• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN PANCASILA DAN DEMOKRASI UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN PANCASILA DAN DEMOKRASI UNTUK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN DEMOKRASI UNTUK ANAK

Pendidikan Pancasila

Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya dari masyarakat dan pemerintah untuk menjamin kelangsungan hidup warganya dan generasi penerusnya, secara bermakna dan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa terkait dengan konteks budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasionalnya (H.A.M Widjaja, 2000 : 22). Pendidikan Pancasila adalah pendidikan nilai-nilai yang bertujuan untuk membentuk sikap positif manusia sesuai deng nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (R.E Tamburaka, 1995 : 52). Dengan demikian, Pendidikan Pancasila adalah upaya dari masyarakat atau pemerintah untuk menjamin kelangsungan hidup warganya dan generasi penerusnya, secara bermakna dan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa terkait dengan konteks budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasionalnya berlandasan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.1

Landasan Pendidikan Pancasila

1. Landasan Historis

Perkataan Pancasila terutama dalam khasanah kesusastraan nenek moyang kita di zaman Keprabuan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, ditemui pada keropak “NEGARAKERTAGAMA” karangan MPU PRAPANCA (Penghulu Kepala Urusan Agama Budha), yaitu berupa KEKAWIN (syair pujian) dalam sarga 53 bait ke 2, yang berbunyi:

“YATNANGGEGWANI PANCASYIILA KERTASENGKARABHI SEKAKAKRAMA”.

Artinya: Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila) itu, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.

Demikianlah perkataan Pancasila itu dari bahasa Kawi (Sangsekerta) menjadi bahasa Jawa Kuno yang artinya tetap sam pada zaman Majapahit itu. Setelah kerajaan Majapahit runtuh dan agama Islam sudah mulai tersebar,

(2)

sisa ajaran moral tersebut (Pancasila) masih ditemukan dalam masyarakat Jawa, yaitu dalam bentuk LIMA LARANGAN (Pantangan, Wewaler, Pamali) yang disingkat dengan istilah “MA-LIMA”, yaitu berupa lima larangan yang masing-masing dimulai dengan huruf “MA”.

Lima larangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. MATENI (membunuh), dimaksudkan dilarang membunuh. 2. MALING (mencuri), dimaksudkan dirangan mencuri. 3. MADON (berzina), dimaksudkan dilarang berzina.

4. MABOK, MADAT (minuman keras, candu), dimaksudkan dilarang meminum minuman keras atau menghisap candu.

5. MAIN (berjudi), dimaksudkan dilarang berjudi.

Jadi istilah Pancasila menurut agama Budha merupakan sikap hidup, dan menurut cetusan Soekarno, Pancasila adlah lima prinsip yang filosofis. Istilah Pancasila yang berasal dari bahasa Sangsekerta menjadi bahasa Jawa Kuno yang dipakai oleh agama Budha akhirnya menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sebagai istilah untuk memberikan nama filsafat negara kesatuan Republik Indonesia.2

2. Landasan Kultural

Pancasila itu tumbuh dari adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan, dan kepustakaan bangsa Indonesia yang unsure-unsurnya telah ada pula dalam diri bangsa Indonesia sejak dahulu kala, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Pancasila adalah kristalisasi dari nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan, dan kepustakaan bangsa Indonesia. Perwatakan asli (corak hidup) bangsa Indonesia bila disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Komunal 2. Kekeluargaan 3. Kerja sama 4. Sabar

5. Percaya kepada Dzat yang mutlak.

Perwatakan itu selanjutnya berkembang menjadi:

1. Semangat gotong royong 2. Kekeluargaan

3. Ketuhanan 4. Kerakyatan 5. Kemanusiaan 6. Keadilan 7. Ramah tama

8. Bhinneka Tunggal Ika

(3)

Selanjutnya berkembang lagi menjadi:

1. Keadilan 2. Kerakyatan 3. Kebangsaan 4. Kemanusiaan 5. Ketuhanan

Demikianlah ciri-ciri khas perwatakan bangsa Indonesia yang juga merupakan Pancasila yang diyakini bersama. Namun Pancasila ini sebelum Proklamasi Kemerdekaan tidaklah tertulis secara resmi. Uraian di atas dapat dijadikan sebagai landasan kultural yang memberikan kekuatan bagi penyelenggaraan Pendidikan Pancasila.3

3. Landasan Yuridis

Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara Republik Indonesia, maka ia berkaitan dengan berbagai perundang-undangan yang memberikan dasar hokum dan kekuatan secara Yuridis-Ketatanegaraan bagi penyelenggaraan Pendidikan Pancasila. Perundang-Undangan Negara itu adalah:

1. Pembukaan UUD 1945

Pada Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 disebutkan dengan tegas Dasar-Dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila.

