• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Agama dan Kehidupan Bertole

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revitalisasi Agama dan Kehidupan Bertole"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

UNIVERSITAS INDONESIA

Revitalisasi Agama dan Kehidupan Bertoleransi di Era

Federasi Rusia

Makalah Non-Seminar

Muhammad Mutaqin

1106018474

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Program Studi Sastra Rusia

Depok

(2)
(3)
(4)

4

Revitalisasi Agama dan Kehidupan Bertoleransi di Era Federasi Rusia

Muhammad Mutaqin, Ahmad Fahrurodji, M.A

Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Email: taqin1993@gmail.com geopoliticum@gmail.com

А кция

. В ,

,

, .

К : , , ,

Abstract

The modern period of Russian society development includes the increasing influence of religious factor. The paper provides the religious situation in Russian today, the urgency of the problem of tolerance for Russian Society is primarily concerned with the need to overcome its internal disunity including on religious ground, the state‘s role in reliРious tolerance.

Keywords : freedom of conscience, religious situation, human rights, religious tolerance

1. Pendahuluan

(5)

5 Jika kita memperhatikan analisa masalah toleransi dalam konteks sosio-kultural, telah jelas bahwa dalam hal ini, pemahaman antara berbagai pihak menjadi masalah mendasar. Faktor-faktor terkait sosial dan budaya mampu mewujudkan toleransi dalam suatu budaya, namun sebaliknya juga dapat mengarah ke dalam pengembangan bentuk intoleransi dan berbagai bentuk ekstrimisme. Masalah ini terbilang bernilai lebih serius di Rusia jika dibanding di negara-negara lain. Sebab di saat yang bersamaan, Rusia juga memiliki masalah yang sama seriusnya mengenai situasi perubahan sosial yang begitu cepat, gerakan agama minoritas, imgran, dan segala macam bentuk interaksi antaragama.

Berdasarkan Deklarasi Prinsip Toleransi yang ditandatangani perwakilan pemerintah dan anggota UNESCO pada 16 November 1995 di Paris, dijelaskan bahwa toleransi mengandung pengertian menghormati, pemahaman yang baik dan benar tentang kekayaan budaya di dunia, bentuk kita berekspresi dan cara kita menjadi individu manusia. Definisi tersebut juga secara masif mencakup berbagai jenis toleransi: kebangsaan, etnisitas, ras, seksualitas, bahasa, agama, politik, dan lain-lain. Namun jika mengarah terhadap masalah historis, toleransi beragama merupakan dasar yang dibentuk oleh ide-ide modern tentang toleransi pada umumnya.

Kita tidak bisa lupa bahwa hubungan toleransi memiliki struktur internal yang begitu rumit. Sebab persinggungan manusia dengan hal yang terbilang masih asing, secara pararel memunculkan dua proses yang berlawanan, yaitu proses asimilasi dan proses pemisahan diri. Suatu hal yang asing tentunya membuat seseorang secara spesifik menjadi mengetahui dan mengerti tentang dirinya lebih baik. Namun hal tersebut juga mampu untuk menekan, menetralisir dan menyerap pemikiran manusia yang tidak kritis dan menerima begitu saja untuk berasimilasi. Jika asimilasi tidak berjalan tentunya akan mampu membawa pengaruh lahirnya xenophobia, chauvenisme, serta kelompok yang menutup diri dari hal yang mereka anggap asing. Kecenderungan yang sebaliknya menyebabkan lahirnya aturan yang mengarahkan kepada asimilasi budaya dan peleburan identitas budaya. Dengan demikian, toleransi tak ubahnya jantung dalam pengembangan budaya, membutuhkan langkah-langkah sesuai dalam proses kerjasama dengan berbagai perbedaan budaya yang ada.

