• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fabrikasi Material Nanokomposit Superkua (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fabrikasi Material Nanokomposit Superkua (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

14

Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan Menggunakan Metode

Simple Mixing

Hadiyawarman, Agus Rijal, Bebeh Wahid Nuryadin, Mikrajuddin Abdullah(a), dan Khairurrijal KK Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

(a)

E-mail: din@fi.itb.ac.id Diterima Editor : 5 Februari 2008 Diputuskan Publikasi : 15 Februari 2008

Abstrak

Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material saat ini telah mengindikasikan dua kandidat yang berpotensi sebagai material superkuat yaitu spider silk dan material berbasiskan nanoteknologi. Material superkuat dapat dibuat dari campuran polimer epoxy-resin dengan nanopartikel SiO2 (Silicon Dioxide). Keberadaan polimer sebagai perekat

nanopartikel dan kritalinitas nanopartikel yang tinggi (dalam bentuk padatan) membentuk polimer-nanokomposit yang menghasilkan kombinasi kekuatan, fleksibelitas, dan kekakuan yang lebih baik dibandingkan material superkuat yang ada sekarang. Keuntungan dari pembuatan material superkuat dengan epoxy resin dan nanopartikel SiO2 ini yaitu kuat,

ringan, murah,dan proses produksi yang simpel. Di samping itu bahan dasar material superkuat polimer-nanokomposit mudah didapatkan.

Kata kunci: epoxy resin, nanokomposit, polimerisasi

1. Pendahuluan

Bidang material nanokomposit akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang serius dari para ilmuwan. Berbagai penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat terus menerus dilakukan. Penelitian dilakukan berdasar pada pemikiran/ide yang sangat sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasil penelitian tersebut sungguh mengejutkan. Sebuah material baru lahir dengan sifat-sifat fisis yang jauh lebih baik dari material penyusunnya. Hal ini memicu perkembangan material nanokomposit di segala bidang dengan memanfaatkan ide yang sangat sederhana tersebut. Salah satu contoh yang sangat terkenal (terjadi dengan sendirinya di alam) adalah tulang. Tulang memiliki ‘bangunan’ nanokomposit yang bertingkat-tingkat yang terbuat dari tablet keramik dan ikatan-ikatan organik. Partikel-partikel nanokomposit tersebut memiliki struktur, komposisi dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini memberikan fungsi yang beragam. Dengan demikian material tersebut dapat menjadi multiguna. Sehingga pada akhirnya didapatkan material baru yang memiliki beberapa fungsi dalam waktu yang sama dan dapat digunakan pada beberapa aplikasi. Dari sinilah para ilmuwan mulai memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan material nanokomposit, karena material tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan material konvensional.

Penemuan material baru ini tidak secara mendadak dan tanpa usaha. Sekitar tahun 1995, Profesor Veprek, memulai menerapkan sebuah konsep rekayasa material baru di bidang material keras yang dinamakan nanokomposit superkeras (sekitar 40-50 GPa). Konsep peningkatan sifat fisis dan karakteristik material dengan cara membuat nanokomposit multi-fasa (yang terbuat dari beberapa material) sebenarnya bukanlah hal yang baru.

Ide ini telah dipraktikkan sejak peradaban dimulai dan umat manusia mulai menghasilkan material-material yang efisien dengan fungsi-fungsi tertentu. Hal itu terlihat dari banyaknya peninggalan-peninggalan purbakala yang telah ditemukan saat ini yang sebenarnya adalah material nanokomposit. Sebagai contoh adalah lukisan bangsa Maya, peninggalan purbakala yang terdapat di meso-amerika. Lukisan tersebut ternyata terdiri dari matriks

clay yang dicampur dengan molekul colorant (indigo)

organik. Selain itu, lukisan tersebut juga mengandung nanopartikel logam yang dibungkus oleh substrat amorf silikat, dengan nanopartikel-oksida berada pada substrat [1].

Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda. Material-material dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan inorganik yang tersusun atas komponen organik. Selain itu, material nanokomposit dapat pula terdiri atas dua atau lebih molekul inorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan pembatas antar keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano. Contoh nanokomposit yang ekstrim adalah media berporos, koloid, gel, dan kopolimer.

