• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kulah Teori dan Prinsip Pendidikan

dengan Dosen Dr. Heru Suparman

Oleh :

Vina Karina Putri

20177379068

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

FAKULTAS PASCASARJANA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Jl. Nangka No. 58C Tanjung Barat

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas

bimbingan dan petunjuk serta kemudahan yang diberikan oleh-Nya, saya dapat

menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Peran Kepala Sekolah Dalam

Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia” dengan baik dan lancar tanpa ada

hambatan yang berarti. Penyususunan makalah ini merupakan untuk memenuhi

salah satu tugas mata kulah Teori dan Prinsip Pendidikan dengan Dosen Dr. Heru

Suparman.

Makalah pendidikan tentang Peran Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Mutu

Pendidikan di Indonesia ini berisi mengenai gambaran secara umum perihal

kepemimpinan kepala sekolah, apa saja peran kepala sekolah secara umum, dan

bagaimana strategi kepala sekolah selaku pimpinan sebuah institusi pendidikan

dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, dalam makalah ini pun dibahas mengenai hal-hal apa saja yang

menjadi masalah kekinian dalam menghadapi tantangan global dunia pendidikan

terutama mengenai gaya yang tepat seorang kepala sekolah guna menghadapi hal

tersebut, sehingga sekolah yang dipimpinnya dapat tertus maju dan berkembang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kalangan civitas

mahasiswa dalam menambah literasi. Saya sangat mengharapkan saran, kritik, dan

masukan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, Juli 2018

Penyusun,

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1

Latar Belakang

1

1.2

Rumusan Masalah

2

1.3

Tujuan Penulisan

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4

2.1

Bagaimana Gambaran Kepemimpinan Kepala Sekolah

4

2.2

Tipe-Tipe Kepemimpinan

4

2.3

Kepemimpinan Kepala Sekolah

5

2.4

Mutu Pendidikan

5

BAB III

PEMBAHASAN

8

3.1

Kepemimpinan Kepala Sekolah

8

3.2

Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

………10

3.3

Masalah kekinian yang dihadapi dalam tantangan global dunia

Pendidikan

14

3.4

Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan

di Indonesia sekaligus menjawab tantangan global dunia

pendidikan

19

BAB IV

PENUTUP

25

4.1

Kesimpulan

25

4.2

Saran

25

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.

Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan semakin penuh dengan dinamika. Di Indonesia sendiri dinamika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang melingkupi dunia pendidikan.

Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara sfesifik dilihat dari persfektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional dan rendahnya sumber daya manusia (Hadis dan Nurhayati, 2010:2). Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal ( sekolah ). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang.

Kemajuan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan dari masyarakat untuk menangkap proses informatisasi dan kemajuan teknologi. Karena Proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan sekaligus semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi , maupun sosial.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

(5)

jawab. Warga pendidikan yang meliputi siswa, guru, staf TU, dll pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut kepala sekolah untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.

Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang professional. Tenaga pendidik mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga pendidik yang professional akan melaksanakan tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Menjadi tenaga pendidik yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan profesionalisme ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.

Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan.

Profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan juga secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Tenaga pendidik yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya

(6)

Sehingga dalam hal ini kepala sekolah harus memiliki strategi dalam menghadapi berbagai persoalan dunia pendidikan, baik interen maupun eksteren. Sebab pendidikan masa kini harus ditanggulangi oleh cara kekinian juga sebab pendidikan masa kini senantiasa mengikuti perkembangan zaman secara global. Termasuk didalamnya peningkatan mutu oendidikan yang harus dikembangkan secara terus menerus, sebab sekolah yang bermutu senantiasa akan menghasilkan output yang bagus atau unggul. Dimana masyarakat saat ini hanya melihat keunggulan sebuah sekolah dilihat dari segi output siswanya dan juga segi bangunan sekolahnya. Oleh karena itu seorang kepala sekolah haruslah lihai dalam mengelola sekolahnya, sebab mengelola sumber daya manusia di Indonesia bukanlah perkara mudah, harus siap dengan segala konsekuensinya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Gambaran Kepemimpinan Kepala Sekolah

2. Bagaimana Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan 3. Apasaja masalah kekinian yang dihadapi dalam tantangan global dunia pendidikan 4. Bagaimana strategi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia sekaligus menjawab tantangan global dunia pendidikan.

