• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Artikel KARYA ILMIAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh Artikel KARYA ILMIAH PUBLIKASI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN HAK MILIK ATAS TANAH DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF IMPLEMENTATIF

U.Nurzia, SH,M.Hum PENDAHULUAN

Hak milik sangat penting bagi manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya.Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda,semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut.Tanah adalah salah satu milik yang paling berharga dalam kehidupan manusia.

Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai peran penting, karena tanah diperlukan oleh manusia untuk berbagai macam kepentingan dan aktiftas dalam kehidupannya,seperti tempat tinggal,bertani,berusaha dan lain sebagainya.Selain itu juga tanah mengandung bahan tambang berupa emas, mineral,uranium,minyak bumi dan sebagainya yang dibutuhkan manusia.

Politik Hukum Agraria di Indonesia.

Kebijakan pembangunan bidang pertanahan di Indonesia pada intinya bersumber pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Sesudah Indonesia merdeka,politik agraria Indonesia menemukan bentuknya dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (disingkat UUPA). Undang-Undang ini merupakan landasan bagi upaya pembaharuan hukum agraria yang diharapkan dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dalam batas-batas tertentu ruang angkasa.UUPA mengakhiri kebhinekaan perangkat hukum yang mengatur bidang pertanahan dan menciptakan hukum Tanah Nasional yang tunggal,berdasarkan hukum adat.

(2)

Bias Negara kesatuan dipengaruhi kuat oleh paham kenegaraan yang integralistik, yang mengasumsikan Negara berdiri diatas kepentingan semua golongan dan ingin menghilangkan dualisme antara hukum adat dengan hukum peninggalan Kolonial Belanda untuk mencapai suatu unifkasi.Hukum Nasional hendak mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum agraria.Kesatuan mempunyai makna bahwa hanya ada satu aturan hukum agraria yang bersifat nasional yang mengakhiri politik hukum agraria kolonial yang bersifat dualistis karena menimbulkan masalah antar golongan, tidak sederhana dan sukar dipahami oleh rakyat.

Adanya sistem hukum modern tidak menghilangkan dengan sendirinya keseluruhan dari hukum yang telah ada sebelumnya. Kenyataannya rakyat Indonesia dalam kehidupan sosialnya diliputi oleh tiga lingkaran tradisi hukum yakni, hukum adat, hukum agama dan tradisi hukum barat yang masuk melalui kolonialisasi. Pertautan berbagai lingkaran tradisi hukum inilah yang kemudian membentuk norma hukum dalam sistem hukum Nasional di Indonesia. Ketiga sistem hukum tersebut berinteraksi baik secara harmoni maupun secara berkonfik. Namun dalam implementasinya haruslah ditempatkan dalam konteks Negara bangsa yakni dimana tata hukum nasional memposisikan Negara lebih dominan untuk menentukan hukum yang berlaku di wilayah Negara Indonesia.

Kompromi antara hukum adat dengan hukum nasional tidak menemukan sintesa yang tepat,artikulasi populis sebagai upaya mensejahterakan rakyat mewarnai pembentukan gagasan Negara bangsa, disandarkan pada kekuasaan Negara sebagai wujud dari kekuasaan rakyat. Dengan demikian politik berpusat pada besarnya kekuasaan dari pada Negara terhadap penguasaan dan pemanfaatan atas sumber kekayaan alam.

(3)

diri,adanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa dan dirasakannya hukum sebagai bagian penting dari kehidupannya.

Landasan Hak Milik Atas Tanah.

Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang berdasarkan UUD1945 adalah Negara hukum yang memberikan perlindungan dan jaminan atas hak-hak warganegara,antara lain hak untuk mendapatkan,mempunyai dan menikmati hak milik.

Hak milik atas tanah sangat penting bagi Negara,bangsa dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agraris yang sedang membangun.Akan tetapi tanah yang merupakan sumber kehidupan pokok dan mendasar bagi manusia akan berhadapan dengan beberapa hal,yakni:

a. Keterbatasan tanah, baik dalam kuantitas maupun kualitas dibandingkan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi,

b. Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanah sebagai akibat perubahan yang

timbul disebabkan oleh proses pembangunan dan `perubahan social lainnya,

c. Tanah telah tumbuh menjadi bahan perniagaan,objek spekulasi dan komoditi serta objek investasi

d. Tanah selain harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat secara adil dan merata juga harus dijaga kelestariannya.