(2)

mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, material nanokomposit juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini tentunya akan mengubah wajah teknologi pada umumnya karena nanoteknologi merambah semua bidang ilmu. Tidak hanya bidang rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik, supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi (terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia bahan dan rekayasa akan turut maju pesat. Diperkirakan tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi. Pembuatan atau fabrikasi material nanokomposit dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang mudah dan kompleks. Penelitian yang kami lakukan dalam proses fabrikasi material nanokomposit menggunakan pendekatan yang mudah. Kami menyebut metode ini dengan sebutan simple

mixing.

2. Teori Dasar

Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana (monomer) yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Nama ini berasal dari bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak”, dan mer, yang berarti “bagian”. Ada tiga metode utama sintesis polimer, yaitu sintesis organik di laboratorium dan pabrik, sintesis biologi pada sel dan organisme hidup, dan modifikasi kimia.

Metode yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sintesis organik. Metode sintesis di laboratorium secara umum dibagi dua kategori, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi addisi. Pengkategorian ini pertama kali diusulkan oleh Carothers, yang didasarkan pada kesamaan ataom-atom yang terkandung dalam polimer. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi.

Parameter fisis dari sebuah polimer yang penting adalah berat molekul polimer. Pada umumnya, polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi bersifat lebih kuat, tetapi berat molekul yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kesukaran-kesukaran dalam pemrosesannya. Sedangkan untuk polimer dengan berat molekul yang rendah, kekuatan polimer bergantung pada gaya-gaya antar molekul. Penentuan berat molekul polimer dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah osmometri, hamburan cahaya (light scaterring), dan ultrasentrifugasi. Nilai berat molekul yang diperoleh bergantung pada besarnya ukuran dalam metode pengukurannya. Metode yang bergantung pada analisis gugus ujung atau sifat-sifat koligatif (penurunan titik beku, kenaikkan titik didih, tekanan osmotis) menimbulkan apa yang dikenal sebagai berat molekul rata-rata jumlah karena bilangan atau jumlah molekul dari setiap berat dalam sampel yang bersangkutan dihitung.

Secara matematis, berat molekul polimer, w, dapat diungkapkan sebagai jumlah dari berat spesies molekulnya.

dengan N dan M masing-masing menunjukan jumlah mol dan berat molekul dari setiap spesies i. Berat molekul rata-rata jumlah, M n , adalah berat sampel per mol: Di sisi lain, hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi merupakan metode untuk menetapkan berat molekul yang didasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies polimer yang hadir. Polimer dengan massa yang lebih besar, kontribusinya ke pengukuran menjadi lebih besar. Berbeda dengan berat molekul rata-rata jumlah ( yang merupakan jumlah fraksi mol masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya), metode-metode ini menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya. Dengan demikian nilai yang diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat, Mw , dan secara matematis diekspresikan sebagai berikut:

2

Resin yang biasa digunakan dalam pembuatan komposit sering diidentikkan sebagai polimer. Semua polimer menampilkan karakterisasi yang umum yaitu tersusun dari rantai yang sangat panjang yang terbentuk dari unit-unit berulang yang sederhana. Polimer berdasarkan efek suhu terhadap sifatnya bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu termoplastik dan termoset.

Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Proses pengerasan dan pelelehan ini bisa berlangsung berulang-ulang bergantung kebutuhan kita. Contoh dari termoplastik adalah nilon, polipropilen, dan ABS.

(3)

polimer kristal yang keras menjadi polimer yang lebih flexibel. Selain itu, modulus resin juga turun secara drastis sehingga daya tekan dan kekuatannya berkurang. Ketahanan terhadap air dan stabilitas warna juga berkurang pada saat suhu diatas temperatur gelas ini.

Dari sekian banyak resin yang ada di pasaran, ada tiga jenis resin yang banyak digunakan, yaitu poliester, vinil ester, dan epoxy. Pada penelitian ini resin yang digunakan adalah jenis epoxy resin. Pemilihan epoxy resin sebagai bahan dasar disebabkan kekuatan dan kekakuan epoxy resin relatif lebih besar dibandingkan dengan polimer jenis lainnya. Perbandingan kekuatan dan tingkat kekakuan antar polimer-polimer resin ditunjukkan oleh Gbr 1.

