• Tidak ada hasil yang ditemukan

jenis jenis teori perencanaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "jenis jenis teori perencanaan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH : Teori Perencanaan NAMA DOSEN : Jufriadi, ST., MSP

JENIS JENIS TEORI PERENCANAAN DISUSUN OLEH

NAMA : FRANSISKUS OKTOVIANEY.LW NIM : 45 12 042 076

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA 45 MAKASSAR

(2)

1. Teori Von Thunen

Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak. Lahir dengan nama lengkap Johann Heinrich von Thunen, dialah yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern. Teori Von Thunen telah mulai dikenal sejak abad ke 19. teorinya mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut. Ia berpendapat bahwa bila suatu laboratorium dapat diciptakan berdasarkan atas tujuh asumsi, maka daerah lokasi jenis pertanian yang berkembang akan mengikuti pola tertentu. Ketujuh asumsi tersebut adalah:

1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian;

2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain;

3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain, kecuali ke daerah perkotaan tersebut;

4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah;

5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk mempeoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan peemintaan yang terdapat di daerah perkotaan; 6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat

berupa gerobak yang dihela oleh kuda;

7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.

(3)

a. Wilayah model yang terisolasikan (isolated state) adalah bebas dari pengaruh pasar-pasar kota lain,

b. Wilayah model membentuk tipe permukiman perkampungan di mana kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah,

c. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam, atau uniform (produktivitas tanah secara fisik adalah sama),

d. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam,

e. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan

Teori Von Thunen yang masih relevan dengan kondisi sekarang contohnya adalah kelangkaan persediaan sumber daya lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi supply and demand semakin langka barang di satu pihak semakin meningkat permintaan di pihak lain akibatnya harga melambung. Demikian yang terjadi terhadap lahan yang ada di daerah perkotaan, dimana nilai sewa atau beli lahan yang letaknya dipusat kegiatan, semakin dekat ke pusat semakin tinggi nilai sewa atau beli lahan tersebut.

a. Kelangkaan lahan di kota-kota besar seperti untuk pertokoan misalnya, banyak sekali toko – toko yang terletak di pusat kota biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalau naik, mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ketahunnya. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan

2 . Teori Alfred weber (Lokasi optimum dan Aglomerasi lndustri)

(4)

identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum yang menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar.

Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:

 Lokasi bahan baku ada di tempat tertentu begitu pula dengan situasi dan

ukuran tempat konsumsi, sehingga terdapat suatu persaingan sempurna

 Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak

Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan dengan membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar, serta mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran.

Dengan menggunakan ketiga asumsi di atas, maka biaya transportasi akan tergantung dari dua hal, yaitu bobot barang dan jarak pengangkutan. Apabila yang menjadi dasar penentu bukan bobot melainkan volume, maka yang menentukan biaya pengangkutan adalah volume barang dan jarak pengangkutan. Pada prinsipnya, yang harus diketahui adalah unit yang merupakan hubungan fungsional dengan biaya serta jarak yang harus ditempuh dalam pengangkutan itu (memiliki tarif sama). Di sini dapat diasumsikan bahwa harga satuan angkutan sama, sehingga perbedaan biaya angkutan hanya disebabkan oleh perbedaan berat benda yang diangkut dan jarak yang ditempuh.

(5)

akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.

Pada intinya, lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke pasaran.

Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut Aglomeration Economies. Tentu saja perpindahan ini akan mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh Aglomeration Economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.

Perkembangan suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu pusat kota yang dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap perkembangan yang terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam kaitannya dengan sektor industri, akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Maka, dapat dikatakan pula bahwa perkembangan suatu kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang berada di sekitarnya.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi perkembangan kawasan industri tersebut adalah terdapatnya sarana transportasi yang memadai. Peranan sarana transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk menyediakan aksesibilitas bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan barang dan jasa, serta untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Semakin kecil biaya transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan dari pabrik menuju pasaran (market), maka jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi juga akan semakin rendah.

(6)

sebuah analogi ke dalam sistem bobot dan pulleys (Varignon's solusi) atau menggunakan trigonometri. Cara lain yang biasanya dipilih oleh para ahli geografi adalah dengan SIG.

