1 | P a g e
ANALISA KERENTANAN MASYARAKAT PETAMBAK KAWASAN SSWP V TERHADAPPERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN SIDOARJO
Hermawan M Kurnianto, NIM. 166150102111004
Evaluasi Kebijakan Lingkungan, Program Studi Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya
Abstrak
Dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, kabupaten sidoarjo telah menyusun rencana tata ruang kota dan membagi dalam beberapa sub wilayah salah satunya adalah SSWP V sebagai sub wilayah kawasan perikanan, pariwisata dan sektor UMKM. Kebijakan ini disusun dalam bentuk Peraturan Daerah dan berlaku sampai tahun 2029. Namun dalam implementasinya banyak kawasan hutan mangrove dan tambak yang rusak akibat pembukaan lahan dan akibat perubahan iklim. Dalam hal ini dilakukan kajian kerentanan dari berbagai parameter diantaranya keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptif terhadap asset yang dimiliki di kabupaten sidoarjo khususnya kawasan pesisir. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa kawasan pesisir rentan terhadap perubahan iklim, untuk itu perlu dilakukan penguatan regulasi di tingkat daerah oleh peraturan bupati, instruksi dan beberapa keputusan. Tujuannya agar pembangunan kawasan pesisir lebih konservatif dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Kata Kunci : kerentanan, petambak, pesisir, perubahan iklim, sidoarjo
PENDAHULUAN
Perubahan iklim menyebabkan intensitas
dan frekuensi badai di lautan dan pesisir
meningkat (Miller, 2009). Hal ini menyebabkan
terganggunya aktivitas para nelayan dan
tambak kawasan pesisir. Perubahan iklim juga
mempengaruhi ekologi dan ekosistem di
kawasan pesisir kelautan.
Kota-kota di Indonesia memiliki beragam
karakter geografis sesuai bentang alam negeri
ini yang mencakup pegunungan hingga pesisir
dan kepulauan. Dari 94 kota otonom di
Indonesia, 47 memiliki karakteristik geografis
berupa kawasan pesisir. Dominasi kepulauan
dengan sekitar 17.480 pulau dan dengan
95.181 Km bentang garis. Dari 47 kota
kawasan pesisir di Indonesia terdapat 32 kota
yang rawan terhadap banjir, terdapat 29 kota
yang rawan terhadap tsunami, dan terdapat 15
kota yang rawan terhadap gelombang pasang
(BNPB, 2010). Gambaran keadaan tersebut
mencerminkan bahwa diperlukan suatu
pendekatan berwawasan kepesisiran yang
komprehensif mencakup dinamika interaksi
berbagai aspek/sektor dalam kota-kota di
kawasan pesisir tersebut (Ir. Joessair Lubis).
Hal ini mengingat beberapa permasalahan
yang sering muncul dan dihadapi bersama
antara lain.
Kondisi cuaca dan iklim yang telah
mengalami perubahan dan tidak dapat
2 | P a g e
banjir di kawasan pesisir kabupaten sidoarjodan turunnya komoditas bandeng dan udang.
Dari hal tersebut maka perlu dilakukan analisa
kawasan yang rentan terhadap bencana
khususnya kawasan pesisir untuk selanjutnya
dapat dilakukan evaluasi kerentanan kondisi
kawasan pesisir terhadap penetapan SSWP V
pada tata ruang kota, dari hasil analisa dan
dilakukannya evaluasi kerentanan wilayah
tersebut harapannya dapat memotivasi
pemerintah untuk lebih dapat beradaptasi
terhadap perubahan iklim sehingga penentuan
kegiatan perencanaan lebih dapat adaptive
terhadap perubahan iklim.
Dalam proses pembangunan
berkelanjutan, langkah adaptasi diterapkan dan
dianalisa menggunakan 5 langkah :
1. Observasi ; penilaian terhadap faktor iklim
dan non iklim, social ekonomi dan variable
lingkungan
2. Penilaian kerentanan (VA) ; penilaian
dampak terhadap sistem alam (contoh ;
produktifitas pertanian, pasokan air) dan
sistem manusia (misalnya kesejahteraan
social, kegiatan ekonomi)
3. Perencanaan ; memprioritaskan kebutuhan
mendesak dan segera untuk dilakukan
4. Pelaksanaan ; merumuskan kebijakan dan
rencana serta aksi adaptasi
5. Monitoring dan evaluasi aksi adaptasi ;
dipantau secara berkala, dievaluasi dan
direvisi, baik dari segi validitas asumsi ilmiah
yang mendasari dan kelayakan proyek,
kebijakan dan program termasuk efektivitas,
efisiensi dan manfaat keseluruhan
Wilayah Pesisir di Indonesia
Secara umum dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) macam kemungkinan dampak
perubahan iklim yang harus diadaptasi
masyarakat pesisir antara lain :
1. Dampak fisik; peningkatan kerusakan
karena banjir dan gelombang pasang, erosi
pantai dan peningkatan sedimentasi,
perubahan kecepatan aliran
sungai,meningkatnya gelombang laut, dan
meningkatnya keamblesan (subsidence)
tanah.Bagi Indonesia, dampak kenaikan
muka air laut dan banjir lebih diperparah
dengan pengurangan luas hutan tropis yang
cukup signifikan, baik akibat kebakaran
maupun akibat penggundulan.
