commit to user
i
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
KAB. WONOGIRI
Penulisan Hukum (skripsi) S1
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Dhora Gumilang Indiarsono NIM. E0008139
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dhora Gumilang Indiarsono
NIM : E0008139
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul :
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juni 2012
yang membuat pernyataan
commit to user
v ABSTRAK
Dhora Gumilang Indiarsono, E0008139.2012. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, dan untuk mengetahui permasalahan apa saja yang muncul serta upaya penyelesaiannya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan model analisis kualitatif. Lokasi penelitian di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara, observasi, dan studi kepustakaan baik buku-buku, peraturan perundang-undangan, makalah-makalah, jurnal, dokumen-dokumen, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dapat dilakukan setelah tahapan/prosedur dalam proses penerimaan pasien, baik itu pasien rawat jalan maupun rawat inap dilalui dan pasien sudah memberikan persetujuan tindakan medik sebagai upaya dalam proses penyembuhan pasien. Pelaksanaan perjanjian terapeutik sangat terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak baik itu dokter maupun pasien.
Permasalahan yang muncul yakni hanya sebatas pada permasalahan yang bersifat teknis dan bukan mengenai permasalahan medis yang dapat menimbulkan suatu sengketa, sebab sampai saat ini di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kabupaten Wonogiri, permasalahan yang dapat menimbulkan suatu sengketa belum pernah terjadi. Permasalahan teknis ini dapat terjadi karena tingkat pemahaman yang kurang dari pihak pasien/keluarga pasien, tidak tercapainya kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam hal pemberian persetujuan tindakan medik, dan sikap pasif dari pasien/keluarga pasien yang terlalu menyerahkan semuanya kepada dokter yang merawat. Upaya penyelesaiannya, dokter harus senantiasa menjalin komunikasi yang baik dengan memberikan segala macam informasi secara jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh pasien/keluarga pasien.
Implikasi teoritis penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian terapeutik dan penyelesaian terhadap permasalahan yang muncul di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi masyarakat agar lebih mengerti tentang konsep perjanjian terapeutik sehingga nantinya pemberian pelayanan kesehatan dapat lebih optimal.
commit to user
vi ABSTRACT
Dhora Gumilang Indiarsono, E0008139. 2012. A JURIDICAL REVIEW ON THE IMPLEMENTATION OF THERAPEUTIC AGREEMENT IN DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO LOCAL GENERAL HOSPITAL OF WONOGIRI REGENCY. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
The research in this law writing aims to find out the implementation of therapeutic agreement in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency, and to find out the problems rising as well as the solution to them.
This research was an empirical legal study that was descriptive in nature. In this study, a qualitative approach was used with primary and secondary data that were then analyzed using qualitative model of analysis. The research was taken place in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency. Techniques of collecting data used were interview, observation and library study with books, legislations, articles, journals, documents, and etc.
Based on the result of research conducted, it could be found that the implementation of therapeutic agreement occurring in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency could be done after the procedure in patient admission process, both inpatient and outpatient, and the patient had given consent on the medical measure as the attempt in the process of healing patient. The implementation of therapeutic agreement was closely related to the fulfillment of
The problem rising was limited to the technical problem including that of communication between physician and patient not the medical problem that could lead to a dispute because there had been no dispute occurring in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency up to now. This technical ower knowledge, no consensus between the physician and patient in the term of consent giving to the
of therapeutic agreement. The solution to these problems was that the physician should always establish good communication by giving any information clearly with understandable language to the patients/family.
The theoretical implication of research was to get a description on the implementation of therapeutic agreement and solution to the problems rising in dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Regency, while the practical implication was that the result of research was expected to give the community additional information to understand better the concept of therapeutic agreement so that the health care service could run more optimally.
commit to user
vii
HALAMAN MOTTO
Jika Allah menolong kamu, maka tidak akan ada orang yang dapat
mengalahkan kamu, jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan
pertolongan) maka siapa gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari
Allah sesudah itu, karena itu hendaklah kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin bertawakkal. (QS Ali Imron : 160)
Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
(QS Insyirah : 5-7)
Hargailah segala sesuatu yang masih kau miliki sebelum ia hilang darimu,
dan kau akhirnya menyadari betapa berharga semua itu bagimu.
commit to user
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini Penulis persembahkan untuk :
Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayangnya dan mendidikku dengan tidak kenal menyerah yang selalu mengajarkan bahwa keberhasilan harus di awali
dengan perjuangan dengan penuh keprihatinan dan ikhtiar kepada-NYA.