Teori Lokasi Weber ini bisa menjelaskan dengan sangat baik mengenai indutri berat mulai revolusi industri sampai dengan pertengahan abad dua puluh. Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku cenderung untuk mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti pabrik alumunium lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat dengan sumber energi (listrik). Kegiatan yang menggunakan bahan baku yang mudah ditemukan dimana saja seperti air, cenderung dekat dengan lokasi pasar. Untuk menilai masalah ini, Weber mengembangkan material index yang diperoleh dari berat input dibagi berat dari produk akhir (output). Jika material indexnya lebih dari 1 maka lokasi cenderung kearah dekat dengan bahan baku, jika kurang dari 1 maka penentuan lokasi industri cenderung mendekati pasar.

Industri primer adalah Industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga bentuk dari bahan baku/mentah masih tampak.Contohnya : industri pengasinan ikan, penggilingan padi, anyaman. Jadi industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan bahan baku, sehingga menurut teori webber lokasi industrinya yang tepat adalah dekat dengan bahan baku.

Dan jika dihitung berdasarkan teori material indexnya weber misal : industri pengasinan ikan, berat input (ikan segar) lebih berat dari berat ikan asin jadi material idexnya lebih dari 1, maka menurut webber untuk menghemat biaya transportasi dan untuk mendapatkan keuntungan maksimal maka lokasi industrinya yang tepat adalah yang dekat dengan bahan baku.

3 . TeoriWalter Christaller Central Place Theory (Teori Tempat Sentral)

(7)

enam/heksagonal. Teori ini dapat berlaku apabila memiliki karakteristik sebagai berikut

1. wilayahnya datar dan tidak berbukit

2. tingkat ekonomi dan daya beli penduduk relatif sama

3. penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak ke berbagai arah

Secara hierarki Central Place Theory dibagi menjadi 3 tingkatan pelayanan 1. Herarkri K 3

Merupakan pusat pelayanan pasar optimum dimana tempat sentral tersebut selalu menyediakan kebutuhan barang-barang pasar untuk daerah disekitarnya.

2. Hierarki K 4

Merupakan pusat lalu lintas/transportasi maksimum dimana tempat sentral tersebut menyediakan sarana dan prasarana lalu-lintas yang optimal.

(8)

Merupakan pusat pemerintahan optimum dimana tempat sentral tersebut merupakan sebuah pusat pemerintahan

Teori pada prinsipnya bersifat statis dan tidak memikirkan pola pembangunan di masa yang akan datang akan tetapi dasar tentang hierarki suatu pusat pelayanan sangat membantu dalam hal perencanaan pembangunan sebuah wilayah/kota.

4. Teori August Losch (Kerucut permintaan)

August Losch, adalah seorang ekonom Jerman dan menulis sebuah buku berjudul The Economics of Location (1954). Dia merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utama dengan memperhitungkan baik harga produk dan berapa biaya untuk memproduksinya. Dimana Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tak teratur dapat diketemukan pola keberaturan.

(9)

kecil yang pada dasarnya ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan petani masing-masing. Selain itu, untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

1. Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.

2. Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.

3. Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.

4. Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum.

5. Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah.

Pada teori Losch, wilayah pasar bisa berubah ketika terjadi inflasi (perubahan) harga. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mampu memenuhi permintaan yang karena jaraknya jauh akan mengakibatkan biaya transportasi naik sehingga harga jualnya juga naik, karena tingginya harga jual maka pembelian makin berkurang. Hal ini mendorong petani lain melakukan proses produksi yang sama untuk melayani permintaan yang belum terpenuhi.

5 . Teori Francois perroux (Kutub pertumbuhan)

(10)

1. Tingkat konsentrasi tinggi 2. Tingkat Teknologi Maju

3. Mendorong perkembangan industri di sekitarnya 4. Manajemen yang professional dan modern 5. sarana dan prasarana yang sudah lengkap

Konsep Growth pole dapat didefinisikan secara geografis dan fungsional

(11)

Secara fungsional growth pole dapat diartikan sebagai suatu lokasi konsentrasi kelompok ekonomi (industri, bisnis dll) yang mengakibatkan pengaruh ekonomi ke dalam maupun keluar wilayah tersebut.

6. Teori Boudeville (Kutub pembangunan yang Terlokalisasikan)

Boudeville (dalam Glasson,1978) mendefinisikan wilayah perencanan (planning region atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapt dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan.

Klassen (dalam Glasson,1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan Boudeville,yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai ciri-ciri:

 cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala

ekonomi,

 mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada,  mempunyai struktur ekonomi yang homogen,

 mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growthpoint).  mengunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan,

 masyrakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap

persoalan-persoalannya.

Salah satu contoh wilayah perencanaan yang sesuai dengan pendapat Boudeville danKlassendi atas, yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi, yang ada di Indonesia adalah BARELANG (pulau Batam, P Rempang, P Galang) Daerah perencanaan tersebut sudah lintas batas wilayah administrasi.

(12)

sugai (DAS). Pengelolaan daerah aliran sungai harus direncanakan dan dikelola mulai dari hulu sampai hilirnya.Contoh wilayah perencanaan dari aspek ekologis adalah DAS Cimanuk, DAS Brantas, DAS Citanduy dan lain sebagainya.

7 . Teori Myrdal (Pusat pinggiran)

Konsep pusat pinggiran ini pertama-tama dikemukakan pada tahun 1949 oleh pebrisch, seorang ahli ekonomi Amerika Latin. Tipe teori pembangunan ini mencoba memberikan gambaran dan menerangkan tentang perbedaan pembangunan

(development),tetapi penekanannya dari aspek keruangan. Jadi konsep ini sesuai dengan kajian geografi yang juga melihat sesuatu dari segi keruangan. Perbedaan antara daerah pusat (C) dan daerah pinggiran ( P ) dapat dijumpai dalam beberapa skala: di dalam region, anatar regions dan anatara negara ( pelabuhan dan daerah pendukungnya: kota dan desa; negara maju dan negara sedang berkembang ). Dari konsep ini kemudian berkembang menjadi beberapa pandangan teorits mengenai perbedaan pembangunan yaitu kemajuan anatara pusat dan pinggiran (Core-periphery),seperti teori polarisasi ekonomi dari Myrdal dan Hirscman, teori pembangunan regional dan Friedmann dan pandangan Marxist.

Menurut Myrdal“ Core region “adalah sebagai magnit yang dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya, karena adanya sebab-sebab kumulatif ke arah perkembangan( “Cumulative upward causation” ):seperti arus buruh dari pinggiran ke pusat ( P ke C ); tenaga trampil, modal dan barang-barang perdagangan yang secara spontan berkembang didalam ekonomi pasar bebas untuk menunjang pertumbuhan di suatu lokasi (wilayah ) tertentu.

8 . Teori Walter lsard (Masukan Transpor)

(13)

diplotkan dalam bentuk grafik dimana garis yang menghubungkan antara sumber bahan baku dan pasar adalah tempat kedudukan titik-titik kombinasi antara bahan baku dan pasar yang bersifat substitusi. Apabila ditambah lagi satu variabel baru yakni penggunaan bahan baku kedua kedalam input produksi, maka terdapat 3 set hubungan substitusi.

Alasan mengapa istilah satu variabel dibuat tetap hanyalah untuk mempermudah pembuatan grafik dua dimensi. Penyelesaian masalah dalam penentuan lokasi dapat dilihat secara bertahap melalui pasangan-pasangan dua sudut dari segitiga tersebut. Titik biaya terendah diperoleh dengan mengidentifikasikan titik dimana jarak tempuh total adalah terendah di setiap pasangan garis transformasi sehingga jarak parsial dapat digunakan untuk menentukan lokasi optimal. Jadi, lokasi optimal adalah lokasi dengan biaya transportasi beberapa substitusi lokasi yang paling rendah.

9 . Teori Hoover (Peranan Biaya Transpor Dalam pemilihan Lokasi INDUSTRI

Teori Hoover (1948), muncul sebagai kritik terhdap teori yang dikemukakan oleh Weber tentang lokasi industri, khususnya yang menyangkut biaya transport yang terendah di dalam segitiga lokasional. Hoover mengemukakakn lokasi pabrik atau perusahaan dapat saja di titik pasar ataupun pada titik sumber bahan mentah, jadi tidak hanya lokasi antaranya seperti pendapat Weber. Yang mendasari pendapat Hoover juga biaya transpor, dengan memperhitungkan assembly cost ditambah distribution cost.

Pada kasus industri yang berkiblat bahan mentah akan menempatkan lokasi industri tersebut pada lokasi bahan mentah, begitu juag sebaliknya, industri yang berkiblat pasar akan menempatkan industri pada lokasi pasar.

(14)

jenis yang satu ke jenis yang lain, misalnya tempat pelabuhan atau stasiun kereta api.

10 . Teori John Friedmann (DaerahAl/ilayah inti)

John Friedmann (1987) memandang bahwa tidak efektifnya komunikasi dalam proses perencanaan, dapat terjadi karena para perencana umumnya menganggap dirinya superior dibandingkan masyarakat sebagai kliennya. Perencana merasa bahwa dengan teknik-teknik yang dimilikinya mereka mampu memecahkan berbagai masalah karena dapat melihat kerumitan masalah dengan lebih rasional. Sedangkan masyarakat sebagai klien beranggapan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, karena sudah teruji secara alamiah. Dan permasalahan dapat dipecahkan karena keterlibatan klien secara langsung. Karena adanya jurang pendapat ini, Friedmann mengusulkan transactive sebagai jembatan penghubung, melalui apa yang disebut sebagai the life of dialogue. The life of dialogue ini dapat terjadi dari hubungan antara dua pihak, bila memiliki karakteristik: interaktif yang originalitas, tindakan yang objective, dan bila ada konflik tidak dipandang sebagai kendala akan tetapi dijadikan potensi komplementer. Dalam menjalankannya diperlukan eksistensi dan substasi perencanaan yang sama, interest dan komitment yang setara, hubungan timbal balik atau interaktif yang memadai, dan memiliki kerangka waktu (time frame) yang equal (Friedmann 1987).

Oleh karena itu proses timbal balik (mutual learning) antara klien dan perencana merupakan faktor yang mendasar dalam konsep pluralisme, transactive, adcocacy, dan perencanaan yang komunikatif. Dalam proses ini perencana belajar dari pengalaman pribadi dan klien, sedangkan klien belajar dari kepakaran taknik dari perencana. Dengan proses ini pengetahuan kedua belah pikah menjadi makin bertambah

(15)

Poernomosidi Hadjisarosa menjelaskan Teori Simpul Jasa Distribusi yang telah dikembbangkan dalam berbagai artikel dan Makala, misalnya Konsepsi Dasar Penembangan Wilayah di Indonesia ( Makala di sajikan dalam symposium di ITB,tanggal 21 Agustus 1980, dan dalam pertemuan antara ilmuan lembaga ilmu pengetahuan Indonesia di Jakarta, Tanggal 24 Juni 1981 ). Poernomosidi menjelaskan konsepnya sebagai berikut : Berkembangnya Wilayah ditandai oleh terjadinya Pertumbuhan atau perkembangan sebagai akibat berlangsungnya berbagai kegiatan usaha , baik sector Pemerintah maupun sector Swasta, yang pada dasarnya bertujuan untuk menigkatkan pemenuhan kebutuhan. Berlangsungnya kegiatan usaha tersebut ditunjang dari segi modal.

Dibandingkan dengan teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan ternyata teori “ Simpul Jasa Distribusi “ lebih akomodatif. Poernomosidi membantah Teori tempat sentral yang beranggapan bahwa seluruh wilayah terbagi habis dan seluruh bagian Wilayah tidak ada yang terlewatkan oleh jasa pelayanan. Dalam hal ini Poernomosidi membedakan wilayah Adminnistratif dengan wilayah pengembangan. Secara administratif, seluruh wilayah terbagi habis tetapi tidak berarti seluruh Wilayah Administrasi otomatis tercakup dalam Wilayah pengembangan, dalam kenyataannya bebrapa bagian Wilayah administrasi tidak terjangkau oleh pelayanan jasa distribusi disebabkan hambatan – hambatan geografis atau karena belum tersedianya Prasarana – prasarana perhubungan kea tau dari bagian – bagiian Wilayah tersebut.

Pada teori kutub pertumbuhan yang di ungkapkan oleh Perroux, Poernomosidi mencoba membandingkan dengan teorinya di mana pada teori kutub pertumbuhan tidak menjelaskan pertumbuhan secara Nasional. Sedangkan teori simpul yang bertitik tolak pada pemahaman struktur wilayah tingkat Nasional ( SPWTN ) telah mengungkapkan gambaran tentang penyebaran, orientasi dan tingkat perkembangan masing – masing satuan Wilayah Pengembangan ( SWP ) serta hubungan ketergantungan antar (SWP ) melalui simpul – simpulnya masing – masing.

(16)

Rahardjo Adi Sasmita memperkuat teori simpul jara distribusi ini dengan teori arus barang, bahwa pergerakan barang ditentukan oleh suatu kebputusan dalam kegiatan perdagangan yang mempengaruhi intensitas kegiatan pada masing-masing simpul. Dengan variable LDTR dan BFDR, untuk menyatakan beban simpul jasa, berdasarkan orientasi, bobot dan jumlah pedagang, ia menjabarkan lebih jauh mengenai:

- Kaitan fungsi antar simpul (kota) serta besar pengaruh antar simpul dengan yang lain

- Gejala karakteristik penyebaran simpul

- Faktor penentu terjadinya sub ordinasi pada simpul - Tingkat efisiensi pada masing-masing simpul.

13 . Teori Adam smith (perbedaan antara kota dan perdesaan)

Adam Smith dalam pemikirannya membagi pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap, dimulai dari masa perburuan, masa beternak, masab e r c o c o k t a n a m , m a s a p e r d a g a n g a n , d a n m a s a p e r i n d u s t r i a n . M e n u r u t A d a m S m i t h , d a l a m p e r k e m b a n g a n n y a p e r t u m b u h a n ekonomi satu masyarakat melalui proses pentahapan dari tahap yangpaling tradisional (primitf) hingga tahap yang lebih maju (modern).

(17)

m a s y a r a k a t d i p e n g a r u h i o l e h kemampuan menguasai sumber daya. Artinya kelompok masyarakatyang menguasai sumberdaya dan mengeksplorasi merupakan modaldalam investasi dan tabungan.Asumsinya bahwa perkembangan ekonomi terjadi sebagai berikut :

•Perkembangan ekonomi berlansgsung secara pentahapan.

•Adanya pembangian kerja sebagai proses efisiensi kerja denganp e n i n g k a t a n k e t e r a m p i l a n t e n a g a k e r j a d a n p e n e m u a n m e s i n - mesin.

•K e m a m p u a n m e n a b u n g m e n u n j u k k a n k e m a m p u a m a s y a r a k a t dalam menguasai sumber daya yang ada (sumber ekonomi).

14 . teori Archibugi ( Penerapan Komponen Perencanaan Wilayah )

Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu :

(a) Physical Planning(Perencanaan fisik).

Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan

(tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan). (b) Macro-Economic Planning(Perencanaan Ekonomi Makro).

Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas,perdagangan, konsumsi dan investasi.

(18)

perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).

(c)Social Planning (Perencanaan Sosial).

Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

(d)Development Planning(Perencanaan Pembangunan).

Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.

15 . Teori Fianstein dan Norman (Tiporogi perencanaan)

Fianstein dan Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam

yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a)Traditional planning (perencanaan tradisional).

Pada jenis perencanaan ini perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan menggunakan standar dan metode yang professional. b)User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk

mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.

c)Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi).

(19)

d)Incremental Planning(Perencanaan dukungan).

Pada perencanaan yang bersifat dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap permasalahan-permasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif sebuah kebijakan

16 . Teori Glasson (Tipetipe perencanaan)

Menurut Glasson dalam buku Tarigan (2005) menyebutkan tipe-tipe perencanaan terdiri dari; physical planning and economic planning, allocative and innovative planning, multi or single objective planning dan indicative or imperative planning. Selanjutnya menurut Tarigan (2005) di Indonesia juga dikenal jenis top-down and bottom-up planning, vertical and horizontal planning, dan perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dan yang tidak melibatkan masyarakat sama sekali.

(20)

18 . Teori Dixit (Model Struktur Kota)

19 . Teori Patrick Geddes (Pola Pemukiman dan Lingkungan Ekonomi Lokal)

Patrick Geddes (1968) mengemukakan ‘the classic rule of thumb’ dalam mendefinisikan batas dari suatu konurbasi, yang berbunyi “…broadly speaking, the main limit of the modern city is that of the hour’s journey or thereby, the maximum which busy men [sic] can face without to great deduction from their day’s work” (hal. 41). Batasan ini sering dipakai oleh para peneliti dalam menentukan jarak antar pusat dalam suatu interurban polisentris.

Dalam memahami karakteristik interurban polisentris, penelitian ini juga merujuk kepada tulisan Kloosterman dan Musterd (2001) yang mengelompokkannya ke dalam empat dimensi (seperti pada intraurban polisentris). Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam membandingkan karakteristik di antara keduanya.

a) Bentuk Fisik

Seperti halnya dalam intraurban polisentris, pada interurban polisentris juga terjadi fenomena cross commuting akibat terjadinya konsentrasi populasi penduduk dan aktivitas ekonomi yang terdistribusi pada masing-masing pusat kota tanpa ada yang menjadi pusat dominan dalam suatu wilayah interurban polisentris tersebut. Pola komuting yang terjadi pun dapat berbentuk radial atau linier. Dalam melakukan pergerakancross commutingpada interurban polisentris lebih banyak menggunakan moda transportasi kendaraan pribadi terutama mobil (Hall, 1993).

b) Kesatuan Politik

(21)

yang beranggotakan perwakilan dari seluruhstakeholders (masyarakat, pemerintah, dan swasta) dari semua kota dalam wilayah interurban tersebut, yang mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan pengembangan yang diperlukan (Scott, 1998; Keating, 1999).

c) Hubungan Fungsional

Kota-kota dalam interurban polisentris mempunyai fungsi kegiatan yang berbeda, misalnya ada yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat industri manufaktur, pusat perumahan dan permukiman, ataupun mengemban fungsi lainnya. Meskipun di antara kota-kota tersebut ada yang memiliki fungsi kegiatan yang sama, biasanya salah satukotamempunyai intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibandingkotayang lain. Pengembangan suatu kegiatan pada salah satukotadalam interurban polisentris perlu memperhatikan dan menyesuaikan dengan fungsi kegiatan yang ada (Kloosterman dan Musterd, 2001).

Hal ini untuk memperkuat kedudukan kota-kota tersebut dengan fungsi kegiatan yang spesifik, sehingga setiap kota dalam interurban polisentris ini menjadi lokasi yang mempunyai ‘competitive advantages’ (Krugman, 1991; Porter, 1990, 1998; Moss-Kantor, 1995; Storper, 1995, 1997; Scott, 1998; Lawson, 1999). Namun, beberapa pakar yang lain (Putnam, 1993; Saxenian, 1994; Scott, 2000; Gordon dan McCann, 2000) mengungkapkan bahwa hal yang lebih penting adalah menjadikan wilayah interurban polisentris mempunyai spesialisasi dan ‘competitive advantages’ dalam perekonomian dunia.

d) Hubungan Identitas dan Representasi Wilayah

Dalam interurban polisentris, pembangunan dan pengembangan pusat kegiatan ekonomi (dan sosial budaya) yang baru lebih penting daripada mempertahankan identitas lokal dan batas-batas historis (Scott, 1998; Macleod, 1998).

20 . Teori Aitai Etzioni (pengamatan Terpadu/Mixid scaning)

(22)

pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan

kepentingannya praktis akan terabaikan.

Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation)

yang mendasar.

Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror– yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang terkemuka — model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara-negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa

perbaikan-perbaikan besar-besaran.

(23)

21 . Teori Kevin Lynch (Desain Ruang Kota)

Elemen pembentuk citra kota menurut Kevin Lynch adalah: 1. Paths

Merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak atau berpindah tempat. Menjadi elemen utama karena pengamat bergerak melaluinya pada saat mengamati kota dan disepanjang jalur tersebut elemen-elemen lingkungan lainnya tersusun dan dihubungkan.Pathmerupakan elemen yang paling penting dalam image kota yang menunjukkan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki identitas yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun,dan lain-lain), serta ada/ penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan lain-lain), atau belokan yang jelas.

2. Edges

Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edgememiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi atau menyatukan. Contoh : adanya jalan tol yang membatasi dua wilayah yaitu pelabuhan dan kawasan perdagangan.

3. Districts

(24)

kawasan disekitarnya. District juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Contoh: kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah pinggiran kota, daera pusat kota.

4. Nodes

Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Contoh: persimpangan jalan

5. Landmark

Merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat penempatan yang menarik perhatian. Biasanyalandmarkmempunyai bentuk yang unik serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapalandmarkhanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di lihat dari mana-mana.Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan. Contoh: patung Lion di Singapura, menara Kudus, Kubah gereja Blenduk. 22 . Teori Bryson (perencanaan Strategik)

(25)

23 . Teori Gordon (Perencanaan Strategi Untuk Pemerintah Lokal/Strategic planning for

Local Government)

Strategic Planning memberikan arahan mengenai apa yang ingin dicapai oleh di masa depan dan bagaimana cara mencapainya. Strategic planning penting karena berpengaruh terhadap keberhasilan perencanaan dalam jangka panjang.

Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan bagaimana pengelolaan bagi sebuah perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony,1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979).Keuntungan menggunakan tipe perencanaan strategis yaitu kita dapat melakukan, antara lain (Gordon, 1993: 3-6):

1) Antisipasi terhadap masa depan,

terutama terhadap peluang dan permasalahan strategis. Bila jauh hari, kemungkinan permasalahan dapat diantisipasi sebelum benar-benar terjadi, maka permasalahan tersebut dapat diminimalkan dan dampaknya dapat dikendalikan. Bila peluang tidak diantisipasi, maka kita akan kehilangan kesempatan dan mungkin problema muncul karenanya.

2) Evaluasi diri.