Gambar 1. Perbandingan daya rentang dan kekakuan dari setiap jenis resin [2]

Polimer Epoxy Resin

Epoxy resin didefinisikan sebagai molekul yang mengandung lebih dari satu epoxy group. Epoxy group ini

biasa disebut, oxirane atau ethoxyline group, yang

strukturnya ditunjukkan pada Gbr. 2,

Gambar 2. Struktur grup epoxy

Resin ini memiliki karakteristik listrik yang bagus, daya penyusut yang rendah, perekat yang bagus untuk banyak bahan logam, dan tahan terhadap kelembaban udara serta tahan terhadap tekanan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa proses pengerasan terjadi jika polimer epoxy resin ini dicampurkan dengan hardenernya. Pengerasan atau polimerisasi terjadi karena pencampuran keduanya membentuk ikat silang ( cross-link) yang kuat. Epoxy resin mengeras lebih cepat pada

selang temperatur 5-150 oC. Namun, hal ini bergantung pula pada jenis hardener yang digunakan.

Hardener mempunyai jenis yang cukup banyak, dan penggunaannya bergantung pada kebutuhan kita. Zat yang biasa dipakai sebagai hardener antara lain amines, polyamides, phenolic resins, anhydrides, isocyanates and polymercaptans. Pemilihan resin dan hardener bergantung pada aplikasi, pemilihan proses, dan sifat material yang diinginkan. Stoikiometri dari epoxy-hardener juga berpengaruh pada material yang dihasilkan.

Jenis amine dan phenolic, merupakan hardener yang paling banyak digunakan untuk epoxy resin.

Plastik epoxy resin dapat digunakan sebagai bahan pembuat komponen elektronik, bahan perekat pada metal/ logam, material kontruksi, dan bahan sintetik lainnya. Selain itu, epoxy resin cukup kuat untuk digunakan sebagai paku sumbat dan pengelasan/ penyatuan pada beberapa aplikasi industri.

Nanopartikel SiO2

Silikon dioksida (SiO2) atau biasa juga disebut

silika pada umumnya ditemukan dialam dalam batu pasir, pasir silica atau quartzite. Zat ini merupakan material dasar pembuatan kaca dan keramik. Silika merupakan salah satu material oksida yang keberadaannya berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya bisa dalam bentuk amorf , dan kristal. Ada tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan terdapat dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal tadi. Beberapa sifat fisis SiO2 tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Sifat Fisis SiO2

Material Quartz Fused silica

Kerapatan (g/cm3) 2.65 2.2

Daya Tahan Getaran Termal

Excellent Excellent

Permitivitas (ε')** 3.8-5.4 3.8

Tan (δ x 104)** 3

Loss factor (ε'')** 0.0015

Kuat Medan Dielektrik (kV/mm)**

15.0-25.0 15.0-40.0

Resistivitas (Ωm)** 1012-1016 >1018

Perbedaan bentuk kristal pada silika juga memperlihatkan perbedaan pada sifat-sifat silika itu sendiri. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan diantara bentuk-bentuk kristal

Phase Density

(g/cm3)

Thermal expansion (10-6 K-1)

Quartz 2.65 12.3

Tridymite 2.3 21

Cristobalite 2.2 10.3

Komposit

**

(4)

Material komposit merupakan suatu substansi yang tersusun dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda. Material baru ini diharapkan dapat memberikan sifat yang lebih baik dibandingkan dengan bahan-bahan penyusunnya. Ada dua istilah material dalam komposit, yaitu matrik dan penguat (reinforcement). Salah satu dari keduanya atau bisa juga gabungan keduanya dibutuhkan untuk membuat komposit. Fungsi utama matrik adalah melindungi komposit dari gangguan luar (berupa tekanan, suhu dan sebagainya), mentransfer beban yang diterima komposit kepada penguat yang digunakan sehingga membuat material lebih lebih kuat, dan mengikat penguat sehingga arah orientasinya stabil sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan penguat (reinforcement) merupakan suatu material yang mempunyai sifat fisik khas yang bisa membuat kekuatan komposit bertambah. Bahan yang biasa digunakan sebagai penguat adalah serat, baik serat alami maupun serat sintesis. Contoh serat alami adalah jerami, serat dari batang tanaman, serat daun, atau serat akar tanaman. Untuk serat sintesis, salah satu yang terkenal adalah serat karbon. Serat karbon ini dapat dikombinasikan dengan resin, lalu ditekan pada suhu dan tekanan yang tinggi, sehingga didapat suatu material baru yang sangat kuat. Material dari serat carbon ini biasa digunakan dalam mobil balapan F1.

