• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN KARAKTER UNGGULAN KEBUTUHAN BE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMBANGUN KARAKTER UNGGULAN KEBUTUHAN BE (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN KARAKTER UNGGULAN : KEBUTUHAN BERPRESTASI, DAYA JUANG DAN DISIPLIN DIRI UNTUK MENCAPAI KESUKSESAN

By : Iffah Budiningsih* ABSTRACT

The objective of the research is to obtain information about correlation between need achievement, fighting spirit, self-discipline with succesfullness (learning result succesfullness). The subject of the research is the second year student of SMKN Business Management Groups, Accountancy Programmed in DKI Jakarta. Total respondent are 153 students, by using ‘cluster random sampling’ method from 3630 students as available population. The three independen variables as mentioned above are measured by using non-test instrument and learning successful is measured by using test instrument.

The findings are as follow : (1) There is a positive correlation between need achievement and successfullnesl; (2) there is a positive correlation between fighting spirit and successfullness; (3) there is a positive correlation between self discipline and successfullness; (4) there is a positive correlation between need achievement, fighting spirit and self discipline simultaneously with successfullness (learning result successfullness).

Based on the result of research, successfullness could be enhanced by increasing need achievement, fighting spirit and self discipline individually or simultaneously. Self-discipline is a character that has a sensivitas/most high sensitivity to increased success compared to the needs of achievements and fighting spirit.

Key words : needs of achievement, fighting spirit, self-discipline, succesfullness

___________________________

* Dosen Pascasarjana MTP UIA Jakarta

I. PENDAHULUAN

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau kualitas sumber daya manusia (SDM) Pada saat ini di tingkat dunia Indonesias menduduki di atas peringkat 100 dan di tingkat ASEAN menempati posisi dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunai Darusalam. Pembangunan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi penyumbang nomor dua dari tiga faktor penentu IPM, penyumbang terbesar adalah dunia kesehatan, sedangkan penyumbang paling kecil adalah pendapatan nasional kotor. Kita menyadari bahwa pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan kita menyakini bahwa instrumen yang paling mendasar untuk mencapai kemajuan bangsa adalah ’pendidikan’. Pada umumnya kita menerima sebagai suatu ’axioma’, suatu kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa ’pendidikan’ adalah ’kunci kemajuan bangsa’. Manusia-manusia yang terdidik, kreatif, terampil dan menguasai IPTEK adalah penggerak utama kemajuan bangsa, namun perlu diimbangi dengan pendidikan moral atau nilai-nilai/etika, yang mana moral atau nilai-nilai tersebut berfungsi sebagai ‘katalisator’ yang membantu dalam pengambilan keputusan atas pilihan tindakan dalam pemanfaatan IPTEK (Rusnak, 1998 : 2). Nilai-nilai akan menjadi acuan dalam pembentukan karakter seseorang yang akan mempengaruhi tindakannya atau perilakunya. Pendidikan yang baik bukan hanya mengacu pada penguasaan ilmu dan teknologi saja, tetapi juga bagaimana moral, tingkah , laku dan etika menjadi unsur utama dalam pendidikan guna melahirkan generasi-generasi yang memiliki karakter positif.

(2)

penggunaan IPTEK, karena itu peranan ’moral/nilai-nilai’ (agama) menjadi sangat penting, yaitu berfungsi sebagai penuntun dan pengendali dalam penerapan IPTEK, yang semata-mata hanya untuk tujuan kemaslahatan umat manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan oleh ilmuwan Albert Einstein, bahwa ”ilmu pengetahuan tanpa moral (agama) adalah buta” dan ”moral (agama) tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh ”. Moral (agama) selalu mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi acuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan/IPTEK, karena nilai-nilai agama merupakan ”katalisator” yang akan membantu dalam pengambilan keputusan atas pilihan tindakan yang akan dilakukan manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Pendidikan moral/agama/nilai-nilai positif pada umumnya pembekalannya masih di lakukan oleh keluarga dan lingkungannya. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang akan menjadi acuan dalam pembentukan karakternya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tindakannya atau perilakunya. Karakter adalah nilai-nilai positif yang melekat pada diri manusia yang diperoleh melalui proses pembiasaan yang panjang (memerlukan waktu) yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan. Pendidikan karakter tidak saja menjadi tanggung jawab orang tua, sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua lembaga pendidikan di mana siswa dipresentasikan. Tidak akan ada masa depan yang lebih baik (kemajuan) bagi suatu tanpa membangun dan menguatkan karakter bangsa itu. Hal senada dikemukakan Theodore Roosevelt : To educate a person in mind and not in morals is to educate a manace to society (mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak tanpa diimbangi dengan pendidikan moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Hasil penelitian Daniel Goleman, bahwa kecerdasan otak atau IQ hanya menyumbangkan 20 % bagi tercapainya kesuksesan hidup seseorang, sedang 80 % nya diisi oleh kekuatan lain.

Karakter positif akan dimiliki seseorang melalui proses yang panjang yang melekat dalam kehidupan sehari-hari yaitu melalui pembiasaan terus menerus. Sebagaimana ungkapan : ‘taburlah gagasan, tuailah perbuatan, taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan, taburlah kebiasaan, tuilah karakter dan taburlah karakter, tuailah kesuksesan”. Dengan demikian yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membiasakan nilai-nilai kebaikan di dalam kehidupan anak sejak dini; dan implementasi yang efektif dari pendidikan karakter adalah melalui ‘keteladanan’. Dari sekian banyak karakter unggulan, tiga diantaranya yaitu : kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri merupakan karakter yang diduga paling banyak memberikan kontribusi dalam mencapai kesuksesan. Sebagaimana hasil penelitian di Havard University Amerika Serikat (2000), ternyata kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis atau hard skill saja (hanya 20 %), tetapi oleh kemampuan ‘mengelola diri dan orang lain’ atau soft skill (mencapai 80 %). Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditemukan berbagai strategi yang sesuai untuk menumbuhkan/membentuk, dan menguatkan karakter positif siswa seperti : kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri sebagai karakter unggulan untuk mencapai sukses dalam menjalani kehidupannya. Dalam penelitian ini makna kesuksesan dipresentasikan melalui variabel kesuksesan belajar.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dan dalam rangka upaya penanaman, pembentukan, maupun penguatan karakter positif yang dapat dilakukan sekolah (guru), orang tua atau pendidik lainnya, seperti : kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut : (1) apakah terdapat hubungan antara kebutuhan berprestasi dengan kesuksesan (2) apakah terdapat hubungan antara daya juang dengan kesuksesan ? (3) apakah terdapat hubungan antara disiplin diri dengan kesuksesan ? (4) apakah terdapat hubungan antara kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri secara bersama dengan kesuksesan ?