2. Pasal-Pasal UUD 1945

Di dalam pasal-pasal UUD 1945, Pancasila hanya tersirat dan menjiwai UUD 1945, yaitu:

a. Pasal tentang sila Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 ayat 1 dan 2). b. Pasal tentang sila Kemanusiaan yang adil dan beradab (Pasa 24 ayat 2 dan

Pasal 27 ayat 1 dan 2).

c. Pasal tentang sila Persatuan Indonesia (Pasal 1 ayat 1, Pasal 35, dan Pasal 36).

d. Pasal tentang sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 2 ayat 1). e. Pasal tentang sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 33

ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 34). 3. Ketetapan MPR

Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tanggal 9 Maret 1993 Lampiran Bab IV Bagian F Sub tiga No. 2 Butir E menetapkan bahwa Pendidikan Pancasila termasuk Pendidikan P-4, PMP, PKN, PSPB dan nilai-nilai 1945 dilanjutkan dan ditingkatkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasuk prasekolah.

(4)

4. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN)

Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tanggal 27 Maret 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 39 ayat 2 menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidika Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

5. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Surat Keputusan Mendikbud No. 056/U/1994 tanggal 19 Maret 1994 Pasal 9 ayat 2 menetapakan bahwa Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewiraan termasuk Mata Kuliah Umum (MKU), dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap progam prodi. 6. SK Dirjen Dikti Depdikbud

Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 356/Dikti/Kep/1995 tanggal 14 Agustus 1995 Pasal 1 menetapkan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila termasuk mata kuliah Filasafat Pancasila merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok MKU dalam susunan kurikulum inti perguruan tinggi. Selanjutnya menurut Pasal 2 ayat 1, mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa yang lulusan penataran P-4 pada perguruan tinggi.

7. SK Dirjen Dikti Depdiknas

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 256/DIKTI/Kep/2000 tanggal 10 Agustus 2000 tentang Penyempurnaan Garis Besar Pembelajaran (GBPP) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) Pendidikan Pancasila, pada perguruan tinggi di Indonesia Pasal 1 menetapkan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan Kurikulum Inti Perguruan Tinggi di Indonesia. Selanjutnya Pasal 2 menetapkan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk Program Diploma/Politeknik dan Program Sarjana.4

4. Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasat falsafah negara, sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai, adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan

(5)

bangsa Indonesia sendiri yang telah dimiliki sejak dahulu kala yang berurat berakar/tergurat dalam hati sanubari bangsa yang melekat pada kelangsungan hidup bangsa Indoenesia. Pancasila sebagai falsafah negara berfungsi sebagai landasan dasar negara yang berada di atasnya. Dengan demikian hakikat negara, tujuan negara, kedudukan negara/penyelenggara negara dan lain sebagainya diarahkan atau diisi oleh landasan kerohaniannya.

Realitas konkrit Pancasila sebagai falsafah negara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Pancasila yang menjelma dalam peradaban Pancasila: Bhinneka Tunggal Ika yang wujud realitasnya bhinneka dalam gatra, tunggal dalam karsa/tanggap nilai dan ika dalam citra. Untuk mewujudkan yang tunggal ika tersebut sudah tentu usaha-usaha tertentu pula, seperti penyelenggaraan Pendidikan Pancasila. Disamping itu agar penerapan usaha-usaha tersebut dapat mendukung sasaran yang ingin dicapai, kita perlu memperhitungkan faktor-faktor yang mendudkung dan faktor-faktor yang mendukung dan faktor-faktor yang melemahkan.5

Pendidikan Pancasila Bagi Anak

Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tidak ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. Merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak. Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.

