KORELASI ANTARA URGENSI METODE PENGAJARAN EDUTAINMENT
DENGAN PROSES PEMBELAJARAN TPA AL MUKMIN
Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Edupreneurship
Dosen Pengampu: Drs. H. M. Hajar Dewantoro, M.Ag
Oleh :
1.
Mochammad Yusuf Sya’bani
(17422058)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala petunjuk dan bimbingannya serta hidayah-Nya, makalah ini dapat penulis
selesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak sekali mendapat masalah, namun
penulisan makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan dan dukungan berbagai
pihak yang senantiasa memotivasi dan memberikan kritik yang membangun. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih sedalam – dalamnya kepada :
1. Bapak Drs. H. M. Hajar Dewantoro, M.Ag yang telah bersedia menjadi dosen
dalam mata kuliah pengantar Edupreneurship
2. Teman-teman yang telah dengan caranya sendiri memotivasi dan mendoakan
penulis agar makalah ini dapat selesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritisk dan saran yang konstruktif untuk
perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.
Meskipun ini sifatnya sederhana semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan bagi penulis pada khususnya.
Yogyakarta, 4 Maret 2018
Daftar Isi
Kata Pengantar ...1
Daftar Isi ...2
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ...3
1.2 Rumusan Masalah ...5
1.3 Tujuan ...5
1.4 Metode Pendekatan ...5
Bab 2 Pembahasan 2.1 Definisi Edutainment 2.1.1. Pengertian Edutainment ...7
2.1.2. Konsep Dasar Edutainment...9
2.1.3.Pendekatan Prinsip Pembelajaran Edutainment ...13
2.2 Urgensi Edutainment ...15
2.3 Nuansa Edutainment Dalam Proses Belajar Mengajar ...16
Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan ...18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Manusia yang selalu di iringi pendidikan, kehidupannya akan selalu
berkembang ke arah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang,
tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada kehidupan
manusia pun yang hidup dalam stagnasi peradapan. Semuanya itu bermuara
pada pendidikan, karena pendidikan adalah pencetak peradapan manusia. 1
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam ikut serta membantu
kemajuan sumber daya manusia . Akan tetapi, pendidikan saat ini semakin
menarik perhatian. Setiap masuk kelas para siswa biasanya sudah merasa
terbebani dan merasa tidak nyaman dalam pembelajaran yang akan dilaluinya
apalagi ketika mereka mendapatkan pelajaran yang sulit, pelajaran yang
bermuatan teori yang banyak. Sebaliknya, saat mendengar bahwa guru sedang
rapat, berhalangan hadir, sedang sakit, atau saat ada pembatalan ujian, maka
mereka akan berteriak kegirangan dan bersorak sorai. Ekspresi kontradiktif
tersebut tentu saja membuat kita miris dan menyayangkannya. 2
Sebagian besar tidak tercapainya tujuan pembelajaran saat ini terjadi
pada jenjang pendidikan tingkatan SD, SMP, SMA ataupun SMK bahkan di
beberapa pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan Al Quran . Oleh
karena itu dalam memperoleh data, makalah ini disusun dengan menggunakan
metode pendekatan yaitu penelitian di Taman Pendidikan Al Quran. Dimana
pembelajaran di kelas yang semestinya menjadi upaya bagi para siswa untuk
menjadi pintar, bertambah pengetahuan, dan untuk mencari bekal bagi
kehidupan mereka selanjutnya kenyataannya tidak semuanya demkian. Salah
satunya ketidak tercapaian tujuan pembelajaran juga terjadi pada saat
melakukan penelitian ke Taman Pendidikan Al Quran Plosorejo Ngaglik
Sleman Yogyakarta. Dalam pembelajaran di TPA. Para siswa merasa sangat
bosan ketika hanya ditekan untuk membaca Al Quran dan Iqro tanpa adanya
kegiatan lainnya. Pada saat penelitian dapat diamati kejenuhan terjadi hampir
setengah dari jumlah siswa dan mereka memiliki beberapa aktifitas pada saat
pembelajar seperti ada yang berbicara dengan teman sebelahnya , bermain lari
lari dan sebagainya.
