• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan, Human Capital ataukah Signaling? Studi Kasus Indonesia | Fahmi | Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan, Human Capital ataukah Signaling? Studi Kasus Indonesia | Fahmi | Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 1 PB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 113

Pendidikan,

Human Capital

ataukah

Signaling

? Studi Kasus Indonesia

Education, Human Capital or Signaling? The Case of Indonesia

Mohamad Fahmia,✝, Yeni Oktavia Mulyonob

a

Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran

b

Kementerian PPN/Bappenas

Abstract

This study aims to test whether the behavior of Indonesian people in determining education is the manifestation of human capital theory or signaling theory. Using the ordinary least square (OLS) model and the Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2007 data, we find that both theories mutually have effect to influence the behavior of Indonesian people to determine their education. Keywords: Education; Human Capital; Signaling; IFLS; Indonesia

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk menguji apakah perilaku masyarakat Indonesia dalam memandang pendidikan merupakan perwujudan dari teori human capital ataukah teori signaling. Dengan menggunakan modelOrdinary Least Square (OLS) dan dataIndonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2007, penulis menemukan bahwa kedua teori tersebut mempunyai pengaruh yang sama dalam memengaruhi perilaku masyarakat Indonesia dalam menempuh pendidikan.

Kata kunci:Pendidikan; Sumber Daya Manusia;Signaling; IFLS; Indonesia

JEL classifications:I25; O15

Pendahuluan

Teorihuman capital atau modal manusia yang dikemukakan oleh Becker (1985), memapar-kan bahwa pendidimemapar-kan dapat mengajarmemapar-kan ke-pada para pekerja tentang keahlian-keahlian yang dapat meningkatkan produktivitas dan pekerja akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Dengan adanya peningkat-an di dalam pendidikpeningkat-an tenaga kerja, maka di-harapkan hal tersebut akan dapat meningkat-kan kualitas tenaga kerja tersebut. Selain teori

human capital, teori yang berkaitan erat de-ngan pendidikan adalah teori yang

dikemuka-✝Alamat Korespondensi: Fakultas Ekonomi dan

Bis-nis, Universitas Padjadjaran. Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung, Jawa Barat.E-mail:mohamad.fahmi@unpad. ac.id.

kan oleh Spence (1973) yang dinamakan teori

(2)

pekerja yang memiliki produktivitas yang le-bih baik, akan memiliki pendapatan yang lele-bih baik. Di sisi lain, tenaga kerja yang telah me-lanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu menempuh pendidikan lebih dari pendidikan sebelumnya, belum tentu memiliki produktivitas yang meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena bisa saja jenjang pendidikan yang baru saja diambil, hanya akan digunakan sebagai sinyal kepada perusahaan bahwa peker-ja tersebut sudah memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya.

Jika pendidikan dianggap dapat meningkat-kan nilai dan kualitas human capital, maka pembentukan human capital merupakan sara-na penting untuk meningkatkan pertumbuh-an ekonomi. Oleh karena itu, jika pendidikpertumbuh-an adalah murni dianggap hanya sebagai pemberi isyarat mengenai kualitas pendidikan individu, maka pendidikan yang ditempuh seorang pe-kerja dianggap tidak akan meningkatkan pro-duktivitasnya.

Kini, pendidikan dianggap sebagai salah sa-tu prasyarat unsa-tuk dapat memperoleh pekerja-an. Selain pemerintah, banyak lembaga swasta yang turut berpartisipasi dalam menyediakan sarana pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Tidak sedikit lembaga pendidikan swasta yang menjanjikan pencapaian gelar dalam waktu ku-liah yang singkat, demi membantu para lulu-sannya untuk segera memperoleh pekerjaan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1994–2010, ang-ka partisipasi pendidiang-kan secara umum memili-ki kenaikan yang cukup signifikan. Pada Gam-bar 1 digamGam-barkan bahwa dalam periode 1994– 2010 di Indonesia, Angka Partisipasi Sekolah

Gambar 2 dipaparkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk beberapa tingkat pendidikan, ya-itu: sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan ting-gi. APM untuk perguruan tinggi masih tergo-long kecil jika dibandingkan dengan APM un-tuk jenjang pendidikan yang lain, tetapi meng-alami peningkatan dari tahun ke tahun.

