15
1. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari dua kata dasar Yunani kuno: stratos,
yang berarti “jumlah besar” atau “yang tersebar” dan again, yang berarti memimpin” atau, kita mungkin mengartikannya,
“mengumpulkan.” Strategi merupakan berbagai tipe atau gaya rencana
yang digunakan oleh para guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang
pada hakikatnya dilakukan bersama-sama menjalin suatu percakapan
seputar sebuah pokok pembelajaran bersama.24
Dalam dunia pendidikan strategi adalah seni, yaitu seni membawa
pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi yang paling
menguntungkan. Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi
hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat
dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam
dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah
suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara efektif dan efisien. 25
Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatakan pola umum,
24
Silver, dkk, Strategi-strategi..., hlm. 1. 25
sebab suatu strategi pada hakikatnya belum mengarah kepada hal-hal
yang bersifat praktis, masih berupa rencana atau gambaran
menyeluruh. Sedangkan untuk mencapai tujuan, strategi disusun
dengan susunan yang berisi perencanaan tentang rangkaian kegiatan
yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan.26
Berikut adalah ruang lingkup dari strategi (manajemen rencana
pembinaan akhlakul karimah pada peserta didik):
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang
hendak dicapai dan mendapatkan jalan dan sumber yang diperlukan
untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Dalam
proses perencanaan terdapat tiga kegiatan yang tidak dapat
dilepaskan atau dipisahkan meskipun hal tersebut dapat dibedakan.
Ketiga kegiatan itu adalah:
a. Perumusan tujuan yang ingin dicapai
b. Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu
c. Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu
terbatas.27
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan strategi dikatakan baik ketika dilaksanakan secara
bersama-sama oleh semua pihak sekolah apabila pelaksanaannya
26
Tim dosen PAI, Bunga Rampai Penelitian dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: deepublish, 2016), hlm. 176.
27
ditujukan kepada seluruh elemen di lembaga tersebut. Selain itu,
dikatakan baik ketika antara perencanaan, pelaksanaan, dan hasil
berkesinambungan dengan baik.
3. Evaluasi Program
Evaluasi adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu
perangkat kriteria yang disepakati dan dapat
dipertanggungjawabkan. Ada tiga faktor penting dalam konsep
evaluasi yaitu pertimbangan (judgement) deskripsi obyek
penilaian, dan kriteria yang bertanggungjawab (defensible criteria).
Aspek keputusan itu yang membedakan evaluasi sebagai suatu
kegiatan dan konsep lainnya, seperti pengukuran (measurement).
Tujuan evaluasi antara lain:
a. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu
periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai,
dan apa yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
b. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang
membawa organisasi kepada penggunaan sumber daya
pendidikan (manusia/tenaga, sarana/prasarana, biaya) secara
efisien ekonomis.
c. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan,
penyimpangan dilihat dari aspek tertentu misalnya program
4. Hasil
Hasil dari strategi manajemen dikatakan baik ketika ada
kesesuaian antara perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya.
Sehingga tujuan yang telah direncanakan dapat terealisasi dengan
baik.28
2. Strategi dalam Pembinaan Akhlakul Karimah
Pembinaaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik.29
pembinaan menurut Masdar Helmi adalah segala hal usaha, ikhtiar,
dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan dan
pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu secara teratur dan
terarah.30
Pembinaan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses menuju
tujuan yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan yang jelas akan
menimbulkan kekaburan atau ketidakpastian, maka tujuan pembinaan
merupakan faktor yang teramat penting dalam proses terwujudnya
akhlakul karimah. Perbuatan akhlakul karimah siswa pada dasarnya
mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu harga diri, dan tujuan
28
Fattah, Landasan Manajemen ..., hlm. 107-108. 29
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 152.
30 “Pengertian Pembinaan menurut para ahli” dalam
jauh adalah ridha Allah melalui amal shaleh dan jaminan kebahagiaan
dunia dan akhirat. 31
Pembinaan adalah upaya pendidikan formal maupun non formal
yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah, teratur, dan
bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan,
membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian
seimbang, utuh, dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan bakat, kecenderungan/keinginan serta
kemampuan-kemampuannya sebagai bekal, untuk selanjutnya atas perkasa sendiri
menambah, meningkatkan, dan mengembangkan dirinya, sesamanya
maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu, dan
kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri.32
Adapun strategi dalam rangka untuk mencapai tujuan terciptanya
akhlakul karimah (peningkatan iman dan ketaqwaan membentuk insan
yang sempurna) pada peserta didik Novan memaparkan lima strategi
dalam rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik
melalui pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, yaitu:
a. Integrasi iman dan taqwa dalam visi, misi, tujuan, strategi sekolah,
dan proses pembelajaran.
b. Optimalisasi pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah
31
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 11.
32
c. Pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler berwawasan iman dan taqwa.
d. Pembentukan school culture yang mendukung peningkatan kualitas
iman dan taqwa
e. Melaksanakan kerjasama antara sekolah dengan orangtua peserta
didik.33
Menurut Dedi penekanan pengembangan kualitas iman dan taqwa
dalam membina akhlakul karimah dapat dikemukakan dalam empat
strategi, yaitu:
a. Integrasi materi iman dan taqwa ke dalam mata pelajaran non
agama.
b. Penciptaan iklim lingkungan sekolah yang kondusif untuk
tumbuhnya iman dan taqwa.
c. Kegiatan-kegiatan esktra-kurikuler yang bernafaskan iman dan
taqwa.
d. Mempererat kerjasama sekolah dengan orangtua dan masyarakat
dalam pembinaan iman dan taqwa peserta didik.34
Akhlak merupakan corak batin bagi rohaniah manusia. Bila corak
yang dibina atau dibentuk dalam rohani itu baik, maka
tindakan-tindakan badan jasmaniah pada umumnya baik pula. Demikian
sebaliknya, rohani seolah-olah memegang komando atas jasmaniah
33
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 16.
34
manusiawi. Tidak dapat disangkal bagaimana pentingnya pembinaan
dan pemeliharaan rohaniah, disamping pemeliharaan dan perawatan
jasmaniah, supaya jasmani dan rohani berada dalam kondisi sehat dan
baik.35
Salah satu strategi dalam pengembangan model pembinaan akhlak
anak adalah menempatkan anak sebagai subjek pembinaan, bukan
semata-mata sebagai objek binaan yang perlu dicekoki dengan
seperangkat nilai yang kering dan tidak menyentuh terhadap realitas
kehidupan yang dialami oleh anak sehari-hari. Melalui pendekatan
subjek, anak diajak untuk mengenali dan memecahkan sendiri
persoalan yang mereka hadapi.36
Akhlak tidak cukup hanya dipelajari, tanpa adanya upaya untuk
membentuk pribadi yang ber-akhlaq al-karimah. Dalam konteks
akhlak, perilaku seseorang akan menjadi baik jika diusahakan
pembentukannya. Usaha tersebut dapat ditempuh dengan belajar dan
berlatih melakukan perilaku akhlak yang mulia. Berikut ini proses dan
metode pembentukan ataupun pembinaan akhlak pada diri manusia
yang dapat diterapkan kepada peserta didik.