2. Dampak ekologis; hilang/mengurangnya
wilayah genangan (wetland) di wilayah
pesisir, intrusi air laut, evaporasi kolam
garam, hilang/mengurangnya tanaman
pesisir, hilangnya habitat pesisir,
berkurangnya lahan yang dapat ditanami,
dan hilangnya biomassa non-perdagangan.
3. Dampak sosio-ekonomis; terpengaruhnya
3 | P a g e
kerusakan/hilangnya sarana dan prasarana.Hilangnya lahan-lahan budidaya seperti
sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove
Seiiring dengan kemajuan kota, pesisir di
Indonesia sudah banyak menjadi area
perkotaan dan perindustrian ; Kabupaten
Sidoarjo saat ini ini menjadi salah satu kota
yang mendukung Surabaya sebagai ibukota.
Wilayah pesisir telah manjadi daya tarik
wisatawan, mangrove, UMKM serta industri
tambak dengan kualitas ekspor.
Tata Ruang Kabupaten Sidoarjo
Tata ruang kabupaten Sidoarjo meliputi
18 Kecamatan, yaitu : Kecamatan Sidoarjo,
Buduran, Candi, Porong, Krembung, Tulangan,
Tanggulangin, Jabon, Krian, Prambon, Taman,
Waru, Gedangan, Sedati, Sukodono,
Wonoayu, Tarik, Balongbendo
Sidoarjo memiliki target tahun 2019
manjadi kota UMKM di jawa timur, dengan
target tersebut, maka kabupaten sidoarjo
melalui perda tata ruang menetapkan 5 sub
kawasan, dengan salah satunya kawasan
perikanan, UMKM dan pariwisata sebagai
kawasan SSWP V.
SSWP V meliputi wilayah pesisir di
Kecamatan Sedati, pesisir Kecamatan
Buduran, pesisir Kecamatan Sidoarjo, pesisir
Kecamatan Candi, pesisir Kecamatan Porong,
Pesisir Kecamatan Tanggulangin, dan pesisir
Kecamatan Jabon; dengan fungsi utama
kawasan budidaya perikanan dan pariwisata
dengan pusat pertumbuhan berada di Kawasan
Candi sedangkan untuk pengembangan
fasilitas kawasan perkotaan SSWP V dengan
pusat pertumbuhan di Kawasan Candi dan
fungsi utama kawasan budidaya perikanan dan
pariwisata, dikembangkan fasilitas transportasi
air, fasilitas pariwisata, terminal, balai penelitian
untuk skala lokal dan regional. Untuk
pengembangan kawasan perikanan dan
pariwisata, lebih cenderung kepada kawasan
mangrove. Luas kawasan hutan bakau dan
budidaya perikanan ditabelkan sebagai berikut :
Kecamatan Hutan Bakau
Budidaya
Perikanan
Sedati 635,94 ha 1919,13 ha
Buduran 30,84 ha 1731,20 ha
Sidoarjo 64,74 ha 3127,9 ha
Jabon 314,21 ha 4144,10 ha
Waru - 402,20 ha
Candi - 1031,70 ha
Tanggulangin - 496,60 ha
Porong - 496,30 ha
Penelitian deskriptif kuantitatif ini input
analisa data dari perda tentang tata ruang dan
pembagian wilayah pada kawasan SSWP V
yang diolah melalui parameter kerentanan ;
sensitivitas, keterpaparan dan kapasitas
adaptif.
ANALISIS DATA Kerentanan
Kerentanan adalah fungsi dari karakter,
besaran/tingkatan dan variasi kondisi dimana
suatu sistem terpapar, sensitivitasnya dan
kapasitas adaptifnya. Konsep kerentanan
merupakan kolerasi potensi dampak dikurangi
dengan langkah adaptasi dimana vunerability
(V) merupakan korelasi antara exposure (E),
sensitivity (S) dan adaptive capacity (AC).
(IPCC, 2001),
Kerentanan (V) adalah :
Ketepaparan (E) x Sensitifitas (S)
4 | P a g e
Unsur-unsur kerentanan antara lain :- Jumlah manusia dalam suatu wilayah
- Lokasi/tempat yang rentan oleh bencana
- Asset yang dimiliki dari suatu wilayah
Keterpaparan
Keterpaparan merupakan tolak ukur bagi
masyarakat, lokasi dan prasarana/asset yang
terpapar oleh ancaman yang sudah ada atau
bahaya yang akan datang.