Hal demikian memicu penulis untuk memberi alternatif metode
pembelajaran yang baru dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan
menurut Mishad tentang pembelajaran aktif learning . Pembelajaran tidak
cukup saat mengajar dengan mengasah kemampuan mendengar (auditori) atau
melihat (visual). Masih ada keterampilan siswa yang perlu difungsikan, yaitu
kemampuan unjuk kerja (kinestetik). Untuk menyinergikan tiga gaya belajar
tersebut diperlukan cara pembelajar aktif (active learning), salah satunya
metode yang mencakup dalam pembelajaran aktif adalah metode edutaiment. 3
Metode edutainment merupakan metode pembelajaran yang
menyelipkan humor dan permainan (game) ke dalam proses pembelajaran,
tetapi bisa juga dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan metode
bermain peran (role play), demonstrasi, dan multimedia. Tujuannya adalah agar
pembelajaran (siswa) bisa mengikuti dan mengalami proses pembelajaran dalam
suasana yang gembira, menyenangkan, menghibur dan mencerdaskan. Untuk
mencapai hal itu, maka para siswa mendapatkan pelajaran tambahan tentang
“learning how-to-learn” (belajar tentang “bagaimana belajar”) yang mampu meningkatkan pemahaman, ingatan dan kemampuan belajar mereka. 4
Penggunaan Metode Edutainment pada Taman Pendidikan Al Quran Al
Mukmin Plosorejo akan menggunakan metode BCM ( Bermain, Cerita dan
Menyanyi ) yang dapat membantu siswa dalam memahamkan materi secara
auditori, visual maupun kinestetik . Tidak hanya itu, penggunaan media seperti
LCD dalam pemutaran film juga diharapkan mampu menunjang proses
edutainment . Sehingga pembuatan makalah dengan didukung metode penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan hasil pembelajaran siswa dan menjadikan
pengajar dapat terobsesi untuk menjadi guru yang kreatif dan produktif dalam
3 Mishad, www.mishadonline.blogspot.com (2011)
berintrepreneur yang dapat menunjang kualitas diri sebagai guru profesional
dalam mengajar di beberapa lembaga pendidikan .
1.2Rumusan Masalah
Dengan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah pengertian dan konsep edutainment ?
1.2.2 Bagaimana urgensi metode edutainment bagi pendidik maupun peserta didik sebelum dan sesudah penyelengaraan pembelajaran ?
1.3Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui dan memahami pengertian dan konsep dari Edutainment.
1.3.2 Mengetahui urgensi metode edutainment bagi pendidik maupun peserta
didik.
1.4Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang di pakai dalam karya tulis ini adalah :
• Metode Observasi yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian pada penelitian. Adapun cara pelaksanaannya dengan teknik diskusi dan wawancara
serta dengan pengamatan partisipan. Dalam makalah ini, metode ini dilakukan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1DEFINISI
2.1.1 Pengertian Edutainment
Edutainment terdiri atas dua kata, yaitu education dan
entertainment. Education artinya pendidikan, dan entertainment artinya
hiburan. Dari segi bahasa, edutainment memiliki arti pendidikan yang
menyenangkan. Sedangkan dari segi terminologi edutainment as a form of
entertainment that is designed to be educational. Jadi edutainment bisa
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang Didesain dengan
memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis,
sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan. 5
Konsep belajar berwawasan edutainment mulai diperkenalkan
secara formal pada tahun 1980-an, dan telah menjadi satu metode
pembelajaran yang sukses dan membawa pengaruh yang luar biasa pada
bidang pendidikan dan pelatihan di era millennium ini. Belajar yang
menyenangkan, menurut konsep edutainment bisa dilakukan dengan
menyelipkan humor dan permainan (game) ke dalam proses pembelajaran,
tetapi bisa juga dengan cara-cara lain, misalnya dengan menggunakan
metode bermain peran (role play), demonstrasi, dan multimedia. 6
Edutainment menurut Sumantri dan Permana memiliki 4 prinsip
atau kebenaran tetap yang dapat mempengaruhi aspek-aspek
pembelajaran. Ke empat aspek itu adalah:
a. Hal apapun yang dipelajari oleh murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri
tidak ada seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
b. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatan sendiri dan setiap kelompok
umur terdapat variasi dalam kecepatan belajar).