II. KAJIAN TEORETIK 1. Kesusksesan

(3)

bahwa hasil akhir belajar adalah perubahan dalam pengetahuan; untuk itu mereka berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas internal mental seperti : berpikir, mengingat, dll (Woolfolk, 1993 :196). Sedangkan para penganut paham belajar perilaku mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan dalam perilaku dan menekankan pada efek dari kejadian-kejadian di luar internal individu siswa itu sendiri (Woolfolk, 1993 : 196-197). Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut, bahkan hasil belajar dari orang yang telah belajar tidak dapat dilihat secara langsung, tanpa orang tersebut melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperolehnya. Berdasarkan perilaku yang dapat disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang dikatakan telah belajar jika orang tersebut dapat menampakkan hasil belajarnya, yaitu dapat diamati (observable) untuk hasil belajar psikomotor atau perilaku, sikap/nilai dan dapat diukur (measurable) untuk hasil belajar kognitif.

Peranan pengalaman kiranya sangat penting, karena tanpa siswa mengalami sesuatu, maka tidak terjadi proses belajar yang menghasilkan hasil belajar tertentu. Pengalaman yang dimaksud adalah berkaitan dengan terjadinya interaksi aktif antara siswa dengan lingkungannya sebagai sumber informasi. Pengalaman berfungsi sebagai transformator dari proses belajar, sehingga belajar merupakan proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman (Kolb, 1984 : 38). Tujuan belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga katagori

atau kawasan, yaitu: kawasan kognitif, psikomotor dan sikap (Kemp, 1977 : 24). Selanjutnya tujuan belajar berkaitan dengan hasil belajar kognitif mencakup dua dimensi, yaitu (1) dimensi pengetahuan yang meliputi : pengetahuan faktual, konsep, prosedural dan metakognitif dan (2) proses kognitif yang meliputi : ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi dan kreasi (Anderson & Krathwohl, 2001 : 27-31).

Kesuksesan Belajar tidak sama dengan unjuk kerja (performance), hasil belajar menyangkut perolehan suatu pengetahuan, keterampilan atau sikap sedangkan unjuk kerja menyangkut penggunaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang didemonstrasikan yang dapat menunjukkan bahwa seseorang memang telah menguasainya sesuai dengan ‘standar’ yang telah ditentukan sebagai hasil belajarnya (Davies, 1981 : 246). Berkaitan dengan hasil belajar harus dapat diukur dan dapat dilihat, maka diperlukan suatu alat evaluasi hasil belajar yaitu dengan menggunakan instrumen non tes dan tes. Instrumen tes sering digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif, sedangkan hasil belajar psikomotor atau sikap sering digunakan instrumen non tes. Penilaian hasil belajar pada umumnya merupakan penilaian terminal yang dapat digunakan untuk menentukan kedudukan individu setelah menyelesaikan latihan atau pendidikan tertentu (Semiawan, 1997 : 85). Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini menyangkut hasil belajar kognitif yang meliputi dimensi pengetahuan yang hanya mencakup : pengetahuan konsep dan pro-sedural; sedangkan untuk dimensi proses kognitif hanya mencakup : aspek ingatan, pemahaman, dan penerapan.

Dari uraian di atas, maka kesuksesan belajar dapat dirumuskan sebagai unjuk kerja seseorang yang sedang belajar yang diperoleh melalui pengalaman yang dapat diukur di bidang kognitif yang mencakup dimensi pengetahuan (ingatan, pemahaman, dan penerapan) berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkan; kesuksesan belajar tersebut dapat digunakan untuk menentukan kedudukan siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran.

2. Kebutuhan Berprestasi

(4)

Kebutuhan berprestasi dapat didefinisikan sebagai perilaku ke arah persaingan dengan keunggulan yang standar; dan dicirikan dengan empat karakteristik bagi seseorang yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi, yaitu : (1) keinginan kuat untuk memikul tangung jawab; (2) kecenderungan menetapkan tujuan prestasi dengan tingkat kesulitan yang moderat/rasional dan selalu memperhitungkan resiko; (3) keinginan mendapatkan umpan balik yang konkret dari perbuatannya; (4) selalu berkeinginan untuk menyelesaikan tugas (McClelland, dalam Steers dkk, 1996 : 18-19). Kebutuhan berprestasi dibangun oleh beberapa faktor : (1) keinginan mendapat restu/penghargaan dari keahlian; (2) keinginan untuk menghasilkan uang; (3) keinginan untuk sukses sebagaimana layaknya; (4) keinginan mendapat respek/perhatian dari kawan-kawannya; (5) keinginan untuk bersaing dan menang; (6) keinginan untuk bekerja keras (Jackson dkk, 2000:1).

Suatu kebutuhan termasuk kebutuhan berprestasi selalu muncul demi mengejar suatu nilai atau dengan tujuan untuk menghasilkan sesuatu keadaan akhir yang diinginkan dan oleh karena itu nilai harus dijadikan bagian dari dorongan dalam mencapai suatu prestasi. Perilaku seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dikarenakan ada suatu harapan yang mempunyai nilai; dan munculnya harapan seringkali didasarkan pada pengalaman-pengalaman masa lampau dalam situasi yang dibandingkan (Rotter dalam Hjelle dan Ziegler, 1992 : 374-375). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila pada masa-masa lampau perilaku yang sama dari seseorang menghasilkan suatu keberhasilan atau prestasi, maka bila orang tersebut dihadapkan pada situasi yang mirip atau sama, maka orang tersebut akan berpikir, membandingkan dan akhirnya cenderung berperilaku sama dalam meraih keberhasilan yang diinginkan. Demikian pula sebaliknya bila seseorang dihadapkan pada situasi yang sama atau mirip dengan kegagalan, maka orang tersebut akan cenderung menghindari perilaku tersebut.

Faktor-faktor lingkungan seperti lingkungan rumah di mana para siswa bertempat tinggal sangat menentukan tinggi rendahnya tingkat kebutuhan berprestasi; seperti : kebudayaan, lingkungan sosialnya, nomor urut anak, pekerjaan orang tua, perhatian orang tua dll. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak seorang manager dan anak orang kaya mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi dari pada anak dari seorang ayah dengan pekerjaan rutin, (Byrne dan Kelley, 2001 : 1). Orang yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi mempunyai karakteristik antara lain : (1) memilih untuk menghindari tujuan prestasi yang mudah atau sulit, mereka cenderung memilih tujuan yang moderat yang menurut mereka kiranya mampu untuk diraih; (2) memilih umpan balik yang bersifat langsung dan mereka dapat diandalkan bagaimana berprestasi; (3) menyukai tanggung jawab pada pemecahan masalah (Gibson dkk, 1996, 202-203).