(6)

6 Dalam sejarah Rusia, xenophobia agama juga terjadi, tetapi tidak dalam bentuk-bentuk yang telah ditemukan manifestasinya di negara-negara Eropa Barat. Pada masa Kekaisaran, Kristen Ortodoks naik sebagai agama negara dan begitu mendominasi setidaknya hingga 1917, meskipun masyarakat Rusia bersifat multietnis dan multiagama, tentunya hal tersebut juga mempengaruhi tren negatif dalam budaya Rusia. Namun tidak hanya faktor-faktor ini, seperti yang dicatat oleh banyak ahli saat ini, xenophobia dan intoleransi telah ada pada masyarakat modern Rusia. Ideologi Soviet secara aktif membentuk sikap negatif terhadap perbedaan pendapat, salah satu bentuk umum yang dianggap negatif adalah pemikiran keagamaan. Situasi toleransi yang relatif ada pada kehidupan sehari-hari dikombinasikan dengan xenophobia secara masal, hal itu sangat mencirikan karakteristik kesadaran sosial dari era Soviet, dan hadir dalam kehidupan Rusia kontemporer.

Konstitusi Rusia dan hukum internasional merupakan prioritas bagi sistem hukum Rusia, keduanya tidak menyebutkan hubungan negara dengan politik agama sebagai fenomena yang berdiri sendiri. Hubungan negara dan agama menunjukan telah ada secara historis. Namun, karena adopsi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 1948 dan bagi Rusia, setidaknya sejak adopsi pada tahun 1993 berdasarkan pemungutan suara untuk konstitusi dan hubungan negara dan kebijakan terkait agama, negara harus berdiri sebagai turunan dari prinsip-prinsip konstitusional yang ketat dan sesuai dengan hukum konstitusi.[1] Situasi Revolusioner di Rusia pada 1990-an menyebabkan lonjakan Xenophobia, hal ini disebabkan beberapa pihak yang intoleran dan belum dapat menyikapi dengan baik atas dihapusnya pembatasan kebebasan berekspresi (termasuk yang berhubungan dengan agama), kebijakan ini tentunya memunculkan banyak kelompok keagaaman baru, serta tren dan ideologi yang dapat dijadikan sebagai objek ekspresi intoleransi di banyak bagian masyarakat Rusia. Saat ini Xenophobia dari agama dan etnis menjadi bentuk paling umum dari intoleransi yang terjadi di Rusia.

Satu dari yang paling menjadi sorotan dalam hubungan berbagai agama saat ini di Rusia adalah kesadaran tentang phobia agama dalam masyarakat terhadap interaksi gerakan keagamaan baru вanР ―nontradisonal.‖ Sebagian besar penduduk yang tinggal baik di kota-kota dan pedesaan opininya digiring ke dalam pandangan negatif terhadap agama-agama nontradisonal. Meski definisi hukum dari konsep "sekte" tidak ada, lalu dalam pembicaraan teologis di Rusia dan luar negeri, konsep ini diberi makna substansial yang berbeda, buku dan manual mengenai "studi sekte" terus menyebar dan beredar di masyarakat, sehingga memberikan kontribusi tidak hanya menginformasikan kepada publik, tapi juga dapat menjadi pemantik konflik sekterian. Mempertimbangkan intoleransi agama sebagai konsekuensi dari kurangnya pendidikan juga akan salah. Jajak pendapat menunjukkan beberapa tahun terakhir bahwa orang dengan pendidikan tinggi tidak menjamin memiliki toleransi sosial budaya tinggi. Tak jarang pemuda yang berpendidikan tinggi menganggap dirinya mendukung nilai-nilai liberal dan demokrasi, mengalami peningkatan permusuhan terhadap anggota kelompok agama minoritas yang

(7)

7 memakai haknya untuk berkeyakinan. Penolakan organisasi keagamaan dibangun di atas prinsip "Aum Shinrikyo" (diakui di media sehubungan dengan tindakan yang bertentangan dengan HAM), ekstrapolasi untuk semua organisasi keagamaan non-tradisional Rusia lainnya.[2]

