• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN CHINESE WORK VALUE KARYAWAN PR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMAKNAAN CHINESE WORK VALUE KARYAWAN PR (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

Sri Farhani

1

Engkos

2

Gemala

3

Email: [email protected]

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

Sri Farhani (1000385) Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi Di Perusahaan Kepemilikan Etnis Tionghoa Di Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI Bandung (2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan Chinese work value pada karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan etnis Tionghoa. Penelitian dilakukan pada tiga subjek yang merupakan karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan atasan atau kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung. Penggalian informasi menggunakan pendekatan fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan teori Chinese work value yang dikemukakan oleh Huang, Eveleth & Huo (1998). Chinese work value adalah penilaian dan orientasi individu terhadap pekerjaan, hubungan pribadi, dan anggota perusahaan yang menganut nilai-nilai dinamisme konfunsianisme. Hasil dari penelitian ini bahwa subjek memaknai Chinese work value dengan pengalaman yang berbeda-beda. Chinese work value dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan hubungan antar rekan kerja, kepuasan kerja, tujuan pribadi, konsep diri, pengambilan resiko, dan etika uang (money ethic). Ketiga subjek mampu bekerja sepanjang hari melebihi batas waktu kerja. Melakukan penghematan pada fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Dua subjek memiliki keinginan untuk mengundurkan diri karena kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan beban kerja.

Kata kunci: Chinese work value, Karyawan Pribumi, Etnis Tionghoa

1 Penulis Utama

(2)

ABSTRACT

This study aim to gain insight about the meaning Chinese work value on natives employee who works at Chinese ethnic’s company. The study conducted on three subjects that are natives employee who works at Chinese ethnic’s Company. The Information was collected by using phenomenological approach through in depth interview. This study use the theory of Chinese work value that proposed by Huang, Eveleth & Huo (1998). Chinese work value is individual valuation and orientation towards work, personal relationships and members of company that embrace the values of Confucianism’s dynamism. The result of this study shows that each subject interprets the Chinese work value with different experience. Chinese work valueaffected by physical environment and relation between co-workers, job satisfaction, individual purposes, self-concept, risk taking, and money ethic. All three subjects are able to work all day exceeds the working time limit. Make savings on the facilities provided by the company. Two of subjects had intention for resign because of the compensation received does not comply with the workload.

(3)

Etnis Tionghoa di Indonesia

diidentifikasikan sebagai kelompok

wirausaha, khususnya di bidang

perdagangan baik kecil, sedang, maupun besar (Musianto, 2003). Kata Tionghoa artinya orang dari kerajaan di Cina yang datang dan hidup di Indonesia (Suparlan,

2003). Berdasarkan sumber dari

Backman (Setyawan, 2005) tahun 2000 jumlah penduduk Tionghoa yang tinggal di Indonesia sebesar 201 juta jiwa dengan pemegang modal sebesar 70%. Maka dari itu, etnis Tionghoa mendominasi banyak perusahaan di Indonesia. Hingga tahun 2013 jumlah TKA (Tenaga Kerja Asing) dari China jumlahnya mencapai 10.291 orang (Depnakertrans.go.id, 2013).

Usaha kecil sampai perusahaan besar etnis Tionghoa di Indonesia banyak yang dikelola sebagai usaha keluarga etnis Tionghoa, contohnya Salim Group, Khong Guan, PT. Cap Orang Tua, perusahaan jamu Jago, perusahaan jamu Air Mancur, dan lain-lain (Edison, 2011).

Dalam pembauran di Indonesia

perusahaan-perusahaan etnis Tionghoa mempekerjakan orang-orang pribumi sebagai karyawan didalamnya (Tan, 2008).

Bjerke (2000: 117-120)

menjelaskan karakteristik budaya

Tionghoa di ruang lingkup perusahaan atau bisnis dalam 5 pembahasan, yaitu kekuasaan dan otokrasi (power and

autocracy), kekeluargaan (familism),

jaringan relasi (guanxi), harga diri dan wibawa (face and prestige), fleksibel dan

bertahan hidup (flexibility and

endurance). Penelitian yang dilakukan

oleh Profesor Geert Hofstede

menjelaskan bahwa budaya yang dianut dapat mempengaruhi kebijakan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan

(Dessler, 2000). Salah satu ciri khas

kepemimpinan Cina yaitu adanya

pengaruh religiusitas dan budaya leluhur (Whitehead & Brown, 2011). Budaya leluhur tersebut terlihat pada warga Tionghoa yang masih memegang nilai-nilai dan pemikiran konfusianisme yang percaya bahwa kunci dari keberhasilan adalah bekerja keras dan berani berusaha melalui sikap dan keyakinan (Seng, 2006). Paham konfunsianisme ini menekankan etika dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan kehidupan

berbangsa serta bernegara.