Hak milik sebagai suatu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur baik dalam UUPA maupun di dalam peraturan-peraturan sebelum berlakunya UUPA, yakni hak milik menurut hukum adat dan hak milik menurut hukum Perdata Barat yang disebut dengan hak eigendom dan pemiliknya disebut dengan eigenar.

Hak milik berdasarkan kedua macam sistem hukum tersebut,sesuai dengan ketentuan UUPA telah dikonversi menjadi hak milik,sehingga hanya ada satu macam hak milik atas tanah.Dalam ketentuan konversi Pasal II UUPA dinyatakan bahwa, Hak Agrarische Eigendom,Milik Yasan,Andarbeni, Hak Atas Druwe,Pesini,Grant Sultan, Landerijen-bezitrecht, Altijddurende,Erfpacht, Hak Usaha bekas Partikelir dan hak-hak lainnya dengan nama apapun menjadi hak milik.(Sutedi;2006;2).

(4)

selama Undang-undang tentang hak milik seperti tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan ketentuan hukum adat setempat.

Ketentuan pasal 20 dapat diartikan sebagai sifat-sifat hak milik yang berbeda dengan hak-hak lainnya,yaitu hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut merupakan hak mutlak,tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hak eigendom dalam Hukum Agraria Barat.Hal ini berarti bahwa UUPA telah menjamin hak milik atas tanah kepada perseorangan. Dengan dilakukannya amandemen UUD1945 sebanyak 4 kali, khususnya yang berkaitan dengan hak milik, memposisikan bahwa hak milik perseorangan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, seperti yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (4) UUD1945.Sebelumnya hal ini diatur dalam pasal 32 TAP MPR No. XVII/MPR/1998,yang selanjutnya dirumuskan lebih rinci dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 36 ayat (1) dan ayat (2).

Hubungan Hak Milik dan Hak Menguasai Negara Atas Tanah

Tanah sebagai sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.Oleh karena itu sewajarnyalah jika kita harus mengelola tanah dengan sebaik-baiknya agar pemanfaatannya dapat memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia sesuai amanat dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Pembangunan dan penataan penguasaan tanah harus merupakan pembangunan secara sadar dan terencana untuk menjamin kemampuan dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan program-program pembangunan yang diselenggarakan dalam bentuk penatagunaan tanah dan tidak dapat dilepaskan dari pengaturan penguasaan dan kepemilikan tanah.

Berbagai bentuk hubungan hukum atas tanah yang berupa hak-hak penguasaan atas tanah memberi wewenang bagi pemiliknya untuk berbuat sesuatu atas tanah yang dihakinya.Meskipun demikian pemilik hak atas tanah tidak dibenarkan untuk berbuat sewenang-wenang atas tanahnya,sebab selain kewenangan yang dimilikinya ada pula kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipatuhinya serta ada larangan-larangan yang berlaku baginya.

Dalam UUPA, pengertian hak milik dirumuskan dalam pasal 20 yakni: (1) Hak milik adalah hak turun-temurun,terkuat

(5)

atas tanah,dengan mengingat bahwa hak milik berfungsi sosial ( pasal 6 UUPA );

(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak milik mempunyai sifat turun-temurun,artinya dapat diwariskan kepada ahli waris dari siempunya tanah. Hal ini berarti hak milik tidak ditentukan jangka waktunya dan tidak terbatas seperti pada Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha.Hak milik tidak hanya akan berlangsung selama hidup orang yang mempunyainya tetapi kepemilikannya akan berlanjut kepada ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.

