Peran Pola Asuh Dalam Membentuk Karakter Anak
“Jangan mengkuatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa mereka selalu mengamati Anda” – Robert Fulghum
Berhasil mendidik anak-anak dengan baik adalah impian semua guru dan orang tua. Setiap guru dan orang tua pasti ingin agar anaknya bisa sukses dan bahagia, namun apakah pada kenyataannya semudah itu? Mayoritas orangtua pernah mengalami kesulitan dalam mendidik buah hati tercinta
Para guru dan orang tua, ijinkan saya bertanya kepada Anda… Pernahkan kita berpikir bahwa program negatif yang (mungkin) secara tidak sengaja kita tanamkan ke pikiran bawah sadar anak kita, akan terus mendominasi dan mengendalikan hidupnya – membuatnya jadi berantakan di masa depan? Jika mau jujur melakukan evaluasi pada diri sendiri, bisa jadi kita semua termasuk saya sebagai orang tua telah dan sedang melakukan hal ini terhadap anak-anak kita.
Mengutip apa yang diungkapkan Dorothy Law Nollte:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam kehidupannya
Jujur sejak saya menikah, saya beruntung sekali memiliki istri yang peduli dengan perkembangan anak kami. Kami saling mengingatkan ucapan yang keluar dari mulut kami dan sikap serta perilaku kami yang “berbahaya” bagi anak kita. Kita sadar betul anak tidak perlu diajarkan sesuatu melalui komunikasi, hanya melihat saja maka itu sudah belajar dan direkam di otaknya. Kami sangat menjaga itu.
Seperti judul diatas pola asuh adalah pendidikan karakter. Bagi kita orang tua, karakter apa yang ingin kita tanamkan pada anak kita? Berikan contoh itu dalam sikap dan perbuatan serta kata-kata. Maka dengan mudah anak akan mencontohnya dan menyimpannya dalam memory bawah sadarnya dan akan dikeluarkan kembali pada saat “ada pemicunya”. Maksudnya? Saat kita memberikan contoh hormat dan sayang pada pasangan kita, saat anak kita menikah kelak maka dia akan mencontoh perilaku kita orang tua-nya terhadap pasangannya.
Jadilah teladan bagi buah hati tercinta kita, pada mula dan awalnya anak akan selalu belajar dari lingkungan terdekatnya, yaitu orang tua. Mereka menyerap informasi dengan baiknya dari kelima indra mereka. Bukan hanya perkataan orang tua tapi sikap serta perilaku orang tua akan mereka serap juga, bahkan secara Anda tidak sadari.
Jika kita orang tua, ingin tahu berapa nilai Anda sebagai orang tua dalam mendidik anak, ada cara mudah mengetahuinya. Raport pertama anak kita pada waktu sekolah (play group atau TK), itu adalah raport milik kita orang tua, bukan anak. Anda dapat berkaca dari hasil tersebut, bagaimana kualitas “produk” (baca: anak) Anda. Nah itu adalah raport awal saat 3-5 tahun Anda membentuk keluarga dan mendidik anak. Tapi jika mau tahu hasil akhirnya lihatlah kehidupan anak Anda ketika dia sudah berada didalam kehidupan sebenarnya. Lihatlah pergaulannya, cara berbicara dan bersikap dan jika kita orang tua lebih jeli dan bijak lihat keuangannya. Semakin baik kondisi keuangan anak Anda berbanding lurus dengan karakter yang dimiliki anak Anda (yang halal tentunya).
Macam-macam Pola Asuh Orang tua
Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2. Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
3. Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4. Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Menurut Diane Baumrind dalam Djiwandono (1989: 23-24) pola asuh orang tua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
2. Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Menurut Danny (1986: 96), pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
3. Pola asuh Permisif
asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.
Pengaruh Pola Asuh Buruk Bagi Pergaulan Anak
blog.self-improvement-saga.com
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Meski tidak 100 persen benar, namun pepatah itu ada benarnya juga. Saya pernah melihat tingkah laku anak saat memerintah temannya. Lagaknya seperti seorang bos yang menyuruh karyawannya. Selidik punya selidik, ternyata sang ayah memang sering memerintah pembantu rumah tangganya mirip seperti lagak sang anak saat memerintah temannya. Jadi marilah kita mengenal sikap-sikap orang tua yang kurang baik ini, dan tidak menerapkannya dalam mendidik buah hati kita.
1. Terlalu memanjakan
christmaswow.com
Orang tua seperti ini biasanya selalu memberikan apa yang menjadi keinginan sang anak. Memanjakan itu memang perlu agar sang bisa benar-benar merasakan bahwa orang tuanya benar-benar
Anak yang memiliki orang tua seperti ini biasanya kurang bisa tegar dalam menghadapi segala masalah. Hal ini dikarenakan sang anak lebih sering menggantungkan segala sesuatunya pada orang tua. Bila kebiasaan orang ini terlalu dibiarkan, maka anak akan mengalami masalah dalam pergaulan. Misalnya pada saat dirinya sedang ada masalah dengan temannya. Dia akan cenderung takut untuk memecahkan masalah dengan cara yang “dewasa”.
2. Terlalu Menguasai Anak
healthadviceonline.biz
Orang tua yang otoriter biasanya kurang mau mendengarkan saat anaknya mengajak ngobrol, apalgi meminta sesuatu. Orang tua seperti ini biasanya lebih suka mengatur sang anak dan selalu merasa benar, sehingga dia menginginkan sang anak hanya menuruti apa yang menjadi keinginannya saja. Anak yang dididik oleh orang tua seperti ini biasanya cenderung suka memberontak di luar rumah, namun di dalam rumah dia selalu “terlihat” menuruti apa yang menjadi keinginan orang tuanya.
3. Terlalu protektif
izismile.com
Sebagai orang tua, tentu orang tua harus melindungi anaknya. Hal ini juga sangat penting untuk
membatasi pergaulan, terlalu membatasi tempat bermain anak, dll, biasanya anak menjadi kurang percaya diri atau “minder”. Karena terlalu banyak dibatasi dalam bergaul, maka sang anak menjadi cenderung menutup diri dari pergaulan.
4. Menggunakan Pola Kekerasan
nadhiroh.blog.unair.ac.id
Pada jaman dahulu, banyak orang tua yang mendidik anaknya dengan kekerasan. Misalnya dengan cara membentak dan menghukum secara fisik. Bila ada orang tua yang dibiarkan untuk menghukum atau mendidik anaknya seperti ini, biasanya sang anak cenderung akan menyukai cara “kekerasan” dalam menyelesaikan masalah dan sulit untuk mengontrol emosi.
5. Terlalu Sibuk
thetwincoach.blogspot.com
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, orang tua tentu harus bekerja. Bahkan tidak jarang seorang anak yang memiliki ayah dan ibu yang berkarir. Namun bila orang tua terlalu sibuk, dan biasanya sibuk dalam bekerja, juga bisa membawa dampak negative juga bagi sang anak. Anak yang memiliki orang tua seperti ini biasanya cenderung “haus kasih sayang”. Karena kurang mendapatkan kasih sayang, sang anak biasanya cenderung mudah percaya dengan orang lain dan apalgi bila sudah percaya sekali dengan orang tersebut. Biasanya anak seperti ini lebih berbahaya saat usianya mulai menginjak remaja.
dailymail.co.uk
Memberikan kebebasan kepada anak dalam mendidik anak kadang perlu juga. Karena pola asuh ini bisa memacu anak untuk lebih berkreasi. Namun bila orang tua terlalu cuek dan kurang memperhatikan pergaulan sang anak, tentu juga akan memeberikan efek yang tidak baik juga bagi sang anak. Syukur kalau anak kita memang anak yang baik dan bisa dipercaya, tapi kalau sebaliknya….