Konfusianisme berpusat di sekitar 5 topik

utama, yakni ren (humanity/

kemanusiaan), xiao (filial piety/ bakti),

zhi (wisdom/ kebijakasanaan), yi

(righteousness/ kebenaran), dan li

(propriety/ sopan santun). Ajaran-ajaran yang lain seperti loyalty (kesetiaan) merupakan turunan dari kelima ajaran pokok ini (Rozie, 2012).

Budaya leluhur tersebut

berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut oleh warga Tionghoa, salah satunya berpengaruh pada nilai-nilai kerja atau

work value. Work value menurut

Hofstede (1980) adalah penilaian dan orientasi individu terhadap pekerjaan,

hubungan pribadi, dan anggota

perusahaan yang berdampak pada

loyalitas individu pada perusahaan atau organisasi. Dengan kata lain nilai-nilai kerja yaitu sikap atau orientasi seseorang

terhadap suatu pekerjaan. Namun

(4)

Nilai-nilainya meliputi kegigihan dan ketekunan, hubungan berdasarkan status, pelestarian aturan, penghematan, dan rasa malu. Ajaran konfusianisme melekat dalam work value masyarakat Tionghoa yang disebut Chinese work value.

Huang, Eveleth & Huo (1998)

menjelaskan Chinese work value

dipengaruhi oleh ajaran konfunsianisme terdiri dari collectivism (memprioritaskan tujuan kelompok atas kepentingan pribadi), endurance (kesabaran dan ketekunan), hard work (penghematan dan kemantapan), dan guanxi (berorientasi pada relasi, menghormati tatanan sosial dan tidak mempermalukan orang lain) akan membantu untuk menciptakan individu yang berdedikasi, memiliki motivasi, bertanggung jawab, dengan rasa komitmen dan loyalitas yang tinggi kepada institusi atau organisasi kerja sehingga meningkatkan kesejahteraan pegawai dan kepuasan kerja. Secara khusus, sesuai dengan tradisi Konfunsian, komitmen organisasi dan hubungan sosial yang harmonis (guanxi) memiliki fitur utama dari nilai kolektivis Cina. Dalam penelitian Lu (2006) dikatakan bahwa karyawan dengan Chinese work value memiliki hubungan relasi yang lebih baik dalam nilai collectivism sehingga dapat mereduksi stres kerja. Hasil penelitian Lu, Kao, Siu, & Chang (2011) menjelaskan bahwa Chinese work value menekan stres kerja karyawan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Pada intinya Chinese work value

menekankan pada kesetiaan pada

perusahaan dan yang diidentifikasi dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Chang & Lu, 2007) di Cina daratan

perusahaan-perusahaan menggunakan

slogan “Cintai Pabrik Anda Sebagai Keluarga Anda” untuk menumbuhkan

Chinese work value, sedangkan di

Taiwan kesetiaan pada perusahaan

ditunjukkan dengan bekerja lembur secara sukarela tanpa kompensasi.

Dari fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam

mengenai karyawan pribumi yang

bekerja di perusahaan etnis Tionghoa dengan pekerja dalam Chinese work

value. Istilah pribumi mengacu pada

orang yang mengaku sebagai penduduk asli suatu wilayah karena kepemilikan, keterikatan sejarah, tempat kelahiran, dan pengdentifikasian dirinya di tempat

tersebut (Abdillah, 2002). Warga

Tionghoa melakukan kegiatan ekonomi sejak tahun 1930, pada saat itu para

penduduk Tionghoa di Bandung

melakukan strategi-strategi bisnis dalam kebijakan pemerintahan Bandung yang tidak berpihak pada golongan Tionghoa. Hal ini menciptakan etos kerja yang tidak pernah berhenti dan masih banyak perusahaan yang berjalan hingga saat ini (Skober, 2006). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mendalami "Pemaknaan Chinese work value pada karyawan pribumi di

Perusahaan kepemilikan Etnis

Tionghoa di Bandung.”

METDODE

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Creswell (2003)

(5)

terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.

Pendekatan kualitatif dalam

penelitian ini bertujuan untuk

mengahasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati sehingga didapat pemahaman yang utuh, komprehensif,

dan holistik mengenai pemaknaan

Chinese work value karyawan pribumi di

perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung.