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori dan Prinsip Pendidikan. 2. Untuk mengetahui gambaran kepemimpinan kepala sekolah secara umum. 3. Untuk memahami peranan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4. Untuk mengetahui permasalahan apasaja yang dihadapi dalam tantangan global

dunia pendidikan.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bagaimana Gambaran Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution, 2005: 200). Lebih lanjut, Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi.

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli diantaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang salain berhubungan dengan tugasnya. (T. Hani Handoko, 1999:294). Menurut Handoko (1999:295), ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional, yaitu:

a. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif.

b. Pendekatan kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii kelompok apapun dimana ia berada.

c. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

2.2. Tipe – Tipe Kepemimpinan

Menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :

1) Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.

(8)

3) Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.

2.3. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal.

Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Pastinya mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan “semau gue”. Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).

2.4. Mutu Pendidikan

Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.

Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun).

(9)

komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan lain sebagaigainya.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam

school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya: NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

Dalam manajemen peningkatan mutu sekolah diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai berikut:

a) Sumber daya

Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

b) Pertanggung-jawaban (accountability)

Sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

c) Kurikulum

Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu:

(10)

 Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.

 Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

d) Personil sekolah

(11)

BAB III PEMBAHASAN

2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah guru yang dibeikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan poses belajar mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Selain itu kepala sekolah juga merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksanakan. Adapun tugas-tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo (2002:97) adalah:

1) Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain.

2) Kepala sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah. 3) Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan.

Kepala sekolah harus bertindak dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf, dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah. Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan. Dengan segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara cepat serta dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah.

4) Kepala sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional.

Dalam hal ini seorang kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui satu analisis, kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang bijak dan terbaik. Serta harus dapat melihat setiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling berkaitan. 5) Kepala sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah.

Dalam lingkungan sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan konflik untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik tersebut.

6) Kepala sekolah adalah seorang politisi.

Kepala sekolah harus dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan kesepakatan (compromise). Peran politis kepala sekolah dapat berkembang secara efektif, apabila:

 Dapat dikembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing.

Dalam berbagai macam pertemuan kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yang dipimpinnya.

8) Kepala sekolah mengambil keputusan-keputusan sulit.

(12)

Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengatahui perannya. Adapun peran-peran kepala sekolah yang menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.

Dari tiga peranan kepala sekolah sebagai manajer tersebut, dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1) Peranan hubungan antar perseorangan

Figurehead, hal ini berarti lambang. Dengan pengertian sebagai kepala sekolah sebagai lambang sekolah.

 Kepemimpinan (Leadership). Kepala sekolah adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja dan produktivitas yang tinggi untuk mencapai tujuan.

 Penghubung (liasion). Kepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan kepala sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan siswa.

2) Peranan informasional

3) Peranan pengambil keputusan

 Sebagai monitor. Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan karena kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap sekolah.

 Sebagai disseminator. Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menyebarluaskan dan memabagi-bagi informasi kepada para guru, staf, dan orang tua murid.

Spokesman. Kepala sekolah menyabarkan informasi kepada lingkungan di luar yang dianggap perlu.

Enterpreneur. Kepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-program yang baru serta malakukan survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah.

 Orang yang memperhatikan ganguan (Disturbance handler). Kepala sekolah harus mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil.

 Orang yang menyediakan segala sumber (A Resource Allocater). Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan dibagikan.

A negotiator roles. Kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar dalam memenuhi kebutuhan sekolah

2.2. Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

(13)

ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill ) dan keterampilan konseptual (

conceptual skill ).

Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas. Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya.

Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola komunikasi dari sekolah pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu komunikasi top-down, cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional.

Media komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah: rapat dinas, surat edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta pesan berantai yang disampaikan secara lisan. Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements). Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance), (2)

feature, (3) kehandalan (reliability), (4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan (servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.

Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.

Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu, Kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organic. Untuk itu kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader

(14)

1) Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa.

2) Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK.

3) Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi, bukannya menciptakan rasa takut.

4) Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.

5) Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan.

6) Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan (Boediono,1998).

Menurut Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam slamet, PH, 2000), kepala sekolah merupakan salah satu sumber daya sekolah yang disebut sumber daya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output yang diharapkan. Secara umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut (Slamet, PH,2000) : Kepala sekolah:

a) Memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi).

b) Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas).

c) Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat).

d) Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya.

e) Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai.

f) Memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.

Adapun peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kepala sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya), berpikir “sebab-akibat” (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan), berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif +kualitatif), dan berpikir sinkretisme.

(15)

fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak), rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana), ketentuan-ketentuan/limitasi (peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja, dan sebagainya), pengendalian (tindakan turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.

3) Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer (mengkoordinasi dan menyerasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan), pemimpin (memobilisasi dan memberdayakan sumberdaya manusia), pendidik (mengajak nikmat untuk berubah), wirausahawan (membuat sesuatu bisa terjadi), penyelia (mengarahkan, membimbing dan memberi contoh), pencipta iklim kerja (membuat situasi kehidupan kerja nikmat), pengurus/administrator (mengadminitrasi), pembaharu (memberi nilai tambah), regulator (membuat aturan-aturan sekolah), dan pembangkit motivasi (menyemangatkan).

Menurut Enterprising Nation (1995), manajer tangguh memiliki delapan kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d) flexible and adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g) ability to solve complex problem and make decisions, and (h) ethical/high personal standards.

Sedang American Management Association (1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity, (c) concern with impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f) developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k)

perceptual objectivity, (l) positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o) self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, and (r) use of oral presentation.

Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Dimensi tugas terdiri dari: pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan, manajemen fasilitas (sarana dan prasarana), pengelolaan keuangan, hubungan sekolah masyarakat, dan sebagainya.

b) Dimensi proses, meliputi pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian, pemotivasian, pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan proses belajar mengajar.

c) Dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu, tempat, sumberdaya, dan kelompok kepentingan.

d) Dimensi keterampilan personal meliputi organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri, pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis (Lipham, 1974; Norton, 1985).

Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah (kesenjangan antara kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan). Berangkat dari sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh sekolah, dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung persoalan), dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan. Sepanjang masih ada persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.

(16)

solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah.

Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain, kepala sekolah mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko serta melindunginya sekiranya hasilnya salah.

Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat menuju Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah).

Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu, pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat kepentingan tertinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah.

Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya (Slamet PH, 2000), terutama sumberdaya manusianya melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumberdaya.

2.3. Masalah kekinian yang dihadapi dalam tantangan global dunia pendidikan

Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontribusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.

(17)

Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198). Visi ini tentu saja mensyaratkan bahwa, sebagai institusi, pendidikan harus solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan yang steril dari berbagai permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau tidak suka, permasalahan akan selalu ada dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi pendidikan. Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahah, tetapi justru perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya.

Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan permasalahan internal.

1. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini

Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensi eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global. Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.

Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sektor kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan sosial adalah masalah “klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan karenanya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.

a. Permasalahan Globalisasi

(18)

diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO. Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122). Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah pada tingkat sekolah menengah.

Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”. Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan tentang sekolah berstandar internasional. Pada jajaran SMK regulasi sekolah berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional.

Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan pendidikan masa kini.

b. Permasalahan perubahan sosial

(19)

Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28). Dalam kaitan dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan nasional.

2. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini

Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud, makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran.

a. Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan

(20)

kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi miskim wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”. Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya modal pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup pembahasan makalah ini.

b. Permasalahan Profesionalisme Guru

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu dan ditiru”.

Lebih jauh Suyanto (2006: 28) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.

Berdasaarkan ciri-ciri atau karakteristik profesionalisme yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa guru tidak bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.

c. Permasalahan Strategi Pembelajaran

(21)

paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis faktual atau pengetahuan. Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem posing).

Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.

2.4. Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sekaligus menjawab tantangan global dunia pendidikan

1. Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan

Manajemen pendidikan di sekolah merupakan proses aplikasi fungsi manajemen dalam melaksanakan proses pengajarna dan pembelajaran utnuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah, peranan kepala sekolah sebagai manajer dalam menjalankan manajeme pendidikan sangat menetukan pencapaian tujuan dengan dukungan sumber daya personel, materi, finansial, dan lingkungan masyarakat. Sehingga pendidikan merupakan sisitem terbuka bukan hanya sekedar sekolah formal, tetapi juga merupakan sekolah non formal dimana aktivitas di luar sekolah yang diorganisasikan oleh berbagai macam lembaga umum dan swasta.

Sekolah sebagai sosial berfungsi dalam mengintegralkan semua subsistem yaitu tujuan dan nilai organisasi, teknik, psikosiosial, struktural, dan manajerial. Sekolah dalam menyusun tujuannya maupun penggunaan pengetahuan untuk menjalankan tugas sekolah, yaitu pengajaran dan pembelajaran sesuai dengan tuntutan keperluan masyarakat. Kepala sekolah sebagai pimpinanberperan sebagai pemimpin, pendidik, pengawas, dan pendorong bagi guru-guru dalam proses kepemimpinanya.

(22)

penyampaian hasil mutu organisasi, visi dan misi yang jelas, strategi dan tujuan yang jelas, pembiayaan sekolah, pemanfaatan lulusan dan operasional rencana, terutama pengembangan kurikulum secara berkelanjutan.

Menurut Joseph C.Field dalam Syarafuddin (2002), ada sepuluh langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya:

a) Mempelajari dan memahami manajemen mutu secara menyeluruh.

b) Memahami dan mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus. c) Menilai jaminan mutu saat ini dan program pengendalian mutu.

d) Membangun system mutu terpadu (kebijakan mutu, rencana strategis mutu, implementasi rencana, rencana pelatihan, organisasi dan struktur, prosedur bagi tindakan perbaikan, pendefinisian terhadap nilai tambah tindakan).

e) Mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya mutu sebagai tujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja pada suatu kelompok kerja.

f) Mempelajari teknik untuk menyerang atau mengatasi akar persoalan (penyebab) dan mengaplikasikan tindakan koreksi dengan menggunakan teknik dan alamat manajemen. g) Memilih dan menetapkan pilot project untuk diaplikasikan.

h) Tetapkan prosedur tindakan perbaikan dan sadari akan keberhasilannya.

i) Menciptakan komitmen dan strategi yang benar oleh pemimpin yang akan menggunakannya.

j) Memelihara jiwa mutu terpadu dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan yang amat luas.

Selain itu untuk mengejar mutu ada tujuh elemen dari manajemen terpadu yaitu:

a) Strategi yang terpokus pada pelanggan. Berarti kepuasaan pelanggan internal dan eksternal dan respons terhadap tujuan dari dalam, sasaran dan perbaikan dalam peran, tanggung-jawab dan perilaku harus menjadi focus pekerjaan.

b) Kepercayaan terhadap orang-orang, baik internal maupun eksternal merupakan sumber daya yang sangat penting. Pemberdayaan oran-orang pada manajemen pribadi merupakan hal yang vital.

c) Aktivitasnya yang menunjukan perbaikan terus-menerus merupakan norma yang diharapkan, sehingga status quo merupakan hal yang tabu dalam semua bidang.

d) Pengembangan dan pelaksanaan suatu sistem berdasarkan proyek dan proses pengawasan dengan menggunakan alat dan teknik mutu.

e) Jaminan mutu yang terus berjalan berdasarkan penilaian kinerja.