Komposisi data untuk parameter
keterpaparan antara lain :
- Data peta wilayah / RTRW
- Data jumlah penduduk kawasan petambak
- Data jumlah anak anak
- Data jumlah disabilitas
- Tata guna lahan kecamatan sedati
- Peta kawasan tambak
- Kecamatan sedati dalam angka
- Data jumlah petambak di sedati
Sensitifitas
Sensitifitas merupakan suatu sistem
yang dipaengaruhi baik buruk atau
menguntungkannya suatu hal. Sensitifitas
cenderung tinggi jika masyarakat memiliki
ketergantungan terhadap sumber daya alam
atau ekosistem
Komposisi data untuk parameter
sensitivitas antara lain :
- Data produksi tambak bandeng organik
- Data penyakit /sebaran hama
- Data historis kerugian petambak akibat
hama
- Data kerusakan kawasan tambak akibat
bencana (banjir, abrasi)
Kapasitas Adaptif
Kapasitas adaptif adalah kemampuan
masyarakat, lokasi dan prasarana/asset untuk
beradaptasi terhadap perubahan iklim dan
mengurangi resiko dan memanfaatkan peluang
untuk dapat menjaga fungsi, identitas.
Komposisi data untuk parameter
kapasitas adaptif antara lain :
- Data tambak organik di sedati
- Data klasifikasi pengelolaan tambak organik
- Data penyuluh dan kawasan pendampingan
- Data luasan mangrove di kawasan kajian
- Data jumlah perusahaan di kawasan kajian
- Data BumDes dan asset
Untuk mendapatkan peta kerentanan
kawasan, data yang terkumpul dilakukan
proses input, pembobotan dan overlay peta
sesuai dengan bagan alur sebagai berikut ;
Input data
Sensitivitas (S)
Input data
Keterpaparan (E)
Input data Kapasitas
Adaptif (KA)
SSWP V kecamatan Sedati
Peta Lokasi RTRW (data awal)
Penentuan indikator bobot sebagai
parameter AHP
Input parameter AHP ke dalam QGIS,
overlay data
5 | P a g e
Upaya pengelolaan kawasan perikanan yangdapat disarankan sebagai langkah adaptatif
dan konservatif terhadap lingungan antara lain :
1. Menindaklanjuti peraturan daerah rencana
tata ruang dan pembagian wilayah dengan
peraturan bupati terkait wilayah dan batas
konservatif untuk kawasan budidaya
2. Memberikan instruksi kepada masyarakat
untuk melakukan budidaya ikan secara
organik
3. Mendukung pendanaan BumDes kepada
masyarakat pembudidaya dalam bentuk
penyertaan modal dan didukung oleh
keputusan bupati
4. Melindungi kawasan tambak dari
kegiatan/alih guna lahan industri dan
permukiman
5. Penertiban tambak di sempadan sungai
6. Peningkatan kawasan tambak harus diikuti
dengan normalisasi saluran dan akses jalan
7. pengendalian, pengawasan terhadap
eksplorasi, eksploitasi sumber daya alam
dan sumber daya buatan terhadap
kelestarian lingkungan dan ekosistem
DAFTAR PUSTAKA
Alman Alfarisi. ANALISIS KESESUAIAN
LAHAN TAMBAK BERDASARKAN
PARAMETER KUALITAS AIR
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA BANDA ACEH. Banda Aceh : Fakultas Kelautan Universitas Syiah Kuala, 2015
Farhan Ramadhani, Syahrul Purnawan, T. Khairuman. ANALISA KESESUAIAN
PARAMETER PERAIRAN TERHADAP
KOMODITAS TAMBA MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN PIDIE JAYA. Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.
Jusmy D Putuhena. PERUBAHAN IKLIM DAN RESIKO PADA WIAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL. Program Studi Konservasi Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura. 2011
Sayidah Sulma, KERENTANAN PESISIR TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR LAUT (STUDI KASUS : SURABAYA DAN SEKITARNYA). Tesis Universitas Indonesia. 2012
Samuel S. Mamauag, dkk. A FRAMEWORK FOR VULNERABILITY ASSESSMENT OF COASTAL FISHERIES ECOSYSTEMS TO
CLIMATE CHANGE—TOOL FOR
UNDERSTANDING RESILIENCE OF
FISHERIES (VA–TURF), ELSEVIER, Fisheries Research, 2013
Samsul Bahri. KAJIAN KUALITAS LAHAN TAMBAK DAN SOSIAL EKONOMI PADA
BUDIDAYA UDANG DAN IKAN DI
KECAMATAN SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala, 2014
Su Rito Hardoyo, dkk. ASPEK SOSIAL BANJIR GENANGAN (ROB) DI KAWASAN PESISIR. Gadjah Mada University Press. April 2014
Tim Peneliti Adaptasi PUSPIJAK. ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR ; MENGELOLA KETIDAKPASTIAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Volume 7 No. 8 Tahun 2013
Ir. Joessair Lubis, MEWUJUDKAN
PEMBANGUNAN KOTA PESISIR DI
INDONESIA yang Berkelanjutan Melalui Penyediaan Insfrasturktur Berbasis Penataan Ruang, Direktur Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum
Prof. Dr. Ir. SURJONO H. SUTJAHJO, MS, PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN,