• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN PELAKU BISNIS MENGENAI PENTINGNYA ETIKA BISNIS BERDASARKAN GENDER DAN USIA Oleh: Angelia Pribadi Angeliapribadi_1984yahoo.co.id Rizki Fillhayati Rambe fillhayatihotmail.com Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN PELAKU BISNIS MENGENAI PENTINGNYA ETIKA BISNIS BERDASARKAN GENDER DAN USIA Oleh: Angelia Pribadi Angeliapribadi_1984yahoo.co.id Rizki Fillhayati Rambe fillhayatihotmail.com Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harap"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN PELAKU BISNIS MENGENAI PENTINGNYA ETIKA BISNIS

BERDASARKAN GENDER DAN USIA Oleh:

Angelia Pribadi

Angeliapribadi_1984@yahoo.co.id

Rizki Fillhayati Rambe fillhayati@hotmail.com

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harapan

Abstract

This study aims to prove there is a difference of perception about the importance of business ethics education. In this study has three hypotheses to be tested are differences in the perception of the importance of ethics education among business people and students. Further testing of the difference principle importance of business ethics education among women da the men. Finally, this study also examines the differences in perception among the older age group and younger age groups. Respondents in this study consisted of 300 respondents from business people and students who take a course in entrepreneurship and ethics profesi.Masing each hypothesis tested first normality test data is then tested with independent sample T-test.

The test results prove that only one proved the hypothesis significantly different perceptions regarding the importance of business ethics education between employers and mahasiswa.Sedangkan two hypotheses that examine differences in the perception of the importance of business ethics education between women and men do not have either the absolute differences, as well as statistics , While the latter hypothesis that examine differences in the perception of the importance of business ethics education between older and younger age groups showed an absolute difference, but not statistically significant.

Keywords: Business; Business ethics; Business people; Student; Women; Man; Old age group; Young Age Group.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis. Pada penelitian ini memiliki tiga buah hipotesis yang akan diuji yaitu perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika antara pelaku bisnis dan mahasiswa. Selanjutnya pengujian perbedaan prinsip pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan da lak-laki. Terakhir, penelitian ini juga menguji perbedaan persepsi antara kelompok usia tua dan kelompok usia muda. Responden di penelitian ini terdiri dari 300 responden yang berasal dari pelaku bisnis dan mahasiswa yang menempuh matakuliah kewirausahaan dan etika profesi.Masing-masing hipotesis diuji terlebih dahulu normalitas datanya kemudian diuji dengan uji independent sample T-test.

Hasil pengujian membuktikan bahwa hanya hipotesis satu yang terbukti berbeda signifikan mengenai persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pengusaha dan mahasiswa.Sedangkan hipotesis dua yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan baik secara absolute, maupun secara angka statistik. Sedangkan hipotesis terakhir yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan muda menunjukkan perbedaan secara absolute, namun secara statistik tidak signifikan.

(2)

2 PENDAHULUAN

Pada persaingan pasar, perusahaan diarahkan untuk meraih keuntungan semaksimal mungkin. Banyak cara yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut. Diantaranya, mereka meningkatkan penjualan dengan cara memberikan motivasi kepada manager perusahaan berupa bonus tambahan apabila mereka dapat menjual produk di atas target perusahaan. Kebijakan ini merupakan hal yang paling baik yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Namun, kadangkala bagian manager menghalalkan berbagai cara untuk mengejar bonus tersebut meskipun perusahaan telah menetapkan nilai-nilai etika yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan perusahaan. Sehingga, akibat dari perbuatan manager itu, praktik yang dijalankan oleh perusahaan menjadi tidak etis dan bahkan dapat merugikan konsumen.

Banyak universitas di dunia yang memasukkan mata kuliah etika dalam kurikulum mereka.Tujuan dari diberikannya mata kuliah etika adalah agar mahasiswa mengetahui bahwa dalam menjalankan bisnis, mereka tidak boleh melupakan bahwa mereka harus menjunjung tinggi nilai etika dalam pekerjaan bisnis mereka.Namun, banyak studi hanya berfokus pada persepsi siswa bisnis terhadap etika dasar (e.g., Cole dan Smith, 1995; Duizend dan McCann, 1998; Gautschi and Jones, 1998), namun sangat sedikit menelusuri persepsi mahasiswa pada pendidikan etika (Johnson dan Beard, 1992; Stevens et al., 1993).