(23)

g) Pemikiran yang berbeda terhadap segala sesuatu dalam pencarian atau pengejaran kepuasan pelanggan.

Berdasarkan elemen-elemen pokok tersebut, terdapat tujuh prinsip manajemen mutu dalam pendidikan:

a) Komitmen manajemen terpadu

Mutu terpadu pendidikan adalah suatu perubahan budaya organisasi sebagai cara baru bagi kehidupan setiap orang. Hali ini menuntut dewan sekolah dan administrator untuk menggunakan dan mengaplikasikan elemen-elemen dan prinsip manajemen mutu terpadu pendidikan yang pertama.

b) Selalu mengutamakan pelanggan

Pelanggan internal (pelajar, guru dan personel pendukung) harus berusaha mencapai kebutuhan pelanggan eksternal (pegawai-pegawai, institusi pelatihan, dan kontrak sosial). c) Komitmen terhadap tim kerjasama

d) Komitmen terhadap manajemen pribadi dan kepemimpinan. e) Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus

f) Komitmen terhadap kepercayaan kemampuan pribadi dan tim. g) Komitmen untuk meraih mutu.

Lalu apa yang harus dilakukan oleh kepala sekolah untuk memajukan sekolahnya? James Harvey dalam tulisannya berjudul “The School Principal as Leader: Guiding Schools to Better Teaching and Learning” mengatakan, seorang kepala sekolah harus melakukan lima hal kunci, yakni:

1) Merumuskan visi untuk kemajuan dan keberhasilan academik siswa

2) Menciptakan suasana sekolah yang sangat layak untuk pendidikan dan pembelajaran 3) Menanamkan sikap kepemimpinan terhadap seluruh staf akademik dan non akademik 4) Meningkatkan pembelajaran

5) Mengelola seluruh staf akademik dan non-akademik untuk mengelola proses layanan akademik dan non-akademik dalam rangka mempercepat kemajuan Kepala sekolah harus merumuskan visi kepemimpinannya yang jelas dan terukur, dan dapat difahami oleh semua staf akademik dan non akademik sehingga mereka memahami apa yang harus dikerjakan sesuai visi kepala sekolahnya. Kemudian menciptakan suasana yang dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran, memimpin seluruh stafnya, serta mengelola seluruh orang dan proses untuk mempercepat kemajuan sekolah.

(24)

karena dia harus mengelola seluruh sumber daya untuk proses pendidikan dan pembelajaran.

Seorang kepala sekolah harus memiliki kecerdasan manajerial, yakni memiliki ide-ide besar untuk kemajuan sekolahnya, mampu mengorganisir seluruh stafnya untuk melaksanakan program yang sudah ditetapkan sebagai rencana kerja tahunan, mampu memberi motivasi kepada seluruh staf akademik dan staf non akademik, dan selalu menghargai seluruh stafnya itu. Seorang kepala sekolah, harus mampu berkomunikasi dengan baik untuk membuat seluruh stafnya faham akan sesuatu yang harus mereka kerjakan, dan mampu mendorong mereka untuk bekerja memajukan institusi sekolahnya. Dan bahkan seorang kepala sekolah harus mampu mengevaluasi secara obyektif pekerjaan yang diselesaikan oleh seluruh tim kerjanya, dan menjadikan sebagai inspirasi untuk perbaikan di waktu yang akan datang.