Adikku satu-satunya Rhevika Gurindra Hapsari. Almameterku Universitas Sebelas Maret, tempat ku bernaung menuntut ilmu
Para penegak hukum dan keadilan yang masih
bisa diharapkan demi setitik kebenaran yang mulai luntur dengan
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) ini dengan judul
PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN Adapun penulisan hukum (skripsi) ini disusun
guna memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar kesarjanaan S-1 dalam bidang Ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan Hukum ini membahas tentang pelaksanaan perjanjian terapeutik yang terjadi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri beserta
permasalahan dan upaya penyelesaiannya, sebab terkadang dalam pelaksanaanya tentu masih terjadi permasalahan yang sering timbul baik itu berupa permasalahan yang berujung menjadi sebuah sengketa ataupun hanya yang bersifat teknis semata
yang tidak menimbulkan suatu sengketa. Oleh karena itu, komunikasi yang baik antara para pihak yang terlibat baik itu dokter maupun pasien akan sangat dibutuhkan agar tujuan dalam upaya pemberian layanan kesehatan dapat berlangsung secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Penulisan Hukum
(Skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus Penulis lewati dengan penuh kesabaran. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) ini, Penulis dibantu oleh banyak pihak. Tanpa
bantuan dari berbagai pihak tersebut Penulis yakin penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil. Maka dalam kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati dan rasa yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Muh. Jamin, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing Akademik (PA) yang
commit to user
x
3. Ibu Endang Mintorowati, S.H.,M.H dan Ibu Ambar Budi Sulistyowati, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing dan co.pembimbing skripsi yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
5. Ketua Bagian Pengelola Penulisan Hukum (PPH), Ibu Wida Astuti, S.H.,M.H
dan Mas Wawan anggota Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang banyak membantu Penulis dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
6. Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, Ibu Dr.Setyarini, M.kes yang telah berkenan memberikan ijin penelitian bagi Penulis untuk memperoleh data-data di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kab. Wonogiri guna menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
7. Bapak Suwarsono, SKM.,Msi selaku Ka.sub.bagian Rekam Medik, Bapak Dr.
Adhi Dharma, MM selaku Kepala Bidang Pelayanan Medik, dan Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub Bagian Hukum, Hubungan Masyarakat dan Perpustakaan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk bisa bertukar pikiran dan meminjamkan data yang diperlukan Penulis untuk mempermudah proses
penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
8. Para Dokter yang bertugas di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.
Wonogiri yakni dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum dan dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri, terima kasih atas waktunya yang telah diberikan
kepada Penulis untuk bisa sedikit bertukar pikiran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
9. Para pasien maupun mantan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
commit to user
xi
10.Bapak, Ibu, serta keluarga tercinta yang tanpa henti telah memberikan cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan
yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
11.Teman-teman dan Sahabat-sahabatku seperjuangan di Fakultas Hukum UNS,
Alfinus Martyanto, Advent Christiansen, Gangga, Christian Angga, Temon, Rangga, Antoni Wibowo, Ira Oktafia, Norma Evita, Indah Kurniawati, Megaria Dhiah, Ira Octapiani, Shinta Ayu, Devi, Umar, Triyono Trexjon, Aaf,
Radit, Ferry, Irwan, Komenk, terima kasih atas suka duka dan semua kenangan yang telah diberikan kepada Penulis.
12.Seluruh teman-teman di Fakultas Hukum UNS, khususnya angkatan 2008 yang tidak dapat Penulis ungkapkan satu-persatu, terima kasih atas segala dukungannya.
Pada akhirnya bagi pihak-pihak yang belum bisa penulis ungkapkan di sini,
Penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya hingga penulisan hukum (skripsi) ini selesai. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum atau skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu
sumbang saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruktif, sangat Penulis harapkan demi perbaikan atau penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga
penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, Juni 2012
Penulis,
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian... 4
D.Manfaat Penelitian... 5
E.Metode Penelitian ... 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan tentang Perjanjian pada Umumnya ... 13
commit to user
xiii
Konsumen Jasa dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Kaitannya dengan Perjanjian Terapeutik ... 22
3. Tinjauan tentang Perjanjian Terapeutik ... 26
B.Kerangka Pemikiran ... 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun
Sumarso Kab. Wonogiri ... 43 1. Visi, Misi, Motto, Tugas Pokok, dan Fungsi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 44 2. Fasilitas PelayananRumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran
Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 45
3. Tanaga Profesional Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 48 4. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran
Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 50
B. Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik antara Dokter dan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.
Wonogiri ... 54 1. Penerimaan Pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kab. Wonogiri ... 54
2. Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) dalam Perjanjian Terapeutik di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri ... 58
commit to user
xiv
C.Permasalahan yang Ditemukan dalam Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun
Sumarso Kab. Wonogiri beserta Upaya Penyelesainnya ... 71 1. Tingkat Pemahaman yang Kurang dari Pihak Pasien/
Keluarganya ... 74
2. Tidak Tercapainya Kesepakatan antara Dokter dengan Pasien .. 78 3. Sikap dari Pasien/Keluarga Pasien yang Pasif (Terlalu
Menyerahkan Semuanya kepada Dokter yang Merawat) ... 80
4. Ketidakberhasilan dalam Perjanjian Terapeutik ... 81
BAB IV PENUTUP
A.Simpulan ... 83 B.Saran ... 84
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data PNS RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Model Analisis Interaktif. ... 1
Gambar 2 Skema Kerangka Pikir ... 41
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Tindakan Medik
Lampiran 2 Surat Penolakan Tindakan Medik Lampiran 3 Surat Ijin Pra Penelitian
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat Rekomendasi Bakesbangpol dan Linmas Kab. Wonogiri Lampiran 5 Nota Dinas Pelaksanaan Penelitian
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, pembangunan bidang kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dan hal tersebut sejalan pula dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyatakan dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan Dalam kerangka tersebut dijelaskan bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyeleng-garaan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Dalam hal penanganan kesehatan, pengetahuan dan keterampilan seseorang sangatlah terbatas. Seseorang dalam kondisi kesehatan yang berkurang dan
mengalami keadaan yang sakit, maka tentunya tidak akan terlepas dari kebutuhan terhadap tenaga medis seperti dokter untuk mengobatinya. Ketika seorang pasien
maupun keluarganya meminta pertolongan kepada dokter maka sudah menjadi tanggung jawab bagi seorang dokter untuk memberikan tindakan upaya penyembuhan kepada pasien yang membutuhkan pertolongannya.