Dengan demikian, di Rusia saat ini ada kebutuhan untuk mengambil langkah-langkah yang paling serius pada bagian negara dan masyarakat dalam pembentukan dan pengembangan toleransi yang komprehensif sebagai nilai-nilai dan norma-norma sosial dari masyarakat sipil sebagai hak warga negara untuk hidup dalam perbedaan. Pembentukan masyarakat sipil nampaknya akan mustahil tanpa proses kesadaran dari manusia tentang tempat tinggalnya di dunia yang telah berubah, baik itu budaya ataupun hubungan antar umat beragama. Proses membandingkan nilai-nilai dan tujuan individu atau kelompok sosial tertentu dengan tujuan dan mencari nilai-nilai yang berbeda sering berkorelasi dengan peningkatan kesadaran massa sebagai reaksi xenophobia pada pertemuan dengan sesuatu yang asing (manusia, budaya, agama). Kecenderungan ini lebih berbahaya pada situasi pertumbuhan keragaman sosial dan mobilitas berbagai agama yang dianut para pemuda hari ini. Bukan rahasia lagi bahwa pemuda adalah tanah paling subur yang dapat digunakan untuk memicu ekstremisme dan intoleransi, sebab masalah "keberbedaan" dari psikologi individu adalah manifestasi dari motif kelompok ekstremis yang cukup agresif.

Kita tidak bisa hanya meletakkan tanggung jawab kepada negara dalam urusan toleransi. Pengembangan sosial ekonomi dari suatu negara di masa modern ini juga bukan sau-satunya hal yang dapat menunjukkan keberhasilan atas proses negosiasi mengenai masalah ini, keberhasilan memecahkan masalah ini juga tergantung kemampuan untuk mendengarkan lawan bicara, bahkan untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan di antara dua pihak. Hal ini sangat penting untuk diwujudkan, sebab citra negara di dunia internasional ditentukan oleh tingkat toleransi saat ini yang berlaku di dalamnya. Dan dalam hal hubungan multi-agama, toleransi begitu diperlukan.

1.1 Tinjauan Teoritis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi memiliki arti proses, cara, atau perbuatan menghidupkan dan menggiatkan kembali.[3] Berangkat dari pengertian tersebut, revitalisasi agama dapat diartikan sebagai proses menghidupkan kembali agama. Tentunya dalam proses ini dibutuhkan keterlibatan banyak orang guna menciptakan suatu perubahan tatanan kehidupan beragama, baik dengan menghidupkan suatu ajaran agama yang hampir punah maupun yang mengarah pada penciptaan ajaran baru yang dianggap mampu menciptakan tatanan kehidupan yang lebih baik. Pada umumnya, revitalisasi agama di suatu negara akan ditandai dengan kemunculan berbagai gerakan keagamaan. Fenomena kemunculan berbagai gerakan keagamaan ini selanjutnya membawa banyak dampak dalam berbagai aspek kehidupan, baik

(8)

8 berdampak positif atau negatif. Khusus bagi suatu negara dengan kondisi masyarakatnya majemuk, revitalisasi agama tidak akan dengan mudah terjadi begitu saja. Akan ada kontak anatara budaya yang berbeda satu sama lain dan hal tersebut sering kali mengarah ke kejutan budaya dan benturan budaya. Untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang muncul, dalam hal ini negara memiliki alternatif cara, salah satunya dengan memperkenalkan masyarakatnya kepada pemahaman multikulturalisme.

Pengertian multikulturalisme adalah fenomena fragmentasi etnis dan budaya masyarakat, yang pada akhirnya diarahkan sebagai sebuah fenomena nasional. Hanya saja, fenomena ini tidak berkembang sebagai otonomi budaya di dalam komunitas budaya tertentu, melainkan hanya terkait fragmentasinya saja. Pengertian lainnya, multikulturalisme dapat diartikan sebagai sebuah ideologi politik yang sebagian besar berdasarkan konsep ―keraРaman budaвa‖ вanР bersifat liberal, yang memberi ruang etnisitas, ras dan subbudaya ke dalam ranah kehidupan ekonomi, politik dan budaya masyarakat. Tujuannya sebagai penghapusan diskriminasi dan tercapainya kesetaraan di antara berbagai etnis minoritas dan mayoritas. [4]

Dalam hal ini, multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, sebab multikulturalisme menekankan

keanekaragaman kebudayaan dalam kesetaraan

.