Bahwa hak milik merupakan hak yang terkuat,berarti hak itu tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain. Sedangkan “terpenuh” dapat diartikan bahwa hak milik itu memberikan wewenang yang paling luas kepada yang mempunyai hak tersebut jika dibandingkan hak-hak lainnya.Hak milik merupakan induk dari hak-hak lainnya.Artinya,seorang pemilik tanah bisa memberikan tanah kepada pihak lain dengan hak dibawah dari kewenangan hak milik,seperti: hak sewa, hak bagi hasil, hak gadai, hak guna bangunan dan hak pakai.

Pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fsik dan yuridis.Dalam arti fsik secara nyata pemegang hak menguasai tanah. Penguasaan dalam arti yuridis dilandasi oleh hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fsik tanah yang menjadi haknya.Namun ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah haknya secara fsik ,kenyataannya penguasaan fsik dilakukan oleh pihak lain.

Konsep Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memerlukan perencanaan yang matang dan akurat serta harus dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang tersedia. Jadi, disini ada pengertian flosofs bahwa seluruh kekayaan alam yang terdapat di bumi Indonesia adalah milik bersama seluruh rakyat Indonesia yang diatur dan dikelola oleh Negara untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan ,penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,air

dan ruang angkasa;

b. menentukan dan mengatur hubungan –hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

(6)

Perbedaan pendapat tentang relevansi flosofs UUPA yang didasarkan pada kenyataan empiris tampak semakin tajam seiring dengan kebijakan deregulasi di era industrialisasi yang antara lain ditunjukkan untuk semakin menarik investor asing. Kelompok populis melihat bahwa dalam perkembangannya UUPA melalui kebijakan yang ada telah semakin kurang mengayomi hak milik masyarakat. Sementara itu,UUPA makin memberikan peluang dan kemudahan kepada mereka yang mempunyai akses terhadap modal dan akses politik dengan segala dampaknya.

Kewajiban Negara terhadap tanah meliputi perencanaan, termasuk didalamnya adalah land use planning (penatagunaan tanah), water use planning (penatagunaan air) dan air use planning (penatagunaan ruang angkasa atau sering disebut dengan perencanaan tata ruang). Menurut UUPA, pembatasan penggunaan tanah ditujukan kepada penguasaan/pemilikan perseorangan dan bukan pada penguasaan Negara.Secara empiris ini merupakan ekses dari digunakannya penguasaan/ kepemilikan individual yang tidak terbatas.

Pembatasan-pembatasan tersebut adalah bahwa penggunaan hak harus berfungsi sosial (pasal 6 UUPA) dan tidak boleh sebagai alat pemerasan (pasal 10 UUPA).Selain itu adanya kewajiban-kewajiban yang menjadi beban penguasa hak/pemilik seperti, memelihara kesuburan tanah dan tidak menelantarkannya (pasal 15 dan pasal 27) serta mengerjakan dan mengusahakannya sendiri secara aktif (pasal 10), merelakan dicabut untuk kepentingan umum (pasal 17 UUPA).

Negara adalah organisasi penyelenggara kekuasaan seluruh rakyat, yang akan bekerja untuk kepentingan rakyat.Sejalan dengan penjelasan pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menganut prinsip demokrasi ekonomi (dari,oleh dan untuk rakyat) dalam upaya mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bukan kemakmuran orang seorang, sehingga dilarang adanya penguasaan sumber-sumber agraria (termasuk tanah) ditangan orang seorang atau kelompok tertentu. Dengan kata lain tidak boleh adanya monopoli maupun praktek kartel karena penguasaan dan pemanfaatannya harus dapat memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

(7)

berubah pemerintah menjadi superior dan rakyat dalam posisi inferior (terjadi subordinasi).

Persediaan tanah yang terbatas dan relatif tetap, banyak menimbulkan masalah dalam penggunaannya. Pada sisi lain jumlah manusia yang membutuhkan tanah semakin bertambah. Sudah dapat dipastikan bahwa konfik kepentingan akan semakin tajam dalam rangka memperebutkan tanah sebagai sumber daya alam yang langka dan unik sifatnya. Konfik yang timbul sebagai akibat meningkatnya kebutuhan akan tanah dalam pemilikan dan penguasaannya akan meresahkan masyarakat dan memicu ketegangan sehingga dapat menghambat pembangunan. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan dan kepastian hukum oleh pemerintah kepada masyarakat.