Adapun desain penelitiannya yaitu

fenomenologi. Pendekatan

fenomenologis menurut Creswell (2003) yaitu penelitian berdasarkan pemaknaan dari fenomena yang dialami individu. Dalam penelitian fenomenologi peneliti dituntut untuk memahami pengalaman hidup subjek. Peneliti tidak boleh mencampur pengalaman dirinya dengan pengalaman partisipan.

Lokasi dan Sampel Penelitian

Subyek penelitian adalah karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung yang dipilih secara purposive sampling

dan snowball sampling. Purposive

sampling artinya subjek dipilih secara

sengaja sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dalam penelitian (Bungin,

2003). Snowball sampling yaitu

pengambilan sampel yang pada awalnya sedikit dan untuk selanjutnya bertambah untuk melengkapi data yang kurang. Sampel awal digunakan sebagai informan kunci yang akan menunjukkan informan-informan selanjutnya. Dalam hal ini jumlah subjek bisa sedikit ataupun banyak tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci (Bungin, 2003).

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel atau subjek yaitu karyawan pribumi dari berbagai etnis yang bekerja di perusahaan dengan atasan etnis Tionghoa atau kepemilikan Tionghoa baik totok ataupun peranakan. Peneliti menggunakan kriteria subjek untuk mempermudah dan fokus pada tujuan penelitian. Adapun karakteristik yang menjadi kriteria yaitu sebagai berikut:

1. Penduduk asli Indonesia.

2. Masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan dengan atasan etnis

Tionghoa atau kepemilikan

Tionghoa.

Penggunanaan teknik snowball

sampling dalam penelitian ini beranjak dari fenomena di masyarakat. Proses penemuan subjek dalam penelitian ini dijelaskan dalam bagan sebagai berikut:

Keterangan: A: Subjek 1

C: Subjek 2

D: Subjek 3

Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri. Menurut Moleong (2007) intrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat perekam dan catatan lapangan sebagai alat bantu dalam pengumpulan data. Selain itu instrumen penelitian juga dibantu oleh kisi-kisi wawancara sebagai pedoman untuk melakukan wawancara berdasarkan bentuk-bentuk Chinese work

(6)

(1998) Collectivism, Endurance Hard

work, guanxi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara yang mendalam (in depth

interview), dengan pertanyaan semi

terstruktur yang bisa bertanya secara terbuka untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan mendalam (Bungin, 2003). Wawancara dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang diteliti. Sebelum proses kualitatif dilakukan peneliti melakukan beberapa persiapan

diantaranya adalah mengembangkan

fokus penelitian, menyediakan paduan wawancara dan menghubungi informan. Alat wawancara yang digunakan yaitu, buku catatan, recorder, kamera.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif antara pengumpulan data dengan analisis data tidak dapat dipisahkan. Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan

berpatokan pada Creswell (2013)

penelitian kulitatif fenomenologi memiliki teknik analisis data yang khusus. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis data yaitu: 1. Pertama menggambarkan pengalaman

pribadi peneliti terhadap fenomena

yang diteliti. Ini bertujuan

menyisihkan pengalaman pribadi

peneliti agar tidak tercampur dengan pengalaman subjek.

2. Mengembangkan daftar peryataan

yang signifikan. Peneliti akan

menemukan pernyataan-pernyataan

tentang bagaimana subjek memaknai

suatu topik, lalu melakukan

horizonalizing dan perlakukan setiap

data secara berharga agar peneliti mengembangkan daftar pernyataan yang tidak berulang dan tidak tumpang tindih.

3. Kemudian menuliskan pernyataan

yang signifikan dari informasi yang

didapat kemudian

mengelompokkannya sehingga

membentuk “meaning units” atau tema.

4. Mendeskripsikan “apa” yang dimaknai oleh subjek tentang fenomena yang dialami. Hal ini disebut dengan

“textural description” dari

pengalaman subjek yang telah

berbentuk verbatim.

5. Selanjutnya mendeskripsikan

“bagaimana” pengalaman tersebut dapat terjadi. Bagaimana subjek memaknai pengalaman yang terjadi.

Hal ini disebut “structural

description.” Pewawancara

merefleksikan pada setting dan konteks pada fenomena yang dialami

dengan kata lain pewawancara

bertanya tentang apa yang pernah

subjek jelaskan tentang

pengalamannya.

6. Terakhir menggabungkan “textural

description” dan “structrural

description” dari fenomena yang

menjadi “composite description”.

Bagian ini akan mencapai “essence” atau esensi yang merupakan aspek terpenting dari studi fenomenologi. Hasilnya berupa paragraf panjang yang berisi apa yang dialami oleh

subjek dan bagaimana subjek

mengalaminya.