Hubungan antara pasien dengan dokter dalam pelayanan medis dilandasi atas kepercayaan sehingga menimbulkan suatu hubungan hukum. Dalam bidang
kedokteran hubungan hukum ini terjalin di bidang jasa yang disebut dengan perjanjian terapeutik. Dalam perjanjian ini, pasien telah sepakat diberi pelayanan medis untuk menanggulangi penderitaannya dan dokter juga sepakat untuk memberi
pelayanan medis berupa pemeriksaan, pengobatan dan pertolongan medis lain, dengan kemampuan yang sebaik-baiknya.
Dalam setiap upaya pelayanan kesehatan tentunya peran dari sarana kesehatan sangatlah penting. Adanya sarana kesehatan akan sangat membantu dalam penyediaan fasilitas yang memadai demi tercapainya pelayanan kesehatan yang
commit to user
memberikan upaya pelayanan kesehatan yang optimal karena memiliki berbagai macam fasilitas kesehatan mulai dari tenaga ahli kedokteran hingga peralatan medis
yang memadai. Rumah sakit memiliki tipe dan klasifikasi sendiri-sendiri sesuai dengan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit umum pemerintah berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit dibagi
menjadi 4 (empat) tipe yakni tipe A,B,C,dan D. Kelengkapan fasilitas maupun kemampuan pelayanan rumah sakit dengan tipe tertentu tidak menjamin bila di rumah sakit tersebut tidak ada suatu masalah terutama dalam pelaksanaan perjanjian
terapeutik yang ada di dalamnya. Hal ini juga sama seperti yang ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso merupakan Rumah Sakit tipe B non pendidikan yang berada di Kabupaten Wonogiri yang menjadi RSUD milik pemerintah daerah satu-satunya yang ada di Kabupaten Wonogiri. RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso ini diharapkan mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat yang ada di sekitar Kabupaten Wonogiri karena di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso sering menjadi rujukan dari beberapa Puskesmas maupun balai kesehatan lainnya yang ada di sekitar Kabupaten Wonogiri.
Dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik yang ada di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso sebenarnya hubungan antara para pihak baik itu dokter maupun pasien adalah sejajar dan seimbang. Pasien tidak dipandang dalam posisi yang lemah
dan tergantung kepada dokternya sebab pasien juga mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, memilih dokternya sendiri maupun memilih metode
yang akan digunakan untuk menyembuhkan penyakitnya. Pasien sebagai pengguna jasa layanan kesehatan tentu akan dijamin dalam pemenuhan hak-haknya sebab dokter memberikan pelayanan kepada pasien sebagai konsumen jasa sebagaimana
yang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan pasien sebagai konsumen pada dasarnya merupakan kewajiban bagi para penyelenggara pelayanan kesehatan untuk senantiasa menghormati hak-hak
commit to user
pedagang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga terkadang pemahaman mereka mengenai bidang kedokteran tidak begitu baik.
Pasien yang datang untuk berobat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri hanya berharap agar penyakitnya segera sembuh dan tidak terlalu mempermasalahkan terpenuhi atau tidaknya hak-hak mereka. Tujuan utama
bagi mereka adalah dengan biaya yang terjangkau, mereka dapat menikmati sarana pelayanan kesehatan yang maksimal demi kesembuhan penyakit mereka. Pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan seolah-olah tetap berada sebagai pihak yang
lemah dalam hubungan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien sekalipun dokter sebagai pemberi layanan kesehatan telah berusaha untuk memenuhi hak-hak
dari pasien. Pemikiran yang seperti ini yang selalu ada pada setiap pasien yang berobat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri karena memang tingkat pemahaman mereka tidak bisa disamakan dengan pasien yang berada
di perkotaan yang memiliki pemikiran yang lebih modern. Adanya perbedaan tingkat pemahaman yang tidak seimbang ini membuat pelaksanaan perjanjian terapeutik yang
ada di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri mengalami suatu kendala terutama dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Pasien selalu memiliki pola pikirnya sendiri dan pemahaman sendiri untuk
mencapai kesembuhan dan tidak melihat upaya pelayanan kesehatan yang telah dilakukan sebab terkadang untuk mencapai tingkat kesembuhan, pasien perlu sedikit
pengorbanan dan ternyata hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi pasien saat memutuskan sesuatu. Banyaknya pertimbangan yang harus diambil oleh pasien
seperti masalah biaya, kesiapan mental, risiko yang mungkin timbul, pertimbangan keluarga, dan pertimbangan lainnya membuat upaya dokter dalam pelayanan kesehatan tidak dapat mencapai tujuan secara maksimal sebab tidak selamanya
kehendak dokter dalam upaya penyembuhan penyakit pasien bisa sejalan dengan kehendak pasien itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa hal-hal tersebut menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut sehingga penulis tertarik untuk
commit to user
B.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis
merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian terapeutik yang dilakukan antara dokter
dan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri?
2. Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik
di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dan bagaimanakah penyelesaian terhadap permasalahan yang ditemukan tersebut?