Nanopartikel Komposit

Nanopartikel yang didispersi ke dalam polimer matriks menghasilkan sifat-sifat yang menarik. Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mampu mereduksi mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang bisa dicapai adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Mobil balap F1 terbuat dari komposit serat karbon yang didispersi ke dalam resin. Pencampuran yang sesuai menghasilkan kekuatan yang setara baja namun massa yang sekitar enam kali lebih ringan dari baja. Material dengan sifat demikian menjadi bahan utama pembuatan mobil F1 sehingga laju yang tinggi dapat dicapai tanpa mengabaikan faktor keamanan jika terjadi benturan (akibat kekuatan mekanik yang tinggi). Selain itu, pencampuran antara polimer dengan nano material SiO2

dapat menambah kristalinitas namun hanya sampai pada jumlah tertentu. Jika dilakukan penambahan terlalu banyak akan membuat polimer atau material menjadi ketas (mudah pecah) [3].

3. Eksperimen

Penelitian ini secara umum dilakukan dalam dua tahap:

1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan. Awalnya dicoba kombinasi di suhu, waktu pemanasan, dan lama pengadukan, tujuannya untuk mendapat hasil yang transparan. Setelah diperoleh kombinasi yang pas, baru dilakukan kombinasi percobaan lagi di masalah komposisi bahan.

2. Karakteristik material. Karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter fisis dari nanokomposit yang dibuat. Jika polimer-nanokomposit yang dihasilkan masih jauh dari parameter material superkuat, maka akan dilakukan preparasi sampel lagi.

Sintesis Material

Metode sintesis yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode simple mixing. Polimer epoxy-resin dan

epoxy-hardener dicampurkan dengan perbandingan massa 1:1. Kemudian nanopartikel SiO2 dicampurkan kedalam

campuran tersebut dengan massa yang bervariasi. Campuran ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan di dalam oven bertemperatur 75 oC selama 12 menit, lalu diaduk dengan mixer hingga campuran menjadi homogen. Pemanasan dilakukan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan polimer-nanokomposit dalam bentuk padatan. Diharapkan polimer-nanokomposit yang dihasilkan memiliki karakterisasi sebagai material superkuat. Diagram alir proses sintesis nanokomposit diperlihatkan pada Gbr 3. Dari berbagai variasi konsentrasi polimer dan jumlah nanopartikel yang digunakan akan didapatkan beberapa sampel yang mungkin memiliki hasil berbeda.

Gambar 3. Diagram alir sintesis nanokompos.it dengan metoda simple mixing

Karakterisasi

Karakterisasi material yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan parameter-parameter fisis dari polimer-nanokomposit yang dibuat. Adapun proses karakterisasi material pada penelitian ini mencakup uji kekuatan material (uji tekan) dan uji spektrometer inframerah (Fourier Transform Infrared Spectroscopy,

(5)

dan bahan baku dengan cara membandingkan hasilnya dengan spektrum standarnya.

Untuk dapat melakukan interpretasi terhadap suatu spektra IR, diperlukan tabel korelasi dari pita-pita absorpsi dari spektra senyawa yang tidak diketahui dengan frekuensi absorpsi dari ikatan-ikatan yang diketahui. Tabel ini akan membantu untuk identifikasi sumber dari suatu pita absorpsi seperti intensitas (lemah, sedang atau kuat), bentuk pita (lebar atau tajam), dan posisi (dalam satuan cm-1) dalam spektra.

4. Hasil dan Diskusi

Hasil yang didapatkan berupa material polimer-nanokomposit kuat dan transparan, seperti ditunjukkan oleh Gbr 4.