Masa usia dini merupakan periode emas (Golden Age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Karena itu Pendidikan Pancasila harus diberikan kepada anak semenjak usia dini. Agar dari dini anak-anak mengetahui pentingnya pancasila untuk diamalkan dan kelak anak-anak nanti

(6)

dapat mengamalkan nilai-nilai pancasila sesuai dengan apa yang terkandung di dalamnya. Anak-anak bisa belajar sambil bermain agar dari dini sudah mengetahui tentang pancasila. Mungkin bisa belajar dari hal yang paling sederhana setelah naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan diberikan pelajaran yang lebih detail.6

Mengingat Pendidikan Pancasila sangat penting bagi anak bahkan pada usia dinipun harus diperkenalkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti halnya dengan nilai-nilai moral. Tentunya seorang guru harus memberikan pengalaman belajar yang mengarahkan anak untuk terus bereksplorasi. Selain itu juga dalam penyampaian seorang guru harus menggunakan pendekatan pembelajaran terpadu yang dinilai cocok diterapkan untuk anak. Karena ciri sifat anak yang suka bermain dan dengan bermain mereka belajar. Dengan pembelajaran terpadu anak diajak untuk bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Disini peranan guru sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan atau tercapainya tujuan sesuai dengan yang ditetapkan.

Berbicara tentang permainan banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi anak. Sebagaimana menurut Marenholtz Bulow (1868) bahwa Permainan anak atau kerja anak berfungsi karena mampu mengembangkan anggota tubuh, panca indera, dan organ tubuh mereka. Setelah perasaan dan pegangan tak teratur dari tangan kecilnya, kegiatan favorit anak adalah tertarik pada adonan lembut-tanah, pasir, atau adonan lain serta mencoba keterampilan mereka membentuk dan menghasilkan sesuatu. Pemberian contoh (Modelling) merupakan salah satu hal yang penting menyangkut sifat alami anak. Namun naluri inipun jika dibiarkan saja akan tidak berkembang. Pendidikan harus menyediakan materi dan panduan yang penting bagi perkembangannya, dan harus mengubah sentuhan tangan yang tak bertujuan dan hanya menerka-nerka ini menjadi pembentukan sesuatu secara sistematis, dan mengarahkan naluri ini ke saluran aktivitas yang bermanfaat yang semuanya dilakukan di Taman Kanak-Kanak.7

Taman Kanak-Kanak yang cocok untuk menjadi studi lapangan bagi penanaman nilai-nilai Pendidikan Pancasila yaitu Taman Pancasila. Taman Pancasila dapat berarti tempat yang memungkinkan seorang anak dapat memahami nilai-nilai pancasila secara menyenangkan.8 Seperti telah dikemukakan, anak-anak usia TK sangat gemar bermain 6 http://portalgaruda.org/download_article.php?article=93097&val=4999 (Diakses tanggal 9 April

2014)

7 Christine Doddington, dkk, Pendidikan Berpusat Pada Anak, (Jakarta: PT, Indeks Jakarta, 2010), h. 19.

(7)

dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi tersebut, seorang guru harus mampu merangsang pengetahuan yang dimiliki oleh anak dengan memasukkan nilai positif yang terkandung dalam mempelajari nilai-nilai Pancasila. Contoh penyampaian nilai pancasila kepada anak dapat dilakukan dalam bentuk cerita yang menarik yang disesuaikan dengan aspek-aspek nilai pancasila tersebut. Anak usia TK bahkan anak-anak Sekolah Dasar cenderung sangat antusias terhadap cerita, dongeng dan sejensinya. Selain melalui cerita, anak-anak juga dapat diberi suatu permainan kecil yang substansinya sama dengan muatan pancasila. Misal kartu bergambar yang berisi gambaran dari masing-masing sila pancasila tersebut. Selanjutnya guru-guru yang akan menjelaskan dan memahamkan anak-anak didiknya.

Pada anak-anak Sekolah Dasar khususnya, Pendidikan Pancasila wajib ditanamkan. Hal ini sudah terwujud dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) pada setiap kelas di Sekolah Dasar. Namun yang menjadi kendala adalah bagaimana cara seorang guru dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaranpun diharapakan seorang guru mampu mendorong siswa lebih kreatif secara keseluruhan. Selain dituntut pembelajaran yang kreatif seorang guru juga harus memberikan pembelajaran yang efektif. Adapun kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pembelajaran efektif antara lain:

1. Sifat, guru harus memiliki antusias, memberi rangsangan, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi kepada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan mudah meyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar.