C.Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pelaksanaan dari perjanjian terapeutik yang dilakukan antara dokter dan pasien di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
b. Untuk mengetahui permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri dan untuk
mengetahui upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul tersebut. 2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang
Hukum Perdata, khususnya mengenai pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien.
commit to user
D.Manfaat PenelitianSalah satu aspek dalam kegiatan penelitian yang tidak dapat diabaikan adalah mengenai manfaat penelitian. Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini sedikit banyak bermanfaat, baik bagi Penulis pada khususnya
maupun bagi pembaca pada umumnya karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh manfaat yang dihasilkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini adalah :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum perdata
pada umumnya dan hukum perjanjian pada khususnya yang berkenaan dengan adanya perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien.
b. Menambah literature dan bahan informasi ilmiah di bidang hukum tentang
perjanjian terapeutik mengingat bahwa peran dan fungsi dokter dan rumah sakit sangat pentingdalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
b. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien
sekaligus untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
E.Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan
kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam
suatu kerangka tertentu. (Soerjono Soekanto, 2010 :42).
commit to user
untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian
hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan, yang diteliti pada awalnya adalah data
sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010 :52).
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat deskriptif, hal tersebut sesuai dengan karakteristik ilmu hukum. Penelitian hukum yang bersifat deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 2010 :10). Deskriptif meliputi isi dan struktur
hukum positif yang digunakan penulis untuk menentukan makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaiakan permasalahan hukum yang menjadi
obyek kajian.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan mendasarkan pada apa yang
dinyatakan responden secara tertulis dan/atau lisan dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010 :250).
4. Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih lokasi di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. Penulis memilih lokasi ini karena RSUD dr.
commit to user
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan yakni berkaitan dengan perjanjian terapeutik.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, yakni
pelaku responden di lapangan maupun keterangan yang diberikan secara lansung mengenai segala hal yang berhubungan dengan obyek penelitian. b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
dokumen-dokumen, jurnal, artikel, internet, maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang hendak diteliti.
6. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang memberikan informasi secara langsung mengenai hal yang berkaitan dengan obyek penelitian.
Dalam hal ini data yang diperoleh adalah langsung dari lapangan. Penulis memperoleh data langsung dari lokasi penelitian yang berasal dari:
1) Keterangan dokter RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri , diantaranya:
dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
2) Keterangan pihak RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
commit to user
Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub bagian hukum RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
Bapak Suwarsono, SKK.,Msi selaku Ka.Sub bagian rekam medik
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
Bapak Dr. Adhi Dharma MM selaku Ka.Sub bagian Pelayanan
Medik RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri. 3) Keterangan dari pasien RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kab.
Wonogiri, diantaranya:
Bapak Suswandi selaku mantan pasien yang pernah menjalani rawat inap di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
Bapak Lukminto selaku pasien penderita diabetes yang sedang menjalani rawat jalan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab.
Wonogiri.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer. Data tersebut diperoleh dari peraturan perundang-undangan
diantaranya KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, buku-buku literatur mengenai perikatan/perjanjian terutama mengenai
perjanjian terapeutik, dokumen-dokumen, artikel, jurnal, internet maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian penulis.
7. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian pada umumnya, dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan
commit to user
Penulis mengumpulkan, membaca, dan mengkaji dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah, dan bahan pustaka lainnya,
berbentuk data tertulis yang diperoleh dari lokasi penelitian atau tempat lain.
b. Pengamatan atau Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti mengamati secara langsung obyek yang ada di lapangan yakni mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek penelitian.
c. Wawancara
Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara
mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan. Penulis akan menggunakan pedoman wawancara terstruktur sehingga dengan
adanya pedoman maka wawancara yang dilakukan dapat lebih terarah dan tujuan dari wawancara tersebut dapat tercapai. Wawancara ini akan penulis
lakukan dengan :
1) dr. Tri Budi Astuti selaku Dokter Umum di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
2) dr. Nugroho Kusumawati, Sp.B selaku Dokter Bedah di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
3) Bapak Warsito, S.H. selaku Ka.Sub bagian hukum RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri
4) Bapak Suwarsono, SKK.,Msi selaku Ka.Sub bagian rekam medik RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
5) Bapak Dr. Adhi Dharma MM selaku Ka.Sub bidang Pelayanan Medik
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
6) Bapak Suswandi selaku mantan pasien yang pernah menjalani rawat inap di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kab. Wonogiri.
commit to user
8. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan
interaktif model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu
ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data di lapangan. (Heribertus Sutopo, 2002 :8).