Tanah sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang berlangsungnya kehidupan,sejak manusia pertama kali menempati bumi.Bagi orang Indonesia, tanah merupakan masalah yang paling pokok.Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkara perdata maupun pidana yang diajukan ke Pengadilan berkisar pada persoalan tanah.

Idealnya penguasaan dan penataan penguasaan tanah oleh Negara diarahkan pemanfaatannya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Penguasaan tanah oleh Negara, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya, perlu memperhatikan kepentingan masyarakat luas dan tidak menimbulkan sengketa tanah. Penataan penggunaan tanah dilaksanakan berdasarkan rencana yang matang.

Harus disadari pula bahwa dalam era perdagangan bebas ,investasi modal asing akan semakin dominan. Intervensi Pemerintah yang belum efektif dalam pengendalian harga tanah akan berakibat bahwa nilai ekonomis tanah akan menjadi sangat tinggi dan aksesnya semakin sulit bagi masyarakat kebanyakan.Kesenjangan dan ketidakadilan dalam akses dan pemanfaatan tanah akan membuat operasionalisasi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Jika terjadi pengabaian terhadap sumber-sumber agraria oleh Pemerintah maka dapat diinterpretasikan telah terjadi pula pengabaian dalam mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Kewajiban Pemerintah adalah agar usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa sehingga meninggikan produksi serta menjamin agar setiap warga Negara Indonesia mempunyai derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi dirinya sendiri maupun keluarganya.

(8)

Saat ini sering sekali terjadi konfik pertanahan. Dibuatnya produk hukum baru yang sejajar hirarkinya dengan UUPA dan menempatkan HMN sebagai basis, misalnya Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Mineral dan Batubara yang bersifat sektoral menjadi ciri dari kebijakan agraria dimana wilayah yurisdiksi kekuasaan institusi Negara dibagi-bagi sesuai dengan sektornya.Banyak konfik pertanahan dan konfik lainnya yang menyertainya disebabkan karena sektoralisme ini.

Sementara itu, HMN sebagai kekuasaan tertinggi yang dilekatkan atas tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, tetap dianut dan dijadikan dasar legitimasi pelbagai unjuk kekuasaan dalam pengadaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan, walaupun resikonya adalah terhadap hilangnya pemenuhan tujuan ”sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Perlu adanya penegasan kembali mengenai kosep Hak Menguasai Negara terhadap tanah dan hubungan antara Negara, tanah dan masyarakat. Hal ini untuk mencegah agar Negara sebagai badan penguasa tidak mudah tergelincir untuk bersikap dan bertindak selaku pemilik tanah.Dalam hal ini transparansi dan pertanggung jawaban perlu dikedepankan karena sering timbul kesan bahwa yang dominan adalah hak Negara dan tidak selalu diikuti dengan pemenuhan kewajibannya. Konfik pertanahan ini menimbulkan krisis kepercayaan karena adanya intervensi Pemerintah. Bahkan pada tingkat tertentu , dikhawatirkan akan terjadi radikalisasi dari masyarakat korban pengambilan bahkan perampasan tanah ,baik karena masalah uang kompensasi , adanya perlawanan terhadap tindakan yang otoriter, ataupun tindakan kekerasan yang merupakan ekspresi dari rasa frustasi dalam menegakkan haknya dimata hukum.

(9)

bentuk ketidakadilan dan rakyat merasa tidak ada lagi jaminan perlindungan terhadap hak miliknya.

Kunci utama untuk memahami persoalan agraria adalah kesadaran kita sendiri ,yakni kita hendaknya menyadari bahwa penguasaan tanah dan sumber daya alam melandasi hampir semua aspek kehidupan kita. Bukan hanya sebagai asset, tetapi tanah dan sumber daya alam merupakan pula basis bagi akses untuk memperoleh kekuasaan ekonomi, sosial dan politik. Ketimpangan dalam hal ini akan berdampak pada dinamika hubungan di kalangan masyarakat.