1. Metode Qudwah atau Uswah (Keteladanan)
Orangtua dan guru yang biasa memberikan teladan perilaku
yang baik, biasanya akan ditiru oleh anak-anak dan muridnya. Hal
ini berperan besar dalam mengembangkan pola perilaku mereka.
35
H.S.M. Nasaruddin Latif, Biografi dan Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 49.
36
Keteladanan orangtua dan guru sangat penting bagi pendidikan
moral anak, bahkan hal itu jauh lebih bermakna dari sekedar
nasihat secara lisan (indoktrinasi). Jangan berharap anak akan
bersifat sabar, jika orangtua memberi contoh yang selalu
marah-marah. Keteladanan yang baik merupakan kiat yang mujarab dalam
mengembangkan perilaku moral bagi anak.
2. Metode Taklim (Pengajaran)
Dengan mengajarkan perilaku keteladanan, akan berbentuk
pribadi yang baik. Dalam mengajarkan hal-hal baik, kita tidak
perlu menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Sebab cara tersebut
cenderung mengembangkan moralitas yang eksternal. Artinya,
dengan cara tersebut, anak hanya akan berbuat baik karena takut
hukuman orangtua atau guru. Anak sebaiknya jangan dibiarkan
takut kepada orangtua atau guru, melainkan ditanamkan sikap
hormat dan segan. Sebab jika hanya karena takut, anak cenderung
berperilaku baik ketika ada orangtua atau gurunya.
3. Metode Ta’wid (Pembiasaan)
Pembiasaaan perlu ditanamkan dalam membentuk/membina
pribadi yang berakhlak. Sebagai contoh, sejak kecil anak
dibiasakan membaca basmallah sebelum makan, makan dengan
tangan kanan, bertutur kata baik, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Jika
hal itu dibiasakan sejak dini, kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi
4. Metode Targhib/Reward (Pemberian Hadiah)
Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu,
akan menjadi salah satu latihan positif dalam proses
pembentukan/pembinaan akhlak. Cara ini akan sangat ampuh,
terutama ketika anak masih kecil. Secara psikologis, seseorang
memerlukan motivasi atau dorongan ketika hendak melakukan
sesuatu. Motivasi itu pada awalnya mungkin masih bersifat
material, akan tetapi kelak akan meningkat menjadi motivasi yang
lebih bersifat spiritual.
5. Metode Tarhib/Punishment (Pemberian Ancaman/Hukuman)
Dalam proses pembentukan/pembinaan akhlak, terkadang
diperlukan ancaman agar anak tidak bersikap sembrono. Dengan
demikian, anak akan enggan ketika mau atau berniat melanggar
norma tertentu. Terlebih jika sanksi itu cukup berat. Pendidik atau
orangtua terkadang juga perlu memaksa dalam hal kebaikan. Sebab
terpaksa berbuat baik itu lebih baik, daripada berbuat maksiat
dengan penuh kesadaran.
Jika penanaman nilai-nilai akhlak mulia telah dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari, kebiasaan tersebut akan menjadi sesuatu
yang ringan. Dengan demikian, ajaran-ajaran akhlak mulia akan
diamalkan dengan baik oleh umat Islam. Setidaknya perilaku
tercela (akhlaq madzmumah) akan dapat diminimalkan dalam
dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan budi pekerti yang mulia”.37
6. Metode Pengetahuan
Pengetahuan dapat membuat orang menjadi semakin baik.
Semakin tinggi ilmu seseorang, mestinya semakin baik pula
akhlaknya. Memang ada kenyataan lain yang bertentangan dengan
teori ini. Bertambahnya pengetahuan seseorang, semestinya dapat
menjadikan lebih dekat dengan Sang Pencipta, bukan sebaliknya,
justru semakin jauh dariNya.38
7. Metode Imperatif (Perintah)
Perintah dalam pendidikan akhlak Islam merupakan sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan sesorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, khususnya
yang terkait dengan amal atau perbuatan melakukan perintah.
Nilai-nilai perintah Islam tersebut mampu menjiwai dan mewarnai
kepribadiannya. Model pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an
banyak digunakan melalui kalimat-kalimat perintah. Model ini
mendidik manusia untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan
agama.
8. Metode Larangan
Model pendidikan dalam Al-Qur’an dengan cara melarang
ini memberikan pendidikan dalam berbagai dimensi kehidupan
seorang mukmin untuk menjadi hamba-Nya yang taat. Model
larangan yang dimaknai di sini merupakan pembatas kebebasan
dalam dunia pendidikan yang bisa diwujudkan dalam bentuk
tataran kurikulum yang mendukung proses pendidikan atau
pencarian ilmu yang tidak menyimpang dari nilai kebenaran.
9. Metode Kisah
Kisah merupakan sarana yang mudah untuk mendidik
manusia. Model ini sangat banyak dijumpai dalam Al-Qur’an,
kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an ini mengiringi berbagai
aspek pendidikan yang dibutuhkan manusia untuk menghadapi
berbagai rintangan melalui kisah dapat menggambarkan dengan
jelas perbedaan antara kelompok atau pribadi yang baik dan yang
buruk.
10.Metode Dialog dan Debat
Pendidikan dan pembinaan dalam Al-Qur’an juga
menggunakan model dialog dan debat dengan berbagai variasi
yang indah. Pendidikan Al-Qur’an melalui model dialog dan debat
akan memberi didikan yang membawa pengaruh pada perasaan
yang amat dalam bagi diri seorang beriman. Betapa besarnya
nikmat yang Allah SWT berikan yaitu agama dan ajaran-Nya,
syukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Kesemuanya ini akan
melahirkan akhlak yang baik, khususnya akhlak terhadap Allah.39
B. Pembahasan tentang Guru
1. Pengertian Guru
Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik
atau guru. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat
besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Hal ini disebabkan pendidik
merupakan culture transition yang bersifat dinamis kearah suatu
perubahan secara kontinu, sebagai sarana vital untuk membangun
kebudayaan dan peradaban umat manusia.40
Guru adalah pendidik professional yang mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pada jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk itu guru
harus menyatu, menjiwai, dan menghayati tugas-tugas keguruannya. 41
Guru dalam bahasa Jawa adalah merujuk pada seorang yang harus
digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa
dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid.
Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri tauladan
(panutan) bagi semua muridnya. Secara tradisional guru adalah
39
Syafri, Pendidikan Karakter …, hlm. 137. 40
Al-Rosyidin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 41. 41
seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan.42
Guru adalah “spiritual father” atau bapak rohani bagi seorang
murid. Ia adalah orang yang memberikan santapan rohani dengan ilmu,
mendidik dengan akhlak anak didiknya untuk kebaikan kehidupannya
dan memberikan contoh dalam kehidupan melalui tindakan yang
terpuji, mewujudkan keseimbangan yang sempurna pada kepribadian
dengan menggabungkan antara iman, akhlak, ilmu, dan amal.
Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk
mendidik, yang memberikan anjuran-anjuran, norma-norma, dan
berbagai macam pengetahuan dan kecakapan, pihak yang cukup
membantu menghumanisasikan anak.43 Guru memberikan bimbingan
di manapun mereka berada tanpa batas dalam ruang kelas atau
lingkungan sekolah saja. Guru memberikan bimbingan rohani dengan
ilmu, mendidik aqidah dan akhlak, mengoreksi kesalahan lalu
memperbaikinya.44
2. Peran, Tugas, dan Tanggung Jawab Seorang Guru
Menurut Pidarta seperti yang dikutip oleh Jamil dalam bukunya
mengatakan bahwa peranan guru/pendidik antara lain sebagai manager
pendidikan atau pengorganisasian kurikulum, sebagai fasilitator
pendidikan, pelaksana pendidikan, pembimbing dan supervisor,
42
Al-Rosyidin, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 41. 43
Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 169. 44
penegak disiplin, model perilaku yang akan ditiru siswa, sebagai
konselor, menjadi penilai, petugas tata usaha tentang administrasi kelas
yang diajarnya, menjadi komunikator dengan orangtua siswa dengan
masyarakat, pengajar untuk meningkatkan profesi secara
berkelanjutan, menjadi anggota organisasi profesi pendidikan.45
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri
sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT
dan mampu sebagai makhluk sosial, serta sebagai makhluk individu
yang mandiri.46
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama
mereka diserahkan kepadanya, karena itu sebagai sumbangan sekolah
sebagai lembaga terhadap pendidikan, sekolah berperan di antaranya
sebagai berikut:
a. Sekolah membantu orangtua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
b. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
c. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan
seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu
lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
45
Suprihatiningrum, Guru Profesional…, hlm. 26. 46
d. Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membedakan benar dan salah, dan sebagainya.
Adapun untuk mendapatkan ilmu pengetahuan memerlukan
bantuan guru atau arahan orang lain yang dapat menjelaskan suatu
ilmu.47 Guru merupakan sesosok peran aktif di dalam sekolah, karena
guru yang melakukan kegiatan pembelajaran dan bimbingan setelah
pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga. 48
Mengenai tugas pendidik yang utama menurut Al-Ghazali seperti
yang dikutip oleh Bukhari Umar adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Hal tersebut karena
tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan
diri kepada-Nya, oleh karena itu fungsi dan tugas pendidik dalam
pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:49
a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun
serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilakukan.
47
Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ma’alimul Usroh, 2001), hlm 19.
48
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), hlm. 34. 49
b. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan anak didik pada
tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring
dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.50
c. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan
diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat yang terkait, terhadap
berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas
program pendidikan yang dilakukan.51
Mengenai tugas guru dalam pendidikan akhlak, ahli-ahli
pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas
guru ialah mendidik. Dalam literature yang ditulis oleh para ahli
pendidikan Islam, tugas guru memiliki peran yang strategis dalam
rangka meningkatkan kemampuan (kognisi, afeksi, dan motorik) anak
didik. Selain itu juga guru berupaya mengarahkan anak didik untuk
menuju manusia paripurna. Di antara tugas guru antara lain:
1. Guru harus mengetahui karakter seorang murid.
2. Guru harus selalu berusaha menginkatkan keahliannya.
3. Guru harus mampu mengantarkan anak didik kearah pembentukan
moral/akhlak mulia.52
Ayat yang mengenai nasihat untuk mendidik anak dengan cara-cara
yang baik dan sabar agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang
menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai
50
Munardji, Ilmu Pendidikan…, hlm. 63-64. 51
Umar, Ilmu Pendidikan…, hlm. 89. 52
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang pada diri beliau
terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan
memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah Tauhid, yaitu
bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari
berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya yaitu:
ٌمي ِظَع
ٌمْل ُظَل
ٌَكْ ِِشّلا
ٌ ن
memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar- benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman ayat 13).53
3. Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Berdasarkan Undang-undang tentang Pendidikan dan tenaga
kependidikan pasal 42 ayat 1 menerangkan bahwa pendidikan harus
memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.54
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Bab I
tentang Ketentuan Umum, Pendidikan Nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
53
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 545.
54
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis.55
Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal
guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
Sarjana (S-1) dalam bidang pendidikan SD/MI atau psikologi yang
diperoleh dari program studi yang terakreditasi.56
Guru harus memiliki berbagai memiliki berbagai kualifikasi yang
menunjang agar dapat menjalankan proses kegiatan belajar mengajar.
Beberapa kualifikasi tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Mempunyai spiritualitas yang baik yang berkaitan erat dengan
hal-hal yang berasal atau bersumber dari Tuhan, dengan memiliki sisi
spiritualitas yang baik guru dapat memahami norma-norma, baik
dan buruk, konsep diri yang baik, dan konsep kemanusiaan yang
baik.
2. Mempunyai kelengkapan pengetahuan teologis, keguruan, dan
keterampilan mengajar. Guru yang tidak mempunyai pengetahuan
tentang pendidikan, keguruan, dan seluk-beluknya, sama halnya
dengan dokter yang tidak belajar ilmu kedokteran. Akibatnya, guru
seperti ini hanya akan mengajar tanpa berlandaskan keilmuan. Bisa
55
Undang-Undang Republik Indonesia, Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008), hlm 5.
56
dikatakan guru melakukan malpraktik dan merugikan
siswa-siswinya.
3. Terus-menerus belajar untuk meningkatkan diri, termasuk
kemampuan memahami bidang studi yang ia ajarkan, masalah
manusia, dan kemanusiaannya. Artinya, guru tidak hanya belajar
sebelum dia mengajar, tetapi juga ketika mengajar. Konsep long
life education (belajar sepanjang hayat) haruslah diterapkan bagi
seorang guru.
4. Terus menerus meningkatkan kemampuan agar semakin mampu
mengelola proses belajar-mengajar serta memberikan layanan yang
terbaik untuk orang lain atau kepada peserta didik dan lain-lain.57
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu
hal. menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru, macam-macam kompetensi yang
harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain.
1. Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan yang berkaitan
dengan pemahaman siswa dan pengelola pembelajaran yang
mendidik dan dialogis. Secara subtansi, kompetensi ini mencakup
kemampuan pemahaman terhadap siswa, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
57
pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian, merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi Sosial, merupakan kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul dengan siswa, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Guru
merupakan makhluk sosial yang kehidupan kesehariannya tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan bersosial, baik di sekolah ataupun
di masyarakat, maka dari itu guru dituntut untuk memiliki
kompetensi sosialyang memadai.
4. Kompetensi Profesional, merupakan penggambaran tentang
kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengampu
jabatan sebagai seorang guru, artinya kemampuan yang
ditampilkan itu merupakan ciri keprofesionalannya. Kompetensi
professional merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan
mendalam yang mencakup penguasaan substansi keilmuan yang
menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan
keilmuan sebagai guru.58
58
4. Macam-macam Pendidik
Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat dan pendidik
jabatan.59 Pendidik kodrat adalah orang yang paling bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik yaitu orangtua (ayah dan
ibu) anak didik.60 Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah
orangtua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada
masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan
ibunya, dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya, dasar
pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak
tertanam sejak anak berada di tengah orangtuanya. 61
Dari perspektif Islam, anak adalah karunia sekaligus amanah Allah
yang diberikan kepada orang tua. Anak perlu diberikan makanan batin
semenjak dini, niscaya ia akan tumbuh dengan memiliki pribadi yang
kuat. Dengan pendidikan akan melahirkan generasi yang memiliki
sumber daya yang kuat, handal, dan memiliki wawasan yang luas.62
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT, Tuhan yang
Mahakuasa, di mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap
orangtua untuk mendidik dengan baik, untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik, salah satu caranya adalah dengan menciptakan
anak-anak atau generasi muda sebagai aktor dan pionir masa depan. Cerdas
59
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 83. 60
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 74.
61
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 84.
62
dan pintar saja tentunya tidak cukup, tetapi juga diperlukan juga sifat
yang pantang menyerah, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab,
memiliki harapan dan motivasi tinggi, peka terhadap lingkungan
sekitarnya, dan berkepribadian baik atau berakhlakul karimah.63
Pendidik jabatan yaitu orang lain (tidak termasuk anggota
keluarga) yang karena keahliannya ditugaskan mendidik guna
melanjutkan pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orangtua dalam
keluarga. Pada hakikatnya, pendidik jabatan membantu orangtua
dalam mendidik anak karena orangtua memiliki berbagai keterbatasan.
Berbeda dari pendidik kodrat, pendidik jabatan dituntut memiliki
berbagai kompetensi sesuai dengan tugasnya.64
C. Pembahasan tentang Akhlak
1. Pengertian Akhlakul Karimah
Secara etimologi akhlak adalah kata jamak dari kata tunggal
khuluq. Kata Khuluq adalah lawan dari kata khalq. Khuluq merupakan
bentuk batin sedangkan khalq merupakan bentuk lahir. Khalaq dilihat
dengan mata lahir (bashar) sedangkan khuluq dilihat dengan mata
batin (bashirah). Keduanya dari akar kata yang sama yaitu khalaqa.
Keduanya berarti penciptaan, karena memang keduanya telah tercipta
melalui proses. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta
atau terbentuk melalui sebuah proses.65
63
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan), (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 211.
64
Umar, Ilmu Pendidikan…, hlm. 85-86. 65
Khuluqun menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media
yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan
makhluk serta antara makhluk dan makhluk.66
Budi pekerti pada dasarnya tidak berbeda dengan akhlak, akhlak
adalah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki
kedekatan dengan istilah tata krama. Inti ajaran tata krama ini sama
dengan inti ajaran budi pekerti. Adapun yang digunakan oleh
kurikulum Nasional sejak tahun 2004 untuk pendidikan nilai adalah
pendidikan budi pekerti. Artinya, nama yang digunakan bukan
pendidikan akhlak, bukan pendidikan tata krama, dan bukan
pendidikan etika.67
Akhlak ialah hal ihwal yang melekat pada jiwa (sanubari). Dari situ
timbul perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir dan diteliti
lebih dahulu (spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu
menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran
dan syariah, maka tingkah laku itu disebut akhlak yang baik (akhlakul
karimah). Akhlakul karimah ialah akhlak terpuji, yaitu perbuatan
terpuji dan mulia yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan atas dasar kesadaran jiwa, bukan kerena keterpaksaan.68
66
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 9-10.
67
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 32-33.
68
Adapun pengertian akhlak secara terminologi, menurut para ulama
seperti yang dikutip oleh Samsul menyatakan sebagai berikut.
1. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M), akhlak adalah hay’at atau sifat
yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya lahir
perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangn dan
pemikiran. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang
terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, ia dinamakan
akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang jahat,
maka ia dinamakan akhlak yang buruk.
2. Ibnu Maskawaih (941-1030 M), akhlak adalah keadaan jiwa
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada
pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh
jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan,
kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat dan
akhlak.
3. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M), akhlak adalah keadaan jiwa
seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada
seseorag boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi
4. Syekh Makarim Asy-Syirazi, akhlak adalah sekumpulan
keutamaan maknawi dan tabiat batin manusia.
5. Al Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H), akhlak adalah ungkapan untuk
menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, darinya muncul
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan
dan pemikiran.
6. Dr. Ahmad Muhammad Al Hufi, akhlak adalah adat yang dengan
sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak
adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang
dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi adat (kebiasaan) yang
mengarah kepada kebaikan atau keburukan.
7. Dr. Ahmad Amin, akhlak adalah kebiasaan kehendak. Artinya,
apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, kebiasaannya itu
disebut sebagai akhlak.
8. Al-Qurthuubi, suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab
kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk
bagian dari kejadiannya.
9. Abu bakar Jabir Al-Jazairi, akhlak adalah benyuk kejiwaan yang
tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik
dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.69
Adapun menurut penulis akhlah adalah segala perbuatan manusia
yang ada dalam jiwa manusia tentang baik atau buruk yang dilakukan
69
secara berulang-ulang dan tanpa sadar perbuatan itu telah menjadi
kebiasaan dan dilakukan secara terus-menerus tanpa dipikir dan
dipertimbangkan lagi untung dan ruginya.
Akhlak merupakan fungsionalisasi agama, artinya keberagaman
menjadi tidak dibuktikan dengan akhlak. Akhlak merupakan perilaku
sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap, dan perbuatan.