Teknik Keabsahan data

Menurut Moleong (2007) teknik

keabsahan data merupakan cara

(7)

penelitian kualitatif untuk memperoleh kesahihan dan keandalan.

Dalam penelitian ini uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi sumber dan triangulasi waktu. Menurut Moleong (2007) Triangulasi sumber menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang diperoleh dari berbagai sumber. Data dari

sumber-sumber tersebut kemudian

dikategorisasikan yang akan

menghasilkan suatu kesimpulan yang kemudian diminta kesepakan (member

check). Dalam penelitian ini untuk

menguji kredibilitas data yang diperoleh dan diujikan dari karyawan maka dilakukan kepada pemimpin karyawan tersebut, orang yang menjadi bawahan, atau rekan kerja. Peneliti menanyakan hal yang sama dalam kesempatan yang berbeda kepada subjek untuk melakukan triangulasi waktu.

Pengujian kebergantungan

(dependability) dilakukan dengan

melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian (Bungin, 2003). Dalam penelitian ini caranya dapat dilakukan dengan pengecekan oleh pembimbing untuk mengaudit seluruh aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti menentukan masalah/

fokus penelitian, ke lapangan,

menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus ditunjukkan oleh peneliti.

Pengujian kepastian (confirmability), pengujian kepastian disebut juga pengujian obyektivitas penelitian. Pengujian dikatakan obyektif jika terjadi kesepakatan antarsubjek. Kesepakatan didapat dari persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan

penemuan seseorang. Jika penelitian objektif maka dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan (Moleong, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berfokus pada

gambaran pemaknaan Chinese work

value karyawan pribumi yang bekerja di

perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa.

Pemaknaan Chinese work value subjek

akan dipaparkan secara rinci sehingga

didapatkan pemahaman mengenai

gambaran subjek dalam memaknai nilai

kerja Cina. Hasil penelitian dibahas

berurutan dari mulai subjek satu sampai

dengan subjek tiga. Berikut ini

merupakan hasil penelitian tersebut:

1. Subjek satu (H)

Subjek H memaknai work value sebagai prinsip dalam bekerja yang berupa penyelesaian dalam tugas

pekerjaan yang telah menjadi

tanggung jawabnya dengan cara bekerjasama. Dalam menyelesaian tugas sering kali melakukan sharing dengan rekan kerja dan atasannya. Menurut Huang, Eveleth & Huo

(1998) collectivism yaitu

mementingkan kepentingan

kelompok daripada kepentingan

pribadi. Subjek H memaknai

collectivism sebagai kerjasama dalam

menyelesaikan tugas belum sebagai keharusan mementingan kepentingan kelompok sebelum urusan pribadi.

Endurance yang disebutkan oleh

(8)

yang diikuti kesabaran. Endurance subjek H terlihat dari selalu melebihkan jam pulang kerjanya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. tidak jarang lembur dan bekerja dihari libur agar dapat menyerahkan

laporan bulanan tepat waktu.

Mengerjakan tugas hariannya dengan terstruktur dan tetap mengurusi pekerjaan kantor meskipun tidak dapat masuk kerja karena sakit. Tetapi subjek H sering kali terlambat masuk kerja, biasanya dirinya terlambat 5 menit ketika absen

fingerprint.

Subjek H menggunakan fasilitas kantor seperti komputer dan internet untuk keperluan bekerja, tetapi

sering menggunakan fasilitas

tersebut untuk keperluan pribadi ketika jam istirahat kantor. Selain itu

menyisihkan uang gajinya dan

diberikan kepada orang tua. Hal ini

memperlihatkan bahwa subjek

memaknai hard work dalam Chinese

work value. Hubungan antar rekan

kerja dan atasan masih sebatas teman, belum melibatkan

kewajiban-kewajiban timbal balik untuk

membantu masalah diluar urusan pekerjaan. Namun sistem perusahaan

yang mengharuskan seluruh

karyawan untuk makan siang

bersama, menumbuhkan perasaan kekeluargaan pada diri subjek H.

Subjek H berkeinginan untuk

mengundurkan diri dari perusahaan karena ketidaksesuaian antara gaji yang didapatkan dengan tugas yang diterima. Menurut Xiao & Froese (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi work value yaitu

money ethic, uang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja dalam bentuk gaji dan akan mempengaruhi dalam pembentukan nilai kerja.

Menurut Xiao & Froese (2008) bahwa kepuasan kerja seseorang berpengaruh pada nilai kerja dan

akan berpengaruh pula pada

komitmen kerja seseorang.

2. Subjek dua (D)

Seluruh karyawan di toko tersebut

harus bisa mengerjakan semua

pekerjaan. Hal ini menumbuhkan

collectivism karena ketika subjek D

sedang mengerjakan suatu tugas maka karyawan yang lain akan membantu menggantikannya dalam mengerjakan suatu tugas, begitu sebaliknya. Dia akan membantu tugas karyawan lain ketika dirinya tidak sedang mengerjakan tugas,

mengajarkan karyawan baru

mengerjakan tugas-tugas yang ada di toko. Menurut Huang, Eveleth & Huo (1998) collectivism yaitu

mementingkan kepentingan

kelompok daripada kepentingan

pribadi. Sikap endurance terlihat

ketika Subjek D selalu

menyelesaikan pekerjaan yang satu sebelum mengerjakan tugas yang lain. Selalu menyelesaikan tugasnya untuk melayani pelanggan walaupun sudah masuk jam pulang kerja. Dia hanya terlambat 2 kali selama bekerja tiga tahun dan seringkali bekerja ketika hari libur, tetapi dirinya tidak merasa keberatan

karena pemilik toko akan

(9)

dalam bentuk gaji dan akan mempengaruhi dalam pembentukan nilai kerja.

Subjek D memaknai hard work dalam Chinese work value seperti ketika mendapatkan gaji dirinya akan mempergunakan gaji tersebut untuk keperluan sehari-hari, memberikan kepada orang tua sebagian dan sebagian lagi ditabung. Sering kali bekerja pada hari libur dan menggunakan mesin fax hanya untuk memesan barang, tetapi sering kali

mengguanakan komputer untuk

urusan diluar pekerjaan. Menurut Huang, Eveleth & Huo (1998) hard

work yaitu melakukan penghematan

dan kemantapan dalam bekerja. Dirinya seringkali menghabiskan waktu di luar kantor bersama rekan-rekan kerjanya, kegiatan yang biasa dilakukan yaitu berbelanja, makan bersama, dan saling berbagi cerita pribadi. Mereka memiliki kewajiban untuk mentraktir rekan kerja yang lain jika sedang ada peristiwa penting seperti hari ulang tahun, mendapatkan gaji, hari jadi pacaran, dll. Kegiatan-kegiatan tersebut menumbuhkan rasa kekeluargaan darinya yang dimaknai sebagai

guanxi. Subjek D memaknai Chinese

work value sebagai keharusan

mementingkan kelompok khususnya perusahaan dengan mengerjakan seluruh pekerjaan secara bersama-sama dan mengesampingkan urusan pribadi, bekerja sesuai dengan jam kerja dan mendapatkan bayaran lebih jika bekerja lebih banyak dari awal

perjanjian kerja yang telah

ditentukan, memiliki kewajiban

untuk membantu sesama rekan kerja diluar urusan pekerjaan.

3. Subjek Tiga (I)

Subjek I bekerja di perusahaan tersebut dari awal tahun 1990. Awalnya subjek menjabat sebagai staf gudang, lalu sebagai staf keuangan dan sekarang sebagai kepala gudang. Dia belajar bersama

karyawan yang lain dan juga

langsung belajar kepada programmer perusahaan untuk mengatasi tuntutan

perusahaan dalam pemakaian

program. Karena usia yang terpaut

jauh dan perbedaan tingkat

pendidikan, sehingga kurang mampu bekerja sama dengan staf baru.

Menurut Hofstede (1997)

Lingkungan fisik maupun orang-orang yang berada dalam lingkungan kerja akan mempengaruhi work

value individu. Lingkungan dan

hubungan antara rekan kerja akan mendorong seseorang untuk bersikap

pada suatu hal, yang akan

memunculkan work value. Menurut Huang, Eveleth & Huo (1998)

collectivism (memprioritaskan tujuan

kelompok atas kepentingan pribadi) disini subjek I satu-satunya orang yang mengetahui dan menguasai pekerjaan di pabrik. Memahami macam-macam benang, kain, rajut,

jarum dll. Dia membantu

membimbing dan mengajarkan

ilmunya tersebut kepada karyawan yang baru agar suatu saat nanti perusahaan memiliki regenerasi yang menguasai pabrik bagian produksi. Subjek I memaknai endurance, menurut Huang, Eveleth & Huo (1998) salah satu aspek dari Chinese

(10)