2. Pengetahuan, memliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus-menerus mengikuti perkembangan dalam bidang ilmunya.

3. Apa yang disampaikan, mampumemberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan, semua kompetensi dasar yang diharapkan siswa secara maksimal.

4. Bagaimana mengajar, mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas

(8)

kecil secara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisispasi, memonitor bahkan sering mendekati siswa, mampu mengambil keuntungan dari kejadian-kejadian yang tidak terduga.

5. Harapan, mampu memberikan harapan kepada siswa, mampu membuat siswa

akuntabel, dan mendorong pasrtisipasi orang tua dalam memajukan akademik siswanya.

6. Reaksi guru terhadap siswa, mau dan mampu menerima berbagai masukan,

resiko, tantangan, selalu memberikan dukungan kepada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa.

7. Manajemen, mampu menunjukkan keahlian dalm perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasikan kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas, melewati rasa transisi dengan baik, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efesien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, jika perlu memberi hukuman dalam bentuk yang paling ringan.9

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan

Pancasila merupakan Dasar Negara Indonesia termasuk juga Dasar Pendidikan di Indonesia terutama bagi pendidikan di sekolah dasar. Implementasi nilai sila-sila Pancasila dalam pendidikan antara lain sebagai berikut:10

1. Implementasi sila Ketuhanan dalam pendidikan

Di dalam suatu sekolah biasanya guru mengajarkan mengenai pendidikan agama. Dari situ kita dapat memahami lebih dalam mengenai sila ini. Melalui pembelajaran keagamaan seseorang hanya memiliki Tuhan yang Esa. Dari pembelajaran keagamaan ini juga kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada Tuhan kita. Seperti halnya dengan melakukan praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari dimana seorang guru mencontohkan pada muridnya bagaimana cara beribadah kepada Tuhan kita. Namun bukan hanya sekedar contoh tetapi guru mengajak secara langsung kegiatan praktiknya kepada murid-muridnya. Begitu juga

9 Suyono, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 208-209.

(9)

dengan tersedianya fasilitas tempat ibadah agar dapat menunjang terlaksananya pembelajaran tersebut.

2. Implikasi sila kemanusiaan dalam pendidikan

Implementasi nilai kemanusiaan dalam pendidikan ini adalah dengan tidak memberikan kekerasaan saat penerimaan murid baru yang biasanya terjadi masa orientasi sekolah yang sering diwarnai dengan kekerasaan. Sekarang kebanyakan sekolah-sekolah melarang hal yang demikian. Selain itu di sekolah murid tidak hanya diajarkan mengenai materi pengetahuan saja namun juga diajarkan bagaimana saling tolong menolong dengan temannya seperti contoh membantu temannya yang membutuhkan, menjenguk temannya yang sakit, saling menyayangi dengan temannya, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam suatu pembelajaran seorang guru harus memperhatikan nilai kemanusiaan, yaitu dengan tidak menggunakan kekerasan dan menghargai muridnya.

3. Implikasi sila persatuan dalam pendidikan

Implikasi nilai sila persatuan yakni sekolah tidak mengajarkan persaingan pada setiap muridnya, namun sekolah mengajarkan muridnya untuk bekerja sama dan mengajarkan untuk selalu tetap kompak walaupun ada perbedaan diantara mereka. Perbedaan diantara mereka akan mengantarkan mereka dalam kerukunan jika mereka saling menghargai dan saling bersatu satu dan yang lainnya. Selain itu implikasi sila persatuan ini terwujud dengan adanya upacara yang dapat mempersatukan mereka. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan di sekolah yang melatih mereka untuk saling bersatu juga akan mengajarkan mereka tentang makna persatuan. Contoh kegiatan yang diadakan sekolah tersebut adalah saat kegiatan pramuka, lomba-lomba saat class meeting, pertukaran pelajar antar sekolah, perayaan ulang tahun sekolah, kemudian dalam ekstrakurikuler juga dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya bekerja sama dan bersatu dalam pembentukan kegiatan serta acara yang diadakan agar berjalan sukses.

4. Implikasi sila kerakyatan dalam pendidikan

(10)

pendidikan aalah dimana anak diajarkan untuk bertanya kepada gurunya apa yang tidak ia pahami. Selain itu anak juga diperbolehkan untuk menanggapi apa yang diajarkan oleh guru.