2. Strategi kepala sekolah dalam menjawab tantangan global dunia pendidikan

Perkembangan teknologi telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Perubahn itu hampir mencakup semua aspek kehidupan seperti sosial, politik, ekonomi, budaya bahkan pendidikan. Untuk menjawab tantangan globalisasi ini, semua Negara dituntut untuk memiliki SDM yang berkualitas. Isu globalisasi yang gencar dengan tuntutan implementasi ide-ide demokratisasi, penggunaan IPTEK yang canggih, pemeliharaan lingkungan hidup dan penegakan hak asasi manusia (HAM), hanya mungkin terjawab oleh SDM yang bermutu dan memiliki integritas dan professional. Dengan kata lain, perbaikan mutu menjadi paradigma baru pendidikan kedepan.

Tantangan global dunia pendidikan saat ini sangatlah penting, yang mana dalam makalah ini tantangan tersebut meliputi tantangan internal dan eksternal.

Pendidikan berwawasan global dapat dikaji berdasarkan dua perspektif. 1) Kurikuler

Berdasarkan perspektif kurikuler, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik kelas menengah dan profesional dengan meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat dunia, dengan ciri-ciri:

 mempelajari budaya, sosial, politik dan ekonomi bangsa lain dengan titik berat memahami adanya saling ketergantungan,

 mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan setempat, dan,

 mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan dan keterampilan untuk bekerjasama guna mewujudkan kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan pembahasan materi yang mencakup:

 adanya saling ketergantungan di antara masyarakat dunia,

 adanya perubahan yang akan terus berlangsung dari waktu ke waktu,

 perbedaan kultur di antara masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat

(25)

 adanya kenyataan bahwa kehidupan dunia ini memiliki berbagai keterbatasan antara lain dalam ujud ketersediaan barang-barang kebutuhan yang jarang, dan,

 untuk dapat memenuhi kebutuhan yang jarang tersebut tidak mustahil menimbulkan konflik-konflik.

Berdasarkan perspektif kurikuler ini, pengembangan pendidikan berwawasan global memiliki implikasi ke arah perombakan kurikulum pendidikan. Mata pelajaran yang dikembangkan tidak lagi bersifat monolitik melainkan lebih banyak yang bersifat integratif dalam arti lebih ditekankan pada kajian yang bersifat multidisipliner, interdisipliner dan transdisipliner.

2) Reformasi

Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang bersifat sangat kompetitif dan dengan derajat saling ketergantungan antar bangsa yang amat tinggi. Pendidikan harus mengaitkan proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat global. Oleh karena itu kepala sekolah harus memiliki orientasi nilai, di mana masyarakat kita harus selalu dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat dunia.

Selain itu, kepala sekolah juga harus berani dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan arus global, seperti: merekrut guru yang sesuai kompetensinya, berani melakukan kreasi dan inovasi dalam berbagai hal baik pembelajaran maupun menajerial sekolah lainnya. Terlebih penting lagi dalam era global saat ini semua informasi dapat di akses hanya dengan menggunakan gajet, sehingga hampir disemua elemen baik siswa, guru, masyarakat, hingga orang tua senantiasa mencari sumber informasi menggunakan teknologi. Sehingga kepala sekolah wajib menjadikan perkembangan teknologi sebagai “kawan” dalam mengelola pendidikan, untuk dapat sejalan dengan arus tantangan zaman.

Kunci utama peningkatan mutu tersebut adalah guru. Pendidikan yang baik harus ditopang oleh guru yang memiliki kapabilitas, loyalitas dan integritas, serta akuntabilitas pelaksanaan tugas. Untuk keempat tagihan utama tersebut, guru harus bersikap profesional. Kepala sekolah harus memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan, meningkatkan dan memelihara profesionalisme para guru di sekolah/madrasah nya. Untuk itu, menurut Paul V. Bredeson dari University of Wisconsin-madison, USA, dan Olof Johansson dari University of Umeå, Sweden, seorang kepala sekolah harus melakukan delapan (8) langkah sebagai berikut:

1) Selalu melakukan analisis terhadap basil belajar siswa, khususnya analisis terhadap hasil ujian siswa, dengan mengkaji perbedaan antara hasil belajar dengan tujuan danstandar kompetensi siswa.