5 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal 124-125 6 Mulyani Sumantri dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: C.V Maulana, 2001), hal
c. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah memungkinkan
belajar secara keseluruhan lebih berarti.
d. Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia
lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih
baik.7
Konsep edutainment tentu sangat menarik bila dikembangkan dengan sistematis
dan terstruktur. Jika berjalan dengan baik, tentu suasana pembelajaran di kelas akan
berubah dari sesuatu yang menakutkan menjadi sesuatu yang menyenangkan, dari suatu
yang membosankan menjadi membahagiakan, atau dari sesuatu yang dibenci menjadi
sesuatu yang dirindukan oleh para peserta didik. Sehingga, mereka ingin dan ingin
terus belajar di kelas, karena dipengaruhi rasa semangat dan antusiasme yang tinggi
untuk mengikuti pelajaran. Karena konsep edutainment lebih menekankan cara guru
dalam menjalankan fungsinya, maka ia harus melengkapi diri dengan kemampuan
menerapkan konsep edutainment di dalam kelas. Hal ini tentu bukan pekerjaan
gampang, sebab perubahan pengajaran dari konvensional dimana guru sangat dominan
di kelas, menjadi konsep edutainment. 8
Oleh karena itu, dari sekian banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh dari
bermain, maka pembelajaran edutainment perlu digunakan sebagai metode
pembelajaran. Pelajaran dikemas dalam suasana hiburan dan bereksperimen sehingga
proses belajar tidak lagi membosankan, tetapi justru merupakan arena hiburan yang
edukatif dan menyenangkan bagi peserta didik. 9
7 Mulyani Sumantri dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: C.V Maulana, 2001) hal.
102)
8 Moh.Sholeh Hamid, “Metode Edutainment”,(Yogyakarta : Diva press, 2011) hal. 13 - 14
9 http://alyaty.multiply.com/item/reply-to-message/alyaty:journal:2, diakses pada 3 Maret
2.1.2 Konsep Dasar Edutainment
Ada beberapa komponen yang dapat menjadikan sebuah proses pembelajaran bernuansa edutainment diantaranya
a.Quantum Learning
Konsep belajar Quantum terancang proses pembelajaran secara harmonis dengan mengkombinasikan unsur keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup. Falsafah dasarnya adalah bahwa agar belajar bisa berhasil dengan efektif, maka aktivitas belajar harus menyenangkan. Untuk mendukung falsafah ini, dipersiapkan lingkungan yang kondusif, sehingga semua siswa merasa penting, aman dan nyaman. 10
Quantum learning bersandar pada konsep : Bawalah dunia mereka ke
dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Inilah asas utama –alasan
dasar dibalik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum learning setiap interaksi dengan siswa dan setiap rancangan pembelajaran dibangun di atas asas bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. 11
Pada proses pembelajaran harus dikembangkan konsep AMBAK adalah singkatan dari “Apa Manfaatnya BAgiKu”. Sebelum seseorang melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, termasuk aktivitas belajar, konsep Quantum Learning menyarankan untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, “Apa manfaatnya bagiku?” Mulai dari pekerjaan sehari-hari yang paling sederhana hingga monumental yang mengubah hidup. Segala sesuatu harus menjanjikan manfaat pribadi, bila tidak bisa saja seseorang merasa tak mempunyai motivasi untuk melakukannya. Motivasi untuk melakukan sesuatu yang diperoleh dari latihan mental ini disebut dengan “AMBAK”.12
Dalam banyak situasi, menemukan AMBAK sama saja dengan menciptakan minta terhadap apa yang sedang dipelajari dengan menghubungkannya pada “dunia nyata”. Ini terutama benar dalam situasi belajar yang formal. Apakah itu kelas reguler, seminar, atau belajar di kampus, maka
10 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008)
(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), hal. 132
11 Bobbi De Porter, dkk., Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas
2002 hal. 6
setiap pembelajar harus mencari cara untuk menjadikan materi yang dipelajarinya berarti bagi hidupnya sendiri. 13
b. Active Learning.
Untuk mempelajari sesuatu dengan baik, teori Active Learning membantu siswa dalam mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Yang misalnya memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus mereka capai. 14
Bahkan lebih dari 2400 tahun yang lalu Confucius membuat sebuah pernyataan yang kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Melvin L Silberman bahwa:
1) Apa yang saya dengar, saya lupa
2) Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham.