Berakhlak berarti hidup untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam,
artinya hidup berguna bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk
keseluruhan umat manusia dan alam sekitarnya.70
2. Macam-macam Akhlakul Karimah
Islam telah memberi pesan jelas, tegas, dan singkat bahwa untuk
mencapai kebahagiaan baik yang bersifat pribadi, kelompok, maupun
umat, satu kata yang diperlukan yaitu akhlakul karimah.71 Akhlak
menempati posisi yang sangat penting dalam Islam sehingga setiap
aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan
pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhhlaq al-karimah.
Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW, yang
artinya sebagai berikut. 72
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang Mulia.”
(HR Ahmad, Baihaqi, dan Maliki).
70
UPI, Ilmu dan Aplikasi…, hlm. 29. 71
A. Fatih Syuhud, Pribadi Akhlakul Karimah, (Malang: Al Khoirot, 2010), hlm. 66. 72
Dengan demikian, akhlakul karimah menjadi tema sentral Islam
dalam rangka menuju hidup bahagia. Secara garis besar, akhlakul
karimah terdiri dari.
1. Akhlak pada Allah atau hablun min Allah, yaitu: suatu poin
penting yang membedakan antara konsep yang ditawarkan Islam
dengan teori buatan manusia. Konsep hablun min Allah ini dapat
digambarkan bahwa seorang muslim sejak ia lahir sudah menjalani
semacam “kontrak sosial” dengan Allah untuk percaya kepada
keEsaan-Nya. Di mana sebagai konsekuensinya, seorang muslim
akan menjalankan semua perintah dan menjauhi laranganNya
dengan penuh totalitas dan tanpa memesannya.73
Tuhan merupakan satu-satunya yang wajib disembah,
dimohon petunjuk, dan pertolongan. Manusia secara fitrah ingin
mengabdi kepada kekuatan yang lebih besar, yaitu Allah yang
Maha Besar. Manusia sebagai hamba Allah harus mengabdikan
diri kepada Allah. Pengabdian ini berupa kewajiban-kewajiban
manusia untuk mengikuti perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya.74
2. Akhlak terhadap sesama manusia atau hablun minannas yaitu:
suatu hal yang tak terelakkan, bahkan pada dasarnya hubungan
antara sesama umat manusia ini baik antara sesama muslim
Tidak hanya itu standart kesholihan seorang muslim sering
diidentikkan dengan satu hal, bahwa kadar keimanan seseorang
kepada Allah tergantung seberapa baik relasinya dengan sesama
manusia dan seberapa besar manfaatnya kepada manusia lain.
3. Akhlak pada diri sendiri, yaitu: proses seorang muslim untuk
menyucikan diri mereformasi akhlak, dengan meroformasi akhlak
pribadi bertindak dan berpikir diharapkan segala perilaku
keislaman seseorang menjadi semakin tinggi nilainya karena
didasarkan pada motivasi yang benar dan tulus.75
3. Akhlakul Karimah dan Akhlak Madzmumah
Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang
berakibat timbulnya berbagai perbuatan secara spontan tanpa disertai
pertimbangan. Dikarenakan akhlak berasal dari dalam diri seseorang
secara spontan maka aktualisasinya adalah timbulnya akhlak mulia dan
akhlak buruk.76
Banyak amalan yang dilakukan orang beriman dalam rangka
bermunajat kepada Allah. Ia sholat wajib lima waktu, kurang puas
dengan amalan wajib maka shalat sunahpun diamalkan. Mendekatkan
hatinya dengan membaca Al-Quran secara tartil sembari merenungi
artinya, atau hanya sekedar membaca tanpa merenungkannya.
Guna mengurangi rasa bakhilnya sekaligus meringankan beban si
miskin maka seorang mukmin bersedekah dengan hartanya.
75
Syuhud, Pribadi Akhlakul…,hlm. 66-67. 76
Menjalankan puasa berharap mendapatkan pahala yang melimpah
sekaligus mendidik jiwanya agar tidak serakah. Namun perlu kiranya
diketahui bahwa salah satu amal manusia yang paling mulia di
hadapan Allah dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah
kebaikan akhlak (akhlakul karimah).77
Akhlak mulia atau dalam Islam disebut al-akhlaaq al-kariimah
terlihat pada berbagai perbuatan yang benar, terpuji, serta
mendatangkan manfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sedangkan
akhlak tercela atau dalam Islma disebut al-akhlaaq al-madz-muumah
yang terlahir Karena dorongan nafsu tercermin dari berbagai perbuatan
buruk, rusak, dan merugikan dirinya sendiri maupun lingkungannya.78
Adapun yang termasuk akhlakul karimah atau akhlak terpuji antara
lain:
1. Asy Syajaa’ah (berani), yaitu: keteguhan hati dalam membela dan
mempertahankan kebenaran.
2. Al Karam (pemurah), yaitu: membelanjakan harta benda untuk
keperluan yang membawa kemanfaatan besar, atau besar
kepentingannya, atau memberikan harta untuk kebaikan da kebaktian.
3. Al ‘Adl (adil), yaitu: memberikan hak kepada yang berhak, tanpa
membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu.
77
Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), hlm. 26-27.
78
4. Al’Iffah (menjaga kehormatan), yaitu: memelihara diri dari segala
perbuatan atau tingkah laku yang tidak boleh dikerjakan, baik melalui
tangan, lisan atau dengan syahwatnya.
5. Ash Shidqu (jujur atau benar), yaitu: mengatakan yang benar dan
terang atau memberi kabar sesuai dengan kenyataan yang diketahui
sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.
6. Al Amaanah (dapat dipercaya), kata ini mempunyai dua pengertian,
dalam pengertian secara khusus, amaanah artinya mengembalikan
barang titipan kepada orang yang menitipkan atau
mempercayakannya. Dalam pengertian umum, amaanah artinya
menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam memberikan nasihat kepada
yang memintanya, menyampaikan sesuatu secara utuh sesuai dengan
apa yang ditugaskan untuk disampaikan.
7. Ash Shabru (sabar), yaitu: menahan diri dari segala gangguan dan
tahan menderita terhadap apa yang tidak disukai dengan tanpa
menunjukkan reaksi.
8. Al Hilmu (lapang hati), yaitu: melemahnya kekuatan marah dan
tunduknua kepada akal. Sifat ilmu itu dapat dimiliki dengan memaksa
didi untuk berlapang hati maupun menahan marah.
9. Al ‘Afwu (pemaaf), yaitu: memberi maaf atau ampunan terhadap
orang yang bersalah tanpa diikuti rasa benci atau sakit hati, serta
10.Ar-Rahmah (kasih sayang), yaitu: sikap bertoleransi yang didasari
kelembutan hati tanpa memandang keberadaannya.
11.Litsaarus Salaam (menutamakan kedamaian), yaitu: usaha menutup
pertentangan dan perselisihan menuju kesepakatan dan ketentraman.