(26)

3) Melakukan analisis apakah program sekolah sesuai dengan kegiatan harian guru.

4) Melakukan analisis apakah program-program yang sudah diorganisisr mash efisien untuk mengatasi masalah.

5) Melakukan analisis apakah kegiatan yang sedang berjalan dan program belajarberikutnya mendukung terhadap kebutuhan studi lanjut.

6) Melakukan evaluasi bersama dengan menggunakan data dari beragam sumber belajar siswa dan bahan ajar yang diajarkan guru.

7) Memberi kesempatan bagi guru untuk akses pada teori-teori yang mendasari pengetahuan, ketrampilan yang mereka pelajari.

8) Melakukan analisis apakah program pembelajaran siswa sesuai dengan tujuan melakukan perubahan yang komprehensif pada siswa, dan apakah program perubahan tersebut fokus pada kemajuan belajar siswa.

Dalam konteks peningkatan dan pengembangan profesionalisme guru ini, kepala sekolah harus memiliki data sebagai pijakan untuk melakukan perubahan menuju tercapainya tujuan dan terpenuhinya kebutuhan para siswa. Kemudian mendampingi para guru untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses pembelajaran agar tetap konsisten menuju tercapainya tujuan yang disepakati bersama, dan sesuai pula dengan kebutuhan para siswa sebagai warga belajar.

(27)

4.1. Kesimpulan

Bahwa Kepemimpinan kepala sekolah yang konsisten akan aturan yang berlaku besar sekali pengaruhnya terhadap peningkatan mutu di sekolah dengan catatan adanya interaksi antara kepala sekolah dan guru serta para orangtua saling menunjang dan mengisi masing-masing konsisten dan tanggung jawab atas hak dan kewajibannya sehingga tercipta situasi dan kondisi yang diinginkan.

Untuk meningkatkan kualitas sekolah/madrasah, kepala sekolah sebagai manajer yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya satuan pendidikan yang menjadi wilayah otoritasnya, yang paling pertama harus dilakukannya adalah merumuskan visi kepemimpinannya, mempersiapkan sekolah yang layak untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran, bersikap sebagai seorang leader di hadapan seluruh staf akademik dan non-akademik, dan mengoptimalkan layanan seluruh stafnya untuk mempercepat kemajuan. Dan bersamaan dengan itu, kepala sekolah juga harus terus melakukan analisis terus menerus terhadap kesesuaian hasil belajar siswa dengan visi dan tujuan sekolah, kebutuhan siswa, kebutuhan studi lanjut, serta mengarahkan guru untuk menyesuaikan program pembelajaran dan proses pembelajaran dengan pencapaian visi tersebut, serta dengan berbagai variabel kebutuhan siswa untuk studi lanjut dan bahkan untuk mampu menyesuaikan diri dengan kehdupan sosial kemasyarakatan serta berbagai perubahan yang terjadai sangat cepat dalam kehidupan sosial.

4.2. Saran

Dalam makalah ini saya selaku penyusun memiliki sedikit saran terhadap beberapa civitas akademisi diantaranya:

a. Kepala sekolah

Kepala sekolah disarankan untuk senantiasa memiliki sikap profesional, tegas, inovatif, tidak koruptif dan bertanggung jawab terhadap tugas, tindakan, serta langkah-langkah yang diambilnya selama bertugas guna menjadikan sekolah yang dipimpinnya mampu bersaing dalam meningkatkan mutu baik secara nasional maupun global.

b. Guru

Guru yang baik adalah guru yang senantiasa di gugu dan di tiru oleh siswanya. Selain itu guru pun harus senantiasa menjalankan tugas-tugasnya secara profesional dan menghindari sikap materialis.

c. Siswa

Siswa merupakan objek dari pendidikan, sehingga siswa diharapkan mampu bersaing dalam akdemik dan non akademik, kurangi penggunaa gajet, dan hindari penyalahgunaan hal-hal negatif. Siswa adalah generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa ini.