Tahapan dari kegiatan analisis data interaktif adalah sebagai berikut
(Heribertus Sutopo, 2002 :37) : a. Reduksi Data
Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus menerus sampai laporan
akhir penelitian selesai. b. Penyajian Data
Sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dalam suatu kesatuan bentuk yang disederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah dipakai sehingga memberi kemungkinan kesimpulan riset dapat
dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis, diantaranya matrik, gambar, skema, jaringan kerja, kegiatan, tabel, dan sebagainya.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang
commit to user
Berikut, akan penulis berikan ilustrasi bagan dari tahap analisis data:
Gambar 1 : skema model analisis kualitatif
Dengan model analisis ini maka penulis harus bergerak diantara empat
sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya akan bergerak berputar dan kembali lagi diantara kegiatan reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam
penulisan hukum. Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi : BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kepustakaan yang meliputi dua hal yaitu Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teori akan diuraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pokok
Pengumpulan Data
Penyajian Data
commit to user
masalah dalam penelitian ini yang meliputi tinjauan mengenai perjanjian pada umumnya, perjanjian terapeutik, dan pihak-pihak yang terkait
dalam perjanjian terapeutik. Sedangkan kerangka pemikiran disampaikan dalam bentuk bagan dan uraian singkat.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memaparkan tentang hasil dari penelitian yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian. Dalam bab ini akan menjawab permasalahan yang
diangkat dalam rumusan masalah mengenai bagaimana pelaksanaan dari perjanjian terapeutik, permasalahan yang timbul dalam perjanjian
terapeutik dan cara penyelesaiannya. BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahas
sebelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Perjanjian pada Umumnya a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanaka
suatu hal (R.Subekti, 2002 :1). Menurut J. Satrio, pengertian perjanjian secara umum dibagi menjadi dua, yaitu (J Satrio, 1999:52):
1) Perjanjian dalam arti luas
Yaitu suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki atau (dianggap dikehendaki) oleh para pihak termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain.
2) Perjanjian dalam arti sempit
Yang dimaksud perjanjian dalam hal ini adalah hanya ditujukan kepada hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang tercantum dalam Buku III KUHPerdata.
Dalam Pasal perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut
dirasa masih belum begitu sempurna dan mengandung banyak kelemahan. Oleh karena itu beberapa ahli mencoba untuk menyempurnakannya. Dari ketentuan
Pasal tersebut menurut Abdulkadir Muhammad kurang memuaskan karena mempunyai kelemahan, yaitu (Abdulkadir Muhammad, 1992 :78-79) :
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dengan adanya p satu
datangnya hanya dari salah satu pihak saja, tidak dari kedua belah
terdapat konsensus antara para pihak. b) Di dalam p
commit to user
c) Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut diatas terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang sudah diatur dalam hukum perkawinan. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam hal harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
d) Dalam perumusan pengertian mengenai perjanjian tidak dijelaskan dengan mengenai tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak mempunyai tujuan yang jelas.
Sehubungan dengan alasan-alasan tersebut diatas, maka menurut Abdulkadir
Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum harta kekayaan (Abdulkadir Muhammad, 1992 :78).
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai perjanjian tersebut maka dapat Penulis simpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu persetujuan yang dilandasi dengan hukum dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri terhadap orang lain/lebih untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan hukum
harta kekayaan.
b. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian
Dalam beberapa Pasal Buku III KUHPerdata terdapat di dalamnya asas-asas umum hukum perjanjian antara lain :
1) Asas konsesualisme
Bahwa perjanjian itu terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai pokok perjanjian. Asas konsesualisme ini berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak. Asas ini diatur dalam dalam Pasal 1320 KUHPerdata (Mariam Darus Badrulzaman, 1997: 108).
2) Asas kebebasan berkontrak
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, mempunyai arti bahwa para pihak dalam perjanjian diberi
kebebasan untuk menentukan isi perjanjian yang diadakan, asal tidak bertentangan dengan (Mariam Darus Badrulzaman, 1997: 108):
commit to user
b) Ketertiban umum
c) Kesusilaan, kesopanan, dan kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata)
d) Tidak diperoleh dengan paksaan dan penipuan (Pasal 1321 KUHPerdata).
3) Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja (R. Subekti, 2002 : 49). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan:
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata
perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan:
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu
4) Asas Kekuatan mengikat
Asas ini disebut juga asas Pacta Sunt Servanda/asas kepastian hukum. Asas
ini tercantum dalam Pasal
yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang ula tersebut berarti adanya larangan hukum bagi orang
lain untuk mencampuri isi dari suatu perjanjian, selama pelaksanaan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jadi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sah
commit to user
5) Asas Itikad Baik
Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan
-tiap orang dalam membuat suatu perjanjian harus dilakukan
Itikad baik ini dapat dibedakan antara Itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Yang dimaksud itikad baik yang subyektif (subjective goeder trow) yaitu yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik sedangkan itikad baik obyektif (Objektive goeder trow) adalah kalau pendapat umum (jadi obyektif) menganggap tindakan yang begitu adalah bertentangan dengan itikad baik (J.Satrio, 1999:37).
Dalam pelaksanaan perjanjian itu sendiri, itikad baik yang dipakai yakni itikad baik obyektif yang didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang
dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.
c. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat, yaitu (R.Subekti, 2002:17-19): a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
adalah bahwa
dalam perjanjian mutlak diperlukan adanya kesepakatan sebagai sebuah landasan adanya perjanjian. Menurut Subekti dengan sepakat atau juga
dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal
pokok dari perjanjian yang diadakan. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pada hakekatnya seseorang yang cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah orang yang cakap untuk berbuat hukum. Menurut Subekti orang yang berbuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Seseorang diperbolehkan membuat suatu perjanjian apabila ia memenuhi persyaratan di
commit to user
perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun dan
tidak berada di bawah pengampuan. c. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu adalah segala sesuatu yang diperjanjikan itu harus
jelas terperinci atau sekurang-kurangnya dapat diperinci, sebagaimana diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata, yang berbunyi
mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya, tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal
Obyek perjanjian berupa suatu prestasi yang harus dipenuhi dan apa yang diperjanjikan harus jelas, ditentukan jenisnya mengenai jumlah tidak disebut asal dapat dihitung. Perjanjian harus mengenai hal tertentu artinya
apa yang diperjanjikan harus jelas hak dan kewajibannya bagi para pihak apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
d. Suatu sebab yang halal
Pengertian sebab yang halal dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu suatu sebab adalah terlarang, apabila di larang oleh undang-undang atau
apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Pada hakekatnya undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab
pada pihak dalam mengadakan perjanjian. Undang-undang hanya memperdulikan isi dari perjanjian tersebut yaitu tidak dilarang oleh
undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat
ketiga dan keempat dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukannya itu.