Berdasarkan uraian di atas, maka kebutuhan berprestasi dapat dirumuskan sebagai suatu keingingan atau kecenderungan untuk berperilaku meraih sukses berkaitan dengan harapan yang mempunyai nilai yang merupakan daya penggerak ke arah perilaku meraih sukses atas dasar keyakinan kuat akan kemampuannya, yang dapat dicirikan antara lain dengan : adanya keinginan memikul tanggung jawab, keinginan memperoleh umpan balik cepat dan nyata, keinginan memilih teman kerja yang mempunyai komitmen atau kinerja yang sama, kecenderungan menyelesaikan tugas secara cepat, kecenderungan menetapkan tujuan yang rasional, kecenderungan mengutamakan kualitas penampilan atau kinerja; yang mana hal-hal tersebut dapat digunakan untuk mengukur tingkat pro-duktivitas seseorang.

3. Daya Juang

Seseorang dalam hidupnya secara konstan akan ditantang dengan krisis psikososial, yaitu seseorang yang berhasil memecahkan satu krisis, maka ia akan menghadapi krisis berikutnya, hal tersebut merupakan asumsi heterostatis sebagai hakikat manusia untuk tumbuh dan berkonfrontasi dengan berbagai tantangan yang berbeda pada setiap tahap perkemba-ngannya (Erikson dalam Hjelle dan Ziegler, 1992 : 208). Akhirnya perlu disadari adanya suatu kenyataan bahwa kesulitan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan terdapat di mana-mana, nyata dan tidak terelakan; namun kesulitan tersebut tidak perlu sampai menghancurkan semangat juang manusia dalam menjalani kehidupan. Kesulitan tidak menciptakan halangan untuk tidak diatasi, semua kesulitan adalah tantangan, tantangan adalah peluang dan semua peluang hen-daknya bisa diraih. Untuk itu perlunya suatu perjuangan secara kontinyu guna memahami dunia nyata, dan dalam hal ini semangat berjuang atau daya juang akan semakin penting sejalan dengan peningkatan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi pejabat pemerintah, manager perusahaan, wirausaha, guru, orang tua, murid dan siapapun juga akan menghadapi kesulitan dalam kehidupannya.

(5)

menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai tingkat respon positif tinggi terhadap kesulitan (Adversity Quotient tinggi) , maka orang tersebut akan merespon setiap kesulitan yang dihadapi secara positif dan sanggup untuk tetap bertahan dalam situasi kesulitan appun. Respon terhadap kesulitan mempunyai empat dimensi, yaitu : (1) kontrol (control); (2) asal-usul dan kepemilikan (origin dan ownership); (3) jangkauan (reach); (4) ketahanan (endurance); dan menurutnya untuk mengukur keempat dimensi tersebut digunakan indikator : respon terhadap kejadian-kejadian, asal-usul dari kesulitan (dari diri sendiri atau di luar dirinya), kepemilikan atau pengakuan terhadap akibat-akibat kesulitan, kemampuan membatasi masalah/kesulitan, dan lamanya merasakan kesulitan yang dihadapinya (Stoltz dalam O’Neill, 2000 : 8-9). Salah satu karakteristik yang terdapat pada orang yang mempunyai kecerdasan untuk sukses adalah kegigihannya, dan orang yang sukses tahu kapan mereka harus menggunakan kegigihannya. Dalam jalur karier tertentu, kecenderungan untuk bersikap gigih sangat diperlukan, karena kesuksesan mungkin baru muncul setelah kegagalan-kegagalan dan kefrustasian terjadi. Kegigihan tidak saja terbatas pada keputusan tentang karier, ia juga muncul pada area-area kehidupan lain; seperti : seorang pemuda yang berusaha secara terus-menerus mendekati seorang gadis yang dicintainya, walaupun berkalikali ditolak; dan bila ia seorang yang gigih maka ia akan tahu kapan berhenti untuk memperjuangkannya.

Sikap tidak berdaya yang dimiliki seseorang bisa saja merupakan hal yang dipelajari sejak anak-anak. Banyak orang tua secara tidak sadar telah mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tidak berdaya, misalnya seorang ayah yang melakukan apa saja bagi anaknya secara tidak sengaja akan mengajarkan ketidak-berdayaan pada anaknya dengan tidak pernah membiarkan anaknya untuk berbuat sesuatu yang mungkin merupakan pengalaman atau belajar dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa respon seseorang terhadap kesulitan dibentuk lewat pengaruh-pengaruh dari orang tua, guru, teman sebaya dan orang-orang yang mempunyai peran penting selama masa kanak-kanak (Dweck, dalam Stoltz, 1997 : 35). Orang-orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting, pengendalian tantangan dan komitmen, akan tetap ulet dalam menghadapi kesulitan (Oullette dalam Stoltz, 1997 : 70). Temuan tersebut memberikan implikasi bahwa seseorang dalam menghadapi kesulitan harus yakin bahwa setiap kesulitan dapat diatasi sehingga manusia tidak boleh putus asa. Pada akhirnya perlu disadari bahwa kesulitan atau permasalahan yang dihadapi manusia merupakan sesuatu yang memang ada di sekitar kehidupan dan untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan suatu karakter yang terlatih dan bukan merupakan karakter yang dibawa sejak lahir (bawaan). Setiap kesulitan dapat dipelajari, diatasi dan untuk mengatasinya perlu adanya proses pembelajaran. Untuk Itu, agar dapat mencapai sukses dalam menjalani kehidupan, maka setiap orang perlu mempunyai daya juang/semangat juang tinggi yang setiap saat siap untuk menghadapi kesulitan dan mengatasinya.

Berdasarkan berbagai uraian dan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian daya juang adalah kecenderungan seseorang merespon secara positif dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan yang menghambat pencapaian tujuan dan berusaha bertahan dalam kondisi kesulitan apapun sebelum tujuannya tercapai; yang dapat diukur dengan cara mengetahui kecenderungan dalam mengontrol/mengendalikan kesulitan, pengakuan asal-usul kesulitan dan akibat-akibat kesulitan, kecenderungan membatasi kesulitan, dan lamanya merasakan kesulitan yang dihadapi; di mana hal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki segi-segi kesuksesan.