(kesabaran dan ketekunan) dirinya

menunjukkan ketahannya dalam

bekerja walaupun pekerjaan yang dirasa sangat berat tetapi subjek I tetap mengerjakan pekerjaan hingga selesai. Subjek I menyelesaikan

seluruh tugas yang diterima

walaupun dirinya belum menguasai

program yang digunakan oleh

perusahaan, dia tetap mempelajari program tersebut. Mengerjakan pekerjaan tersebut sesuai dengan

prosedur perusahaan untuk

menghindari teguran dari pimpinan. tidak jarang dirinya mengerjakan perkerjaan di rumah karena harus menyelesaikanya hari itu juga. Dia memeliki kemantapan dalam bekerja karena sampai saat ini tidak pernah terlambat sampai kantor dan tidak

pernah membolos karena takut

mendapatkan Surat Peringatan (SP). Menurut Xiao & Froese (2008) pembentukan nilai kerja dipengaruhi oleh pengambilan resiko. Orang yang tidak ingin mengambil risiko lebih memilih untuk diajarkan secara eksplisit oleh atasan dan aturan perusahaan mereka, dan tidak ingin mengambil risiko apapun enderung

puas dengan aturan-aturan

perusahaan.

Selain itu dirinya tidak pernah meminta fasilitas kantor untuk urusan diluar pekerjaan, perusahaan tidak memberikan fasilitas kantor selain gaji pokok, uang jabatan, dan uang kehadiran. Subjek I memaknai

hard work dalam Chinese work value

sebagai memliki kemantapan kerja dan penghematan. Dirinya tidak memiliki hubungan kekerabatan dan kewajiban saling untuk membantu

urusan diluar pekerjaan. Kurang memiliki kerjasama dengan staf yang baru karena usia yang berbeda, selain

itu suaminya melarang untuk

berhubungan akrab dengan karyawan laki-laki. Sehingga subjek I tidak memaknai guanxi seperti dalam aspek Chinese work value. Menurut Hofsede (1997) lingkungan dan hubungan antara rekan kerja akan mendorong seseorang untuk bersikap

pada suatu hal, yang akan

memunculkan nilai kerja. Subjek I

memaknai work value sebagai

prinsip bekerja mementingkan

kepentingan kelompok daripada

urusan pribadi, bekerja sepanjang hari dengan tugas yang banyak tidak sesuai dengan kompensasi yang didapatkan. Pengalaman subjek I ini membuatnya merasa tidak nyaman untuk bekerja, dirinya beberapa kali mengajukan pengunduran diri karena tugas yang diterima tidak sesuai dengan kompensasi yang diberikan. Menurut Xiao & Froese (2008) uang dapat mempengaruhi kepuasan kerja

dalam bentuk gaji dan akan

mempengaruhi dalam pembentukan

work value. Menurut Hofstede

(1997) tujuan pribadi seseorang mempengaruhi dalam pembentuk

work value. Tujuan pribadi adalah

sasaran atau goal yang ingin dicapai

oleh karyawan, hal ini akan

mendorong karyawan untuk

mengeluarkan seluruh tenaganya demi mencapai tujuan. Saat ini dirinya merasa sudah tua dan tidak

mempunyai kesempatan untuk

(11)

membiayai kebutuhan ekonomi keluarga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dalam Chinese work value

seorang karyawan memiliki collectivism (memprioritaskan tujuan kelompok atas

kepentingan pribadi), endurance

(kesabaran dan ketekunan), hard work (penghematan dan kemantapan), dan

guanxi (berorientasi pada relasi,

menghormati tatanan sosial dan tidak mempermalukan orang lain). Keempat hal tersebut merupakan aspek dalam

Chinese work value yang mengantarkan

seseorang pada prinsip-prinsip kerja budaya etnis Tionghoa. Berikut gambaran

work value pada masing-masing subjek:

1. Subjek satu (H) mampu bekerja sepanjang hari hingga melebihi batas jam pulang kerja dan bekerja pada hari libur. Menyelesaikan seluruh

tugas dengan melakukan

penghematan terhadap fasilitas perusahaan. Memiliki hubungan pertemanan dengan karyawan lain tetapi tidak memiliki kewajiban untuk membantu urusan diluar pekerjaan. Subjek H memiliki keinginan untuk mengundurkan diri karena kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan beban kerja. 2. Subjek dua (D) mengerjakan seluruh

pekerjaan yang ditugaskan oleh pemilik perusahaan dengan cara bekerja sama dengan karyawan lain, dan memengtingkan kepentingan perusahaan daripada urusan pribadi.

Dia akan mendapatkan bonus

bayaran ketika bekerja melebihi jam kerja. Selain itu juga memiliki

kewajiban untuk membantu

karyawan lain di luar urusan pekerjaan, misalnya meminjamkan uang ketika ada karyawan lain yang membutuhkan. Memiliki kewajiban untuk mentraktir karyawan lain pada perayaan hari-hari penting misalnya hari ulang tahun, hari jadian pacaran,

dan hari mendapatkan gaji.

lingkungan kerja dan kepuasan kerja membuat subjek D merasa nyaman bekerja diperusahaan tersebut. 3. Subjek tiga (I) memandang dirinya

sebagai anggota kelompok dalam

perusahaan dengan mengajarkan

setiap karyawan baru karena

mementingkan regerenasi

perusahaan, bekerja sepanjang hari dengan tugas yang banyak tidak sesuai dengan kompensasi yang didapatkan. Tetapi kurang dapat bekerja sama dengan staf baru karena menganggap usianya sudah tua dan

rendahnya tingkat pendidikan.

Pembentukan work value

dipengaruhi oleh lingkungan kerja, kepuasan kerja dan money ethic. Pengalaman ini membuatnya tidak

merasa nyaman untuk bekerja,

dirinya beberapa kali mengajukan pengunduran diri karena hubungan dengan atasan dan tugas yang

diterima tidak sesuai dengan

kompensasi yang diberikan oleh perusahaan.

Ketiga subjek memaknai Chinese

work value sebagai kemampuan bekerja

(12)

Saran

1. Sangat disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini dengan melakukan

penelitian lintas budaya dan

menggabungkannya dengan budaya kerja di Indonesia.

2. Bagi subjek penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

a. Subjek satu, lebih membuka diri untuk berteman lebih akrab dengan karyawan khususnya bagian Accounting. Hal tersebut dapat mempengaruhi karyawan lain untuk membantu pekerjaan ketika mengalami kesulitan. b. Subjek dua, agar lebih fleksibel

terhadap rekan kerja lawan jenis.

Lingkungan dan hubungan

antara rekan kerja akan

mendorong seseorang untuk

bersikap pada suatu hal, yang akan memunculkan work value. c. Subjek tiga, agar tidak merasa

minder dengan tingkat

pendidikan yang dimiliki.

Konsep diri mempengaruhi

seseorang dalam membentuk

work value. Jika subjek I

percaya pada kemampuan diri maka subjek I akan mampu masuk ke dalam kelompok karyawan muda.

3. Bagi perusahaan, agar lebih

meperhatikan porsi kerja subjek dengan kompensasi yang diberikan.

Perusahaan juga harus mampu

melihat hubungan antar karyawan,

keharmonisan antar karyawan

berdampak pada kenyamanan serta nilai-nilai kerja karyawan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abadillah, U. S. (2002). Politik Identitas

Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Yayasan

IndonesiaTera.

Bjerke, B.V. 2000. A Typified,

Culture-Based, Interpretation of

Management of SMEs in Southeast Asia. Asia Pasific Journal of

Management, 17: 103-132.

Bungin, B. (2003). Analisis Data

Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Chang, K. C., & Lu, L. (2007). Characteristics of organizational culture, stressors and well-being:

The case of Taiwanese

organizations. Journal of

Managerial Psychology, Vol 22 No.6, 2007 page 549–568. Diterima

dari

www.emeraldinsight.com/0268-

Creswell, J. W. (2003). Research Design:

Qualitative, Quantitative, and

Mixed Method Approaches(2nd ed.). Thousand Oaks, California:

Sage Publications Inc.

Creswell, J. W. (2013). Qualitative

Inquiry and Research Design

Choosing Among Five Approaches 3rd Ed. Thousand Oaks, California:

Sage Publications Inc.

Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi. (2013). Pekerjaasal China, Jepang dan Korea Selatan Mendominasi TKA di Indonesia, Jakarta: Depnaker. Diterima dari http://www.depnakertrans.go.id/ne

ws.html,61,naker. Diakses 14

(13)

Dessler, G. (2000). Human Resource

Management (8th ed.). New Jersey:

Prentice Hall, Inc.

Edison. 2011. Etnis Tionghoa Lebih Siap

Hadapi globalisasi.

http://www.beritabatavia.com/detail /2011/11/15/21/9611/etnis.tionghoa .lebih.siap.hadapi.globalisasi#.VCg lH2eSzbg . Diakses 6 Mei 2014.

Hofstede, G. (1980). Culture’s

consequences, International

differences in work-related values.

Newbury Park, CA: SAGE

Publications, Inc.