Pada studi sebelumnya dilakukan oleh Loo (1993), Fischer dan Rosenzweig (1995), dan Stevens et al (1993) menemukan bahwa mahasiswa akuntansi cenderung menunjukkan tingkat kesadaran etis yang lebih rendah

dibanding praktisi. Penelitian Nell Adkins dan Robin R. Radke (2004) yang menguji perbedaan persepsi antara mahasiswa dan dosen (faculty members‟) mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis dan etika akuntansi, mengindikasikan bahwa, mahasiwa menganggap bahwa pendidikan etika bisnis dan pendidikan etika akuntansi adalah lebih penting ketimbang persepsi dosen.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis oleh kelompok yang berdasarkan usia maupun gender. Selanjutnya, penelitian ini akan membahas teori pendukung, metode penelitian, dan yang terakhir adalah temuan serta implikasi.

TINJAUAN PUSTAKA Etika Bisnis

Etika merupakan penilaian terhadap individu maupun sekelompok orang mengenai tindakan yang mereka lakukan apakah salah atau benar, dengan memandang bahwa apabila perilaku tersebut dapat merugikan orang lain, berarti perilaku atau tidakan yang mereka lakukan adalah salah. Namun, apabila tindakan atau perilaku yang mereka lakukan tidak merugikan orang lain, artinya tindakan yang mereka lakukan adalah benar.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nell Adkins dan Robin R. Radtke (2004) meninjau pada skandal akuntansi yang akhir-akhir ini terjadi yaitu pada kasus Enron, WoldCom, dan Tyco yang melibatkan profesi akuntan didalamnya. Pada skandal tersebut seakan profesi akuntan tidak memegang nilai etika professional mereka sehingga akuntan professional pada saat itu dianggap tidak dapat dipercaya.

(3)

3 pengaruh bagi para siswa ketika mereka menjalankan praktek bisnis. Hasil dari beberapa studi menyajian bahwa pendidikan kuliah berpengaruh secara positif terhadap level seseorang dalam beretika (Thoma, 1986; McNeel, 1994). Penelitian Armstrong, 1987; Ponemon, 1988; Shaub, 1989; Ponemon dan Glazer, 1990, menemukan bahwa bagian akuntan pada dasarnya tidak memiliki perkembangan pada level yang sama terhadap pengembangan moral. Hasil tersebut berbeda dengan kewajiban tugas akuntan yang ditegakkan oleh kode etika professional AICPA (Nell Adkins dan Robin R. Radke, 2004).

Perbedaan pandangan mengenai etika bisnis

Ketika pendidikan diberikan etika dikelas, konsep serta pemahaman mengenai etika dapat diterima dengan baik oleh para mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh, mahasiswa masih memiliki satu pandangan bahwa segala sesuatu harus dijalankan dengan baik, dan tidak boleh merugikan orang lain. Permasalahan yang disajikan dalam kelas etika masih berupa kasus-kasus dasar.Belum merupakan kasus yang sangat kompleks dihadapi oleh sebagian besar pelaku bisnis di dunia kerja. Sehingga, pada saat dihadapkan pada masalah dipraktek bisnis banyak hal yang harus dipertimbangkan yang berkaitan dengan nilai-nilai etika. Hasil penelitian Endarti (2006) membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi antara mahasiswa, akuntan pendidik dan,akuntan publik tetapi antara akuntan pendidik dan akuntan publik tidak ada perbedaan. Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) dalam penelitiannya tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi wanita terhadap etika profesi. Hasil penelitian dari Rustiana dan Dian

Indri (2002) menemukan ada perbedaan persepsi antara Novice Accountant, Akuntan pendidik dan Akuntan public mengenai kode etik Akuntan serta persepsi Akuntan public lebih baik dibanding Novice Accountant.

Pada dunia bisnis banyak sekali ditemukan masalah yang bersinggungan dengan etika. Banyak sekali beberapa keputusan yang diambil oleh managemen di perusahaan yang memiliki dilemma etika. Namun, adapula sebagian dari mereka yang bertindak melanggar nilai etika. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya nilai-nilai etika yang mereka fahami atau meskipun mereka memahami nilai-nilai etika, mereka tetap melakukan pelanggaran terhadap nilai etika tersebut yang disebabkan oleh keadaan yang memaksa mereka untuk melanggar nilai etika. Keadaan itu bisa berasal dari perusahaan itu sendiri yang berusaha untuk meraih keuntungan yang besar tetapi mengorbankan konsumen dengan memberikan keterangan pelasu mengenai keamanan pemakaian produk mereka. Keadaan yang lain juga bisa berasal dari individu karyawan itu sendiri. Misalnya, karyawan itu terdesak oleh keadaan ekonomi mereka yang semakin sulit sehingga dengan wewenang yang

dimiliki, mereka dapat

menyalahgunakannya untuk melakukan kesalahan dalam perusahaan.