Gambar 3 menunjukkan tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk yang berusia 15 ta-hun ke atas, di mana ada beberapa kriterianya, yaitu: tidak atau belum sekolah, tidak tamat SD, SD atau sederajat, SMP atau sederajat, dan SMA atau sederajat. Rata-rata lama se-kolah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas juga mengalami peningkatan dari tahun ke ta-hun, hal ini berarti waktu pendidikan yang di-tempuh masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas mengalami peningkatan.

Partisipasi masyarakat untuk meningkat-kan jenjang pendidimeningkat-kannya terus mengalami peningkatan. Ini dibuktikan dengan menurun-nya angka putus sekolah (yang tidak sekolah dan tidak lulus SD) masyarakat Indonesia. Ke-mudian, terjadi peningkatan yang signifikan di mana semakin meningkatnya angka partisipa-si pendidikan untuk jenjang yang lebih ting-gi, khususnya untuk jenjang sekolah menengah atas.

(3)

Gambar 1:Angka Partisipasi Sekolah (1994–2010) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

(4)

Gambar 3: Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun Ke atas Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

dan Lasniroha, 2014) yang mengkaji mengenai pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi maupun pengaruh pendidikan terha-dap penterha-dapatan tenaga kerja. Namun, penulis belum menemukan studi yang mengkaji rele-vansi dari keterkaitan antara teori signaling-human capital, padahal hal tersebut dapat ber-peran serta memberi masukan, baik itu kepada pemerintah maupun perusahaan, dalam mem-beri bantuan selain dalam segi pendidikan juga dalam pemberian upah bagi tenaga kerja.

Tujuan studi ini adalah untuk memperka-ya perdebatan mengenai pengaruh teori hum-an capital dan pendekatan signaling terhadap pendidikan. Studi ini akan memaparkan keter-kaitan antara pendidikan yang ada di Indone-sia dalam hubungannya dengan penerapan te-orihuman capital dan signaling dengan meng-gunakan data rumah tangga Indonesia. Studi ini juga berusaha menjawab pertanyaan apa-kah pendidikan merupakan penerapan dari te-orihuman capital; ataukah apakah pendidikan hanya merupakan sebuah sinyalsignaling; atau pendidikan di Indonesia merupakan wujud dari

human capital dan signaling.

Tinjauan Referensi

Salah satu studi yang berusaha membuktikan apakah pendidikan merupakan sebuah sinyal ataukah merupakan perwujudan dari human capital adalah Kroch dan Sjoblom (1994). Mo-del yang digunakan Kroch dan Sjoblom adalah:

LN♣eq ✏ββ0 β1LN♣pq β2sy β3sr β4a

β5a2 β6b β7b2 β8a☎b β9u ε (1) di manaeadalah pendapatan tahunan,p pe-ngalaman kerja, ausia individu, b tahun kela-hiran individu, u tingkat pengganguran nasio-nal, dan εadalah error term.

Untuk melakukan pengujian, Kroch dan Sjo-blom melakukan estimasi dengan delapan sam-pel yang berbeda. Studi yang dilakukan Kro-ch dan Sjoblom berfokus pada dua jenis pe-ngukuran pendidikan, yaitu sy dan sr. Di

ma-na sy merupakan level pendidikan (grade

le-vel) dan sr adalah posisi individu dalam

sam-pel berdasarkan kemampuan akademisnya. De-ngan membandingkan kedua koefisien variabel

sy dansrKroch dan Sjoblom menemukan

(5)