Implikasi sikap multikulturalisme dalam

kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan oleh kehidupan masyarakatnya yang telah mampu menerapkan sikap bertoleransi.

Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu “tolerantia”, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi dan kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas.[5] Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi merupakan sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain guna menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda. Secara etimologis, istilah tersebut juga dikenal dengan sangat baik di masa revolusi Perancis. Hal tersebut begitu erat terkait dengan slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang menjadi inti revolusi di Perancis. Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan istilah toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela dan kelembutan. Kevin Osborn mengatakan bahwa toleransi adalah salah satu pondasi terpenting dalam demokrasi. Sebab, demokrasi hanya bisa berjalan ketika seseorang mampu menahan pendapatnya dan kemudian menerima pendapat orang lain.6 Istilah “Tolerance” (toleransi) memiliki sejarah tersendiri. Pada tahun 1948, PBB Majelis Umum mengadopsi Pasal 18 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, вanР menвatakan: ―Setiap oranР berСak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan, baik sendiri atau dalam komunitas dengan orang lain dan dalam

(9)

9 praktek umum atau pribadi, untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan dalam pengajaran, ibadaС dan ketaatan‖. Meskipun tidak secara resmi menРikat secara Сukum, deklarasi tersebut telah diadopsi banyak konstitusi di berbagai negara sejak 1948. Hal ini juga berfungsi sebagai landasan untuk melahirkan semakin banyak lagi perjanjian internasional, hukum nasional, lembaga internasional, regional, dan nasional yang melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama. Hal ini terus berkembang sampai tahun 1965, salah satunya dengan Gereja Katolik Roma Vatikan II yang mengeluarkan dekrit Dignitatis Humanae (Kebebasan Beragama) yang menyatakan bahwa semua orang harus memiliki hak dalam kebebasan beragama.

Menurut Harun Nasution, toleransi meliputi lima hal.[7] Pertama, mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Ini berarti, kebenaran dalam prihal keyakinan juga termuat dalam berbagai agama. Hal tersebut tentunya akan melahirkan relativitas kebenaran dan pluralisme agama. Sebab, kepercayaan bahwa kebenaran tidak hanya ada dalam satu agama berarti merelatifkan kebenaran Tuhan yang absolut. Argumen seperti ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Hal yang sama telah lama digaungkan oleh John Hick dalam bukunya A

Christian Theology of Religions: The Rainbow of Faiths[.8]

Kedua, memperkecil perbedaan yang

ada di antara agama-agama. Ketiga, menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam

agama-agama. Antara poin kedua dan ketiga terdapat korelasi dalam hal persamaan agama-agama-agama. Namun, pada dasarnya, yang terpenting justru bukanlah persamaannya, tapi perbedaan yang ada dalam agama-agama tersebut. Keempat, Memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan. Dalam hal ini, Harun Nasution terpengaruh dengan John L. Esposito yang menganggap bahwa yang ada adalah ―Islams” bukan Islam saja9. Harun juga dipengaruhi teori Schuon tentang The Transenden Unity of God. Ia menganggap bahwa esensi Tuhan dari agama-agama adalah satu. Sedangkan perbedaan keyakinan pada tataran eksoterik adalah merupakan interpretasi manusia terhadap ―TСe One.‖Kelima, menjauhi praktik serang-menyerang antaragama.

Dari paparan di atas dapat kita pahami bahwa istilah toleransi dalam perspektif Barat adalah sikap menerima tanpa aksi protes apapun, baik dalam hal yang benar maupun salah. Bahkan, ruang lingkup toleransi di Barat pun tidak terbatas. Termasuk toleransi dalam hal beragama. Ini menunjukkan bahwa penggunaan terminologi toleransi di Barat syarat akan nafas pluralisme agama. Yang mana paham ini berusaha untuk melebur semua keyakinan antar umat beragama. Tidak ada lagi pengakuan yang paling benar sendiri dan yang lain salah.

