• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pencapaian Sasaran Program Ketahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya Pencapaian Sasaran Program Ketahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Upaya Pencapaian Sasaran Program Ketahanan Pangan Nasional dalam Perspektif Belanja APBN

Program Ketahanan Pangan Nasional

(2)

1

melanjutkan bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT);

2

melanjutkan dan memperkuat kegiatan pertanian yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

3

pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;

4 pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;

5 peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;

6

peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usaha tani;

7 jaminan penguasaan lahan produktif;

8 pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; 9 penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;

10 pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; 11 penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;

12

mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;

13

pembangunan kawasan komoditasunggulan terpadu secaravertikal dan/atauhorizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yangberdaya saingtinggi di pasar lokal maupun internasional;

14

pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarak khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;

15

pengembangandiversifkasi pangan danpembangunan lumbungpangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;

16

peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu;

17 peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional. 18penguatan sistem perkarantinaan pertanian;

19

penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifk lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;

20

pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasiskelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;

21

berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;

22

peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis;

23 peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.

Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian tersebut, strategi yang akan ditempuh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mencanangkan Program Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.

Pola Konsumsi Pangan Nasional

(3)

sumber protein dan sumber lemak serta vitamin dan mineral1. Data klasifkasi bahan pangan ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan sektor pertanian, terutama dari sekuritisasi pasokan domesitk.

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 800

Rata-rata Konsumsi Bahan Pangan (KKal) per Kapita Sehari

Padi dan Umbi Ikan Daging Telur Susu Sayur Buah Kacang-Kacangan

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Bahan Pangan per Kapita per Hari (Kkal) (Sumber BPS)

Data BPS, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 memberikan informasi bahwa konsumsi bahan pangan sumber kabohidrat berupa padi-padian dan umbi-umbian menurun dari tahun ke tahun. Dari konsumsi sebesar 1100 kilo kalori per hari pada tahun 2002, menjadi 1000 kilo kalori pada tahun 2007 sebelum turun ke 920 kilo kalori per hari pada tahun 2012. Di sisi yang lain, data menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan (padi) terus mengalami peningkatan (tabel 3). Produksi padi mencapai 48 juta ton pada tahun 1993 dan mengalami peningkatan 52 juta ton pada tahun 2000 sebelum mencapai 69 juta ton pada tahun 2012.

1KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT INDONESIA ANALISIS DATA SUSENAS 1999-2005, Mewa Ariani

(4)

Tabel 3. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi (Sumber BPS)

Lebih lanjut tabel 2 menunjukkan bahwa tren tingkat konsumsi sumber protein, seperti ikan, daging, telur dan susu serta bahan pangan sumber vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan berbeda dengan tren konsumsi bahan pangan sumber karbohidrat. Konsumsi bahan sumber protein stabil pada angka 120-an kilo kalori per hari dan cenderung naik pada tahun 2011 dan 2012 menjadi sekitar 150 kilo kalori per hari. Sedangkan bahan pangan sumber vitamin dan mineral juga dalam tren yang stagnan pada tingkat konsumsi 140 kilo kalori per hari, dan cenderung menurun pada tahun 2011 dan 2012 menjadi 120 kilo kalori per hari.

T

o

(5)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Tabel 4. Produksi Sektor Perikanan (Ton) (Sumber BPS)

Tingkat konsumsi bahan pangan sumber protein ini, salah satunya disuplai oleh sektor perikanan yang menghasilkan produksi ikan hampir mencapai 13 juta ton pada tahun 2012, atau meningkat hampir 2 kali lipat dari produksi 2005 yang berkisar di angkan 6.5 juta ton ikan. Namun yang perlu diperhatikan dalam angka produksi perikanan tersebut yaitu jumlah produksi perikanan laut yang cenderung konstan di angka 4,5-5 juta ton per tahun. Tren ini berbeda dengan produksi perikanan budidaya yang terus meningkat pesat dari tahun ke tahun yaitu berkisar 2 juta ton pada tahun 2005, meningkat pesat menjadi 7.5 juta ton pada tahun 2011.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120 2,000,000