5. Implikasi sila keadilan dalam pendidikan

Implikasi sila keadilan dalam pendidikan di sekolah adalah sekolah tidak membedakan muridnya dari kalangan yang tidak mampu atau mampu. Sekolah menerima murid baru sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan karena uang sumbangan yang lebih besar dari yang lainnya seorang murid diterima. Apabila seorang murid memenuhi persyaratan yang telah ditentukan namun ia kurang mampu, maka sekolah akan membantu murid tersebut agar tetap dapat melanjutkan sekolah. Sedangkan implikasi sila keadilan dalam pendidikan bagi muridnya sendiri adalah, dimana seorang murid yang tidak memilih-milih teman, dia mau berteman dengan siapa saja dan berlaku adil kepada semua temannya.

Makna Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi merupakan gabungan antara dua kata dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan. Jadi,secara terminologis demokrasi berarti kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Dengan kata lain, kedulatan rakyat mengandung pengetian bahwa sistem kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara dibawah kendali rakyat.11 Sedangkan pengertian demokrasi secara istilah menurut para ahli, adalah sebagai berikut:12

a. Joseph A. Shumpter

“Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”.

b. Sidney Hook

“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”.

c. Henry B. Mayo

11 R. Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 148.

(11)

“Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik”.

Makna demokrasi dalam sebuah ideologi adalah bahwa ketika sebuah Negara sebagai sebuah organisasi tertinggi dalam wilayah tertentu menganut demokrasi, Negara tersebut harus mau menyerahkan kekuasaan kepada rakyat, sehingga:

a) Rakyat yang membuat aturan dasar b) Rakyat yang membentuk pemerintahan

c) Rakyat yang membuat kebijakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah tersebut d) Rakyat yang mengawasi dan menilai pelaksanaan kebijakan tersebut atau kinerja

pemerintah.13

Jadi, dalam pelaksanaannya merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, dalam pengorganisasian suatu negara.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulan bahwa, hakikat demokrasi dalam sisitem pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam pemeritahan maupun dalam penyelenggaraan negara, yang mencangkup tiga hal: pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people); kedua, pemerintah oleh rakyat (government by people); ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government by people).14

Hakikat dan Implikasi Demokrasi dalam Pendidikan di Sekolah

Demokrasi di sekolah dapat diartikan sebagai pelaksanaan seluruh kegiatan di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan nilai-nilai Demokrasi Pancasila. Beane dan Apple (1995: 7) dalam Rosyada (2004: 16) mengemukakan bahwa kondisi yang sangat perlu dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis adalah sebagai berikut.

13R. Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, h. 148-149.

(12)

1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.

2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.

3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.

4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.

5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.

6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.

7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokratis.15

Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun.

Implikasi pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran di kelas tentu tidak lepas dari peran guru. Terpenuhinya misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan setting demokrasi pada siswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar dalam rangka membangkitkan semangat bereksplorasi, berkreasi dan berprakarsa di kalangan siswanya. Agar kelak tidak menjadi manusia-manusia yang hanya tunduk pada komando. Dengan

(13)

cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam kehidupan sehari-hari.

Lain halnya jika seorang guru memberi penguasaan teori dengan cara menghafal. Sedangkan otak kiri dan otak kanan harus berkembang secara seimbang. Anak seharusnya tidak hanya disuruh belajar dan menghafal, tetapi juga dirangsang kreativitasnya agar mampu menemukan sesuatu. Sementara itu, target pengajaran kita masih bertumpu pada penyampaian materi. Tentang bagaimana cara belajar dan memecahkan persoalan, justru terabaikan. Tidak membuka lebar komunikasi dialogis, keterbukaan, penalaran kritis dan berekspresi, maka sistem pengajaran tersebut dapat menghambat tumbuhnya jiwa demokratis anak didik.