12.Az Zuhd (zuhud), yaitu: tidak terlalu bergembira akan sesuatu yang
dikuasai dan tidak berputus asa terhadap sesuatu yang terlepas.
13.Al Hayaa’ (malu), yaitu: perasaan tidak enak terhadap sesuatu yang
dapat menimbulkan cela atau aib, baik berupa perbuatan maupun
perkataan, sekalipun menurut syariat hukumnya mubah, dan tidak
dipersoalkan orang.
14.At Tawaadhu’ (rendah hati atau tawadhu’), yaitu: memelihara
pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia tnapa mengurangi
rasa hormat kepada orang lain dengan merendahkan hati mereka,
sebaliknya tidak menjatuhkan dirinya sendiri karena kebesaran orang
lain.
15.Al Wafaa’ (kesetiaan), yaitu: menunaikan apa saja yang menjadi
kewajiban, atau memelihara kewajiban itu secara utuh, baik berupa
perjanjian tertulis atau yang tidak tertulis, karena diharuskan oleh
fitrah manusia dan petunjuk akal serta perasaan kesetiaan kepada
orang yang berbuat baik.
16.Asy Syuuraa (musyawarah), yaitu: menerima saran-saran dan
pendapat orang lain sebagai landasan untuk menjalankan suatu
17.Thiibul ‘Isyrah (pergaulan yang baik), yaitu: kemesraan dalam
menjalin hubungan berkawan dengan menjaga hak-haknya.
18.Hubbul Amal (cinta kerja), yaitu: Giat untuk membangun dan
menutuo segala kemalasan yang berujung pada keterbelakangan.
19.Ta’awun (tolong menolong), yaitu: menjalin hubungan persaudaraan
dengan penuh solidaritas dalam hal kebajikan.
20.As Sakhaat (pemurah), yaitu: memberikan harta sebagai tambahan
dari yang wajib, tanpa disertai ikatan dan tujuan kepada diberi.
21.Al Muruu’ah (berbudi tinggi), yaitu: sifat kesatria dalam membela
yang benar, tidak mudah putus asa sebelum mencapai tujuan yang
dikehendaki dengan tetap memperhitungkan peraturan yang
berlaku.79
Selain akhlakul karimah atau akhlak-akhlak mulia, ada pula akhlak
madzmumah atau dzamimah atau akhlak-akhlak tercela. jika akhlak
yang mulia dan terpuji sangat dianjurkan agama bahkan menjadi tujuan
utama diturunkannya agama itu, maka sebaliknya, akhlak yang tercela
sangat dibenci Allah dan Rasulullah.80
Berikut beberapa akhlak yang tercela, agar kita bisa menjauhkan diri
darinya:
1. Anaaniyah (egoistis), yaitu: suka mementingkan diri sendiri tanpa
memperhatikan kepentingan orang lain.
79
Raras Huraerah, RIPAIL (Rangkuman Ilmu Pelajaran Agama Islam Lengkap), (Jakarta: Jal Publishing, 2011), hlm. 44-48.
80
2. Al Baghyu (lacur), yaitu: sifat jahat yang berhubungan dengan
seksual dan dicapai melalui jalan yang tidak seharusnya.
3. Al Kidzbu (dusta), yaitu: sifat tercela yang didasarkan pada
ketiadaan sifat amanah dan kejujuran. Dusta berarti tidak dapat
dipercayai dalam hal tindakan dan ucapan.
4. Al Khiyaanah (khianat), yaitu: tidak dapat dipercaya karena
kelicikan dan berbelit. Dalam bersumpah khianat berarti melakukan
sumpah palsu atau memberi keterangan yang dusta.
5. At Fawaahisy (perbuatan keji), yaitu: semua perbuatan tercela yang
bertentangan dengan syariat. Misalnya penyimpangan seksual, sihir,
judi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya.
6. At Ghadhab (pemarah), yaitu: sifat mengumbar nafsu (emosi) secara
berlebihan tanpa memperhitungkan realitas persoalan yang dihadapi.
7. Al Ghasysyu (menipu timbangan), yaitu: memberikan timbangan
kepada oranglain secara tidak jujur. Sifat jahat ini berlaku pada jual
beli yang menggunakan timbangan.
8. Al Ghifibah (menggunjing), yaitu: membicarakan keburukan orang
lain, sekalipun yang dibicarakan itu sesuai dengan kenyataan. Kalau
yang dibicarakan itu tidak sesuai dengan kenyataan maka disebut
dengan dusta.
9. Al Ghinaa (merasa kaya), yaitu: perasaan diri yang menyatakan
bahwa dirinya sudah kaya, cukup, sehingga tidak membutuhkan
10.Al Ghuruur (memperdaya), yaitu: mengelabui orang lain terhadap
apa yang dikerjakan sehingga dia terkecoh.
11.Al Hayaatud Dunya (kehidupan duniawi), yaitu: terlalu mencintai
kehidupan di alam yang fana dengan segala jenisnya, hingga
melupakan ibadah.
12.Azh Zhulmu (Aniaya atau Zalim), zalim lawan kata dari adil, yaitu:
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Zalim terbagi menjadi tiga
yaitu zalim kepada diri sendiri, zalim kepada orang lain, dan zalim
kepada Tuhannya.81
13.Al Hasad (dengki), yaitu: harapan seseorang agar suatu nikmat
hilang dari orang lain. Hasad ada dua tingkatan, tingkatan pertama
adalah setelah nikmat itu hilang dari orang lain, ia berharap pindah
kepadanya. Sedangkan tingkatan kedua, lebih jahat yaitu nikmat itu
hilang dari orang lain meskipun juga tidak pindah ke tangannya.
14.Ujub, yaitu: perasaan bangga terhadap diri sendiri. Ujub
menyebabkan seseorang bisa terjerumus dalam kesombongan dan
terperdaya. Ujub adalah perbuatan yang dibenci Allah, karena ujub
berarti tidak mengakui bahwa nikmat datangnya dari Allah SWT.
Ujub bisa terjadi dalam beberapa hal yaitu ujub dalam hal ilmu, ujub
dalam hal harta, ujub dalam hal kedudukan, dan ujub dalam hal
ibadah.
81
15.Malas dan lemah, kemalasan dan kelemahan adalah penyakit
kepribadian manusia yang jika berjangkit akan membuat seseorang
tidak bisa mencapai kemajuan dalam hidupnya. Jika penyakit ini
juga menimpa suatu bangsa atau masyarakat maka masyarakat itupun
akan terus terkungkung dalam keterbelakangannya.
16.Al Jubnu (pengecut), yaitu: pengecut lawan katanya berani.
Kepengecutan biasanya berhubungan dengan keyakinan dan tekad.