1.2 Metode Penelitian

7 Dyayadi, M.T., Kamus Lengkap Islamologi, Yogyakarta : Qiyas, 2009, hal 614.

8 John Hick, A Christian Theology Of Religions: The Rainbow Of Faiths, America : SCM, 1995, hal .23.

(10)

10 Penulis menggunakan metode kualitatif dan untuk menganalisis dengan menggunakan analisa deskriptif – analisis. Metode kualitatif memposisikan penulis sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, pengolahan dan penganalisisan data serta memfokuskan kepada proses dan arti dari peristiwa yang sedang diteliti10. Dalam penulisan ilmiah metode kualitatif, dibutuhkan 3 tahapan utama untuk yaitu pengumpulan data, pengolahan data dan penulisan laporan data. Dalam tahapan ini, penulis mengumpulkan berbagai data yang memiliki kaitan terhadap topik penelitian lalu menyeleksi data- data yang akan digunakan sesuai dengan batasan masalah dari topik penelitian. Sumber data yang digunakan disini adalah melalui studi pustaka baik dari sumber dokumen primer maupun sekunder, kemudian berbagai informasi dari data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya kemudian direduksi ke dalam suatu kategori atau pola dalam skema tertentu. Dalam proses penyajian data penulis akan menggunakan cara deskriptik- analisis, artinya adalah pengindentifikasian dan penggambaran suatu gejala, peristiwa yang menjadi inti permasalahan dan kemudian penulis melakukan analisa secara kritis sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan dari hasil penelitian tersebut (Noor 2011). Setelah melalui proses analisa secara kritis, penulis memasukan informasi-informasi dari data penelitian ke dalam tulisan, lalu menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan dari masalah yang ada.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pada penelitian ini penulis memerlukan beberapa pertanyaan sebagai pemandu dalam menyusun penelitian ini, adapun pertanyaan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja perubahan yang terjadi di era Federasi Rusia hingga melahirkan revitalisasi agama?

2. Apa dasar hukum kehidupan beragama di era Federasi Rusia? 3.Masalah apa saja yang terjadi setelah revitalisasi agama di Rusia?

4.Bagaimana pemerintah Federasi Rusia memandang konsep pemikiran

multikulturalisme?

5. Bagaimana hubungan pemerintah dengan agama di era Federasi Rusia?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara pemerintah dan agama dalam kerangka revitalisasi agama di Rusia pasca Uni Soviet. Di dalamnya akan memuat gambaran perubahan yang terjadi dalam bidang keagamaan di era Federasi Rusia, mulai dari perubahaan komposisi jumlah pemeluk agama, masalah keagaaman yang muncul, regulasi dari Pemerintah Federasi Rusia dalam mengatur kehidupan beragama warga negaranya. Seluruh data dan fakta analisa tersebut selanjutnya dijadikan acuan dalam menyimpulkan kehidupan bertoleransi yang ada di dalam masyarakat Rusia.

(11)

11

2. Pembahasan

2.1 Demografi Agama di Rusia

Demografi agama dari penduduk Rusia terdiri dari pengelompokkan jumlah populasi berdasarkan kepercayaan atau agama yang mereka anut yang dipadukan dengan distribusi geografis, keaktifan praktik beragama, karakteristik ideologis dan indikator pendukung lainnya. Saat ini seperti di semua negara demokrasi lainnya, masyarakat Rusia telah bebas menggunakan haknya dalam menentukan keyakinan atau memilih agama yang mereka anut. Agama di Rusia telah menjadi hak asasi dari setiap warganya. Jika menilik ke belakang, keadaan seperti ini sebenarnya bermula di penghujung tahun 1990-an, kala itu terjadi peningkatan minat terhadap Agama di Rusia. Agama mulai mengambil pengaruh penting dalam dunia politik dan kehidupan bermasyarakat di Rusia yang multietnis, serta menjadi faktor terkuat dalam perkembangan spirtualitas dan budaya. Pada periode ini lahir kebangkitan agama, tidak hanya agama tradisonal, namun juga agama baru, nontradisonal bagi Rusia. Dengan demikian, jumlah masyarakat Rusia yang menyebut dirinya beriman, telah terus meningkat sejak pertengahan 1990-an.[11]

Perbandingan Jumlah Orang Yang Percaya Tuhan & Atheis Di Rusia

Sebenarnya tidak ada data resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Rusia berkenaan gambaran kepercayaan dan agama yang dianut warga negaranya. Hal ini dikarenakan Undanng-Undang Federal Tahun 1997 Rusia tidak memungkinkan pemerintah untuk mendata agama yang

(12)

12 dianut wargan negaranya secara keseluruhan. Dalam Undang-Undang Federal Tahun 1997 pasal 3 tertulis:

Ф

,

,

,

;

Di Federasi Rusia kebebasan tentang kepercayaan dan kebebasan beragama dijamin, termasuk hak untuk memeluk secara individu atau atau secara kolektif sebuah agama atau tidak memeluk agama manapun, mereka bebas memilih dan mengubah, memiliki dan menyebarkan agama dan kepercayaan dan hidup sesuai dengan agama mereka

,

,

, ,

, .

Tidak seorangpun yang diwajibkan melaporkan sikap mereka terhadap agama dan mereka tidak bisa dipaksakan untuk mendefiniskan sikapnya terhadap agama, untuk memeluk atau menolak suatu agama, untuk ikut atau tidaknya dalam pelayanan dan upacara-upacara keagamaan, kegiatan keagamaan dan pelajaran agama.

Dengan demikian, hukum menetapkan hak warga negara untuk tidak menanggapi pertanyaan tentang agama. Hal ini membuat sulit dalam mengumpulkan statistik pada komposisi agama dari penduduk Rusia.. Meski tidak ada catatan resmi dari pemerintah, saat ini banyak lembaga yang telah melakukan surveyi dan mengeluaran data statistik demografi agama. Salah satunya Arena (Atlas Religii I Nasionalnostey Rossii). Pada 2012 mereka mengadakan survei guna memperoleh gambaran komposisi kepercayaan dan agama yang dianut masyarakat Rusia.[12]

(13)

13 Berdasarkan survei yang dilakukan, diperoleh beberapa fakta penting terkait demografi agama di Rusia. Jumlah presentase penganut Kristen Ortodoks tertinggi berada di wilayah Tombov, Lipetsk, Nizhny Novgorod, Kursk, Kazan, Penza, Tula dan Mordovia. Sementara, jumlah pemeluk Kristen Ortodoks dengan presentase terendah berada di wilayah Tuva dan Dagestan. Untuk Islam, presentase tertinggi jumlah pemeluknya berada di wilayah Kabardino-Balkaria, Bashkortostan, Karachaevo-Cherkessia, Dagestan dan Tatarstan. Presentase jumlah pemeluk terendah ada pada wilayah di Orel, Smolensk, Tambov, Nizhny Novgorod, Belgorod dan wilayah Kursk dan Wilayah Trans-Baikal. Penganut Budha tinggal paling banyak di wilayah Tuva, Kalmykia, Buryatia dan juga di Trans-Baikal. Wilayah penganut Budha yang paling sedikit ada di Kaliningrad, Tyumen, Murmansk, Bashkortostan, Moskow dan Saint Petersburg. Tingkat tertinggi ateisme berada di wilayah Primorye, Altai, Yakutia, Amur, Khabarovsk, dan Kaliningrad. Sebaliknya, wilayah dengan presentase Atheis terendah ada di Dagestan dan Ossetia Utara.