Produksi Buah dan Sayuran (Ton)

Produksi Sayuran Produksi Buah-Buahan

(6)

Demand konsumsi bahan pangan sumber vitamin dan mineral, berupa buah dan sayuran disuplai oleh produksi nasional, dimana angka produksi sayuran mencapai hampir 12 juta ton pada tahun 2012, meningkat bertahap dari angka 8 juta ton pada tahun 2003. Sedangkan produksi buah-buahan cenderung lebih fluktuatif, dimana sampai dengan tahun 2009, produksi buah-buahan meningkat dari angka produksi 13 jutaan ton menjadi 18 jutaan ton. Namun produksi tahun selanjutnya turun menjadi 15 jutaan ton, sebelum naik lagi pada tahun 2012 sebesar 17.4 juta ton.

Pola Belanja APBN untuk Ketahanan Pangan

Belanja APBN yang sangat terkait dengan program ketahanan pangan nasional adalah belanja sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan. Belanja sektor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari alokasi belanja 7.5 Trilyun pada APBN 2007, angka APBN untuk sektor ini meningkat pesat hampir sebesar 300% pada APBN 2013, dimana dianggarkan 19.9 Trilyun untuk pos pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan (tabel 6).

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 7,570.3

11,241.8

8,716.8 9,004.7 15,492.0

19,759.0 19,925.5

Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Milyar Rp)

Tabel 6. Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Sumber DJA-Kemenkeu)

Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1) meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2) meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3) meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.

(7)
(8)

Keragaan data konsumsi pangan ini sangat penting terutama bagi pemerintah untuk dapat melakukan antisipasi dalam penyediaannya terutama melalui pasokan dari produksi domestik. Komitmen pemerintah dalam upaya perwujudkan ketahanan pangan, dilakukan dengan meningkatkan kemandirian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan.

Konsumsi pangan sumber karbohidrat pada era reformasi yaitu setelah tahun 2002 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan konsumsi tahun 1999. Hasil analisis yang dilakukan oleh Sudaryanto,dkk (2000), proporsi dan nilai nominal pengeluaran pangan pada waktu krisis ekonomi tinggi pada semua kelompok pendapatan rumahtangga. Selanjutnya dikatakan selama krisis, penduduk mengkonsumsi beras relatif konstan dalam jumlah dan menurun dalam

kualitas. Konsumsi pangan yang berkualitas tinggi seperti daging, susu, telur umumnya menurun(5).

Dampak pemulihan ekonomi terhadap konsumsi pangan tergantung pada jenis pangannya. Konsumsi pangan sumber karbohidrat menunjukkan penurunan, sedangkan untuk pangan sumber protein, lemak dan vitamin/ mineral menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat dilihat apabila membandingkan data konsumsi pangan pada tahun 1999 sebagai masa krisis ekonomi dan data tahun 2002 sebagai situasi pemulihan ekonomi

Tingkat konsumsi beras menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan bertanda negatif 2,80 persen per tahun pada periode 2002-2005 (Tabel 3). Penurunan konsumsi beras lebih besar pada masyarakat di kota daripada di desa. Walaupun tingkat konsumsi beras di Indonesia menunjukkan penurunan, namun dibandingkan dengan negara Asia seperti Thailand, India dan China masih lebih tinggi, apalagi dengan Jepang. Konsumsi beras di Jepang hanya

sekitar 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Thailand, China dan India sekitar 100 kg/kapita/tahun(6).

Di antara sumber protein, daging ayam dan telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memang harga kedua komoditas ini lebih murah dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya seperti daging sapi dan lainnya. Walaupun konsumsi pangan hewani menunjukkan peningkatan dalam era reformasi ini, namun

dibandingkan dengan konsumsi pangan hewani di negara lain masih rendah. Konsumsi daging di Malaysia dan Filipina masing-masing mencapai 48 kg dan 18 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur ayam per kapita per tahun di Indonesia 51

butir, sementara di Malaysia mencapai 279 butir(7).