Implikasi yang muncul dalam bidang politik adalah pengabaian terhadap hak-hak rakyat (the political of ignorance),di bidang ekonomi tidak ada jaminan terhadap sumber-sumber kehidupan rakyat (economic resource insecurity), di bidang hukum hak-hak masyarakat berdasarkan hukum adat dipandang illegal dan sering diberikan stigma sebagai pelanggar hukum,di bidang sosial-budaya tercabutnya akar budaya masyarakat yang sudah terintegrasi secara turun temurun, serta di bidang ekologi terjadi degradasi sumber-sumber agraria dan lingkungan.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah pertanahan sebanyak mungkin harus dituangkan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan ,sehingga pihak-pihak yang berkepentingan akan mudah mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya berkaitan dengan tanah yang dikuasainya dan agar kepastian hukum dapat ditingkatkan dalam rangka melindungi kepentingan warga Negara.

(10)

sekelompok kecil masyarakat yang mempunyai banyak kelebihan modal menumpuk tanah di berbagai tempat untuk investasi.

Pada dasarnya konfik dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah tidak lepas dari konfik ekonomi. Oleh karena itu dalam penyelesaiannya kedudukan masyarakat dan hak-haknya harus ditempatkan pada posisi yang benar dan tidak dimarjinalkan dengan memberikan jaminan nyata untuk berlangsungnya hak-hak ekonomi dan hak-hak lainnya agar dapat sejajar dan mampu mengejar ketertinggalan mereka dalam proses pembangunan.

Menghadapi konfik agraria pemegang kekuasaan seolah-olah ingin menghindar, ada yang bersikap acuh tak acuh dan ada yang menunda-nunda penyelesaiannya bahkan ada yang mengambil solusi dengan jalan kekerasan dan kekuasaan, menindas hak-hak rakyat,baik karena akan mengedepankan kepentingan sendiri atau terpaksa karena ada intervensi tertentu. Umumnya konfik semacam ini diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan khusus yang diselesaikan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk : himbauan kepada perusahaan supaya lebih bermurah hati dan memberikan sedikit perhatian kepada masyarakat sekitar perkebunan, penyadaran kepada masyarakat agar mereka lebih berpartisipasi dalam pembangunan, memberikan janji kepada masyarakat untuk diikutsertakan ke dalam perusahaan dan lain sebagainya. Intinya Pemerintah selalu mencoba mengalihkan perhatian masyarakat setempat dari pokok persoalan,sehingga tidak pernah terjadi penyelesaian konfik dalam arti kata yang sebenarnya. Ironisnya bahwa masyarakat yang lebih dulu memiliki hak atas tanah dan kekayaan alam setempat selalu menjadi pihak yang dikalahkan dan bahkan dijadikan korban (victims).

PENUTUP

(11)

Namun dalam reformasi hukum agraria ke depan hendaknya agar dapat berjalan efektif dan mewujudkan kepastian hukum sesuai dengan harapan masyarakat,maka perlu diperhatikan bahwa dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan harus terpenuhi beberapa persyaratan ,yakni:

 Law making process,artinya dari substansinya peraturan itu sudah melalui proses dan prosedur pembuatan yang baik (substansi).

 Law enforcement, artinya dari penegakannya peraturan itu sudah didukung dan dikawal oleh aparat dengan baik (struktur).

 Masyarakat yang akan menggunakan dan mematuhi hukum tersebut (kultur) dapat menerimanya dengan baik.

Referensi

Fauzi,Noer,dkk,2000,Otonomi Daerah Dan Sengketa Tanah,Lapera Pustaka Utama,Jogjakarta.

Harsono,Boedi,1998,Hukum Agraria Indonesia,Sejarah Pembentukan UUPA,Isi dan Pelaksa –naannya,Djambatan,Jakarta.

Sodiki,Achmad,2013,Kontribusi Hukum Adat terhadap Budaya Tertib Hukum Masyarakat (Makalah).

Sumardjono,Maria SW,1999, Reformasi Hukum dan Kebijaksanaan Sumber Daya Alam Tanah dalam Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam,ICEL,Pustaka Pelajar Offset,Bandung.

Referensi

Dokumen terkait