Rinne dan Zhao (2010) juga melakukan stu-di mengenai prestu-diksi teori human capital dan

signaling. Rinne dan Zhao menguji prediksi ke-dua teori dengan menggunakan data reunifika-si Jerman dan hareunifika-sil studi mereka mendukung teori human capital. Rinne dan Zhao mem-bandingkan upah individu-individu yang lulus dari universitas berdasarkan jenis ilmu yang berbeda-beda. Tingkat upah individu yang be-lajar ilmu ekonomi, ilmu sejarah, dan ilmu hu-kum (yang isinya sangat dipengaruhi oleh re-zim Jerman Timur) lebih rendah dibanding-kan individu yang belajar di fakultas kedokter-an ykedokter-ang relatif kurkedokter-ang terpengaruh oleh situasi politik. Jika teorisignalingberlaku, maka seha-rusnya kedua jenis ilmu tersebut menghasikan individu yang berpenghasilan sama.

Arcidiacono et al. (2008) menggunakan da-ta National Longitudinal Survey of Youth ta-hun 1979 (NLSY79) dalam membandingkan upah lulusan perguruan tinggi dan sekolah me-nengah atas. Arcidiacono et al. percaya bah-wa pendidikan memainkan peranan yang le-bih dari sekedar sebuah sinyal dalam penen-tuan upah. Hasil studi Arcidiacono et al. nunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi me-mungkinkan untuk secara langsung mengung-kapkan kemampuan mereka dengan menggu-nakan data dari NLSY. Arcidiacono et al. me-nunjukkan bahwa upah lulusan perguruan ting-gi tidak berubah secara signifikan seiring de-ngan bertambahnya pengalaman mereka di pa-sar tenaga kerja. Sebaliknya, lulusan SMA yang awalnya dianggap memiliki kemampuan yang rendah, ternyata dengan kemampuannya ter-sebut upahnya meningkat tajam seiring ber-tambahnya pengalaman. Hasil ini menunjuk-kan bahwa kemampuan seorang lulusan pergu-ruan tinggi dapat diamati dengan sempurna se-jak mereka masuk ke dunia kerja, tetapi untuk lulusan SMA pengamatan tersebut harus dila-kukan secara bertahap.

Metode

Model yang digunakan penulis untuk mengeta-hui keberadaansignaling maupunhuman capi-tal di Indonesia ini diadaptasi dari model Kro-ch dan Sjobloma (1994). Model tersebut adalah sebagai berikut:

ln♣Yq : fungsi natural logaritma pendapatan per tahun;

sy : waktu yang digunakan untuk menempuh

pendidikan (year schooling);

sn : Nilai EBTANAS Murni (NEM) atau

Uji-an Akhir Nasional (UAN) atau UjiUji-an Na-sional (UN) SMA mata pelajaran Bahasa Indonesia1;

a : usia individu (age);

a2 : hasil kuadrat dari usia individu ( agesqua-red);

u : daerah asal responden (urban/rural);

m : jenis kelamin responden (male/female).

Hasil dan Analisis

Penulis menggunakan lima model regresi Ordi-nary Least Square (OLS) yang terdiri dari: (1) model keseluruhan sampel; (2) model dengan sampel laki-laki saja; (3) model dengan sam-pel perempuan saja; (4) model dengan samsam-pel yang tinggal di daerah perkotaan saja; dan (5) model dengan sampel yang tinggal di daerah pedesaan saja.

Secara umum, keberadaan human capital

dan signaling ditunjukkan oleh nilai koefisien dari sy (β1) dan sn (β2). β1 merupakan

para-meter untuk mengukur keberadaan signaling, sedangkan β2 adalah parameter untuk mengu-kur keberadaan human capital.