d. Akibat Hukum Perjanjian
commit to user
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dinyatakan bahwa perjanjian yang sah mempunyai akibat hukum sebagai berikut :
a) Berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
Pihak-pihak yang mentaati perjanjian itu sama dengan mentaati undang-undang. Jika ada yang melanggar, maka dianggap sama dengan
melanggar undang-undang dan mempunyai akibat hukum yang berupa sanksi yang telah di tetapkan oleh undang-undang
b) Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak
Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak dan perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali, dapat di tarik kembali apabila ada
persetujuan dari pihak lain atau ada alasan yang cukup kuat menurut undang-undang.
c) Pelaksanaan dengan ikhtikad baik
Itikad baik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
(1) Ikhtikad baik subyektif, dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang
dalam melakukan perbuatan hukum yaitu apa yang terletak dalam sikap batin seseorang pada saat melakukan perbuatan hukum. (2) Ikhtikad baik obyektif merupakan pelaksanaan suatu perjanjian
harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.
Dalam pelaksanaan perjanjian dengan ikhtikad baik, kebiasaan tidak boleh menyampingkan atau menyingkirkan undang-undang dan apabila ia
bertentangan dengan undang-undang maka undang-undang yang dipakai. Ini berarti bahwa undang-undang tetap berlaku meskipun sudah ada kebiasaan yang mengatur.
2) Akibat hukum perjanjian yang tidak sah
Menurut R.Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian dapat Penulis simpulkan bahwa perjanjian yang tidak sah dapat terjadi karena perjanjian
commit to user
a) Perjanjian dapat dibatalkan dan batalnya suatu perjanjian harus dimintakan pembatalan kepada pengadilan negeri yang berwenang.
Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian, misalnya karena perjanjian itu dibuat dengan paksaan atau para pihaknya masih di bawah umur maka. Oleh karena itu apabila tidak
dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
b) Perjanjian batal demi hukum dan batalnya suatu perjanjian tidak perlu
lagi dimintakan pembatalan karena tanpa adanya pembatalan perjanjian tersebut akan di anggap batal dengan sendirinya/perjanjian dianggap
tidak pernah ada. Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, misalnya obyek perjanjian tidak ada atau perjanjian tidak didasari dengan itikad baik.
e. Jenis Perjanjian Menurut Bentuknya
Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu (H. Salim. 2008 : 19): 1) Perjanjian Lisan
Perjanjian lisan adalah perjanjian atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320
BW). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada
kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.
2) Perjanjian Tertulis
commit to user
dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh
Notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT.
b) Perjanjian standar/perjanjian baku.
Istilah perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dari bahasa Belanda, yaitu standaart contract atau standaart voorwarden. Hukum Inggris menyebut perjanjian baku sebagai standa
dized contrac, standaart form of contract. Adapun definisi yang diberikan oleh Darus Mariam Badrulzaman mengenai perjanjian baku
yang isinya baku dan diberikan dalam bentuk (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 35). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian baku mengandung
pengertian yang lebih sempit dari perjanjian pada umumnya atau merupakan bentuk perjanjian tertulis yang isinya telah dibakukan atau
distandarisasi dan umumnya telah dituangkan dalam bentuk formulir atau bentuk perjanjian lain yang sifatnya tertentu.
Perjanjian baku mempunyai ciri-ciri yang membedakannya
dengan bentuk-bentuk perjanjian bernama lainnya, yakni (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 47):
a) Isinya ditetapkan sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih kuat dari debitur.
b) Debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian.
c) Terdorong oleh kebutuhan, debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d) Bentuknya tertulis
e) Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan individu.
commit to user
orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian terlebih dahulu dan kemudian dibakukan lalu dicetak dalam jumlah
banyak sehingga setiap saat mudah didapat jika dibutuhkan. Perjanjian baku isinya dibuat secara sepihak, dalam arti salah satu pihak telah menentukan isi dan bentuk perjanjian pada satu bentuk pembuatannya,
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian baku ada ketidak seimbangan kedudukan para pihak, karena pihak yang tidak membuat perjanjian baku ini biasanya hanya bisa bersikap menerima atau
menolak keseluruhan isi perjanjian dan tidak dimungkinkan untuk merubah isi perjanjian tersebut.