Jika mentalnya pemberani dan yakin bahwa dirinya unggul dari
pesaingnya maka sikap pengecut tidak ada tempat baginya. Namun
jika seseorang memiliki kayakinan bahwa dirinya akan kalah dalam
bersaing maka ia akan segera mundur teratur sebelum persaingan itu
dimulai.
17.Al Bukhlu (Bakil atau kikir), yaitu: Mental pengecut sangat dekat
dengan mental kikir atau bakhil. Rasa cinta yang berlebihan
membuat seseorang sangat sulit menyedekahkan hartanya. Harta
yang seharusnya ada di genggaman tangan agar seseorang leluasa
membelanjakannya, pada orang bakhil tempatnya dalam hati dan
sulit sekali dikeluarkan kecuali untuk sesuatu yang akan
menguntungkan secara materi lebih banyak.82
4. Tujuan, Syarat –syarat, dan Hikmah Mempelajari Akhlak
Adapun akhlak Islam, mendasarkan tujuannya pada pencapaian
kebahagiaan. Kebahagiaan yang akan dicapai dalam akhlak Islam
82
adalah kebahagiaan yang dapat melindungi perorangan dan melindungi
umat. Inilah kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan yang bersifat
khayalan dan angan-angan belaka. Kebahagiaan yang dimaksud tidak
hanya bersifat lahiriah, dalam arti kebahagiaan dalam kehidupan di
dunia yang fana ini akan tetapi jauh melampaui itu yaitu berupa
kebahagiaan kehidupan akhirat kelak.
Samsul dalam bukunya menyatakan bahwa menurut Imam
Al-Ghazali menyebutkan bahwa tujuan akhlak (Islam) adalah sa’adah
ukhrawiyah (kebahagiaan akhir). Lebih lanjut, Al-Ghazali juga
menyatakan bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan
akhirat. Menurutnya, bukan bahagia (sa’adah) apabila tidak nyata dan
tiruan, seperti kebahagiaan duniawi yang tidak mengarahkan kepada
kebahagiaan akhirat. 83
Selain memiliki tujuan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
akhlak Islam juga memiliki tujuan khusus. Adapun tujuan khusus
akhlak adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah hadist, bahwa
tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk
menyempurnakan akhlak.
خَلِا َمِراَكَم َمِمَتُِلِ ُتثِعُب اَمنِّإ
ِقَلا
83
Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
(HR. Al Bukhari, Abu Dawut, dan Hakim).84
Hadist tersebut berkaitan erat dengan firman Allah SWT.
١٠٧
ََ
يِمَلاَعلِمل ًةَ حَْر الَِّإ َكاَن لَس رَأ آَمو
Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al-Anbiya’ (21): 107)85
Hubungan antara hadist dan ayat di atas, adalah rahmat yang
dibawa Nabi Muhammad SAW bagi semesta alam, terwujud
melalui penyempurnaan akhlak atau budi pekerti. Dengan
mengetahui tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW akan
dapat mendorong kita untuk mencapai akhlak mulia. Akhlak
merupakan sesuatu yang paling penting dalam agama, bahkan
tujuan utama ibadah sekalipun adalah mencapai kesempurnaan
akhlak.
2. Menjembatani Kerenggangan antara akhlak dan ibadah
Tujuan lain dari akhlak adalah menyatukan antara akhlak dan
ibadah. Dalam bahasa yang lebih luas, dapat disebut juga sebagai
menjembatani antara agama dan dunia. Usaha menyelaraskan
antara ibadah dan akhlak dengan bimbingan hati yang diridhai
Allah SAW akan terwujud dalam perbuatan-perbuatan yang mulia.
84
Ibid, hlm. 20. 85
Perbuatan yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat,
serta terhindar dari perbuatan tercela.
3. Mengimplementasikan Akhlak dalam Kehidupan
Tujuan lain dari mempelajari akhlak adalah mendorong kita
menjadi orang-orang yang mengimplementasikan akhlak mulia
dalam kehidupan sehari-hari. Sebab akhlak tidak cukup hanya
dipelajari, namun perlu diimplementasikan dalam kehidupan,
sehingga bias bermanfaat. Dengan akhlak, seseorang dapat
membedakan perbuatan yang merupakan akhlak terpuji, dan
perbuatan akhlak yang tercela. Seseorang yang mengedepankan
akal sehatnya akan memilih untuk berperilaku dengan akhlak
mulia. Sebaliknya, seseorang yang tidak menggunakan akal
sehatnya, akan berperilaku dengan akhlak tercela dan akan
merugikan dirinya sendiri.86
Hikmah mempelajari ilmu akhlak adalah meningkatkan kehidupan
yang lebih baik. Di antara manfaat terbesar dalam mempelajari ilmu
akhlak sebagai berikut.
1. Peningkatan amal ibadah yang lebih baik, lebih khusyuk, dan lebih
iklas.
2. Peningkatan ilmu pengetahuan untuk meluruskan perilaku dalam
kehidupan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
86
3. Peningkatan kemampuan mengembangkan sumber daya diri, agar
lebih mandiri dan berprestasi.
4. Peningkatan kemampuan bersosialisasi, melakukan silaturahmi,
dan membangun ukhuwah atau persaudaraan dengan sesama
manusia dan sesama muslim.
5. Peningkataan penghambaan jiwa kepada Allah SWT yang
menciptakan manusia beserta alam seisinya.
6. Peningkatan kepandaian bersyukur dan berterimakasih kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya.
7. Peningkatan strategi beramal shaleh, yang dibagun atas dasar
rasionalitas.
Dengan mempelajari ilmu akhlak, tindakan manusia akan diukur
secara kualitatif dan mempertimbangkan syariat yang dating dari
ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Beribadah bukan semata untuk
melaksanakan kewajiban atau menggugurkannya, tetapi merupakan
kebutuhan primer yang tidak dapat ditawar-tawar. Beribdah
merupakan bukti kesadaran tertinggi manusia, karena dalam beribadah
keyakinan tentang kelemahan diri sebagai hamba dan kekuatan Dzat
Tuhan Yang Maha Perkasa tengah berada di puncaknya.87
87
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis akan menjelaskan
tentang “Strategi Guru dalam Membina Akhlakul Karimah Peserta Didik
di MIN Kolomayan Wonodadi Blitar Tahun Ajaran 2017-2018”.
Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan, ada beberapa
penelitian yang relevan dengan tema yang peneliti susun yaitu sebagai
berikut:
1. Skripsi yang ditulis oleh Agustina Dwi Setya Palupi (IAIN
Tulungagung) NIM 2817133004 yang berjudul “Strategi Guru dalam
Membina Akhlakul Karimah Peserta Didik di MI Wahid Hasyim Desa
Bakung Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar” dalam skripsi
tersebut diperoleh hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) dalam
membina Sopan Santun, strategi Guru di MI Wahid Hasyim adalah
memberikan contoh atau teladan kepada semua peserta didik, seperti
padasaat bapak ibu guru mengajar atau berbicara kepada peserta didik
menggunakan karma inggil juga dengan dengan gurunya atau orang
yang lebih tua, selalu memberikan wejangan atau nasehat kepada
peserta didik utamanya pada saat proses pembelajaran, menyuruh
untuk membudayakan gerakan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan
Santun) kepada semua warga sekolah. (2) dalam membina kejujuran,
strategi guru di MI Wahid Hasyim adalah memberikan motivasi untuk
bersikap jujur karena bersikap jujur merupakan salah satu cara
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan selalu bertanya
terlebih dahulu, lalu guru merespon. (3) dalam membina Tanggung
Jawab, Strategi Guru di MI Wahid Hasyim adalah memberikan
teladan atau contoh bertanggung jawab pada tugas dan kewajiban
seperti mengerjakan tugas yang diberikan, melaksanakan piket,
melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di masjid, selalu menyelipkan
nilai-nilai akhlakul karimah disetiap proses pembelajaran,
menceritakan kisah-kisah Nabi tentang sifat tanggung jwab yang bias
mereka petik hikmahnya, membina (mendampingi) peserta didik
secara langsung.88
2. Skripsi yang ditulis oleh Wiwik Oktavia (IAIN Tulungagung) NIM
3211093143 yang berjudul “Upaya Guru Akidah Akhlak dalam
Pembinaan Akhlakul Karimah di Sekolah Dasar Islam Terpadu
(SDIT) Nurul Fikri Gandusari Trenggalek” dalam skripsi tersebut
diperoleh hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Metode guru
Akidah Akhlak dalam pembinaan akhlakul karimah siswa
pelaksanaannya yaitu dalam proses belajar mengajar dengan
menggunakan beberapa metode diantaranya keteladanan, sedangkan
metode yang digunakan metode ceramah, metode anjuran, metode
diskusi, metode pemberian hukuman. (2) Proses kegiatan yang
dilakukan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan Akhlakul Krimah
siswa adalah: membaca Do’a (Do’a Bersama) paa pagi hari sebelum
88
pelajaran pertama dimulai, shalat dhuha dan dzuhur berjamaah pada
pertengahan jam pelajaran dan berakhirnya jam pelajaran, melakukan
kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), melaksanakan
istighosah setiap menjelang ujian semester. Kegiatan ziarah ke makam
wali songo, pemeriksaan tentang tata tertib. Pertemuan wali murid tiap
akhir semester. (3) Faktor pendukung adanya: Adanya kebiasaan atau
tradisi yang ada di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nurul Fikri
Gandusari Trenggalek, adanya kesadaran dari para siswa, adanya
kebersamaan dalam diri masing-masing guru dalam membina
akhlakul karimah siswa, adanya motivasi dan dukungan dari orangtua.
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat itu antara antara lain:
latar belakang siswa yang kurang mendukung. Lingkungan
masyarakat (pergaulan) yang kurang mendukung, kurangnya sarana
dan prasarana, pengaruh dari tayangan televise atau media cetak.89
3. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Syarifuddin (IAIN Tulungagung)
NIM 3211093002 yang berjudul “Strategi Ustadz/Ustadzah Dalam
Pembinaan Aklakul Karimah Santriwan/Santriwati TPQ At-Toba’ah
Ngantru Tulungagung Tahun Akademik 2012-2013” dalam skripsi
tersebut hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga temuan penting
yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan kegiatan, 3) dan faktor
pendukung keberhasilan. Dalam perencanaan strategi pembinaan
akhlak ada berbagai metode yang digunakan seperti keteladanan,
89
metode anjuran, metode ceraham, metode diskusi, dan pemberian
hukuman. Adapun temuan dari pelaksanaan kegiatan yaitu membaca
do’a bersama, sholat berjama’ah, Peringatan Hari Besar Islam (PHBI),
melaksanakan rutinan seaman Al-Qur’an, dan Istighosah, serta ziaroh
makam wali songo. Penemuan yang berupa factor keberhasilan antara
lain: adanya tradisi kegiatan rutin dalam TPQ tersebut, kesadaran anak
didik, adanya kebersamaan dalam diri ustadz/ustadzah, serta adanya
dukungan dan motivasi orangtua anak didik. 90
Dilihat dari beberapa penelitian di atas, terdapat kesamaan dengan
peneliti yang peneliti kaji, yaitu mengenai strategi atau upaya guru dalam
membina aklakul karimah di sekolah dan focus pada guru. Perbedaanya
jika pada penelitian di atas ada yang memfokuskan pada guru Pendidikan
Agama saja maka penelitian yang saya lakukan memfokuskan kepada
seluruh guru yang atas partisipasinya dalam membina akhlakul karimah
peserta didik.
E. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan
hubungan antar konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti
berdasarkan tinjauan pustaka, dengan meninjau teori yang disusun,
digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang diangkat agar peneliti mudah dalam melakukan penelitian.
Kerangka berpikir pada dasarnya mengungkapkan alur piker peristiwa
90
(fenomena) sosial yang diteliti secara logis dan rasional, sehingga jelas
proses terjadinya fenomena sosial yang diteliti dengan menjawab atau
menggambarkan masalah penelitian.91
Dalam penelitian ini, peneliti akan menjabarkan strategi-strategi
guru dalam membina akhlakul karimah peserta didik. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa MIN 14 Kabupaten Blitar dalam pembinaan akhlak
dirasa sudah cukup baik dan mampu dijadikan sumber refrensi bagi MI MI
lain yang masih belum atau masih kurang dalam melakukan pembinaan
akhlaknya. Kemudian peneliti juga menganalisis proses guru dalam
melakukan pembinaan akhlakul karimah pada peserta didik dengan
berbagai metode-metode pembinaan.
Dengan mengetahui landasan dasar strategi dan proses dari
pembinaan akhlak tersebut maka peneliti melakukan penelitian awal
dengan cara mencari data yang berhubungan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan juga evaluasi dalam pembinaan akhlakul karimah dengan
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Setelah semua data terkumpul maka perlu adanya sebuah analisis
data yaitu dengan cara mereduksi data yang tidak diperlukan. Mereduksi
merupakan memilih dan memilah hal-hal yang tidak mungkin untuk
dijadikan sumber informasi serta hanya memfokuskan informasi-informasi
penting yang bisa digunakan sebagai data selanjtnya data tersebut bias
disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif, kemudian peneliti akan
91
menarik kesimpulan dari hasil analisis data guna menjawab rumusan
masalah yang difokuskan dalam fokus penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikirnya adalah