1Dalam beberapa kajian, kemampuan bahasa

(6)

(0,006) (0,007) (0,013) (0,007) (0,012)

a2 0 0 0 0 0

0 0 0 0 (0,000)

male 0,129*** - - 0,168*** 0,0467

(0,035) (0,040) (0,065)

urban 0,187*** 0,212*** 0,102 -

-(0,003) (0,033) (0,068)

cons 11,30*** 11,36*** 11,50*** 11,37*** 11,47***

(0,164) (0,204) (0,293) (0,186) (0,307)

N 3.936 3.085 851 2.662 1.274

adj. R2 0,247 0,255 0,204 0,243 0,170

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Keterangan: * signifikan pada taraf 10%

Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%

Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

Pada Model (1), koefisien β1 adalah sebe-sar 0,105 sedangkan koefisienβ2 sebesar 0,099. Kenaikan β1 sebesar 1 unit satuan, akan me-nyebabkan terjadinya kenaikan padalnincome

sebesar 10,5%. Sedangkan kenaikan β2 sebe-sar 1 unit satuan, akan menyebabkan kenaikan

lnincomesebesar 9,9%. Oleh karenaβ1 danβ2 memiliki nilai yang positif dan memiliki tingkat signifikansi pada taraf 1%, maka dapat disim-pulkan bahwa pendidikan di Indonesia meru-pakan perwujudan dari signaling dan human capital.

Pada Model (1), (2), (3), dan (4), koefisen pada kedua variabel sy dan sn mempunyai

ni-lai positif dan signifikan secara statistik. Kecu-ali pada Model (5) di mana sampel yang di-gunakan adalah individu yang tinggal di dae-rah pedesaan yang menunjukkan bahwa vari-abel sn tidak signifikan walaupun mempunyai

arah yang positif. Dengan hasil tersebut, pat disimpulkan bahwa motivasi individu da-lam menempuh pendidikan sama-sama dipe-ngaruhi oleh motif untuk meningkatkanhuman

capital dansignalinguntuk digunakan di dunia kerja.

Hasil studi ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang terdapat pada studi Kroch dan Sjo-blom, yaitu bahwa sy memiliki koefisien

posi-tif yang signifikan pada persamaan fungsi yang ada. Dari kelima hasil regresi yang terdapat pa-da uraian sebelumnya,syjuga memiliki

koefisi-en yang positif signifikan terhadap keseluruhan model yang ada.

Pada Model (1) yang jumlah observasinya sebanyak 3.936, mempunyai nilai R2 sebesar 0,247 atau dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel ter-ikatnya, yaitu waktu lama sekolah, NEM, pe-ngalaman, gender, dan daerah tempat ting-gal sebesar 24,7%. Variabel male dan urban

(7)

mem-punyai pendapatan yang lebih tinggi diban-dingkan individu yang tinggal di pedesaan.

Untuk regresi pada Model 2, koefisien β1 adalah sebesar 0,104 dan koefisien β2 sebesar 0,111. β1 dan β2 sama-sama memiliki tingkat siginifikansi sebesar 1%. Kenaikanβ1 sebesar 1 unit satuan akan menyebabkan terjadinya ke-naikan padalnincome sebesar 10,4%. Sedang-kan kenaiSedang-kanβ2 sebesar 1 unit satuan akan me-nyebabkan kenaikanlnincome sebesar 11,1%.

Pada regresi Model 3, hasil estimasinya ti-dak jauh berbeda. Koefisien β1 bernilai sebe-sar 0,107 dan koefisien β2 sebesar 0,084 unit satuan. Kenaikan β1 sebesar 1 unit satuan, akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada

lnincome sebesar 10,7%. Sedangkan kenaikan

β2 sebesar 1 unit satuan, akan menyebabkan kenaikanlnincome sebesar 8,4

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan perwujudan dari signal-ingdanhuman capital, baik itu bagi penduduk Indonesia yang berjenis kelamin laki-laki ma-upun penduduk Indonesia yang berjenis kela-min perempuan. Jumlah observasi untuk regre-si yang mencakup responden laki-laki adalah 3.085, sedangkan untuk responden perempuan sebesar 851. Pada regresi yang mencakup res-ponden laki-laki, koefisien determinasi sebesar 0,255 atau sebesar 25,5%. Hal ini berarti bah-wa variabellnincome mampu menjelaskan va-riabel yearschooling, N EM, urban, age, dan

agesquaredsebesar 25,5%.

