengerti tentang objek/isi dari perjanjian tersebut, yakni usaha yang maksimal (inspanninsverbintenis) dalam hal pemberian pelayanan kesehatan untuk melakukan penyembuhan terhadap

pasien. Pada akhirnya, pemahaman secara benar atas perjanjian terapeutik oleh dokter maupun pasien akan berdampak positif dengan terwujudnya iklim hubungan dokter-pasien yang harmonis.

b. Syarat Sahnya Perjanjian Terapeutik

(46)

commit to user

suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan hukum umum yang termuat dalam leh karena perjanjian terapeutik merupakan

perjanjian, maka terhadap perjanjian terapeutik juga berlaku hukum perikatan yang timbul dalam Buku III KUHPerdata. (Veronica Komalawati, 2002 :139). Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Bader Johan Nasution, untuk sahnya

perjanjian terapeutik sebagaimana perjanjian pada umumnya, maka harus dipenuhi unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut (Bader Johan Nasution, 2005:12) :

1) Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya 2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3) Mengenai suatu hal tertentu

4) Untuk suatu sebab yang halal/diperbolehkan

Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian terapeutik tersebut harus

dipenuhi syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan akibat yang ditimbulkannya di atur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang mengandung

asas pokok hukum perjanjian.

1) Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya Dalam Pasal 1321 KUHPerdata dapat diartikan bahwa secara yuridis,

yang dimaksud dengan kesepakatan adalah tidak adanya kekhilafan atau paksaan dan penipuan dari salah satu pihak yang mengikatkan dirinya.

Sepakat ini merupakan persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak yang

dalam perjanjian terapeutik dapat diartikan sebagai pihak pasien setuju untuk diobati dan dokter pun setuju untuk mengobati pasiennya. Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka di dalam kesepakatan ini para

pihak harus sadar terhadap kesepakatan yang dibuat. Untuk itulah diperlukan adanya informed consent atau yang juga dikenal dengan istilah persetujuan tindakan medik (Endang Kusuma Astuti, 2009 : 116).

2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Gambar

Tabel 1  Data PNS RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
Gambar 3  Bagan Struktur Organisasasi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Gambar 1 : skema model analisis kualitatif
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran
+3

Referensi

Dokumen terkait

The games to avoid because they depend solely on luck are any of the slot machine games such as Caribbean Stud or the regular or progressive slot jackpots.. These rely only on luck

Bagi rekanan yang mengerjakan paket proyek tahun 2015 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Lampirkan Dokumen FHO paket pekerjaannya saat

Dengan demikian bisa di simpulkan bahwa jelas regulasi dan juga kenyamanan menjadi hal yang membuat para warga menjadi nasabah dari Bank Keliling tersebut yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar dengan

Upaya pendidikan gizi di sekolah berpeluang besar untuk berhasil meningkatkan pengetahuan tentang gizi di kalangan masyarakat karena siswa sekolah diharapkan dapat

Frekwensi sakit pada anak balita stunting tergolong tinggi meskipun durasinya hanya sekitar 2-3 hari, dan pola makan anak masih banyak yang tergolong kurang baik terutama

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kevalidan atau kebenaran ítem-item soal dalam suatu instrumen sehingga layak digunakan untuk mengukur apa yang

Pendekatan konseptual digunakan peneliti untuk dapat menemukan serta memberi jawaban atas permasalahan- permasalahan hukum, terutama yang terkait dengan akibat hukum