4. Disiplin Diri

(6)

Peranan orang tua (ibu) sangatlah besar dalam menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada anak, seperti halnya : menggosok gigi, cuci tangan sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur dll. Apabila kebiasaan-kebiasaan seperti di atas terus menerus ditanamkan, maka lama kelamaan akan terbentuk kedisiplinan anak terhadap perilaku-perilaku tersebut dan melalui penanaman kebiasaan, maka kedisiplinan anak dapat ditanamkan, karena kedisiplinan merupakan produk dari kebiasaan (Markum, 2000 : 4). Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang cukup efektif dalam menanamkan disiplin pada diri anak. Suatu hal yang sangat esensial dalam disiplin adalah ‘menghormati peraturan’, di mana hal terse-but jarang atau kurang dikembangkan dalam lingkungan keluarga pada saat ini. Keluarga khususnya pada saat ini merupakan kelompok kecil di mana orang yang satu dengan yang lain saling mengenal dengan baik dan saling berhubungan sangat erat, karena itu hubungan mereka sering tidak tunduk pada peraturan-peraturan umum, tetapi sebaliknya mereka biasa memiliki suasana kebebasan yang menyenangkan yang membuat mereka menolak setiap peraturan yang ketat, mereka lebih sering saling menyesuaikan diri dari pada terjadi perbedaan pribadi; sehingga pendidikan disiplin dalam keluarga tidak dapat diandalkan seratus persen. Sekolah dapat mengajarkan pada anak-anak untuk belajar menghormati peraturan, seperti : masuk sekolah pada jam tujuh pagi tepat tidak boleh terlambat, tidak boleh membuat onar, harus mengerjakan pekerjaan rumah dll. Pembiasaan menghormati peraturan sebagaimana di atas tidak akan dipenuhi secara sempurna dalam keluarga dan harus dibebankan pada sekolah. Beberapa kewajiban siswa sebagai warga sekolah akan membentuk disiplin sekolah, melalui sekolah kiranya dapat ditanamkan dan dikuatkan semangat disiplin pada diri anak sehingga pada akhirnya akan terjadi pembentukan karakter ’disiplin diri’ pada anak tersebut.

Disiplin pada hakikatnya merupakan kemampuan mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan de-ngan peratutan yang telah ditetapkan, dan dalam kehidupan sehari-hari disiplin dikenal dengan disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja (Soedijarto, 1993 :

63). Mengajarkan anak tentang disiplin tidak lain mengajarkan bagaimana berperilaku agar sesuai dengan

standar kelompok sosial di mana anak berada, apakah di rumah, di sekolah, di tempat bermain dll. Peran guru dan orang tua adalah untuk menuntun dan membimbing agar anak atau siswa mempunyai perilaku yang dapat diterima oleh kelompok sosialnya melalui proses belajar sambil mengerjakan (learning by doing).

Ketika anak-anak mulai menginjak sekolah atau mulai memasuki lingkungan yang lebih luas bergaul dengan banyak orang yang berbeda, maka anak akan menemukan bahwa dalam situasi di mana kebiasaan-kebiasaan yang sederhana di rumah mungkin tidak berfungsi lagi, sehingga mereka memerlukan petunjuk untuk membangun kebiasaan-kebiasaan yang diinginkan kelompok sosial barunya. Dengan demikian belajar disiplin diri tidak ada kata berhenti, tetapi tetap terus dilakukan sepanjang seseorang masih bersosialisasi dengan orang lain, agar selalu dapat diterima dalam kelompok sosial manapun. Secara umum disiplin mencakup empat unsur yaitu : (1) peraturan sebagai pedoman perilaku; (2) konsistensi dalam penerapan peraturan, (3) hukuman untuk pelanggaran peraturan; (4) penghargaan untuk perilaku yang baik (Hurlock, 1993 : 84). Ketiadaan disiplin pada seseorang akan mengakibatkan kebingungan dan menjadi sumber penderitaan bagi mereka yang harus hidup dalam suatu kelompok sosial yang mempunyai aturan tertentu. Kiranya cukup mudah dimengerti mengapa kebutuhan/ keinginan akan keteraturan, kesinambungan hanya dapat dihasilkan oleh peradaban masyarakat yang cukup maju atau penduduknya telah mempunyai disiplin diri yang tinggi. Penghargaan terhadap perilaku baik tidak perlu berupa materi, tetapi dapat berupa non materi yaitu : melalui pujian, senyuman, tepukan di pundak, ucapan selamat dll. Aspek dari penghargaan meliputi : (1) pemberian hadiah materi; (2) pemberian promotion/kenaikan peringkat; (3) pemberian pengakuan, pujian atau kepercayaan (Beck, 1990 : 348). Pengulangan perilaku yang baik juga merupakan suatu penguatan, tiadanya penghargaan akan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku yang baik. Manfaat dari disiplin diri, antara lain : (1) memberi anak rasa aman dengan dipahaminya apa yang boleh dan apa yang tidak boleh; (2) membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah; (3) anak akan belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian; (4) berfungsi sebagai motivasi atau pendorong untuk memenuhi apa yang diinginkan; (5) disiplin dapat membantu mengembangkan hati nurani (Hurlock, 1993 : 83).

(7)

pengakuan, kepercayaan) dan hukuman (pemberian nilai buruk, teguran, tugas tambahan, penundaan atas hak-haknya); di mana hal-hal tersebut dapat digunakan untuk membangun karakter, seperti kebiasaan belajar/bekerja efisien, perilaku yang sesuai, perhatian terhadap orang lain, hidup secara tertib, pengen-dalian terhadap rangsangan dan emosi orang lain dll.

Dari uraian tersebut maka rumusan hipotesis penelitian (1)Terdapat hubungan positif antara kebutuhan berprestasi dengan kesuksesan (belajar); (2) Terdapat hubungan positif antara daya juang dengan kesuksesan (belajar); (3) Terdapat hubungan positif antara disiplin diri dengan kesuksesan (belajar); (4) Terdapat hubungan positif antara kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri secara bersama-sama dengan kesuksesan (belajar).

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data secara empirik tentang : (1) hubungan antara kebutuhan berprestasi, daya juang, dan disiplin diri baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan kesuksesan (belajar); (2) mencari model prediksi hubungan antara kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri terhadap kesuksesan (belajar) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.