f. Berakhirnya Perjanjian
Pada umumnya, suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian
itu telah dicapai, dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi yang diperlukan sebagaimana yang mereka kehendaki bersama-sama dalam
perjanjian tersebut. Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat juga berakhir karena hal-hal berikut ini (R. Setiawan, 1999 : 68) :
1) Lama waktu perjanjian yang ditentukan oleh para pihak telah terlewati;
2) Batas maksimal berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang;
3) Ditentukan di dalam perjanjian oleh para pihak atau oleh undang-undang, bahwa dengan suatu peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir;
4) Adanya pernyataan penghentian oleh salah satu pihak. Misalnya, perjanjian sewa-menyewa yang waktunya tidak ditentukan di dalam perjanjian. Pernyataan penghentian ini harus dengan memperhatikan tenggang waktu
pengakhiran menurut kebiasaan-kebiasaan setempat; 5) Karena putusan hakim;
6) Adanya kesepakatan para pihak karena yang menjadi tujuan bersama telah
commit to user
2. Tinjauan tentang Pelayanan Kesehatan terhadap Pasien selaku Konsumen Jasa dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Kaitannya dengan Perjanjian Terapeutik
a. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien sebab
pelayanan kesehatan ini terkait dengan tujuan dari perjanjian terapeutik itu sendiri yakni untuk memberikan upaya semaksimal mungkin terhadap
penyembuhan penyakit pasien. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang untuk selanjutnya disebut UU Kesehatan secara umum pelayanan kesehatan mencakup Pelayanan kesehatan promotif
(kegiatan yang bersifat promosi kesehatan), Pelayanan kesehatan preventif (kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/ penyakit),
Pelayanan kesehatan kuratif (penyembuhan penyakit), dan Pelayanan kesehatan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
Masyarakat selaku pihak yang menggunakan sarana kesehatan
tentunya juga diberikan hak guna menjamin mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dan
pemahaman, baik dari pelaku medis maupun dari pasien itu sendiri tentang hak dan kewajibannya, khususnya mengenai hak pasien.
Healthcare shall be considered free from discrimination if, in the course of delivering healthcare services, patients are not discriminated against on grounds of their social status, political views, origin, nationality, religion, gender, sexual preferences, age, marital status, physical or mental disability, qualification or on any other grounds not related to their state of health. (James Macinko, International Journal for Equality in Health, 2002: Vol. IV).
Terjemahannya adalah sebagai berikut :
Kesehatan akan dianggap bebas dari diskriminasi jika dalam rangka memberikan layanan kesehatan, pasien tidak didiskriminasikan atas dasar
commit to user
kelamin, preferensi seksual, usia, status perkawinan , cacat fisik atau mental, kualifikasi atau alasan lain yang tidak terkait dengan kondisi kesehatan
mereka.
Dalam UU Kesehatan telah diatur di dalam Pasal 4, 5 ayat (1), (2), (3), 7, dan Pasal 8, yang dapat disimpulkan bahwa Setiap orang berhak :
Atas kesehatan
Mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya
di bidang kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau
Berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Dalam kaitannya dengan perjanjian terapeutik, UU Kesehatan telah
memberikan dasar pengaturan mengenai Tenaga Kesehatan. Berdasarkan Pasal
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
Kewenangan lainnya mengenai tenaga kesehatan diatur dalam Pasal 23 ayat (1), (2) yakni Tenaga Kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Kewenangan yang dimaksud disini adalah kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikannya setelah melalui proses registrasi dan pemberian
commit to user
hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
Selain itu, dalam UU Kesehatan juga memberikan perlindungan terhadap pasien yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1), 57 ayat (1), dan 58 ayat (1) yakni:
Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Dibentuknya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang untuk selanjutnya disebut UU Praktik Kedokteran adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima
pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi yang pada dasarnya tentu untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat.
Bila dikaitkan dengan perjanjian terapeutik, di dalam UU Praktik Kedokteran ini telah memberikan landasan hukum yang pasti tentang penyelenggaraan Praktik Kedokteran, diantaranya disebutkan dalam Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
selaku pihak penerima layanan kesehatan terjamin hak-haknya dalam
commit to user
Dalam pelaksanaan praktik, disebutkan dalam Pasal
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara
dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam hal ini perjanjian terapeutik yang
terjadi harus timbul berdasarkan kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait yakni dokter dan pasien itu sendiri.
c. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yang untuk selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen Pasal 1 butir (2), dijelaskan bahwa "Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ntaupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan". Sedangkan butir (5) menyatakan bahwa "Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. "
Dalam UU Perlindungan Konsumen memang tidak diatur dengan jelas mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan seorang konsumen. Hal ini dikarenakan hubungan tenaga kesehatan/dokter dan pasien adalah hubungan dalam jasa pemberian pelayanan kesehatan. Tenaga
kesehatan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Dengan kata lain bahwa pengertian pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan adalah "Setiap orang
pemakai jasa layanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter melalui suatu sarana kesehatan yang disediakan bagi masyarakat."
Dibentuknya UU Perlindungan Konsumen, didasari pemikiran bahwa
commit to user
perlindungan agar para penyelenggara pelayanan kesehatan bisa senantiasa menghormati hak-hak pasien.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap berlaku pada jasa pelayanan kesehatan dengan dasar hukum sebagai berikut:
1) Penjelasan UU Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa
undang-undang tersebut adalah payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen (an umbrella act); 2) Ketentuan peralihan, Pasal 64 Undang UU Perlindungan Konsumen
-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang
ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak bertentangan dalam
undang-3) Menganut asas lex specialis derogat lex generalis artinya ketentuan
khusus mengesampingkan ketentuan umum. UU Kesehatan sebagai lex specialis, UU Perlindungan Konsumen sebagai lex generalis. Artinya jika
kedua-duannya mengatur, maka yang berlaku adalah yang bersifat khusus, yaitu UU Kesehatan. Namun jika dalam UU Kesehatan tidak mengatur sendiri, maka undang-undang tentang kesehatan tidak mengatur
tersendiri, maka undang-undang tentang konsumen berlaku untuk jasa pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu diharapkan bahwa UU Kesehatan dapat berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang meliputi upaya kesehatan dan sumber daya, penjangkau perkembangan yang semakin kompleks yang akan terjadi dalam kurun waktu mendatang dan pemberi kepastian dan perlindungan hukum
terhadap pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan.