Konsumsi sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral juga meningkat namun peningkatan di kota sangat kecil tidak sampai satu persen, padahal laju kenaikan konsumsi sayuran dan buah-buahan di desa masing-masing sebesar 3,12 persen dan 5,34 persen per tahun pada periode 2002-2005. Secara agregat tingkat konsumsi sayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar 50,8 kg dan 31,7 kg/kapita/tahun (Tabel 5). Lagi-lagi konsumsi tersebut masih lebih

rendah dibandingkan dengan rekomendasi FAO yaitu masing-masing 75 kg/kapita/tahun(8).

Tabel 3

Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)

Wilayah/

Tahun Beras Jagung Terigu Ubikayu Ubijalar

Gula pasir

Kota+Desa

(9)

2002 114,5 3,4 8,5 12,8 2,8 9,2

2003 109,7 2,8 7,2 12,0 3,3 9,4

2004 107,0 3,2 7,7 15,1 5,4 9,3

2005 105,2 3,3 8,4 15,0 4,0 8,9

Laju 2002-2005 (%/th) -2,80 1,25 0,25 7,07 14,71 -1,09

Kota

Laju 2002-2005 (%/th) -5,32 -12,31 -1,56 13,08 5,98 -1,38

Desa

Laju 2002-2005 (%/th) -2,30 0,20 2,42 6,01 21,24 -1,22

Tabel 4

Konsumsi Pangan Sumber Protein Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)

Wilayah/ Tahun

Daging

ruminansia Dagingunggas Telur Susu Ikan kacangan

Kacang-Kota+Desa

Laju 2002-2005 (%/th) 2,73 3,27 3,32 3,08 2,44 1,82

Kota

(10)

2002 2,5 5,5 7.1 2,2 17,6 10,1

2003 2,4 6,3 6,8 2,0 19,1 9,7

2004 2,9 5,6 7,3 2,1 18,5 10,1

2005 2,6 5,5 7,6 2,3 18,4 10,1

Laju 2002-2005 (%/th) 3,08 -1,22 2,78 1,86 0,98 0,40

Desa

Laju 2002-2005 (%/th) 6,96 8,30 4,44 0,83 3,38 2,94

Tabel 5

Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Vitamin/Mineral Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)

Wilayah/

Laju 2002-2005 (%/th) -0,37 -0,89 1,66 3,88

Kota

Laju 2002-2005 (%/th) 1,14 -1,14 0,00 0,91

Desa

(11)

2002 7,8 4,0 46,3 25,1

2003 7,5 4,0 50,2 27,8

2004 7,5 3,7 48,8 24,9

2005 7,9 4,0 51,9 30,9

Laju 2002-2005 (%/th) 0,39 -0,76 3,12 5,34

Pola konsumsi Pangan Pokok

Perhitungan pola konsumsi pangan pokok didasarkan pada proporsi energi dari masing-masing jenis pangan terhadap total konsumsi pangan pokoknya. Dengan perhitungan seperti teresbut diperoleh pola konsumsi pangan pokok seperti pada Tabel 6. Walaupun konsumsi beras cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun jumlah beras yang dikonsumsi sangat besar

dibandingkan dengan jenis pangan lainnya. Sebagai gambaran konsumsi beras pada tahun 2005 mencapai 105,2 kg, yang berarti sekitar 31,9 kali lebih besar daripada konsumsi jagung; 12,5 kali konsumsi terigu dan 7 kali konsumsi ubikayu. Perbedaan yang sangat mencolok ini, mengakibatkan beras sebagai pola pangan pokok utama di berbagai wilayah dan kelompok pendapatan

Tabel 6

Pola Konsumsi Pangan Pokok Menurut Wilayah dan Kelompok Pengeluaran

Golongan pengeluaran

(Rp/kap/bl) 2002 2003 2004 2005

Kota+Desa

< 60.000 B,J,UK B,J,UK B B,T

60.000-79.999 B,J,UK,T B,J,T,UK B,T B,T

80.000-99.999 B,T,UK B,T,UK B,T B,T

100.000-149.999 B,T B,T B,T B,T

150.000-199.999 B,T B,T B,T B,T

200.000-299.999 B,T B,T B,T B,T

300.000-499.999 B,T B,T B,T B,T

>500.000 B,T B,T B,T B,T

Kota

< 60.000 B,T B B,T B,T

60.000-79.999 B,T B,T,J B,T B,T

80.000-99.999 B,T B,T B,T B,T

100.000-149.999 B,T B,T B,T B,T

150.000-199.999 B,T B,T B,T B,T

(12)