(4)

4 (1990, p. 112) terhadap pentingnya mengajarkan etika bisnis seperti untuk menerangkan sebagai “aspek moral dan social terhadap bisnis mengenai ketidak mampuan dan menyatukan etika yang diinginkan dalam tujuan yang berbeda, dan hal ini perlu disampaikan kepada gurubesar difakultas masing-masing”.

Pada keseharian, wanita dikenal manusia yang teliti, dan lebih sopan ketimbang laki-laki. Namun, ketika di dunia bisnis kedudukan wanita dan laki-laki adalah sama. Baik dalam beban pekerjaan dan tanggungjawab. Dalam menjalankan tugas, tentu saja semua orang pasti bersinggungan dengan masalah etika yang tidak memandang gender di dalamnya. Bahkan banyak pula dalam dunia bisnis pengambil keputusan dalam perusahaan adalah wanita.Seperti kebanyakan pengambil keputusan lainnya, meski pengambil keputusan berbeda gender, mereka juga pasti pernah bersinggungan dengan dilemma etika.

Penelitian Indriana Martadi dan Suranta (2006) diperoleh hasil bahwa tidak tedapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi. Beberapa penelitian bisnis menemukan bahwa wanita lebih beretika ketimbang laki-laki (Beltramini et al., 1984; Miesing and Preble, 1985; Jones and Gautschi, 1988; Betz et al., 1989; Poorsoltan et al., 1991; Borkowski and Ugras , 1992; Ruegger and King, 1992; Galbraith and Stephenson, 1993; Ameen et al., 1996; Knott et al., 2000; Adkins and Radke, 2004), Rest (1986); Adkins dan Radke (2004) menyimpulkan bahwa perbedaan alasan moral berbeda antara gender adalah signifikan berdasarkan pada hasil dari studi ekstensif. Peneliti selanjutnya yaitu Cohen et al. (1998) dan Adkins dan Redke (2004) menemukan bahwa wanita mempertimbangkan pertanyaan dan tindakan lebih tidak

beretika ketimbang laki-laki. Dari hal ini akan diuji apakah wanita memiliki pemahaman mengenai etika bisnis lebih baik atau tidak berbeda dari laki-laki.

Sebagian besar orang beranggapan bahwa semakin tua usia seseorang, maka orang tersebut akan lebih banyak mempertimbangkan nilai-nilai etika dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika yang berlaku ketimbang orang yang lebih muda. Beberapa studi mengenai penelitian bisnis menemukan bahwa siswa yang lebih tua mengambil keputusan yang lebih beretika ketimbang siswa yang lebih muda (Borkowski and Ugras, 1992; Ruegger and King, 1992). Hipotesis Penelitian sebagai berikut: H1: para pelaku bisnis memandang

bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pandangan mahasiswa mengenai pendidikan etika bisnis.

H2: Wanita memandang bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pandangan pria mengenai pendidikan etika bisnis. H3: Subjek yang lebih tua memandang

bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pendangan yang lebih muda mengenai etika bisnis.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan di penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang menguji perbedaan persepsi antara mahasiswa dan pelaku bisnis mengenai etika bisnis.Penelitian ini dilakukan berlokasi di Kota Medan, yaitu lokasi pelaku usaha beroperasi di Kota Medan dan STIE Harapan untuk mengambil data mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah etika bisnis.

(5)

5 biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas (Sekaran, 2011). Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan secara langsung pada objek penelitian.Kuesioner disebarkan kepada masing-masing 150 mahasiswa dan 150 pelaku usaha.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah etika. Etika merupakan penilaian terhadap individu maupun sekelompok orang mengenai tindakan yang mereka lakukan apakah salah atau benar, dengan memandang bahwa apabila perilaku tersebut dapat merugikan orang lain, berarti perilaku atau tidakan yang mereka lakukan adalah salah. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner berian Adkins dan Radtkee (2004). Setiap peryataan diukur dengan skala interval 7. Setiap kuesioner yang telah diperoleh, akan diuji validitas dan reabillitas kemudian dilakukan uji normalitas data di setiap hipotesis.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan menggunakan uji beda dengan independent sampel t-test. Data diuji seluruhnya sesuai dengan hipotesisnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel

Penelitian ini menggunakan sampel para mahasiswa yang telah dan sedang menempuh matakuliah kewirausahaan dan etika bisnis. Selain itu sampel di luar mahasiswa adalah para pelaku bisnis. Total kuesioner yang disebarkan adalah 300 (tiga ratus) kuesioner. Diantara kuesioner yang disebarkan, kuesioner mahasiswa yang kembali dan dapat diolah adalah 77 kuesioner. Sedangkan untuk para pelaku

bisnis, seluruh kuesioner kembali yaitu 150 kuesioner. Sehingga total kuesioner yang dapat diolah sejumlah 227 kuesioner.

Pada responden pelaku bisnis, jumlah responden laki-laki sebanyak 67 orang, sedangkan responden mahasiswa laki-laki sebanyak 22 orang. Selanjutnya, responden pelaku bisnis pelaku bisnis perempuan sebanyak 82 orang, sedangkan responden mahasiswa perempuan sebanyak 56 orang. Responden untuk usia, dibagi menjadi dua bagian yaitu responden tua dan muda. Untuk responden tua yaitu seluruh responden yang berusia antara 20-30 tahun. Sedangkan untuk usia tua, yaitu responden yang berusia di atas 30 tahun. Data resonden muda yang diperoleh yaitu berjumlah 127 orang, sedangkan yang berusia tua sebanyak 100 orang. Berikut disajikan karakteristik secara detailnya.

Tabel Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah Persentase 1. Pelaku Bisnis

a. Laki-laki b. Perempuan 2. Mahasiswa

a. Laki-laki b. Perempuan 3. Usia Muda 4. Usia Tua

67 orang 82 orang

22 orang 56 orang 127 orang 100 orang

29,51% 36,12%

9,69% 24,66% 55,94% 44,05%

Total Responden

227 orang 100%

Sebelum penelitian dilanjutkan bahwa data telah lolos iji asumsi klasik.Hal itu menunjukkan bahwa data di penelitia ini layak dilanjutkan untuk mengukur hipotesisnya.

Perbedaan Persepsi Pelaku Bisnis dengan Mahasiswa Mengenai Pentingnya Pendidikan Etika Bisnis

(6)

6 Shapiro-Wilk. Hasil olah data menunjukkan bahwa jumlah responden yang dapat diolah adalah sebesar 183 responden. Nilai dari kelompok 1 atau pengusaha yaitu sebanyak 113, sedangkan kelompok mahasiswa adalah sebanyak 70 responden. Data awal sebagian dihilangkan dari pengujian agar terbebas dari outlier. Nilai shaipo-wilk untuk kelompok 1 yaitu pengusaha menunjukkan nilai sebesar 0,070. Angka ini lebih besar dari 0,05. Artinya Ho diterima yaitu data terdistribusi normal. Selanjutnya, kelompok 2 yaitu mahasiswa menunjukkan nilai sebesar 0,061. Angka ini juga menandakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Kemudian, pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi pelaku adalah 64,9115 sedangkan bagi mahasiswa adalah 38,0143. Secara absolute, dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi antara pelaku bisnis dengan mahasiswa.

Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 7,525 dengan probabilitas 0,007, dan >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu 33,222 dengan probabilitas signifikan 0,000 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan

bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa adalah berbeda.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa.Hal tersebut disebabkan oleh para pelak u bisnis memiliki pengalaman dan memiliki pengalaman menghadapi permasalahan bisnis yang ada di dunia bisnis.Berdasarkan pengalaman tersebut, tentun ya pengusaha memiliki pendapat yang berbeda tentang pendidikan etika bisnis.Kebanyakan, praktik di lapangan tidak sesuai dengan teori yang telah mereka dapatkan di bangku kuliah. Sehingga seolah teori yang telah mereka pelajari kurang bermanfaat ketika di praktikkan di dunia bisnis. Bagi mereka, ilmu etika bisnis akan mereka dapatkan ketika mereka berpraktik. Kadang situasi di lapangan menuntut mereka mengenyampingkan etika bisnis.Hal inilah yang menimbulkan perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis di kalangan pengusaha dan mahasiswa.Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Adkins dan Radtke (2004) dan Mahoney (1990).

Perbedaan Persepsi Perempuan dengan persepsi laki-laki Mengenai Pentingnya Etika Bisnis

(7)

7 nilai sebesar 0,062. Angka ini juga menandakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Kemudian, pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan laki-laki. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi perempuan adalah 65,5844 sedangkan bagi laki-laki adalah 65,7051. Secara absolute, dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi antara perempuan dengan laki-laki namun perbedaan itu tidak terlalu terlihat.

Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan lakilaki yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 4,078 dengan probabilitas 0,045. Nilai probabilitas diharapkan >0,05. Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas 0,045 yaitu <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu -0,144 dengan probabilitas signifikan 0,886 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan laki-laki tidak berbeda.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa persepsi perempuan atas pentingnya pendidikan etika bisnis tidak berbeda dengan persepsi laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap gender menyadari bahwa pendidikan etika itu sangat penting, khususnya etika

bisnis. Pendidikan etika bisnis dapat membuat seseorang memiliki dasar berperilaku etika ketika mereka berpraktik di dunia bisnis. Dunia bisnis sangat dipenuhi dengan permasalahan yang membuat seseorang cenderung ingin melanggar etika bisnis. Lebih lagi, ketika usaha pesaing yang sangat maju membuat pengusaha lain cenderung ingin menjatuhkan agar mendapatkan keuntungan lebih di usaha mereka. Hal tersebut yang menyebabkan pelaku usaha dapat meninggalkan etika bisnisnya.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Martiadi dan Ruranta (2006), dan tidak mendukung penelitian Beltramini et al(1984); Miesing and Preble (1985); Jones and Gautschi, (1988); Betz et al(1989); Poorsoltan et al(1991); Borkowski and Ugras (1992); Ruegger and King, (1992); Galbraith and Stephenson (1993); Ameen et al (1996); Knott et al(2000); Adkins and Radke(2004); Rest (1986); Adkins dan Radke (2004).

Perbedaan Persepsi Pentingnya Etika Bisnis Pada Usia Tua dengan Usia Muda

(8)

8 pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara responden berusia tua dengan yang berusia muda. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi kelompok berusia tua adalah 63,6957 sedangkan bagi kelompok usia muda adalah 62,8643. Secara absolute, dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda.

Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 5,839 dengan probabilitas 0,017. Namun, angka probabilitas >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu 0,891 dengan probabilitas signifikan 0,375 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda tidak berbeda.

Hasil pengujian menandakan baik kelompok tua maupun kelompok muda sama-sama berpendapat bahwa pendidikan etika bisnis itu perlu diajarkan sejak awal agar menjadi dasar mereka ketika melakukan aktivitas bisnis di dunia nyata. Pendidikan etika bisnis ini tidak memandang usia seseorang. Karena setiap orang pasti akan mengalami permasalahan dan dilemma ketika melakukan aktivitas bisnisnya. Hasil

penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakaukan oleh Borkowski dan Ugras (1992) dan Ruegger dan King (1992) yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan usia muda.

Hasil Uji Normalitas data dan Hipotesis

(9)

9 karyawan perusahaan. Sehingga, akibat dari perbuatan manager itu, praktik yang dijalankan oleh perusahaan menjadi tidak etis dan bahkan dapat merugikan konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis. Pada penelitian ini memiliki tiga buah hipotesis yang akan diuji yaitu perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika antara pelaku bisnis dan mahasiswa. Selanjutnya pengujian perbedaan prinsip pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan da lak-laki. Terakhir, penelitian ini juga menguji perbedaan persepsi antara kelompok usia tua dan kelompok usia muda. Masing-masing hipotesis diuji terlebih dahuli normalitas datanya kemudian diuji dengan uji independent sample T-test.

Hasil pengujian membuktikan bahwa hanya hipotesis satu yang terbukti berbeda signifikan mengenai persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pengusaha dan mahasiswa.Sedangkan hipotesis dua yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan baik secara absolute, maupun secara angka statistic. Sedangkan hipotesis terakhir yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan muda menunjukkan perbedaan secara absolute, namun secara statistic tidak signifikan.