Untuk responden perempuan, koefisien de-terminasi bernilai sebesar 0,204 atau 20,4%. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel

lnincomemampu menjelaskan variabel terikat-nya, yaitu yearschooling, N EM, urban, age, dan agesquaredsebesar 20,4%.

Untuk regresi yang sampelnya hanya terdi-ri daterdi-ri masyarakat perkotaan saja, koefisienβ1 bernilai sebesar 0,109 dan koefisienβ2 bernilai sebesar 0,122. Keduanya memiliki tingkat sig-nifikan pada taraf 1%. Kenaikan β1 sebesar 1 unit satuan akan menyebabkan terjadinya ke-naikan padalnincome sebesar 10,9%.

Sedang-kan kenaiSedang-kanβ2sebesar 1 unit satuan akan me-nyebabkan kenaikan lnincome sebesar 12,2%.

Dengan demikian, untuk masyarakat perko-taan, pendidikan adalah sebuah sinyal sekali-gus merupakan perwujudan dari human capi-tal. Jumlah observasi untuk masyarakat per-kotaan sebesar 2.662, dengan nilai R2 sebe-sar 0,243 atau 24,3%. Berarti bahwa variabel

lnincome mampu menjelaskan variabel bebas-nya, yaitu yearschooling, N EM, male, age, dan agesquared sebesar 24,3%, sisanya sebe-sar 75,7% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Hasil regresi yang berbeda diperoleh pada saat sampel yang digunakan adalah masyara-kat yang tinggal di daerah pedesaan. Di antara kedua parameter human capital dan signaling, yaituβ1danβ2, hanyaβ1yang memiliki penga-ruh yang positif signifikan terhadap lnincome. Artinya, efek human capital lebih dominan di-bandingkan efek signaling dalam menjelaskan perilaku individu yang tinggal di desa dalam keputusan di bidang pendidikan.

Kualitas sumber daya manusia masyarakat desa yang rata-rata relatif lebih rendah da-ri masyarakat perkotaan dan persaingan kerja yang relatif kurang ketat, menjadi salah satu faktor utama masyarakat desa dalam menem-puh pendidikan, yang lebih didominasi motif meningkatkan kualitas human capital diban-dingkan motif untuk menginformasikan tingkat produktivitas kepada perusahaan. Dengan ni-lai koefisien β1 sebesar 0,097 dan β2 sebesar 0,054, maka kenaikan β1 sebesar 1 unit satu-an, akan menyebabkan terjadinya kenaikan pa-da lnincome sebesar 9,7%. Sedangkan kenaik-anβ2sebesar 1 unit satuan, akan menyebabkan kenaikan lnincome sebesar 5,4%.

Jumlah observasi studi ini sebesar 1.274, de-ngan koefisien determinasi sebesar 0,170 atau 17,0%. Dengan demikian, variabel lnincome

mampu menjelaskan variabel bebasnya, ya-itu yearschooling, N EM, male, age, dan

(8)

mo-adalah metode OLS dengan menggunakan da-ta sekunder yang berasal dariIndonesia Fami-ly Life Survey (IFLS) gelombang 4 pada tahun 2007.

Berdasarkan hasil estimasi, dapat disimpul-kan bahwa secara umum motivasi individu di Indonesia dalam menempuh pendidikan formal adalah selain untuk meningkatkan kapasitas di-ri tetapi juga untuk membedi-rikan informasi ke-pada pemberi kerja atau perusahaan mengenai tingkat produktivitas dirinya.