3) Dari yang saya dengar dan saya lihat, saya ingat sedikit
4) Apa yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan ketrampilan
5) Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.15
Dalam dimensi psikologis, Active learning harus mampu menumbuhkan motivasi intrinsik yang tinggi dari peserta didik dalam belajar sehingga peserta didik dapat mengambil inisiatif, peserta didik memulai (secara psikologis) adanya proses belajar mengajar. Peserta didik tidak hanya aktif mendengarkan dan melihat permainan guru di depan kelas, melainkan mereka yang seharusnya memulai permainan itu. 16
13 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 143 14 Ibid. hal. 170
15 Melvin L Silberman, Active learning 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif, Terj Raisul Muttaqien,
(Bandung: Nuansa Media 2006), hal. 23
Dalam dimensi proses peserta didik diberi peluang untuk ikut terlibat sejak tahap pra instruksional, tahap instruksional, tahap evaluasi, sampai tahap pengembangan, sehingga peserta didik benarbenar menjadi subyek belajar bukan obyek. 17
Dalam dimensi waktu khususnya dalam proses belajar, selayaknya dipahami bahwa waktu adalah milik peserta didik sehingga peserta didiklah yang seharusnya banyak diberi kesempatan untuk berfikir dan berbicara. Namun tidak berarti menghilangkan peran guru yang justru akan menjadi pasif. 18
Dalam pengajaran yang dimiliki dalam Active learning, maka posisi dan peran guru harus menempatkan diri sebagai:
1) Pemimpin belajar, artinya merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengontrol kegiatan belajar peserta didik
2) Fasilitator belajar artinya memberikan kemudahan-kemudahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya misal, menyediakan sumber dan alat belajar, menyediakan waktu belajar yang cukup, memberi bantuan, menunjukkan jalan keluar pemecahan masalah, menengahi perdebatan pendapat dan
sebagainya.
3) Moderator belajar artinya sebagai pengatur arus belajar peserta didik, guru menampung persoalan yang diajukan oleh peserta didik dan mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada peserta didik lain, untuk dijawab dan dipecahkan. Jawaban tersebut dikembalikan kepada penannya atau kepada kelas untuk dinilai benar salahnya.
4) Motivator belajar sebagai pendorong agar peserta didik mau melakukan kegiatan belajar
5) Evaluator artinya sebagai penilai yang obyektif dan komprehensif, guru berkewajiban memantau, mengawasi, proses belajar peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya.19
17 Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 131 18 Ibid. Hal 132
19 Nana Sudjana, , CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo 1996), hal.
Dalam memulai pelajaran apa pun, seorang guru perlu menjadikan siswa aktif sejak awal. Jika tidak, kemungkinan besar sikap pasif siswa akan terus melekat, sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengaktifkannya.20
c.Discovery Inquiry
Proses pengajaran, intinya adalah kegiatan belajar para siswa. Tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh metode mengajar yang digunakan guru. Ada beberapa pendapat mengenai metode mengajar. Richard Anderson mengajukan dua metode, yakni: metode yang berorientasi kepada guru atau disebut teacher centered dan metode yang berorientasi kepada siswa atau disebut student centered. Metode pertama disebut juga tipe otokratis dan metode kedua disebut tipe demokratis. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Massialas yang mengajukan dua metode, yakni metode expository dan metode discovery Inquiry. 21
Kedua metode di atas hakikatnya sama, hanya nama dan istilahnya saja yang berbeda. Metode inquiry merupakan metode mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah. Metode ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam discovery Inquiry adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Metode inquiry
dalam mengajar termasuk metode modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Setiap adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi apabila metode ini digunakan. 22
Discovery Inquiry menekankan pada proses menemukan sendiri jawaban
dengan observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan menyimpulkan, yang semuanya memerlukan metodologi keilmuan. Dengan strategi tersebut diharapkan peserta didik menemukan fakta-fakta kebenaran dari hasil pengamatan, dugaan, hingga penyimpulan.23
20 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 183 21 Nurhadi, Kurikulum 2004; Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: Grassindo, 2004), hal. 21
Tekanan utama pembelajaran dengan discovery Inquiry adalah: 1) Pengembangan kemampuan berpikir individual lewat penelitian
2) Peningkatan kemampuan mempraktekkan metode dan teknik penelitian
3) Latihan keterampilan intelektual khusus, yang sesuai dengan cabang ilmu tertentu 4) Latihan menemukan sesuatu, seperti “belajar bagaimana belajar” sesuatu.24
Discovery inquiry termasuk bentuk pembelajaran modern, yang sangat
didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi apabila metode ini digunakan. Metode
discovery inquiry dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang peserta didik/problematik) dan sesuai dengan daya nalar peserta didik
2) Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan
3) Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup Adanya kebebasan peserta didik untuk berpendapat, berkarya, berdiskusi
4) Partisipasi setiap peserta didik dalam setiap kegiatan belajar
5) Guru tidak banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan peserta didik.25
2.1.3 Pendekatan Prinsip Pembelajaran Edutainment
Sebenarnya tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Paradigma
lama tidak lagi bisa dipertahankan. Teori, penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah paradigma pengajaran.
Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dimana
pengetahuan ditemukan dan dikembangkan oleh siswa. Guru hanya menciptakan
kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan
pelajaran melalui suatu proses belajar, dan menyimpannya dalam ingatan yang sewaktu
waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.26
Prinsip-prinsip yang menjadi karakteristik dari pendekatan edutainment. Pertama,
konsep pendekatan edutainment adalah salah satu rangkaian pendekatan dalam
pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar
dan proses belajar sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil dan proses belajar,
sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar. Konsep ini dirancang agar proses
belajar mengajar dilakukan secara holistic dengan menggunakan pengetahuan yang
berasal dari berbagai disiplin ilmu, seperti pengetahuan tentang cara kerja otak dan
memori, motivasi, konsep diri, emosi (perasaan), metakognisi, gaya belajar, kecerdasan
majemuk, teknik memori, teknik membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar
lainnya.27
Kedua, konsep dasar pendekatan edutainment, seperti halnya konsep belajar
akselerasi, berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang
kondusif dan menyenangkan. 28
Ketiga, pendekatan edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang
dirancang dengan satu jalinan yang efisien, meliputi dari anak didik, guru, proses
pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. pendekatan edutainment menempatkan
anak sebagai pusat dari proses pembelajaran, dan sekaligus sebagai subyek pendidikan.
Tidak seperti yang terjadi selama ini, anak didik ditempatkan dalam suatu posisi yang
tidak pas, yaitu sebagai obyek pendidikan. Proses pembelajaran terbaik yang dapat
diberikan kepada anak didik, menurut konsep ini, adalah suatu proses pembelajaran
yang diawali dengan menggali dan mengerti kebutuhan anak didik. Berangkat dari sini,
seorang pendidik harus bisa membawa anak didik, melalui suatu metode pembelajaran
yang benar, agar anak bisa berkembang seusai dengan potensi mereka seutuhnya. 29
Keempat, dalam pendekatan edutainment, proses dan aktivitas pembelajaran tidak
lagi tampil dalam wajah yang ‘menakutkan’ tetapi dalam wujud yang humanis dan
dalam interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan. Interaksi edukatif seperti ini
26 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 127-128
akan membuahkan aktivitas belajar yang efektif dan menjadi kunci utama suksesnya
sebuah pembelajaran. Asumsinya, jika manusia mampu menggunakan potensi nalar dan
emosinya secara jitu, maka ia akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa
diduga sebelumnya. Bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan melakukan
pembelajaran yang sesuai, maka belajar akan terasa sangat menyenangkan dan akan
memberikan hasil yang optimal.30
2.2Urgensi Edutainment
Urgensi dari edutainment memiliki filosofi bertolak belakang dengan
pemikiran yang mengatakan peserta didik diibaratkan dengan kertas putih
(tabularasa), wadah kosong yang harus diisi dan diwarnai oleh guru atau
siapapun. Kontroversi ini, dilatarbelakangi bahwa konsep edutaiment
mengajak kita membuka ruang sebesar-besarnya akan eksistensi setiap
manusia (humanis). 31
Terkait dengan pembelajaran edutainment bagi Profesor
Hamruni menjelaskan ada tiga asumsi menjadi landasan dalam
pelaksanaan pembelajaran . Pertama, perasaan positif (senang/gembira)
akan mempercepat pembelajaran. Sedangkan perasaan negatif seperti
sedih, takut, terancam dan merasa tidak mampu akan memperlambat
belajar atau bahkan bisa menghentikannya sama sekali. Maka konsep
edutainment mencoba memadukan dua aktivitas yang tadinya terpisah
dan tidak berhungan (yakni pendidikan dan hiburan). Kedua, jika
seseorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu,
maka ia akan membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga
sebelumnya. Dengan menggunakan metode yang tepat, siswa bisa
meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Ketiga, apabila setiap
peserta didik dapat dimotivasi dengan tepaat dan diajar dengan cara
30 Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal.