3. Tinjauan tentang Perjanjian Terapeutik a. Pengertian Perjanjian Terapeutik
commit to user
yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan antara dokter dan pasien. Persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien, bukan di bidang
pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostic kuratif, preventif, rehabilitatif, maupun promotif maka persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik. (Endang Kusuma Astuti,
20079: 39)
Dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 434/Men.Kes/X/1983 tentang
Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia bagi Para Dokter di Indonesia,
disebutkan bahwa terapeutik adalah
hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segalaemosi, harapan, dan
Isfandyarie yang mengatakan bahwa, perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter
untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut (Any Isfandyarie, 2006:57).
Pada umumnya hubungan perjanjian terapeutik dimulai saat seorang pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan
dokter menyanggupinya. Dalam hubungan perjanjian terapeutik tersebut timbulah hak dan kewajiban bagi pihak yang terikat di dalamnya, yaitu dokter
dan pasien. Hal tersebut menunjukkan adanya perikatan yang diatur dalam hukum perdata tentang perikatan yang lahir karena perjanjian. Hak dan kewajiban dokter dan pasien menimbulkan prestasi dan kontraprestasi yang
wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak. Dengan demikian, perjanjian terapeutik timbul karena adanya hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam bidang pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang
sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu dibidang kedokteran.
commit to user
untuk penyembuhan pasien. Dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien dari penderitaan sakitnya, dimana dalam hal ini yang
dituntut bukan perjanjian berdasarkan hasil (resultaats verbitenis)namun yang dituntut adalah suatu upaya yang maksimal yang dilakukan dokter atau usaha yang maksimal atau yang lazim disebut perjanjian inspannings verbitenis.
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai keinginan pasien/keluarga, yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal.
Apabila seorang dokter telah melakukan upaya dengan hati-hati dan penuh kesungguhan, tetapi hasilnya tidak memuaskan pasien atau keluarganya maka
pasien atau keluarga pasien tidak dapat serta merta menyalahkan dokter. (Norma Sari, 2010: 12). Dalam hal ini pasien sebagai pihak yang menerima pelayanan medis juga harus berdaya upaya maksimal untuk mewujudkan
kesembuhan dirinya. Tanpa bantuan pasien, maka upaya dokter tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan mengenai konsep perjanjian terapeutik. Pertama, perjanjian terapeutik merupakan suatu bentuk perjanjian
atau perikatan antara dokter dengan pasiennya, sehingga berlaku semua ketentuan hukum perdata. Dalam perjanjian terapeutik, dokter maupun pasien
sama sekali tidak diperbolehkan untuk bersepakat melakukan tindakan atau perbuatan yang dilarang ataupun melanggar hukum, misalnya aborsi. Kedua,
dokter maupun pasien seharusnya benar-benar mengerti tentang objek/isi dari perjanjian tersebut, yakni usaha yang maksimal (inspanninsverbintenis) dalam hal pemberian pelayanan kesehatan untuk melakukan penyembuhan terhadap
pasien. Pada akhirnya, pemahaman secara benar atas perjanjian terapeutik oleh dokter maupun pasien akan berdampak positif dengan terwujudnya iklim hubungan dokter-pasien yang harmonis.
b. Syarat Sahnya Perjanjian Terapeutik
commit to user
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan hukum umum yang termuat dalam leh karena perjanjian terapeutik merupakan
perjanjian, maka terhadap perjanjian terapeutik juga berlaku hukum perikatan yang timbul dalam Buku III KUHPerdata. (Veronica Komalawati, 2002 :139). Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Bader Johan Nasution, untuk sahnya
perjanjian terapeutik sebagaimana perjanjian pada umumnya, maka harus dipenuhi unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut (Bader Johan Nasution, 2005:12) :
1) Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya 2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Mengenai suatu hal tertentu
4) Untuk suatu sebab yang halal/diperbolehkan
Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian terapeutik tersebut harus
dipenuhi syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan akibat yang ditimbulkannya di atur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang mengandung
asas pokok hukum perjanjian.
1) Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya Dalam Pasal 1321 KUHPerdata dapat diartikan bahwa secara yuridis,
yang dimaksud dengan kesepakatan adalah tidak adanya kekhilafan atau paksaan dan penipuan dari salah satu pihak yang mengikatkan dirinya.
Sepakat ini merupakan persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak yang
dalam perjanjian terapeutik dapat diartikan sebagai pihak pasien setuju untuk diobati dan dokter pun setuju untuk mengobati pasiennya. Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka di dalam kesepakatan ini para
pihak harus sadar terhadap kesepakatan yang dibuat. Untuk itulah diperlukan adanya informed consent atau yang juga dikenal dengan istilah persetujuan tindakan medik (Endang Kusuma Astuti, 2009 : 116).
2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan