• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERA"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyratan Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

OLEH:

ARIF RAHMAN TANJUNG

10201822417

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

alam sehingga dengan Rahmat-Nya serta kalimatnya yang suci yaitu BISMILLAH merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tenggelam dalam dunia kesebaragaman makhluk. Salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT.

Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun ini merupakan salah satu hasil usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Rosyada,MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Yefneity Z, M.Pd., Ketua Jurusan Program Kependidikan Islam.

3. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Mu’arif, M.Pd., Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Yefnelty Z M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta meluangkan waktunya memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis, sehingga sripsi ini dapat diselesaikan.

(3)

penyusunan skripsi ini.

8. AL-Habib Fadridhal Atros AL-Kindhy Al-Asyari sebagai guru besar saya yang telah memberikan pemahaman islam dan pembimbing dalam mencari substansi tentang ketuhanan dan juga asisten Gubesku yaitu ABI Agus Padang dari cabang Menteng beliau telah memberikan semangat dan motivasiku dalam tahap pencarian ku dalam menuju Al-Haq dan juga Aa. Iyang Guru Mursid ku yang mana dia memberi motivasi dan dukungan untuk skripsi ini. 9. Orang tua penulis, Ayahanda H. Asri Anwar dan Bunda Hj. Desri Nelly S.Pd

yang telah memberikan dorongan dan curahan perhatian baik moril maupun materil serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk ananda dalam menghadapi segala hal. Skirpsi ini merupakan persembahan untuk orang tua, semoga ALLAH SWT memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga bias mewujudkan harapan Ayahanda dan ibunda tercinta, Amin.

10. Adik-adikku yaitu Rizki Laili Fitri dan Muhammad Reza Rahadian Tanjung yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis selain bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupun penulisannya.

Jakarta, 22 Desember 2006

(4)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Oleh:

Arif Rahman Tanjung 102018224171

Dibawah Bimbingan

Yefnelty Z, M.P.D NIP.150 209 382

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(5)

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. Tuhan semesta alam, sehingga dengan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umat kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT.

Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurana, namun ini merupakan suatu hasil usaha yang maksimal, karena dalam peroses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAh SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Rosyada, MA, Dekan Falkultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan literatur yang diperlukan dalam penulisan dan peyusunan sekripsi ini.

6. Bapak Drs.H. Hidayat kepala sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor berserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapangan dan memberikan dat-data yang telah dibutukan dalam penysunan skripsi ini.

7. AL-Habib Faridal Atros Al -Kindi AL -Asyari sebagai guru dan juga asisten ABI Agus Padang Dan juga Guru ku AA.Iyang , yang telah memberikan pengetahuan, motivasi, dan dukungan untuk menyelesaiakn skripsi ini.

8. Orang tua penulis, Ayahnda H.Asri Anuar dan bunda Hj, Desri Nelly S.p.d. yang

telah memberikan dorongan dan curuhan perhatian baik moril maupun materil serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk anada dalam menghadapi segala hal. Sekripsi ini merupakan persembahan untuk orang tua, semoga ALLAH SWT. Memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga bisa mewujudkan harapan ayahnda dan ibunda tercinta. Amin.

(7)

Irawan, Zubair, Akbar, Zulfahri, yang telah membantu dalam menyelesaikan dan memberikan saranya untuk penulisan sekripsi ini.

11. semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis selin bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupaun penulisannya.

Jakarta,22 Desmber 2006

(8)

iv

Daftar Lampiran ... iii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Identifikasi Masalah... 5

D. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

BAB II : ACUAN TEORITIK TERDIRI DARI KEPEMIMPINAN, DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH...8

A. KEPEMIMPINAN...8

1. Pengertian ...8

2. Pendekatan Kepemimpinan ...10

3. Gaya Kepemimpian ...11

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH...22

1. Pengertian ...22

2. Alasan dan tujuan ...26

3. Stategis implementasi MBS ...27

4. Komponen MBS ...33

(9)

v

C. Langkah langkah penelitian ...40

1. Persiapan ...40

2. Pengumpulan data...41

3. Menganalisa Data...41

4. Penyusunan Laporan Penelitian...41

D. Proses Pencatatan dan Pengambilan Penelitian ...42

1. Macam-macam Data ...42

2. Sampel Penelitan...42

3. Metode Pengumpulan Data...43

E. Analisa Data ...45

BAB IV : HASIL PENELITIAN ...49

A. Hasil Penelitian ... ...49

1. Gambaran Umum SMA Negri I Gunung Sindur ... ...49

2. Fasilitas SMA Negri I Gunung Sindur ... ...72

B. Data Tentang Gaya kepemimpinan dalam Penerapan MBS... ...74

(10)

vi

DAFTAR PUSTAKA... 99

(11)
(12)

viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

E. Latar Belakang Masalah ... 1

F. Identifikasi Masalah... 4

G. Perumusan Masalah ... 5

H. Tujuan Penelitian ... 5

I. Kegunaan Penelitian ... 5

J. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II : ACUAN TEORITIK ... 7

A. Kepemimpinan ... 7

1. Pengertian ... 7

2. Pendekatan Kepemimpinan ... 10

3. Gaya Kepemimpinan ... 11

4. Tugas Pokok dan Fungsi Kepemimpinan ... 12

5. Kepemimpinan Kepala Sekolah... 13

B. Manajemen Berbasis Sekolah ... 13

1. Pengertian ... 13

2. Alasan dan Tujuan ... 14

(13)

ix

2. Pengumpulan Data ... 17

3. Menganalisis Data... 17

4. Penyusunan Laporan Penelitian... 18

C. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data... 18

1. Macam-macam Data ... 18

2. Sampel Penelitian... 19

3. Metode Pengumpulan Data... 19

D. Analisis Data... 22

(14)

x

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT.Tuhan Rob segala alam sehingga dengan Rahmat-Nya serta kalimanya suci yaitu BISMILLAH merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tengelam dalam dunia kesebaragaman makluk .salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT.

Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempuranan, namun ini merupakan salah satu hasil usaha yang maksimal, karena dalam peroses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT. Yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof.Dr.Rosyada,MA,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Yefnelty Z, M.Pd.,Ketua Jurusan Progaram Kependidikan Islam.

(15)

xi

meluangkan waktunya meberiakan arahan dan petunjuk kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Pimpianan dan Staf Perpustakan Utama dan Perpustakan Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jkarta yang telah menyediakan literatur yang diperlukan dalam penyusuanan sekripsi ini.

7. Bapak Drs. H. Hidayat kepala sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor berserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur Bogor dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapanngan dan memberikan data-data yang telah dibutukan dalam penyusun skripsi ini.

8. AL-Habib Faridal Atros AL-Kindy AL- Asyari sebagai guru besar ku yang mana beliau lah telah memberikan pemahaman islam dan pembimbing dalam mencari pencarian subtansi tentang ketuhan dan juga asisten Gubesku yaitu ABI Agus Padang dari cabang menteng beliau telah memberikan semangat dan motivasiku dalam tahap pencarian ku dalam menuju Al-Haq dan juga Aa. Iyang Guru Mursid ku yang mana dia memberi motivasi dan dukungan untuk menyelesaiakan skripsi ini.

(16)

xii

dan semoga bisa mewujudkan harapan ayahnda dan ibunda tercinta. Amin. 10. Adik-adikku Yaitu Rizki Laili Fitri dan Muhamad Reza Rahadian Tanjung

yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan sekripsi ini.

11. Teman-temanKu di KI-MP Yaitu : Ruli Muharam S.Pd.i ,Zahrudin S.Pd.i Deden, Syarul dan Teman-Temanku Pengajian Yang mana suka duka dalam memempuh perjalan hidup dalam sudut panndang Taswuf diantaranya: Nahwadi, Zubair,Akbar,Nur Parawangsah, Zulfahri yang mana telah membantu dalam menyelesaikan dan memeberi saran untuk menulis sekripsi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis selain bersyukur dapat menyelesaiakn skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupun penulisannya.

Jakarta ,22 Desmber 2006

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dan berbagai pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan secara merata.1 Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendididjkan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input

1 Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Proyek

(18)

yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana perbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis-sentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Kadang-kadang birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Maka akses dari birokrasi panjang dan sentralisasi itu, sekolah menjadi tidak mandiri, kurangya kreatifitas dan motivasi.

Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem top-down policy baik dari kepala sekolah terhadap guru atau birokrasi diatas kepala sekolah terhadap sekolah.2

Munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan

(19)

yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas.

Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU pemerintah no. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU no.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.

Pola bidang pendidikan diatas oleh UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dengan pasal 51 menyatakan pengadaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan agar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.3

Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili

(20)

kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan.4 Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting.

Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.5 Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.6

Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang

4

Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT.Grasindo, cet.ke-3, hal.152

5 Ibid.,hal.154

6 Miftah Toha.1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali Pers, cet. Ke-4,

(21)

dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Penerapan Manajemen Berbasis

Sekolah Pada SMAN I GUNUNG SINDUR”

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpian kepala sekolah dalam penerapan MBS di Sekolah Menengah Atas Negeri Gunung Sindur kec. Gunung Sindur Kabupaten Bogor .

C. Identifikasi Masalah

Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan penerapan manajemen berbasis sekolah antara lain faktor kepemimpinan, sikap guru, peraturan pemerintah, dukungan birokrasi, budaya sekolah, sarana dan prasarana, lingkungan masyarakat, dan masalah finansial.

(22)

1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

2. Bagaimana sikap guru dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

3. Bagaimana dukungan birokrasi pendidikan dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

4. Bagaimana kebijakan pemerintah tentang penerapan manajemen berbasis sekolah?

5. Bagaimana budaya sekolah untuk mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?

6. Bagaimana kesiapan anggaran dalam mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?

D. Pembatasan dan Perumusan Masalah

(23)

A. KEPEMIMPINAN

1. Pengertian

Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.1

Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a leader power of leading “ atau the qualities of leader.2

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai

1 Hani Handoko. 1999. Manajemen. edisi kedua. hal. 293

2 AS. Hornby. 1990. Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford University

Press. hal 481

(24)

tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang salain berhubungan dengan tugasnya.

Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan evaluasi. 3

Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya.4

Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran.5

3 Ibid . ,jilid 2, hal.294 4 Ibid. , jilid I, hal. 486

(25)

2. Pendekatan Kepemimpinan

Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional.6 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan,

keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai berikut:7

(26)

3. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu.

Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.

Para penelti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan (Employee Oriented).8 Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan

8 Ibid, hal. 299

(27)

pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.9

Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memilki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda terjadi, apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih

(28)

senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.

Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.

Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.

Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota.

(29)

dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Namun jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, tidak ada pilihan lain, selain mengganti pelaksananya tanpa menghiraukan siapa orangnya. Pola dasar ini menggambarkan kecenderungan, jika dalam organisasi tidak ada yang mampu, mencari pengganti dari luar meskipun harus menyewa serta membayar tinggi.

Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam memutuskan suatu keputusan.

a. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan

Prilaku kepemimpinan cenderung diekspreikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.10 Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan.. Sedangakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal

(30)

bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.

Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung loebih menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggungjawab.

b. Gaya Managerial Grid

Menurut Blake dan Mountoun, ada empat gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem11, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang ditengah-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid yaitu: (1) Manajer tim yang nyata (the real team manager), (2) Manajemen club (the country club management), (3) Tugas secara

(31)

otokratis (authocratic task managers), dan (4) Manajemen perantara (organizational man management).

c. Teori Kepemimpinan Situasional

Dalam mengembangkan teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau kedewasaan bukan sebagai sebatas usia atau emosional melainkan sebagai keinginan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan bergerak melalui empat tahap yaitu: (a) hubungan tinggi dan tugas rendah, (b) tugas rendah dan hubungan rendah, (c) tugas tinggi dan hubungan tinggi, dan (d) tugas tinggi dan hubungan rendah.

(32)

tanggungjawab lebih besar, sehingga pemimpin tidak perlu lagi bersifat otoriter. Dan pada tahap empat (akhir), bawahan lebih yakin dan mampu mengarahkan diri, berpengalaman serta pimpinan dapat mnegurangi jumlah dukungan dan dorongan. Bawahan sudah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan atau mengharapkan pengarahan yang detil dari pimpinannya. Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional sangat tergantung dengan kematangan bawahan, sehingga perlakuan terhadap bawahan tidak akan sama baik dilihat dari umur atau masa kerja.

d. Gaya Kepemimpinan Fiedler

Di sini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan model Kontingensi Kepemimpian yang Efektif(A Contingency Model of Leadership Effectiveness) berhubungan anatar gaya kepemimpinan dengan situasi yang

menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:

1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.

2) Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian.12 Gaya kepemimpinan diatas, sama dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Fiedler mengukur gaya kepemimpinan dengan skala yang menunjukan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau

(33)

merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred Co-worker), karyuawan yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama dengan

orang tadi. Dalam hal ini ditentukan delapan kombinasi yang mungkin dari tiga variabel dalam situasi kepemimpinan tersebut dapat menunjukan hubungan antara pemimpin dengan anggota dapat baik atau buruk, tugas dapat struktur, dan kekuasaan dapat kuat atau lemah. Pemimpin dengan LPC rendah yang berorientasi tugas atau otoriter paling efekif dalam situasi ekstrem, pemimpin mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat besar atau mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat kecil.

e. Gaya Kepemimpinan Kontinum.

Tannenbaum dan Schmidt mengusulkan bahwa, seorang manajer perlu mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer sendiri, kekuatan yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam situasi.

(34)

f. Gaya Kepemimpinan menurut Likert

Menurut Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi.13 Selanjutnya ada empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu sebagai berikut:

1) Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter (ekspoitive-authoritive). Pemimpin hanya mau memperhatikan pada komunikasi

yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

2) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevalent autthoritive). Pemimpin mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya. 3) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan yang konsultatif.

Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

(35)

4) Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berparsipatif (participative group). Karena pemimpin dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama atasannya.

Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif.

(36)

terdiri dari empat indikator yaitu: (1) ketekunan bekerja, (2) aktif, (3) pengalaman

g. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS

Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.

(37)

Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara :14 (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

1. Pengertian

Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber

(38)

daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.

Gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School-Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan

pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.

Mengemukakan MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang bersangkutan. 15Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program

(39)

pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan Sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah.

Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.

Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.

(40)
(41)

2. Alasan dan Tujuan

MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana diungkapkan oleh Nurkolis antara lain16 pertama, sekolah lebih mengetahi kekeuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Menurut bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan ekonomis, politis, professional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah.

Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.17 Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan ketrampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraanya pula.

Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil pertemuan The American Association of School Administration, The National

16 Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

hal. 21

(42)

Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School Principal pada tahun 1998 adalah:18 Pertama, secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah. Kedua, meningkatkan moral guru. Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen seklah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksioanl yang dikembangkan di sekolah. Kelima, menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

3. Strategi Implementasi MBS

MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan.19 Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternative Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka

(43)

otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada Sekolah dan mendorong Sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam memenuhi kebutuhan mutu Sekolah atau untuk mencapai sasaran mutu Sekolah. Keputusan partisipatif yang dimaksud adalah cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga Sekolah (guru, siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian tujuan Sekolah.

(44)

Sekolah dan Guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran Sekolah sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kemampuan Manajemen Sekolah Berbasis Sekolah dalam Kerangka Desentralisasi Pendidikan di Jakarta, Program S-2 UNJ Tahun 1999.

Jurnal pendidikan UNJ

(45)

kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administrasi, manajemen dan anggaran pendidikan.

Konsekuensi penerapan manajemen berbasis Sekolah (MBS) menjadi tanggung jawab dan ditangani oleh Sekolah secara profesional. Aspek-aspek yang menjadi bidang garapan Sekolah meliputi:

a. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, b. Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif, c. Pengelolaan proses belajar mengajar,

d. Pengelolaan ketenagaan

e. Pengelolaan perlengkapan dan peralatan, f. Pengelolaan keuangan

g. Pelayanan siswa

h. Hubungan Sekolah-masyarakat i. Pengelolaan iklim Sekolah.

(46)

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom).

Menurut Buku pedoman MBS yang diterbitkan Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2004. ada empat tahapan implementasi MBS, yaitu sosialisasi, piloting, pelaksanaan, dan diseminasi. Tahap sosialisasi merupakan tahap penting mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik. Ini bahkan menjadi lebih sulit, karena masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Banyak perubahan, baik personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru. Dengan begitu masyarakat dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang baru. Dalam mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan.

(47)

diberikan kepada Sekolah uji coba dapat dilaksanakan di Sekolah lain. Sementara sustainabilitas artinya program tersebut dapat dijaga kesinambungannya setelah dilakukan ujicoba.

Tahap pelaksanaan merupakan tahap untuk melakukan berbagai diskusi curah pendapat dan lokakarya mini antara kelompok kerja MBS dengan berbagai unsure terkait, yakni guru, kepala Sekolah, pengawas, tokoh agama, pengusaha dan para akademisi. Sedang tahap diseminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model MBS yang telah diujicobakan ke berbagai Sekolah baik negeri maupun swasta, agar seluruh amdrasah dapat mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi masing-masing.

Kewenangan yang penuh dan luas bagi Sekolah untuk mengembangkan lembaga menjadi sebuah pendidikan yang mandiri maju dan mandiri serta bertanggungjawab terimplementasikan dalam bentuk manajemen yang berbasis Sekolah. Kepala Sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang kependidikan. Wibawa Kepala Sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif.

(48)

4. Komponen MBS

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Depag RI lebih mendapatkan kata kunci diberlakukannya MBS, yaitu terletak pada empat komponen :20

a. Pelimpahan dan Pembagian Wewenang

Desentralisasi kewenangan dilakukan dengan cara pelimpahan wewenang kepada aktor tingkat Sekolah (kepala Sekolah, guru, dan oran tua) untuk mengambil keputusan. Untuk mengoperasikan pelimpahan wewenang tersebut dibutuhkan adanya pembagian kewenangan yang jelas antara dewan Sekolah, pemerintah maupun para pelaksana pendidikan di Sekolah. Dewan Sekolah yang anggotanya terdiri dari kepala Sekolah, tokoh masyarakat, tokoh pemerintah, orang tua, guru dan murid diberi kewenangan untuk membuat kebijakan, aturan-aturan dan menyetujui program Sekolah yang dilaksanakan. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menyiapkan anggaran (block grant quota), menetapkan kurikulum nasional serta menyelenggarakan Unas untuk sertifikasi lanjutan studi dan bekerja.

b. Informasi Dua Arah dan Tanggung Jawab Untuk Kemajuan

Informasi bersifat dua arah, yaitu top down (dari atas ke bawah) dan botom up (dari bawah ke atas) yang berisi tentang ide, isu-isu dan gagasan

20 Depad RI.2001.Perencanaan Pendidikan Menuju Madrasah Mandiri, Jakrta : Balitbang,

(49)

pelaksanaan pelaksanaan tugas serta kinerja, produktivitas sikap pegawai. Informasi yang dua arah akan memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang dialogis dan efektif sehingga semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat berbagi informasi dalam upaya pengambilan keputusan atau perbaikan-perbaikan penyelenggaraan pendidika. Selain itu, desentralisasi informasi juga bermanfaat untuk menguatkan rasa pemilikan dan tanggung jawab bersama untuk memajukan Sekolah atau pendidikan.

c. Bentuk dan Distribusi Penghargaan

Penghargaan dalaam bentuk penggajian, insentif maupun penghargaan non material dalam bentuk internal (produk kerja, kepuasan kerja) maupun bentuk penghargaan eksternal (pujian, uang, dan penghargaan lainnya) akan terdistribusikan secara tepat terhadap individu-individu sesuai dengan kontribusi, partisipasi dan tingkat keberhasilannya di dalam pelaksanaan tugas yang diembannya. Kondisi seperti itu akan memungkinkan setiap pegawai untuk merasa bangga terhadap tugas yang diembannya, mendorong untuk berpartisipasi/bekerja sepenuhnya serta akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan dan tindakan yang dilakukannya.

d. Penetapan Standar Pengetahuan dan Keterampilan

(50)

serta memberikan peluang kepada pihak-pihak pelaksana pendidikan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya secara mandiri dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dihasilkannya. Kondisi tersebut diharapkan akan menghilangkan sikap saling melemparkan tanggung jawab atas hasil pendidikan.

5. Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi MBS

Dalam buku Pedoman Manajemen Berbasis Sekolah dikaitkan bahwa keberhasilan pelaksanaan MBS sangat dipengaruhi oleh berbagai fakta,baik faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor pendukung tersebut pada garis besarnya mencakup sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan, gerakan peningkatan kualitas pendidikan dan gotongroyong kekeluargaan, potensi sumber daya manusia, organisasi formal dan internal, organisasi profesi serta dukungan dunia usaha dan dunia industri.

a. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan

Pemerintah dan seluruh stake halder pendidikan perlu terus melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah kerjanya, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui orientasi dan workshop.

(51)

setelah diamanatkan dalam Undang-undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan kepada setiap jenis dan jenjang pendidikan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002

c. Gotong Royong Dalam Kekeluargaan

Gotongroyong dan kekeluagaan dapat menghasilkan dampak positif (synergistyc effect) dalam berbagai aktifitas. Gotongroyong dan kekeluargaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih dapat dikembangkan dalam mewujudkan Kepala Sekolah yang profesional, menuju terwujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di Sekolah. Kondisi ini dapat ditumbuhkembangkan melalui jalinan kerjasama dan keeratan hubungan dengan msyarakat dan dunia kerja, terutama yang berada di lingkungan Sekolah.

d. Potensi Kepala Sekolah.

(52)

Pada sebagian besar lingkungan pendidikan Sekolah di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (Pokjamas), Kelompok Kerja Sekolah (KKM), Musyawarah Kepala Sekolah (MKM), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung MBS untuk melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas pendidikan diwilayah kerjanya.

f. Organisasi Profesi

Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti Pokjawas, KKM, Kelompok Kerja guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Peduli Guru (FPG), dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk hampir diseluruh Indonesia, dan telah menyentuh berbagai kecamatan. Organisasi profesi tersebut sangant mendukung implementasi MBS dalam peningkatan kinerja dan prestasi belajar peserta didik menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional

g. Harapan Terhadap Kualitas Pendidikan

(53)

Sekolah secara optimal. Tenaga kependidikan memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di Sekolah. Dalam pada itu, peserta didik juga termotivasi untuk secara sadar meningkatkan diri dalam mencapai prestasi sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki. Harapan tinggi dari berbagai dimensi Sekolah merupakan faktor dominan yang menyebabkan Sekolah selalu dinamis untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continous quality improvement).

h. Input Manajemen

Paradigma baru manajemen pendidikan perlu ditunjang oleh input manajemen yang memadai dalam menjalankan roda Sekolah dan mengelola Sekolah secara efektif. Input manajemen yang telah dimiliki seperti tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas dari warga Sekolah dalam bertindak, serta adanya sistem pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat diwujudkan di Sekolah.

(54)

bahwa faktor pendukung keberhasilan MBS terdiri dari :21

a. Kepenmimpinan dan manajemen Sekolah yang baik. MBS akan jika ditopang oleh kemampuan professional Kepala Sekolah dalam memimpin dan mengelola Sekolah secara tepat dan akurat, serta mampu menciptakan iklim organisasi di Sekolah yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar.

b. Keadaan social ekonomi dan penghayatan masyarakat terhadap pendidikan, factor luar yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah keadaan tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat penghayatan, harapan dan pelibatan diri dalam mendorong anak untuk terus belajar.

c. Dukungan pemerintah, hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan penerapan MBS terutama bagi Sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan perannya terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan Sekolah menjadi penentu keberhasilan. d. Profesionalisme, faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu

dan hasil kerja Sekolah. Tanpa profesionalisme kepala Sekolah, guru dan pengawas akan sulit dicapai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa yang tinggi pula.

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain dan Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data menggunakan model strategi analisis deskriptif analitik.

B. Kegunaan Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini penulis terhadap buku:

1. Dari perspektif akademis, penelitian ini akan mengambil literatur gaya

kepemimpinan dan MBS.

2. Dilihat dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi pedoman bagi para kepala sekolah.

3. sebagai salah satu solusi alternatuf terhadap permasalahan kualitas pendidikan.

C. Langkah-langkah Penelitian

1. Persiapan

(56)

b. Pengurusan Izin Penelitian. c. Pemilahan Informasi Penelitian.

d. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan. e. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data.

2. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data dilokasi penelitian dengan menggunakan observasi wawancara, quesioner, dan analisis dokumen.

b. Mempelajari dan memahami data yang telah terkumpul . c. Pengumpulan data lebih lanjut agar lebih fokus.

3. Menganalisis Data

a. Melakukan analisis awal apabila data yang terkumpul telah memadai. b. Mengembangkan reduksi data temuan.

c. Melakukan analisis data temuan.

d. Mengadakan pengayaan dan pendalaman data. e. Merumuskan kesimpulan akhir.

f. Mempersiapkan penyusunan laporan penelitian dan menguji keabsahan data.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

a. Penyusunan laporan awal.

(57)

D. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data

1. Macam-macam Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari tangan pertama. Data ini berkaitan langsung dengan informan. Misal wawancara dengan kepsek, guru,dan siswa.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah adata yang diperoleh suatu organisasi atau perorangan dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan dan mengalihnya, seperti dokumen foto, Cd, disket, buku dan lain-lain.

2. Sampel Penelitian

Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian kualitatif memakai waktu yang lama, maka jumlah sample yang dipakai dalam penelitian biasanya sangat terbatas.1

Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan fokus penelitian, maka informan diambil berdasarkan perposive sampling (pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Sumber informasi dalam penelitian diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci (Key Informan), yaitu Kepala sekolah dan Sumber Informasi Penunjang (Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dengan perincian: I orang Kepala Sekolah, I orang guru dan I orang TU serta I orang Komite sekolah.

(58)

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk membaca naskah dalam bentuk buku, majalah atau tulisan-tulisan lainnya yang diterbitkan secara umum yang berkenaan dengan penelitian gaya kepemimpinan dan penerapan manajemen.

b. Wawancara

Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide) berupa daftar pokok-pokok pertanyaan yang harus tercakup oleh pewawancara selama wawancara berlangsung. Diperlukan fleksibilitas yang luas berkenaan dengan sikap, susunan dan bahasa pada saat pewawancara melakukan tugasnya. Pedoman wawancara terbagi menjadi dua model yaitu, model pertama atau model A ditujukkan kepada key informan, yaitu Kepala Sekolah dan Model B ditujukan kepada informan penunjang yaitu guru, siswa dan komite sekolah.

(59)

Menurut Patton, wawancara semacam ini dapat pula disebut sebagai in-dept interviewing atau menurut Mc Crachen disebut the long interview.2

Dengan teknik wawancara ini akan mendorong terciptanya hubungan baik anatara peneliti dengan informan sehingga sangat membantu dalam upaya memperoleh informasi.

Tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kapan Sekolah berdiri dengan sejarah yang melatarbelakanginya, visi dan misi, komitmen guru, persiapan guru dalam kesan anak-anak di SMAN Gunung Sindur, dan berbagai hal yang berkaitan dengan fokus penelitian. c. Pengamatan (Observasi)

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki

Menurut Moleong, secara metodologis manfaat penggunaan pengamatan ini adalah:

Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, menangkap keadaan waktu itu; pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti sebagai sumber

(60)

data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.

bservasi ini dilakukan baik secara partisipan maupun non partisipan, yaitu dengan cara peneliti ikut secara langsung dalam setiap proses kegiatan sekolah maupun hanya mengamati setiap kegiatan anak-anak dan guru serta sarana yang digunakan dalam setiap kegiatan persekolahan. Adapun tujuan observasi untuk memperoleh data mengenai penerapan metode active learning dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa, guru, sarana, dan prasarana, penataan ruang kelas, dan kegiatan ekstra kurikuler. Pengamatan dilakukan dalam seluruh aktivitas Sekolah, baik berkaitan dengan pelaksanaan program manajemen sekolah menangkut administrasi, kelembagaan, sarana prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan budaya sekolah maupun menyangkut manajemen pembelajaran.

E. Analisis Data

(61)

dengan membuat abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman, kemudian menyusunnya dalam satuan-satuan sambil membuat koding atau pengelolaan data. 3

Dalam proses analisis data penelitian kualitatif terdapat 3 komponen penting, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Modul analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yaitu analisis yang dilakukan dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen.

Peneliti menggunakan analisis interaktif dengan alasan karena dalam penelitian kualitatif menggunakan proses siklus, yaitu pada waktu pengumpulan data peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data, kemudian data tersebut dikumpulkan berupa field notes/catatan dilapangan yang terdiri dari berbagai deskripsi dan refleksi. Kemudian peneliti menyusun peristiwa tersebut reduksi data dan diteruskan dengan penyusunan sajian data yaitu berupa cerita sistematis yang didukung dengan perabot seperti , printer dan dokumen yang lainnya.

TABEL 2

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

(62)
(63)

Pendapatan dan Belanja Program 5. Penanggung Jawab

1) Kemampuan Mengembangkan Program

2) Menegakkan Disiplin 3) Meningkatkan

Kesejahteraan 4) Berkomunikasi

dengan bawahan

Didukung oleh Data

Pengamatan

(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan ditampilkan data dari pembahasan menyangkut variabel-variabel penelitian sebagai tindak lanjut dari hasil pengumpulan data dengan instrumen wawancara dan observasi. Setelah melakukan penelitian langsung terhadap sasaran penelitian yang telah ditetapkan dalam batasan dan rumusan masalah, sesauai prosedur metode penelitian yang telah ditetapkan.

A. KONDISI OBYEKTIF SMA NEGERI GUNUNG SINDUR

1. Gambaran Umum SMA Negeri I Gunung Sindur

Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak antara lain dengan Kepala sekolah, guru-guru dan komponen sekolah lainnya serta hasil studi dokumentasi diperoleh gambaran umum Sekolah sebagai berikut:

a. Sekolah Menengah Atas Negeri I (SMAN I) Gunung Sindur adalah sekolah Negeri I berstatus terakreditasi B, yang melaksanakan pengelolaan berdasarkan program kerja yang dituangkan dalam Renstra yang ditetapkan melalui rapat kerja tahunan atau musyawarah dengan melibatkan semua komponen sekolah seperti Kepala sekolah, guru-guru/staf, orangtua siswa, komite sekolah dan pihak-pihak lainnya yang terkait seperti pengawas dan Kantor Dinas Pendidikan kabupaten.1

1

(65)

b. Dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai lembaga formal di bawah Departemen Pendidikan Nasional, SMA Negeri I Gunung Sindur berupaya dengan:

a) Meningkatkan peran dan fungsi SMA dalam pengembangan ilmu pengetahuan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya kependidikan.

b) Memberikan bekal kemampuan dasar sebagai perluasan serta peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di SLTP.

c) Mempersiapkan out put SMA untuk mengikuti pendidikan tinggi atau mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat.

d) Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, SMA Negeri I Gunung Sindur telah menyusun sebuah Rencana Strategis (Renstar) untuk 5 tahun ke depan yang dijabarkan dalam Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dengan membuat visi, misi, tujuan dan sasaran.

Adapun Visi SMA Negeri I Gunung Sindur adalah Terwujudnya sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, unggul, dalam iptek dan imtaq.

Untuk mewujudkan visi tersebut, SMA Negeri Gunung Sindur menjalankan

misi yaitu:

a) Optimal tugas pokok dan fungsi sekolah

b) Meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan.

(66)

d) Meningkatkan kesejaterahan tenaga pendidik

e) Meningkatkan kualitas layanan pendidikan kepada warga sekolah dan masyarakat

f) Menciptakan suasana kerja yang harmonis, dinamis dalam kebersamaan. . Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah :

a) Mewujudkan lingkungan Sekolah yang bernuansa islami.

b) Menata ruangan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan. c) Meningkatkan Profesionalisme guru.

d) Meningkatkan pembinaan yang terencana dan berkesinambungan bagi guru dan staff administrasi.

e) Meningkatkan lulusan yang berprestasi yang dapat diterima di Sekolah menengah dan masyarakat.

f) Mengembangkan metode belajar yang variatif dan dialogis.

g) Meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler yang menopang keberhasilan belajar.

Sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh SMA Negeri I Gunung Sindur adalah sebagai berikut :

a) Terwujudnya lingkungan Sekolah yang bersih, aman, nyaman, dan menyenangkan.

b) Terbinanya kasih sayang antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.

(67)

d) Meningkatnya kinerja guru dalam kegiatan belajar mengajar. e) Meningkatnya gairah belajar siswa.

f) Meningkatnya profesionalisme.

g) Terwujudnya disiplin murni bagi guru, staff, dan siswa.

h) Terwujudnya penataan administrasi Sekolah yang baik dan tertib. i) Meningkatnya pelayanan terhadap siswa.

j) Meningkatnya lulusan yang diterima di Sekolah menengah.

k) Terwujudnya proses kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. l) Terbinanya bakat dan minat siswa sebagai penopang bagi keberhasilan

belajar.

Berdasarkan Profil Sekolah, sebagaimana yang ada dalam data , peneliti tampilkan adalah:

a. Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMA Negeri I Gunung Sindur

Status : Negeri

Desa : Gunung Sindur

Kecamatan : Gunung Sindur

Kabupaten : Bogor

Propinsi : Jawa Barat

b. Identitas Kepala sekolah

Nama Lengkap : Drs.H. Hidayat

Gambar

Tabel 1. Kemampuan Manajemen Sekolah
TABEL 2
Tabel 3
Tabel  4

Referensi

Dokumen terkait

Waduk Cirata merupakan waduk yang juga digunakan untuk pembangkitan listrik terletak kurang lebih 51 km di hilir Waduk Saguling. Waduk Cirata dengan luas DAS 4.119 km 2 dan

mahasiswa praktikan untuk belajar menjadi guru yang lebih inovatif, provisional dengan gaya. mengajar yang menarik

maksud untuk memahami makna yang terkandng dalam ajaran tersebut. b) Metode komparatif, yaitu ajaran ajaran islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan

Sebagian besar anak yang menderita TB paru adalah anak yang memiliki status gizi yang tidak normal dan terdapat pengaruh yang signifikan antara status gizi

Hasil ulasan dan tes yang dimuat di PC Media tidak terkait dengan iklan atau hubungan bisnis perusahaan atau produk tersebut dengan PC Media. Kecuali disebutkan, tes dilakukan PC

Alhamdulillahhirobbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Hubungan

para mujtahid, karena para mujtahid hanya terbatas pada memperjelas atau memunculkan hukum Allah serta menemukannya melalui jalan Istimbath (penetapan hukum yang berdasarkan

Oleh karena itu informasi tentang kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan yang tidak bisa dipisahkan dan penting dalam menunjang kualitas