Penelitian dilakukan di SMKN kelompok Bisnis Manajemen program Akuntansi di wilayah DKI Jakarta. Sampel penelitian berjumlah 153 siswa yang diambil dengan teknik cluster random sampling dari 363 siswa klas II program akuntansi yang tersebar pada 33 SMKN kelompok Bisnis Manajemen, DKI Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, data penelitian dianalisis dengan analisis regresi dan korelasi. Analisis regresi digunakan untuk menentukan model hubungan antara kesuksesan (Y) dengan kebutuhan berprestasi (X1), daya juang (X2) dan disiplin diri (X3), baik secara sendiri-sendiri (regresi sederhana) maupun secara bersama-sama (regresi jamak); sedangkan analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel-variabel tersebut. Konstelasi masalah penelitian digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

X1 = Kebutuhan Berprestasi X2 = Daya Juang

X3 = Disiplin diri

Y = Kesuksesan (Belajar)

IV. HASIL PENELITIAN

A. PENGUJIAN HIPOTESIS

1. Hubungan antara Kebutuhan Berprestasi (X1) dengan Kesuksesan (Y)

X1

Y

X2

(8)

Analisis data regresi sederhana hubungan antara kebutuhan berprestasi (X1) dengan kesuksesan (Y) menghasilkan model hubungan Ŷ = 0,541 + 0,119 X1. Uji keberartian persamaan regresi dan kelinieran model persamaan tersebut dengan menggunakan analisis varians sebagaimana disajikan pada Tabel 1. berikut ini : Tabel 1. Analisis Varians Regresi Linier Sederhana Ŷ = 0,541 + 0,119 X1

Keterangan :

** = sangat signifikan

ns = tidak signifikan = regresi linier dk = derajat kebebasan

JK = jumlah kuadrat

RJK = rata-rata jumlah kuadrat

Hasil analisis varians (ANAVA) sebagaimana Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa model regresi Ŷ = 0,541 + 0,119 X1 adalah ‘sangat signifikan dan linier’, hal tersebut memberikan makna bahwa setiap peningkatan/penurunan 10 satuan (skor) kebutuhan berprestasi, akan diikuti dengan peningkatan/penurunan kesuksesan (hasil belajar) sebesar 1,19 satuan (skor) pada konstanta 0,541. Kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi (ry1) yaitu sebesar 0,308, dan hasil uji keberartian

koefisien korelasi dengan uji t didapat hasil t hitung > t tabel baik untuk α = 0,05 maupun α = 0,01, hal ini berarti hubungan kebutuhan berprestasi dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan sangat signifikan’. Koefisien determinasi (ry12) sebesar 0,095, hal ini menunjukkan bahwa 9,5 % variasi kesuksesan (hasil belajar) dapat

dijelaskan oleh kebutuhan berprestasi melalui persamaan Ŷ= 0,541+ 0,119 X1. Apabila variabel daya juang dan disiplin diri dikendalikan (konstan), maka melalui analisis korelasi parsial diperoleh kesimpulan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman Pengujian Koefisien Korelasi Parsial Hubungan antara Kebutuhan Berprestasi (X1) dengan Kesuksesan (Y)

Keterangan :

** = sangat signifikan * = signifikan ns = tidak signifikan

ry1 = koefisien korelasi antara X1 dg Y

ry1.2 = koefisien korelasi parsial X1 dg Y, jika X2 dikontrol

ry1.3 = koefisien korelasi parsial X1 dg Y, jika X3 dikontrol

Sumber Varians Dk JK RJK F hitung

Ftable

α = 0,05

α = 0,01

Total 152 736,99 - - -

-Regresi

Sisa 1151 70,11666,89 70,11 4,42 15,87** 3,84 6,63

Tuna Cocok

Galat 24127 127,39539,50 5,314,25 1,25

ns 1,61

1,95

Koefisien Korelasi thitung

t table

α = 0,05 α = 0,01

ry1 = 0,3080 3,98** 1,65 2,33

ry1.2 = 0,1827 2,28* 1,65 2,33

ry1.3 = 0,1757 2,19* 1,65 2,33

(9)

Dari Tabel 2. di atas dapat disimpulkan bahwa korelasi parsial antara kebutuhan berprestasi dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan signifikan’ pada α : 0,05 jika daya juang dan disiplin diri dikontrol secara sendiri-sendiri, sedangkan jika keduanya dikontrol secara bersama-sama korelasi parsialnya tidak signifikan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan kebutuhan berprestasi dapat meningkatkan atau memperbaiki kesuksesan.

2. Hubungan antara Daya Juang (X2) dengan Kesuksesan (Y)

Analisis regresi sederhana hubungan antara daya juang (X2) dengan Kesuksesan (Y) menghasilkan model hubungan Ŷ= - 2,725 + 0,123 X2. Uji keberartian persamaan regresi dan kelinieran model persamaan tersebut dengan menggunakan analisis varians sebagaimana disajikan pada Tabel 3.sbb :

Tabel 3. Analisis Varians Regresi Linier Sederhana Ŷ = - 2,725 + 0,123 X2

Sumber Varians DK JK RJK F hitung

Ftable

α = 0,05 α = 0,01

Total 152 736,99 - - -

-Regresi

Sisa 1151 91,70645,30 91,704,27 1,46** 3,84 6,63

Tuna Cocok

Galat 27

124 144,28501,02

5,34

4,04 1,32ns 1,61 1,95

Keterangan :

** = sangat signifikan

ns = tidak signifikan = regresi linier dk = derajat kebebasan

JK = jumlah kuadrat

RJK = rata-rata jumlah kuadrat

Hasil analisis varians (ANAVA) sebagaimana Tabel 3. dapat disimpulkan bahwa model regresi Ŷ = -2,725 + 0,123 X2 adalah ‘sangat signifikan dan linier’, hal tersebut memberikan makna bahwa setiap peningkatan/penurunan 10 satuan (skor) daya juang, akan diikuti dengan peningkatan/penurunan kesuksesan (hasil belajar) sebesar 1,23 satuan pada konstanta - 2,725. Kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi (ry2) yaitu sebesar 0,353, dan hasil uji keberartian koefisien korelasi

dengan uji t didapat hasil t hitung > t tabel baik untuk α = 0,05 maupun α = 0,01 (Tabel 8), hal ini berarti bahwa hubungan daya juang dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan sangat signifikan’. Koefisien determinasi (ry22) sebesar 0,1246, hal ini menunjukkan bahwa 12,46 % variasi kesuksesan /hasil belajar dapat dijelaskan oleh

daya juang melalui persamaan Ŷ = - 2,725 + 0,123 X2. Apabila variabel kebutuhan berprestasi dan disiplin diri dikendalikan (konstan), maka melalui analisis korelasi parsial diperoleh kesimpulan sebagaimana disajikan pada Tabel 4. berikut ini :