Gambar 4. Hasil Percobaan, polimer-nanokomposit Transparansi dari material tersebut sudah cukup baik. Pada material juga masih terdapat gelembung. Adanya gelembung pada material berpengaruh pada kekuatan material.

Uji Tekan

Proses karakterisasi material nanokomposit ini dilakukan dengan menguji ketahan material. Hasil dari uji tekan ini ditunjukkan oleh Gbr 5 dalam bentuk grafik.

-0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 1200

Gambar 5. Grafik perubahan kekuatan hasil uji tekan material terhadap jumlah SiO2 yang ditambahkan

Berdasarkan Gbr 5 kekuatan material semakin bertambah seiring dengan penambahan jumlah SiO2 pada

campurannya. Namun, peningkatan ini hanya sampai nilai tertentu, dimana penambahan lebih lanjut jumlah SiO2

justru menurunkan kekuatan material. Titik tertinggi yang diperoleh dalam eksperimen sebesar 1682,5 kg/cm2, yaitu pada fraksi SiO2 sebesar 0,0087. Hasil eksperimen ini

menunjukkan peningkatan kekuatan material sampai dengan 24% dibanding polimer yang tanpa penambahan nanoartikel.

Peningkatan kekuatan mekanik material ini, terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin.

Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer (Gbr 6). Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang dapat dicapai adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Semakin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan

dari material nanokomposit juga bertambah sampai titik kritisnya.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Polimer tanpa penambahan nanopartikel, (b) polimer dengan penambahan nanopartikel

Uji FT-IR

Uji FT-IR hanya dilakukan pada material yang tidak mengandung nanopartikel silika dengan material yang ditambahkan silika sebanyak 0,1024 g dan 0,1609 g. Hasil yang didapatkan dari uji FT-IR pada material ditunjukkan oleh Gbr 7. Data yang didapatkan dari uji FT-IR ini kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan tabel korelasi kemudian dilakukan perbandingan antara ketiganya. Interpretasi Gbr 7 dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada Tabel 4, dapat dilihat adanya perbedaan antara material resin yang tidak mengandung nanopartikel dengan material nanokomposit yang mengandung nanopartikel SiO2. Untuk resin murni, terdapat ikatan C-H

dengan sifat vibrasinya uluran (stretch), uluran C-C,

uluran asimetri NO2, dan uluran C-O yang tidak terdapat

pada material nanokomposit. Sementara pada material nanokomposit terdapat guntingan dan tekukan C-H, dan ikatan SiO2 yang tidak terdapat pada material tanpa

perlakuan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan SiO2 pada polimer mempengaruhi jenis

ikatan dan vibrasi yang terjadi.

Pada bahan pertama terdapat enam jenis ikatan, yaitu O-H, C-H, C-C, C=O, NO2 dan C-O. Untuk bahan

uji kedua, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2

dan C-H, serta ikatan baru yaitu SiO2. Pada bahan uji

ketiga, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2,

C-H, dan ikatan SiO2. Penentuan gugus SiO2 ini

(6)

Sementara itu, adanya gugus C-C antara 2260-2100 cm-1 berkaitan dengan adanya Alkyne. Adanya gugus NO2

akibat munculnya senyawa Nitrogen. Terakhir untuk

gugus C=O antara 1760-1670 cm-1, menunjukkan adanya aldehid, keton, asam karboksilat, ester, amida, anhydride, atau asil halida.

Gambar 7. (a) Tanpa nanopartikel SiO2 , (b) Penambahan 0,1024 g nanopartikel SiO2, dan (c) Penambahan 0,1609 g

(7)

Tabel 3. Tabel interpretasi uji FT-IR ketiga jenis material

No. Vibrasi

Epoxy resin tanpa SiO2

5. Kesimpulan dan Saran

Penambahan Silikon Dioksida (SiO2) pada polimer

epoxy resin dengan variasi komposisi bahan, waktu dan suhu, telah berhasil menambah kekuatan polimer tersebut. Peningkatan kekuatan mekanik material sebesar 24% dibandingkan dengan material tanpa penmabahan nanopartikel, ini terjadi pada penambahan fraksi massa SiO2 sebesar 0,0087. Ini menunjukkan bahwa

penambahan SiO2 pada polimer epoxy resin berpengaruh

pada kekuatan polimer. Pengaruh ini timbul karena luas permukaan nanopartikel yang sangat besar berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang bisa dicapai adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Semakin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan dari

material nanokomposit juga bertambah. Tapi peningkatan sifat mekanik (sebagai efek dari penambahan SiO2) ini

tidak terjadi terus-menerus. Kekuatan mekanik material akan sampai pada titik kritisnya kemudian turun.