200-201
yang benar, menghargai gaya belajar dan modalitas mereka, maka
mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar yang optimal. 32
Menggunakan konsep pembelajaran edutainment mengarahkan
pendekatan student center, yang tidak lagi menjadi sasaran pembelajaran
tapi sebagai pelaku pembelajaran. Dihiasi dengan pembelajaran yang
membuat peserta didik aktif, senang, dan bergairah setiap jam pelajaran
tanpa ada istilah membosankan atau pernyataan tidak sanggup lagi dan
evaluasi setiap materi yang diajarkan sangat memuaskan. Bukankah
proses pembelajaran yang seperti itu diharapkan para guru?
Dengan demikian, tidak ada lagi istilah menolak akan konsep
edutainment. Bahkan metode pembelajaran edutaintment justru akan
membawa gairah guru untuk lebih kreatif dan produktif dalam
berintrepreneur yang dapat menunjang kualitas diri sebagai guru
profesional dalam mengajar . Paradigma menggugah, membuka
ruang-ruang yang tertutup selama ini (tradisional) seperti kelas hanya ruang-ruangan
sepi yang tak ada manusia didalamnya menjadi kelas yang sangat
menyenangkan. Mengkambing hitamkan peserta didik dalam klaim
pembenaran (truth of clim) bahwasannya peserta didiklah yang bersalah
untuk tidak mau menghafal dan belajar . Padahal belum tentu hanyalah
peserta didik yang ikut andil dalam kasus tersebut , bisa jadi ada pula
pengaruh guru dalam memberikan metode pembelajaran .
2.3Nuansa edutainment dalam proses belajar mengajar
Gambar A 2 Saat pembelajaran menggunakan metode edutainment anak anak justru bersemangat dalam membaca quran , dan bergairah dalam menerima nilai nilai islam
BAB III
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Metode Edutainment merupakan metode pembelajaran yang berpengaruh dalam
keberhasilan pendidikan . Hal ini didukung dengan pemuktian dalam penelitian yang
telah dilakukan pada TPA Al Mukmin Plosorejo Ngaglik Sleman Yogyakarta . Dimana
urgensi menggunakan metode edutainment membuat suasana belajar yang selama ini
menjadi momok menakutkan bagi peserta didik berubah arus menjadi sangatlah
menyenangkan dan bahkan dapat dijadikan sebagai suatu hiburan . Sehingga kemasan
pembelajaran yang menarik pastilah akan mendapat perhatian yang serius dari para
peserta didik.
Dalam hal ini edutainment berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung
dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan. Sebab konsep ini menawarkan
sebuah perpaduan dua aktifitas yaitu ‘pendidikan’ dan ‘hiburan’.
Selain itu, dengan
adanya metode edutainment pengajar sangatlah terbantu untuk menemukan
salah satu metode pengajaran yang mewujudkan guru yang kreatif dan
produktif dalam berintrepreneur dan dapat menunjang kualitas diri sebagai
DAFTAR PUSTAKA
http://alyaty.multiply.com/item/reply-to-message/alyaty:journal:2,
diakses pada 3 Maret 2018
Bobbi De Porter, dkk. 2002 Quantum Teaching: Mempraktikkan
Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung : Kaifa
Dimyati dan Mudjiono,1999. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rinneka Cipta, 1999).
Hamid,Moh. Sholeh. (2011). Metode Edutainment.Yogyakarta:
Diva Press.
Hamruni, 2008. Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Sukses Offset
Mishad, 2011. Active learning, belajar yang mengasyikan. diakes dari
www.mishadonline.blogspot.Com/2011/05/Active-Learning-BelajarYang.html 3
Maret 2018
Nurhadi, Kurikulum 2004. Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grassindo
Thoha, Chabib, 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Silberman, L Melvin, 2006. Active learning 101 Cara Belajar Peserta
didik Aktif, Terj Raisul Muttaqien. Bandung: Nuansa Media.
Sudjana, Nana. 1996. CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana, 2001. Strategi Belajar Mengajar.