Saran

Setiap penelitian pasti memiliki sisi yang harus diperbaiki agar lebih bermanfaat.Perbaikan tersebut dapat berbentuk saran yang terlebih dahulu diungkapkan dalam bentuk kelemahan penelitian. Beberapa kelemahan dan saran di penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini memiliki kelemahan tidak mengelompokkan pelaku

usaha, sehingga jawaban yang diberikan tidak dapat mewakili kekhususan usaha yang digeluti. Berdasarkan kelemahan penelitian ini maka saran yang dianjurkan di penelitian ini adalah hendaknya responden yang melakukan usaha sejenis. Misalnya dalam bidang jasa, rumah makan, homemade, dan lain sebagainya.

2. Penelitian ini memiliki kelemahan pada pengelompokkan usia tua dan muda saja sehingga tidak dapat ditelusuri secara jelas gender yang lebih dominan berpendapat bahwa pendidikan etika itu penting. Berdasarkan uraian kelemahan ini maka saran perbaikan, hendaknya

DAFTAR PUSTAKA

Adkins, Nell dan Radtke, R. Robin: 2004, „Students‟ and Fculty Members‟ Perceptions of the Importance of Business Ethics and Accounting Ethics Education: Is there an Expectation Gap?,Journal of Business Ethics.,

Armstrong, M.: 1987, „Moral

Development and Accounting Education‟, Journal of Accounting Education 5, 27-43.

Beltramini, R., R. Peterson and G. Kozmetsky: 1984, „Concern of College Students Regarding

Business Ethics‟ ,Journal of

Business Ethics 3, 195-200.

Cole, B. dan D. Smith: 1995, „Effect of Ethics Instruction on the Ethical Perception of College Business Students‟, Journal of Edication for Business 70, 351-356.

Endarti: 2006, „Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Tentang Kode Etik Akuntan‟ ,www.google.co.id. Johnson, G. dan D. Beard: 1992, „Ethical

(10)

10

Accounting‟, Management

Accounting 73, 12-13.

Miesing, P. and J. Preble, 1985, „ A comparison of Five Business

Philosophies‟ , Journal of

Business Ethics 4, 465-467.

Rustiana dan Indri, Dian: 2002, „ Persepsi Kode Etik Akuntan Indonesia: Komparasi Notive Accountant, Akuntan Pendidik dan Akuntan Publik‟ ,www.google.co.id

Stevens, R., O. Harris and S. Williamson: 1993, „A Comparison of Ethical Evaluations of Business School Faculty and Students: A Pilot

Study‟ ,Journal of Business Ethics 12, 611-619.

Thoma, S.: 1986, „Estimating Gender Differences in the Comprehension and Preference of Moral Issues‟, Developmental Review 6, 165-180.

Gautschi, III, F. dan T. Jones: 1998, „Enhancing the Ability of Business Students to Recognize Ethical Issues: An Empirical Assessment of the Effectiveness of a Course in Business Ethics‟, Journal of Business Ethics 17, 205-216.

Jones, T. and F. Gautschi, II: 1988, „Will the Ethics of Business Change? Asurvey of Future Executives‟ ,Journal of Business Ethics 7, 231-248.

Gambar

Tabel Karakteristik Responden
gambar tidak

Referensi

Dokumen terkait

Adapun isi Laporan Akhir pada Bab 1 adalah permasalahan bagaimanakah proses pelaksanaan penerimaan dan penempatan karyawan pada PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk Kantor Cabang

Jual Vimax LOT:1087 Original || Vimax Capsule Canada || Toko Vimax Herbal || Agen Vimax Pills || Vimax Asli/Palsu || Obat Pembesar Penis Terbaik Dan PERMANEN || Harga Vimax

Desa Belang Malum yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Dairi.. dan terletak di Kwcamatan Sidikalang memiliki suku asli yakni

Proses yang dilakukan pada saat pengenalan sidik jari adalah mengambil gambar sidik jari, memproses gambar sidik jari tersebut, melakukan ekstraksi fitur dan

berperan dalam bakteri fiksasi nitrogen yang hidup

 Waktu untuk pembuatan letter of credit (LC).  Waktu yang diperlukan supplier untuk membuat atau menyiapkan barang.  Waktu pengepakan untuk pengiriman.  Waktu pengiriman

4 tahun 1960, menjalankan untuk sementara waktu tugas dan pekerjaan Dewan Perwakilan rakyat (selanjutnya disebut (DPR) menurut Undang-Undang Dasar 1945, selama badan

Bibit asal pemisahan anakan dengan 3 daun dapat diperlakukan layaknya seperti tanaman remaja dengan media fermentasi.. Yang sangat riskan yakni bibit asal setek batang