Tabel 4. Rangkuman Pengujian Koefisien Korelasi Parsial Hubungan antara Daya Juang (X2) dengan Kesuksesan (Y)

Koefisien Korelasi t hitung

t table

α = 0,05 α = 0,01

ry2 = 0,3530 4,64** 1,65 2,33

ry2.1 = 0,2543 3,22** 1,65 2,33

ry2.3 = 0,2169 2,72** 1,65 2,33

ry2.13 = 0,1764 2,18* 1,65 2,33

Keterangan :

** = sangat signifikan * = signifikan

(10)

ry2.1 = koefisien korelasi parsial X2 dg Y, jika X1 dikontrol

ry2.3 = koefisien korelasi parsial X2 dg Y, jika X3 dikontrol

ry2.13 = koefisien korelasi parsial X2 dg Y, jika X1 dan X3

dikontrol

Dari Tabel 4. di atas dapat disimpulkan bahwa korelasi parsial antara daya juang dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan sangat signifikan’ jika kebutuhan berprestasi maupun disiplin diri dikontrol secara sendiri-sendiri, sedangkan jika keduanya dikontrol secara bersama-sama, maka korelasi parsialnya signifikan pada α = 0,05. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan daya juang dapat meningkatkan atau memperbaiki kesuksesan.

3. Hubungan antara Disiplin Diri (X3) dengan Kesuksesan (Y)

Analisis data regresi sederhana hubungan antara disiplin diri (X3) dengan kesuksesan/hasil belajar (Y) menghasilkan model hubungan Ŷ= - 1,33 + 0,132 X3 . Uji keberartian persamaan regresi dan kelinieran model persamaan tersebut dengan menggunakan analisis varians sebagaimana disajikan pada Tabel 5. berikut ini :

Tabel 5. Analisis Varians Regresi Sederhana Ŷ = - 1,331 + 0,132 X3

Keterangan :

** = sangat signifikan

ns = tidak signifikan = regresi linier dk = derajat kebebasan

JK = jumlah kuadrat

RJK = rata-rata jumlah kuadrat

Hasil analisis varians (ANAVA) sebagaimana Tabel 5. dapat disimpulkan bahwa model regresi Ŷ = -1,331 + 0,132 X3 adalah ‘sangat signifikan dan linier’, hal tersebut memberikan makna bahwa setiap peningkatan/penurunan 10 satuan (skor) disiplin diri, akan diikuti dengan peningkatan/ penurunan kesuksesan (hasil belajar) sebesar 1,32 satuan (skor) pada konstanta - 1,331. Kekuatan hubungan antara antara kedua variabel tersebut ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi (ry3) yaitu sebesar 0,365, dan hasil uji keberartian koefisien korelasi

dengan uji t didapat hasil t hitung > t tabel baik untuk α = 0,05 maupun α = 0,01, hal ini berarti bahwa hubungan disiplin diri dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan sangat signifikan’. Koefisien determinasi (ry32)

sebesar 0,133 hal ini menunjukkan bahwa 13,30 % variasi kesuksesan (hasil belajar) dapat dijelaskan oleh disiplin diri melalui persamaan Ŷ = - 1,331 + 0,132 X3. Apabila variabel kebutuhan berprestasi dan daya juang dikendalikan (konstan), maka melalui analisis korelasi parsial diperoleh kesimpulan sebagaimana disajikan pada Tabel 6. berikut ini :

Tabel 6. Rangkuman Pengujian Koefisien Korelasi Parsial Hubungan antara Disiplin Diri (X3) dengan Kesuksesan (Y)

Koefisien Korelasi t hitung

t table

α = 0,05 α = 0,01

Sumber

Varians Dk JK RJK F hitung

Ftable

α = 0,05 α = 0,01

Total 152 736,99 - - -

-Regresi

Sisa 1151 98,41638,58 98,414,23 23,27** 3,84 6,6

3 Tuna Cocok

Galat 27

124

161,22 477,37

5,97

3,85 1,55

(11)

ry3 = 0,3650 4,82** 1,65 2,33

ry3.1 = 0,2683 3,41** 1,65 2,33

ry3.2 = 0,2387 3,10** 1,65 2,33

ry3.12 = 0,1968 2,45** 1,65 2,33

Keterangan :

** = sangat signifikan

ry3 = koefisien korelasi antara X3 dg Y

ry3.1 = koefisien korelasi parsial X3 dg Y, jika X1 dikontrol

ry3.2 = koefisien korelasi parsial X3 dg Y, jika X2 dikontrol

ry3.12 = koefisien korelasi parsial X3 dg Y, jika X1 dan X2 dikontrol

Dari Tabel 6. di atas dapat disimpulkan bahwa korelasi parsial antara disiplin diri dengan kesuksesan (hasil belajar) adalah ‘positif dan sangat signifikan’ baik jika kebutuhan berprestasi dan disiplin diri dikontrol secara sendiri-sendiri maupun jika keduanya dikontrol secara bersama-sama. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan disiplin diri dapat meningkatkan atau memperbaiki kesuksesan.

4. Hubungan antara Kebutuhan Ber-prestasi (X1), Daya Juang (X2) dan Disiplin Diri (X3) dengan Kesuksesan (Y)

Analisis data regresi jamak hubungan antara kebutuhan berprestasi (X1), daya juang (X2) dan disiplin diri (X3) dengan kesuksesan/hasil belajar (Y) menghasilkan model hubungan Ŷ = - 7,452 + 0,049 X1 + 0,067 X2 + 0,078 X3. Uji keberartian persamaan regresi linier jamak tersebut dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) sebagaimana disajikan pada Tabel 7. berikut ini :

Tabel 7. Analisis Varians Regresi Linier Jamak Ŷ = - 7,452 + 0,049 X1 + 0,067 X2 + 0,078 X3

Keterangan :

** = sangat signifikan dk = derajat kebebasan JK = jumlah kuadrat

RJK = rata-rata jumlah kuadrat

Hasil analisis varians (ANAVA) sebagaimana Tabel 7. dapat disimpulkan bahwa model regresi linier jamak Ŷ = - 7,452 + 0,049 X1 + 0,067 X2 + 0,078 X3 adalah ‘sangat signifikan, hal tersebut memberikan makna bahwa setiap peningkatan/penurunan 10 satuan (skor) kebutuhan berprestasi, 10 satuan (skor) daya juang dan 10 satuan (skor) disiplin diri, maka akan diikuti dengan peningkatan/penurunan kesuksesan/hasil belajar sebesar 0,49 + 0,67 + 0,78 = 1,94 atau dibulatkan menjadi 2,0 satuan (skor) pada konstanta - 7,452. Kekuatan hubungan antara kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri secara bersama-sama dengan hasil belajar akuntansi ditunjukkan oleh