Walaupun hasil dari estimasi studi menun-jukkan kesimpulan yang cukup kuat mengenai peran motif peningkatan human capital dan

signaling dalam pendidikan, tetapi kesimpul-an tersebut hendaknya digunakkesimpul-an secara hati-hati karena ada beberapa batasan dan asum-si yang digunakan dalam studi ini. Dengan keterbatasan jumlah observasi, penulis tidak mengelompokkan individu berdasarkan kelom-pok (cohort)-nya, sehingga penulis mengurut-kan kemampuan akademik para responden tan-pa memperhatikan kelompoknya. Keterbatas-an tersebut menjadikKeterbatas-an setiap individu yKeterbatas-ang berbeda kelompok saling bersaing di pasar ker-ja yang pada kenyataanya kecil kemungkinan-nya akan terjadi.

Daftar Pustaka

[1] Arcidiacono, P., Bayer, P., & Hizmo, A. (2008).

Beyond Signaling and Human Capital: Education and The Revelation of Ability (NBER Working Paper, 13951). Massachusetts Avenue: National Bureau of Economic Research.http://www.nber. org/papers/w13951.pdf(Diakses 12 April 2014). [2] Bayhaqi, A. (2007). Education and

Econo-mic Growth in Indonesia (Doctoral dis-sertation). National University of

Singa-Chinese students. Worcester Journal of Learning and Teaching, 3, 1–7.

[5] Hanum, W., & Lasniroha, T. (2014). The Impa-ct of Human Capital on Economic Growth ”The Implication for Improving the Accessibility for Hi-gher Education In Indonesia”.Prosiding. Widyata-ma International Seminar, February 14–15, 2014. Universitas Widyatama.

[6] Kasri, R. A. (2011). Time Series Evidence on Edu-cation and Economic Growth in Indonesia. Econo-mic Journal of Emerging Markets, 3(2), 109–123. [7] Kroch, E. A., & Sjoblom, K. (1994). Schooling as Human Capital or a Signal: Some Evidence. Jour-nal of Human Resources, 29(1), 156–180.

[8] Rinne, U. & Zhao, Z. (2010). Human Capi-tal vs. Signaling: The German Reunification as a Natural Experiment (Preliminary Draft). Ger-many: Forschungsinstitut zur Zukunft der Arbeit GmbH (IZA). http://www.iza.org/conference_ files/TAM2010/rinne_u1844.pdf(Diakses 12 Ap-ril 2014).

Gambar

Gambar 1: Angka Partisipasi Sekolah (1994–2010)
Gambar 3: Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun Ke atasSumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 1: Hasil Estimasi Ordinary Least Square (OLS)

Referensi

Dokumen terkait

“Inovasi Pelayanan Sektor Publik dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Wisata Edukasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Randegan Kota Mojokerto”..

1) Pengujian hasil analisis data.. Analisis data empirik dalam pengujian hipotesis penelitian kuantitatif didasarkan pada penalaran induktif. Artinya hasil analisis data pada anggota

Berbeda dengan Pesantren Buntet, Pesantren Benda Kerep Kota Cirebon didirikan pada abad yang sama (abad 18) oleh Mbah Soleh, tapi tetap tidak adaptif terhadap kemajuan ilmu

Berdasarkan diagram layang- layang dan faktor pengungkit yang merupakan faktor penting untuk pengem- bangan kebijakan integrasi sistem mana- jemen mutu dan

Selain dari sisi security, Provider jadi tidak perlu menyediakan satu router khusus untuk khusus untuk setiap customer, keunggulannya lainnya adalah Service Provider bisa

Dalam pengambilan sampel teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probality Sampling , yaitu pemilihan sampel dengan metode-metode non probabilitas atau secara

29.3 Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan cara melihat dokumen asli atau dokumen yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang, dan meminta rekamannya. 29.4

Другим рeчимa, крeдитнa aктивнoст бaнaкa изрaжaвa и мeри сe у брojним пoкaзaтeљимa, aли нajчeшћe у фoрми стoпe нeпeрфoрмaнсних крeдитa у