d. Masyarakat

Masyarakat merupakan elemen penting dalam kontrol setiap kebijakan kepala sekolah dan kontrol terhadap pengajaran seorang guru, oleh karena itu diharapkan dapat terus terjalin komunikasi yang harmonis. Namun masyarakat juga harus cerdas dalam melihat proses pendidikan, harus dapat membedakan tindakan tegas sekolah dan tindakan kriminal sekolah.

e. Pemerintah

(28)

pemerintah harus dapat dilihat dari segi deduktif dan induktif sehinga akan tercipta keseimbangan dalam mencapai tujuan pendidikan.

(29)

Anonim, 2000. Panduan Manajemen Sekolah, Depdiknas, Dikmenum

Anonim, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah, Depdiknas, hand out pelatihan calon kepala sekolah, Direktorat Sekolah lanjutan Pertama, 2000. Gaspersz, Vincent. 2000. Penerapan Total Management In Education (TQME) Pada

Perguruan Tinggi di Indonesia, Jurnal Pendidikan (online), Jilid 6, No. 3 (http://www.ut.ac.id diakses 20 Januari 2001).

Hanafiah, M. Jusuf, dkk, 1994. Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi, Badan Kerjasama

Perguruan Tinggi Negeri Nasution, MN, 2000. Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Jakarta

Moh. Iwan Apriyadi. 2007. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. Artikel dipublikasikan diinternet.

Slamet, PH. 2000. Karakteristik Kepala Sekolah Yang Tangguh, Jurnal Pendidikan, Jilid 3, No. 5 (online) (http://www.ut.ac.id diakses 20 Januari 2001).

Sudarsono. 2007. Manajemen Kepala Sekolah Dalam Pelayanan Publik. Makalah dipublikasikan diinternet.

Usman, Husaini, Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Februari 2001, Jilid 8, Nomor 1.

Tim Kajian Staff Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan. Kajian Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Bredeson, Paul V.,dan Olof Johansson,The School Principal’s Role in Teacher Professional Development, Journal of in Service Education, USA, 2013.

Colby, Jeanette,and Miske Witt, Defining Quality in Education, Working paper of Education Section, program division, UNICEF, New York 2000.

Harvey, James,The School Principal as Leader: Guiding Schools to Better Teaching and Learning, the Wallace Foundation, 2013.

Little, Priscilla M.,The Quality ofSchool-Age Child Care in After-School Settings, Journal Child Care and Early Education, Research Connection, Columbia University, 2007, Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2015, revisi atas Peraturan Pemerintah No. 19 tahun

2005.

Rosyada, Dede,Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam Pendidikan, Prenada Media, jakarta, 2013,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi pengalaman belajar kuliah lapangan terpadu berbasis inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa calon guru biologi

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.Berdasarkan hasil penlitian dan pembahasan diketahui bahwa dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

kalk di minum 1x1 sesuadah makan pada pagi hari dan Fe dan vitamin C di minum 1x1 sesudah makan pada malam hari sebelum tidur di minum dengan air putih atau air jeruk untuk

Berdasarkan rumusan masalah yang diperoleh, maka tujuan penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk melihat pengaruh dari metode Feature Selection dengan metode

In Boztepe (2012) which has proven the influence of environmental awareness, green products, green prices, and green promotion of significant purchasing decisions

Iradat Konsultan yang sedang berjalan adalah adanya pertukaran data yang tidak efisien antara gedung kantor pusat dan kantor cabang yang belum terhubung secara fisik,

Jadi apa yang diharapkan dengan mcnggunakan modul pembclajaran kendiri permasalahan perbezaan prestasi pelajar akibat dari masalah kelas bcsar

Seorang penulis harus sabar, dia tidak dapat langsung menyampaikan inti karya ilmiah yang ditulisnya (misalnya hasil penelitian yang dianggapnya sangat menarik