Dengan perencanaan strategis, kita semua dapat bekerja bersama untuk mengevaluasi diri, terutama tentang kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Kesadaran akan kekuatan dan kelemahan diri akan membuat kita lebih realistis dalam merencanakan masa depan kita.

3) Perumusan tujuan bersama melalui konsensus.

Dengan tipe perencanaan strategis yang menggaris bawahi pembangunan konsensus antar stakeholders maka dapat dirumuskan ke arah mana kita akan menuju dan dengan cara apa yang terbaik untuk sampai ke tujuan tersebut.

4) Alokasi sumberdaya.

Perencanaan strategis mengalokasikan sumberdaya dengan menetapkan prioritas dalam perumusan strategi, terutama sumberdaya manusia dan prasarana. Alokasi sumberdaya dilakukan antar bidang layanan perkotaan yang saling berkompetisi dalam meningkatkan kualitas layanan.

5) Pemantapan tolok banding (benchmarks), yang berupa rumusan tujuan dan sasaran.

(26)

balik diperlukan untuk meningkatkan kualitas rencana strategis dalam hal proses maupun produknya.

24 . Teori Albert Hirschman (Konsep Dampak Tetesan Ke Bawah/Trickling-Down Effect)

Dampak tetesan ke bawah (trickling down effect) dan dampak polarisasi (hirschman) yang sama artinya dengan dampak penjabaran (spread effect) dan dampak pengurasan (backwash effect; Gunar Myndal)

25 . Teori E.W. Burgess (Konsentris Struktur Kota)

Menurut Teori Konsentris (Burgess,1925) DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

Model zona konsentrik atau Teori konsentris adalah teori mengenai perencanaan perkotaan yang dikembangkan oleh seorang sosiolog asal Amerika Serikat bernama Ernest Burgess berdasarkan hasil penelitiannya terhadap kota Chicago yang dilakukan pada tahun 1925.Burgess menyimpulkan bahwa wilayah perkotaan dapat

dibagi menjadi enam zona

(27)

26. Teori Homer Hoyt (Sektor Struktur Kota)

Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.

27 . Teori spiro Kostof dan Gallion ( pertumbuhan Kota)

Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah Leburan Dari bangunan dan penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam yaitu geometri dan organik.Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.

 Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad

pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.

 Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota

metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan bermacam-macam kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya yang kemudian disebut dengan organik pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan memiliki pola yang tidak teratur dan non geometrik.

Elemen-elemen pembentuk kota pada kota organik, oleh kostol dianalogikan secara biologis seperti organ tubuh manusia, yaitu :

1. Square, open space sebagai paru-paru.

(28)

3. Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh. 4. Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.

5. Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam tubuh.

6. Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang mengalir ke seluruh sistem perkotaan.

Dalam suatu kota organik, terjadi saling ketergantungan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Contohnya : jalan-jalan dan lorong-lorong menjadi ruang komunal dan ruang publik yang tidak teratur tetapi menunjukkan adanya kontak sosial dan saling menyesuaikan diri antara penduduk asli dan pendatang, antara kepentingan individu dan kepentingan umum. Perubahan demi perubahan fisik dan non fisik (sosial) terjadi secara sepontan. Apabila salah satu elemnya terganggu maka seluruh lingkungan akan terganggu juga, sehingga akan mencari keseimbangan baru. Demikian ini terjadi secara berulang-ulang.

28.Teori Shirvani (Elemen-Elemen Fisik Kota/Desain perkotaan)

Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota, yaitu:

 Tata Guna Lahan (Land Use)

Prinsip Land Use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga kawasan tersebut berfungsi dengan seharusnya.

(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)

(29)

Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.

Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

(Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)

 Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh tinggi dan besarnya bangunan, KDB, KLB, sempadan, skala, material, warna, dan sebagainya.

Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan meliputi:

- Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, dan dimensi bangunan sekitar.

- Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas, dan tipe-tipe ruang.

- Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang dapat tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.

(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)

(30)

bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit – horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanyalost space(ruang tidak terpakai).

Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu : ketinggian bangunan, kepejalan bangunan, KLB, KDB, garis sempadan bangunan, langgam, skala, material, tekstur, warna.

(Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)

 Sirkulasi dan Perparkiran

Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan yang tersedia, bentuk struktur kota, fasilitas pelayanan umum, dan jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat. Semakin meningkatnya transportasi maka area parkir sangat dibutuhkan terutama di pusat-pusat kegiatan kota (CBD).

(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya.

Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota. (Sumber: Tugas Perancangan Kota, Universitas Diponegoro)

(31)

Open space selalu berhubungan dengan lansekap. Lansekap terdiri dari elemen keras dan elemen lunak. Open space biasanya berupa lapangan, jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan sebagainya.

(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain)

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patung, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.

Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.

29 . Teori Tracik ( Desain Spasial Kota )

Menurut Tracik (1986) dalam suatu lingkungan permukiman ada rangkaian antara figure ground, linkage dan palce. Figure ground menekankan adanya public civics space atau open space pada kota sebagai figure. Melalui figure ground plan dapat diketahui antara lain pola atau tipologi, konfigurasi solid void yang merupakan elemtal kawasan atau pattern kawasan penelitian, kualitas ruang luar sangat dipengaruhi oleh figure bangunan-bangunan yang melingkupinya, dimana tampak bangunan merupakan dinding ruang luar, oleh karena itu tata letak, bentuk dan fasade sistem bangunan harus berada dalam sistem ruang luar yang membentuknya. Komunikasi antara privat dan publik tercipta secara langsung. Ruang yang mengurung (enclosure) merupakan void yang paling dominan, berskala manusia (dalam lingkup sudut pandang mata 25-30 derajat) void adalah ruang luar yang berskala interior, dimana ruang tersebut seperti di dalam bangunan, sehingga ruang luar yang enclosure terasa seperti interior. Diperlukan keakraban antara bangunan sebagai private domain dan ruang luar sebagai public dominan yang menyatu

(32)

30 . Teori Alkadei (Konsep pengembangan wilayah perkotaaan) Konsep-Konsep Pengembangan Wilayah

1. Pusat-Pusat Pertumbuhan 2. Pengembangan Ekonomi Lokal 3. Strategi Pengembangan Ekonomi

 Location Quotient Analysis (LQ)  Shift – Share Analysis

4. Pembangunan Ekonomi Berbasis Wilayah 5. Pengembangan Wilayah Berbasis Kompetisi

Paradigma baru dalam strategi pengembangan wilayah adalah memenangkan persaingan antar wilayah. Persaingan antar wilayah merupakan fenomena tersendiri dalam dinamika perekonomian dewasa ini (Alkadri, 1999). Eksistensi suatu wilayah akan ditentukan oleh kemampuan menciptakan basis keunggulan dalam persaingan ekonomi antar wilayah.

Terdapat tiga pilar pengembangan wilayah, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi. Ketiga pilar ini merupakan basis untuk memenangkan persaingan antar wilayah. Sementara itu, ada pula tiga fenomena yang berperan penting dalam peningkatan intensitas persaingan antar wilayah, yakni trend perdagangan global (global trade), kemajuan teknologi (technology progress) dan perubahan dalam sistem kemasyarakatan (society system).

(33)

faktor keunggulan khusus, yaitu inovasi. Suatu wilayah bisa meraih keunggulan daya saing melalui empat hal, yaitu :

a) Keunggulan faktor produksi, b) Keunggulan inovasi,

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan kandungan logam ditentukan dengan menggunakan metode AAS di Laboratorium Kimia Analitik UGM, sedangkan untuk luas permukaan, jejari pori dilakukan dengan

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu waktu penangkapan (siang dan malam hari) berpengaruh terhadap laju tangkap udang, dimana malam hari lebih besar yakni 24.10 ± 9.60

Dan ketika akan bertemu dengan orang tersebut, baca kembali Asma‟ sebanyak 3 kali sambil menahan nafas, lalu tiupkan ke arahnya.. Memudahkan Seseorang Sakratul Maut : Asma‟

Untuk dapat mengetahi jumlah persediaan barang dengan tepat maka perlu dibangun sebuah perancangan prediksi persediaan barang atau produk, dimana perancangan ini dapat

tetap, sehingga akan mengganggu gerakan peralatan bermesin lainnya..  Keterkaitan dengan lantai kerja/produksi sangat kecil.  Lantai kerja yang berguna untuk kerja dapat

mekanis yang baru. Ragam hias batik Laweyan, Surakarta pada mulanya mengikuti ragam hias batik dari kerajaan/kraton. Ragam hias tersebut merupakan ragam hias yang telah

Atas kerjasama tersebut PARA PIHAK sepakat untuk membagi keuntungan bersama atas seluruh transaksi Jual Beli yang diperoleh setiap bulannya sesuai dengan Kontrak

Packet loss adalah jumlah paket yang hilang saat pengiriman paket data ke tujuan, kualitas terbaik pada jaringan LAN/WAN jika jumlah losses paling kecil (Riadi &