Peranan Keluarga dalam Membentuk Jiwa Demokrasi pada Anak

Persoalan pembentukan sikap mental memang tidak bisa dilakukan dalam satu malam saja melainkan membutuhkan proses panjang. Sedangkan kita pada umumnya kurang sabar. Oleh karena itu, sikap demokratis harus dipupuk sejak anak usia dini. Di sini peranan keluarga menjadi kunci utama keberhasilan. Ibu dan ayah harus selalu mau mendengarkan pendapat anak, dan sekaligus menyadari bahwa tidaklah selalu pendapat orang dewasa yang harus menang. Kondisi ideal itu sayangnya tidak selalu dapat ditemui. Di Indonesia banyak orangtua yang suka memaksakan kehendak pada anak. Hal ini bisa menghambat kemandirian anak, karena harus menurut apapun kata orang tua. Selain itu, menumbuhkan sikap demokratis bisa lewat pendidikan kedisiplinan. Seperti contoh, anak melakukan kesalahan, lalu tiba-tiba dia dibentak atau dipukul, padahal anak belum mengetahui maksudnya. Mungkin secara kultural kita biasa melakukannya, padahal itu harus dihindari. Kalaupun awalnya terasa sulit, semakin lama harus semakin berkurang. Sebaliknya pengalaman malah mengajarkan kepada kita bahwa sehabis mencubit anak, orang tua sering merasa menyesal.

(14)

menyangkut bagaimana ketidaksetujuan ini bisa ditangkap anak secara baik, dan tidak terjebak dalam sikap otoriter orang tua. Karena anak usia balita jika menginginkan sesuatu tidak bisa kita ajak berbicara logis. Maka begitu para orang tua memutuskan sesuatu yang menurut mereka paling baik, pada awalnya anak pasti ada rasa tidak enak. Tetapi jika itu sering dilakukan, anak akan mulai berpikir orang-tuanya tentu punya alasan. Walaupun pertimbanan itu tidak membuatnya 100 persen logis bagi anak, tetapi anak mengetahui maksudnya bahwa paling tidak hal itu tidaklah jahat. Terpenting adalah anak pada akhirnya mengetahiu bahwa orang-tuanya tidak menutup komunikasi bagi dia.

Menurut sosiolog Sarjono Jatiman, dalam kehidupan keluarga modern dan demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai sarana interaksi antara orang tua dan anak. Setiap keluarga dapat memanfaatkan situasi yang unik, baik di meja makan, ketika menonton televisi, atau suasana lain yang bisa dikembangkan, agar terjadi komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota keluarga. Iklim dialogis dan keterbukaan di lingkungan keluarga bisa menumbuhkan anak-anak untuk berkomunikasi. Mereka terlatih untuk bisa menerima dan mendengarkan orang lain.

Kondisi ini harus didukung dengan kesiapan orang tua untuk menerima koreksi dari anak. Misalnya, jika anak mulai menunjukkan sikap protes, seharusnya jangan diartikan anak kurang ajar atau menentang orang tua, melainkan merupakan ekspresi keinginannya untuk diperhatikan atau dihargai.Oleh sebab itu, orang tua yang demokratis perlu mendengarkan keluhan anak dan menghargai pendapatnya. Keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, harus dimulai dari keluarga. Ibu dan ayah perlu menghindari sikap otoriter. Bila seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, kemungkinan dia tidak cukup berani bertanya dan berpendapat.16

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa langkah pada tahap ini adalah: (a) Validasi draft media pembelajaran dari se- gi materi dan media oleh validator materi dan validator media, (b) Revisi media

Bapak Taufik, Ph.D, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.. Bapak Aad

bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum

Berdasarkan ketiga kriteria yaitu tampilan, kemudahan memahami pesan yang disampaikan, dan kemudahan mengingat pesan dalam media promosi kesehatan tidak terdapat responden

Mata kuliah Pancasila berisi tentang landasan dan tujuan pendidikan pancasila, Pancasila sebagai filsafat, Pancasila sebagai etika politik, Pancasila sebagai

BILA SEBUAH SYSTEM TERGANGGU ATAU TERJADI KERUSAKAN, MAKA TRANSAKSINYA DAPAT DIPROSES OLEH SYSTEM LAINNYA. BILA SEBUAH SYSTEM DIRUSAK, FILE- FILENYA DPT DI-REKONTRUKSI

Tata cara pelaksanaan seleksi tahap 2 pendidikan guru penggerak, simulasi mengajar dan wawancara calon pengajar praktik dapat dilihat pada lampiran 2.. Seleksi simulasi mengajar

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf h meliputi upaya untuk pengembangan pertanian melalui sektor agribisnis, Pemerintah Kota Parepare