Gelembung pada material nanokomposit membuat kekuatan nanokomposit ini kurang maksimal. Adanya gelembung pada nanokomposit ini terjadi akibat kontak dengan lingkungan terutama pada saat pengadukan menggunakan mixer.

Uji tekan pada material nanokomposit berfungsi untuk melihat perubahan kekuatan yang timbul akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada polimer. Semakin

banyak penambahan SiO2 pada polimer, kekuatannya juga

ikut bertambah. Tetapi pada titik tertentu, kekuatan

polimer ini turun. Penurunan ini timbul karena kadar SiO2

pada polimer sudah jenuh sehingga kristalinitasnya berkurang.

Karakterisasi FT-IR berguna untuk menentukan jenis ikatan apa saja yang ada pada material nanokomposit tersebut. Pada karakterisasi FT-IR yang sudah dilakukan didapat bahwa material tanpa perlakuan memiliki enam jenis ikatan, yaitu O-H, C-H, C-C, C=O, NO2, dan C-O. Lalu pada material dengan penambahan

SiO2, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2 dan

C-H, serta ikatan baru yaitu SiO2. Perbedaan yang timbul

antara material tanpa perlakuan dan dengan perlakuan menunjukkan bahwa penambahan SiO2 memberikan

perubahan pada jenis ikatan yang terjadi pada nanokomposit.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penambahan SiO2 pada polimer

Epoxy Resin berpengaruh akan kekuatan polimer tersebut. Dan penelitian ini membuka peluang untuk mendapatkan material superkuat baru.

Ucapan Terima Kasih

(8)

Daftar Pustaka

[1] Ajayan P.M., Schadler L.S., Braun P.V,

Nanocomposite Science and Technology, Willey

(2003).

[2] CERAM Research Ltd, Silica, Silicon Dioxide,(http://www.azom.com/Details.asp?ArticleI

D=1114).

Gambar

Tabel 1. Beberapa Sifat Fisis SiO2
Gambar 3 . Diagram alir sintesis nanokompos.it dengan metoda simple mixing
tabel korelasi kemudian dilakukan perbandingan antara ketiganya. Interpretasi Gbr 7 dapat dilihat pada Tabel 4
Gambar 7 . (a) Tanpa nanopartikel SiO2 , (b) Penambahan 0,1024 g nanopartikel SiO2, dan (c) Penambahan 0,1609 g nanopartikel SiO2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) beberapa kelemahan Undang- Undang Ketenagakerjaan era otda cenderung menghambat penyelesaian perselisihan hubungan industrial, (2)

Dengan menyadari kenyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan

Cara mengatasi dilema etis difokuskan pada satu atau lebih strategi yang terdiri dari risiko dan konsekuensi, prinsip hukum dan agama, saran atau masukan orang lain

penelitian... Untuk item pertanyaan no. 1 tentang produk dari Jaran Production yang awet dan tidak cepat rusak, tanggapan responden terbanyak adalah sebesar 41,8% responden

mengembangkan suatu sistem pakar yang dapat mengidentifikasi jenis nyamuk Anopheles betina asal oriental di Indonesia menggunakan Metode Decision Tree dan penelusurannya

4 KAMPUNG WANINGGAP MIRAF ( SP. MIRING ). 5 KAMPUNG ISANO MBIAS ( SP.

Halaman kedua adalah "BAB I PENDAHULUAN" yang terdiri dari Sejarah Perusahaan, Sekilas Perusahaan, Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan, Struktur Organisasi,

Walaupun begitu, tampaknya isolat Dl mempunyai preferensi yang lebih tinggi terhadap benzamida dibandingkan senyawa-senyawa amida lainnya, karena pertumbuhan tertinggi isolat