Sumber Varians Dk JK RJK F hitung

F tabel

α =

0,05 0,01α =

Total 15

2 736,99 - - -

-Regresi Sisa

3 149

137,39 599,60

45,80

(12)

besarnya koefisien korelasi (Ry.123) yaitu sebesar 0,432, dan hasil uji keberartian koefisien korelasi dengan uji F

didapat hasil F hitung > F tabel baik untuk α = 0,05 maupun α = 0,01, hal ini berarti bahwa korelasi antara kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri secara bersama-sama dengan kesuksesan/hasil belajar ‘positif dan sangat signifikan’. Koefisien determinasi (Ry.1232) sebesar 0,186 hal ini menunjukkan bahwa 18,60 % variasi

kesuksesan/hasil belajar dapat dijelaskan oleh variabel kebubuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri melalui persamaan Ŷ = - 7,452 + 0,049 X1 + 0,067 X2 + 0,078 X3.

Tabel 8. Pengujian Koefisien Korelasi Hubungan antara Kebutuhan Berprestasi (X1), Daya Juang (X2) dan Disiplin Diri (X3) dengan Kesuksesan/Hasil Beajar (Y)

Keterangan : ** = sangat signifikan

Berdasarkan uraian di atas dapat dika-takan bahwa setiap peningkatan kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri siswa secara bersama-sama akan berdampak pada peningkatan kesuksesan.

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

1. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari penelitian/ studi korelasional antara variabel bebas kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri dengan variabel terikat kesuksesan adalah :

a. Semakin tinggi tingkat kebutuhan berprestasi seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya; b. Semakin tinggi tingkat daya juang seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya;

c. Semakin tinggi tingkat disiplin diri seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya;

d. Semakin tinggi tingkat kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri seseorang secara bersama-sama, maka semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya;

e. Karakter yang utama untuk mencapai kesuksesan adalah ‘disiplin diri’ kemudian disusul ‘daya juang’ dan’ kebutuhan berprestasi’ (disiplin diri sebagai faktor utama dalam mencapai kesuksesan); disiplin diri merupakan karakter yang mempunyai sensivitas/kepekaan paling tinggi terhadap peningkatan kesuksesan dibandingkan dengan daya juang dan kebutuhan berprestasi.

2. Implikasi

a. Perlu perhatian dan penanganan yang proporsional terhadap upaya-upaya pengembangan karakter positif para siswa/mahasiswa, seperti : kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri melalui pendidikan karakter di sekolah/kampus, di mana pendidikan karakter tersebut merupakan hal yang melekat dan terintegrasi secara alami dengan kegiatan pembelajaran, materi apapun yang diajarkan guru/dosen di dalamnya terkandung upaya pendidikan karakter positif seperti : kebutuhan berprestasi, daya juang, disiplin diri dll;

b. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin diri dan daya juang merupakan karakter yang mempunyai tingkat kepekaan atau sensivitas perubahan yang relatif lebih tinggi terhadap peningkatan kesuksesan dibandingkan dengan kebutuhan berprestasi;

c. Pendidikan karakter di sekolah akan efektif jika mendapat dukungan dari lingkungan manajemen sekolah/kampus maupun lingkungan masyarakat (orang tua murid), seperti : kemampuan menciptakan kondisi belajar yang nyaman dan menyenangkan tidak saja mencakup adanya kebersihan dan ketertiban, tetapi juga dapat mencegah perilaku yang mengganggu atau menimbulkan masalah, untuk itu perlu penerapan sistem ‘hukuman’ dan ‘penghargaan' yang konsisten, kontinyu serta mendidik atau bersifat memberikan penguatan terhadap perilaku positif; adanya model atau contoh keteladanan dalam penerapan karakter/nilai-nilai positif dari para guru/dosen, manajemen sekolah atau orang tua dalam keseharian aktivitasnya; juga perlu dukungan administratif dari sekolah yang didukung para orang tua terhadap

upaya-Koefisien Korelasi

F hitung F tabel

α = 0,05 α = 0,01

(13)

upaya pengembangan karakter positif seperti ‘laporan evaluasi diri’ tentang berbagai implementasi karakter positif para siswa/mahasiswa.

3. Saran

a. Pendidikan karakter (character building) hendaknya dimulai dari lingkungan rumah/keluarga, yang mana merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama, karena membentuk karakter positif pada anak akan lebih mudah melalui pembiasaan pada anak ketika usia dini, yaitu ketika masih berada pada lingkungan keluarga/rumah; sedangkan lembaga sekolah adalah berfungsi lebih banyak sebagai arena penguatan, implementasi dan klarifikasi perilaku positif bagi anak menjelang persiapan aktualisasi peran di masa mendatang;

b. Hendaknya para pendidik (dosen, guru, orang tua) menyadari bahwa pendidikan karakter positif (seperti : kebutuhan berprestasi, daya juang dan disiplin diri) merupakan bagian yang melekat dan terintegrasi secara alami dengan proses pembelajaran; dan pendidikan karakter bukan merupakan suatu materi pelajaran tersendiri, tetapi merupakan bagian yang melekat dari setiap materi pelajaran. Apapun materi yang diajarkan secara alami terkandung di dalamnya pendidikan karakter/nilai-nilai. Upaya pembentukan atau pengembangan karakter positif siswa akan lebih efektif dilakukan jika melalui praktek yang diintegrasikan dengan substansi materi pelajaran, di mana di dalamnya terkandung juga praktek nilai-nilai/karakter positif. Pendidikan karakter tidak untuk dibicarakan atau didiskusikan; untuk itu perlunya kesadaran dan kemauan yang ikhlas dari para dosen/guru untuk melakukan hal-hal tersebut di atas;

c. Disiplin diri merupakan karakter yang mempunyai sensivitas/kepekaan paling tinggi terhadap peningkatan kesuksesan, dibanding daya juang dan kebutuhan berprestasi. Untuk itu perlu dikembangkan slogan “Tiada Hari Tanpa Disiplin Diri” baik di lingkungan sekolah/kampus, di rumah maupun di lingkungan sosial lainnya; dan secara nasional perlu digalakan ‘gerakan disiplin diri’, mengingat pada saat ini ‘krisis disiplin diri’ telah banyak melanda para generasi muda Indonesia. Kurangnya disiplin atau ketiadaan disiplin akan menjadi awal segala permasalahan termasuk maraknya perilaku korupsi yang saat ini melanda semua sektor kehidupan bangsa Indonesia. Keteraturan dan kesinambungan dalam pelaksanaan pembangunan hanya akan dapat dicapai oleh masyarakat yang mempunyai disiplin diri tinggi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anderson, Lorin W. & David R. Krathwohl (ed). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectices. New York : Longman Inc., 2001), pp. 27 – 31.