300.000-499.999 B,T B,T B,T B,T

>500.000 B,T B,T B,T B,T

Desa

< 60.000 B,J,UK B,J,UJ B,T B,T

60.000-79.999 B,J,UK B,J,UK,T B,T B,T

80.000-99.999 B,J,T,UK B,T,UK B,T B,T

100.000-149.999 B,T B,T B,T B,T

150.000-199.999 B,T B,T B,T B,T

200.000-299.999 B,T B,T B,T B,T

300.000-499.999 B,T B,T B,T B,T

>500.000 B,T B,T B,T B,T

Keterangan : B = Beras, T=Terigu termasuk produknya, J=Jagung, UK=Ubikayu,

(13)

Sebagian besar pola pangan pokok kedua adalah terigu termasuk berbagai jenis mi instan (basah.kering.dll). Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan jaman orde baru yang meng”anak-emas”kan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri yang berlangsung lama dan subsidi harga terigu oleh pemerintah, maka harga terigu menjadi murah (50% lebih rendah dari harga internasional).

Selain itu adanya kampanye yang intensif melalui berbagai jenis media seperti media elektronik, product

development yang diperluas dengan harga yang bervariasi dan mudah diperoleh, turut mendorong peningkatan partisipasi konsumsi produk gandum terutama berupa mi dan roti. Impor gandum pada tahun 1997/1998 sekitar 3,7 juta ton menjadi 4,1 juta ton tahun 2000/2001. Pada tahun 2002 nilai impor gandum mencapai angka US$ 1,2 milyar, tertinggi untuk

kelompok pangan(9).

Upaya efektiftas belanja

(14)

Tabel 2. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi Indonesia (Sumber BPS)

1993 1995 2000 2005 2010 2012

- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000

Produksi Padi di Indonesia (Ton)

Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua

T

o

(15)

Tabel 3. Produksi Padi di Indonesia per Pulau (Sumber BPS)

Namun demikian, jika dilakukan analisa lebih lanjut terhadap data pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3 guna mengetahui angka produksi beras per kapita, maka akan ditemukan ketimpangan, dimana (tabel 4).

Gambar

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Bahan Pangan per Kapita per Hari (Kkal) (Sumber BPS)
Tabel 5. Produksi Buah-Buahan dan Sayuran (Sumber BPS)
Tabel 6. Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Sumber DJA-Kemenkeu)
Tabel 2. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi Indonesia (Sumber BPS) 1993 1995 2000 2005 2010 2012 -  1,000,000  2,000,000  3,000,000  4,000,000  5,000,000  6,000,000  7,000,000  8,000,000

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang kemungkinan auditor mengeluarkan opini Going Concern Warnings (GCWs), dengan tujuan untuk meneliti hubungan antara kompetensi

Melalui adanya media sosial, seseorang boleh menerima atau mengamalkan suatu amalan yang didapatkan melalui ijazah amalan, tanpa harus berguru dengan bertemu secara

Media pembentukan dan multiplikasi tunas serta media perakaran merupakan media lanjutan yang baru digunakan setelah tunas aksiler terinduksi mem- bentuk protocorm-like bodies,

Sesuai dengan visi Fakultas Ekonomi dan visi Universitas Islam Malang, Program Studi Perbankan syariah Unisma mempunyai visi untuk menjadi program studi perbankan syariah yang

Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam

2) Kapal dengan muatan barang dan penumpang disebut Kapal barang penumpang (Cargo passanger ship). Untuk membatasi istilah kapal barang penumpang dan kapal penumpang barang

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM ) merupakan tipe diabetes mellitus