Hofstede, G. (1997). Culture and Organizations: Software of the Mind. New York: McGraw-Hill.

Huang, H. J., Eveleth, D. M., & Huo, Y. P. (1998). Chinese work-related

value system:Developing a

“GCF-LEACH” framework for

comparative studies among

Chinesesocieties. Paper presented

at The Inaugural Conference of the

Asia Academy ofManagement,

Hong Kong, China

Lu, L. (2006). Cultural fit: Individual and societal discrepancies in values, beliefs and SWB. Journal of Social

Psychology, 146, 203–221.

Lu, L., Kao, S. F., Siu, O.L., Chang, Q. L. (2011). Work Stress, Chinese Work Values,and Work Well-Being in the Greater China. The Journal

of Social Psychology, 2011, 151(6),

767–783.

http://dx.doi.org/10.1080/00224545 .2010.538760

Matsumoto, D & L, Juang. (2003).

Culture and Psychology, 3 edition.

Belmont, CA: Wadsworth

Publishing.

Moleong, J. L. (2007). Metodologi

Penelitian Kualitatif (Edisi

Revisi).Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Musianto, S. L. (2003) . Peran Orang Tionghoa dalam Perdagangan dan

Hidup Perekonomian dalam

Masyarakat. Jurnal Manajemen &

Kewirausahaan Vol. 5, No. 2, September 2003: 193 – 206.

Jurusan Ekonomi Manajemen,

Fakultas Ekonomi Universitas

Kristen Petra.

Rozie F. 2012. Negeri Sejahtera Ala

Konfusianisme Melalui Self

Cultivation. Jurnal KALAM, 2012,

27 (1).Diterima

dari:Http://ejournal.iainradenintan.a c.id/index.php/kalam/article/view/4 8. Diakses 3 Juni 2014.

Seng, W.A. (2006). Rahasia Bisnis

Orang Cina. Jakarta: Hikmah.

Setyawan S. (2005). Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal

Manajemen & Bisnis BENEFIT Vol.9 No.2 Hal. 164-170, ISSN

1410-4571.

Skober, R.T. (2006). Orang Cina Di

Bandung, 1930-1960: Merajut

Geliat Siasat Minoritas Cina. Universitas Padjadjaran. Konferensi

Nasional Sejarah VIII.

Suparlan. (2003). Kesukubangsaan dan

Posisi Orang Cina dalam

Masyarakat Majemuk Indonesia.

Jurnal Antropologi XXVII No. 71, May - August 2003. Diterima dari

(14)

Tan, M. G. (2008). Etnis Tionghoa di

Indonesia: Kumpulan Tulisan.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Whitehead, E.G & Brown, M. (2011).

Authenticity In Chinese

Leadership: A Quantitative Study Comparing Western Notions Of Authentic Constructs With Chinese Responses To An Authenticity Instrument. International Journal

Of Leadership Studies, Vol. 6 Iss. 2, 2011 ISSN 1554-3145. Diterima

dari

http://www.regent.edu/acad/global/ publications/ijls/new/vol6iss2/1_W hitehead-Brown_pp%20161-187_jm.pdf

Xiao, S & Froese, F. J. (2008). Work Values, Job Satisfaction and

Organizational Commitment in

China. Paper presented on July 1,

2008 at the AIB Annual

Conference, Milan, Italy. Diterima

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di perusahaan pertelevisian di Yogyakarta dan Bandung seperti Adi TV, Jogja TV, RB TV, MQTV dan Bandung TV, karena

ROMANTIKA TIGA ZAMAN KEHIDUPAN MASYARAKAT KETURUNAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA BANDUNG PADA TAHUN 1960-2000.. Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

ROMANTIKA TIGA ZAMAN KEHIDUPAN MASYARAKAT KETURUNAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA BANDUNG PADA TAHUN 1960-2000.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Tionghoa di Indonesia.Berawal dari masa kolonial yang mengadu domba etnis Tionghoa dengan warga pribumi, salah satunya dengan membagi masyarakat Indonesia menjadi

Huang, Eveleth & Huo (1998) menjelaskan Chinese work value dipengaruhi oleh ajaran konfunsianisme terdiri dari collectivism (memprioritaskan tujuan kelompok atas

Rosa Grup Persada Palembang diantaranya melalui teguran dari atasan ke karyawan yang telah dirasa lalai dalam melakukan kewajiban bekerja, melalui surat peringatan, sanksi bagi karyawan

115 Karakteristik Karyawan Berdasarkan Bentuk Komunikasi Dengan Atasan Secara Tidak Langsung Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, komposisi karyawan yang bekerja di Hotel