Anderson, Lorin W. & David R. Krathwohl (ed). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectices. New York : Longman Inc., 2001), pp. 27 – 31.

Beck, Robert C. (ed.). Motivation - Theories and Principles. New Jersey : Prentice-Hall Inc., 1990. Bernard. Harold W., Mental Health in The Classroom. New York : McGraw-Hill Book Company, 1970. Chatterjee, Samprit & Betram Price. Regression Analysis by Example. New York : John Wiley & Sons, 1977. Davies, Ivor K. Instructional Technique. New York : McGraw-Hill Book Company, 1981.

Durkheim, Emile. Pendidikan Moral. Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Erlangga. 1990.

Gage, N. L. & David C. Berliner. Educational Psychology. Boston : Houghton Mifflin Co., 1984 Gagne, Robert M. The Condition of Learning. New York : Holt Rinehart and Winston Inc., 1977.

Gibson James L., John M. Ivancevich & James H. Donnelly. Organisasi : Perilaku, Struktrur Dan Proses. Jakarta : Bina Aksara, 1996.

Good, Thomas L. & Brophy, Jere E. Educational Psychology. New York : Longman, 1990.

Gronlund, Norman E. & Robert L. Linn. Measurement and Evaluation in Teaching. New York : Macmillan Publishing Company, 1990.

Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenolo-gis). Psikologi Kepribadian 2, Yog-yakarta : Kanisius, 1993.

Hjelle, Larry A. & Daniel J. Ziegler (ed). Personality Theories. New York : McGraw-Hill Inc., 1992. Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak. Jilid 2, Jakarta : Erlangga, 1993.

Jarolimek, John & Foster Cliford D. Teaching and Learning in the Elementary School. New York : Macmillan Publishing Co. Inc, 1976.

(14)

Kerlinger, Fred N. Azas-Azas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2000. Kolb, David A. Experiential Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc., 1984.

Krathwohl, David R., Benyamin S. Bloom & Bertram B. Masia. Taxonomy of Educational Objectives, Handbook II: Affective Domain. New York & London : Longman Inc., 1964.

Lehmkuhl, Dorothy & Dlores Cooter Lamping C.S.W. Organizing for The Creative Organizing for The Creative Person. New York : Crown Publishers Inc., 1993.

Lickona, Thomas. Educating for Caracter. New York : Bantam Books, 1997.

Morrison, George S. Early Childhood To Day. Ohio : Merrill Publishing Company, 1988.

Nicoley, Hans A. Practising Self Discipline. http://members.tripod.com/~ kstalin/practising.htm, 2000.

Niswonger, C. R. & Philip E. Fess. Accouting Pronciples. 13 th. Edition, Athens : Associate Professor of Accounting, University of Georgia.

Raths James, John R. Pancella & James S. Van Ness. Studying Teaching. New Jersey : Prentice-Hall, Inc., 1967. Reigeluth, Charles M. Instructional Design Theories and Models. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, 1983 Rudner, Lawrence M. Scholastic Achievement and Demographic Characteristic of Home School Students in 1998.

http://epaa.asu.edu/ epaa/v7n8, 2001.

Rusnak, Timothy (ed). An Integreted Approach to Character Education. Californis : Corwin Press, Inc., 1998. Santosa, Singgih. Buku Latihan SPSS, Statistik Parametrik. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2000

Sawrey, James M. & Charles W. Telford. Educational Phychology. Third Edition, Boston : Allyn & Bacon, Inc. , 1969.

Semiawan, Conny. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta : Gramedia, 1997

Seels, Barbara B. & Rita C. Richey. Instructional Technology : The Definition and Domains of the Field. Washington DC. : AECT, 1994.

Spodek, Bernard. Teaching in Early Years. New Jersey : Prentice-Hall Inc., 1972. Stoltz, Paul G. Adversitry Quotient. New York : John Wiley & Sons, Inc., 1997.

Strees, Richard M., Lyman W. Porter & Gregory A. Bigley (ed.). Motivation and Leadership at Work. New York : McGraw-Hill Companies Inc., 1996.

Sudjana. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito, 1996.

Sugijono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta, 1992.

Tight, Malcom. Key Concepts in Adult Education and Training. London : Routledge, 1996. Woolfolk, Anita E. Educational Psychology. Boston,: Allyn & Bacon, 1993.

Gambar

Tabel 2.  Rangkuman Pengujian Koefisien Korelasi Parsial Hubungan antara                  Kebutuhan Berprestasi (X1) dengan Kesuksesan (Y)
Tabel 4. Rangkuman Pengujian Koefisien   Korelasi Parsial Hubungan antara              Daya Juang (X2) dengan  Kesuksesan  (Y)
Tabel 7. Analisis Varians Regresi Linier    Jamak Ŷ = - 7,452 + 0,049 X1 + 0,067 X2  + 0,078  X3
Tabel  8.    Pengujian Koefisien  Korelasi Hubungan antara Kebutuhan Berprestasi (X1),                    Daya Juang (X2) dan Disiplin Diri (X3) dengan  Kesuksesan/Hasil Beajar (Y)

Referensi

Dokumen terkait

merumuskan klausul-klausul baku yang fundamental berbeda dari klausul-klausul baku usaha laundry lain, setidaknya usaha laundry yang pernah menjadi objek penelitian

Reaksi flokulasi secara imunologis yang terjadi antara antibodi non- treponemal ( reagin ) pada serum dengan antigen spesifik terhadap sifilis pada reagen

(2) Apakah corporate governance yang diproksikan dengan komisaris independen dan kepemilikan institusional dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh reputasi kantor

Demand Response Program (DRP) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi biaya pembangkitan tenaga listrik, karena DRP digunakan untuk mengurangi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan moral sopan santun pada siswa sekolah menengah pertama negeri 01 Bandar

Terima kasih pula kepada keluarga besar kami, para upline, downline, crossline serta seluruh staf manajemen Nu Skin yang telah banyak membantu dalam mengembangkan bisnis ini..

2015, Formulasi Sediaan Pelembab Ekstrak Kering Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Bentuk Sediaan Krim, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universita Katolik

Oleh karena itu rencana selanjutnya adalah memberikan pemahaman dan pembelajaran melalui sosialisasi terhadap Undang-Undang No.38 tahun 2014, dengan tujuan