Lembaga Levada Center juga mengadakan jajak pendapat pada Agustus 2011..[13] Jajak Pendapat ini berdasarkan sampel nasional yang diwakili penduduk desa dan perkotaan dengan jumlah responden sebanyak 1.624 orang dengan rentang usia di atas 18 tahun, yang tinggal di 130 daerah di 45 negara bagian yang ada di Rusia. Hasil jajak pendapat tersebut dibandingkan dengan jajak pendapat yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya lalu dinyatakan dalam presentase sebagai berikut :

(14)

14 Dari hasil jajak pendapat di atas kita dapat melihat dalam beberapa tahun terakhir muncul sebuah periode kebangkitan agama, kembalinya nilai-nilai keagamaan di Rusia. Masyarakat mulai kembali pada keyakinan agama mereka. Hal ini pun diperkuat dengan keinginan dari masyarakat Rusia untuk kembali melaksanakan ritual keagamaan seperti dahulu. Masyarakat Rusia ingin menghidupkan semangat keagamaan mereka dengan mengadakan kembali beberapa ritual keagamaan seperti baptisan, sakramen Krisma, Komuni dan pernikahan Kristen, upacara sunat dan upacara pernikahan bagi umat Islam dan Yahudi, atau upacara pemakaman berdasarkan agama mereka.

Sementara itu, dalam menentukan tingkat religiusitas masyarakat Rusia, Institut Sosiologi

Rossiyskaya Akademiya Nauk juga ikut mengadakan jajak pendapat yang dilakukan pada tahun 2009, sekitar setengah dari responden (47%) secara keseluruhan tidak religius, sekitar seperlima dari responden bervariasi dalam menentukan ukuran agama mereka dan hanya 3,3%, menurut perkiraan sendiri mengerti agama secara mendalam. Sebagian besar orang yang percaya pada agama menyebut diri mereka (tidak kurang dari 65%) sebagai Ortodoks. Selain itu, sebagian besar responden Ortodoks tidak mengikuti perintah agama dan ikut serta dalam aktivitas gereja, mereka hanya mengikuti tradisi nasional. Ketika mempertimbangkan struktur religiusitas Rusia terdapat suatu kontradiktif. Di satu sisi, kita dapat memastikan pertumbuhan selama 10 tahun terakhir - 58% responden menyatakan iman mereka kepada Tuhan. Di sisi lain, anggota pecahan tertentu tidak berarti termasuk masyarakat Rusia yang dalam kehidupan sehari-hari mereka penuh ketaatan pada prinsip dan persyaratan dari Iman. Sebagai contoh, 20% Ortodoks percaya pada firasat, 11% - percaya beberapa kekuatan supranatural, 6% percaya terhadap sihir, 2% - percaya reinkarnasi, sepertiga pemeluk ortodoks mempercayai nasib. Di antara para pengikut Islam, angka-angka ini bahkan lebih tinggi.

(15)

15 Kelompok responden ini sebagai cerminan yang paling memiliki karakteristik dari perilaku rasional.

Berkenaan dengan jumlah praktek kepercayaan, statistik yang dimiliki negara di bidang ini tidak ada, hanya ada data hasil penelitian para ahli. Menurut sosiolog agama S. Filatov dan R Lunkin, praktek kepercayaan dari Ortodoks dan juga perwakilan dari gerakan-gerakan keagamaan baru mencapai 12-24 juta orang. Seperti di berbagai tempat lainnya di Rusia, jumlah terbanyak masih dipimpin oleh Kristen Ortodoks yang berjumlah 3-15 Juta, kemudian diikuti Islam (sekitar 3 juta orang), Protestan (sekitar 1,5 juta). Orang-orang dengan kepercayaan kuno, orang-orang yahudi dan orang-orang prnyembah berhala jumalahnya kurang dari 1 juta orang.

Jumlah Pemeluk Agama yang Aktif Beribadah

(16)

16

2.2 Dasar Hukum Kehidupan Beragama di Rusia

Bagi Rusia yang masyarakatnya sangat majemuk, pemahaman toleransi begitu penting untuk menjaga hubungan yang seimbang dengan berbagai etnis dan agama di negara tersebut. Sebab itu, guna menciptakan toleransi di masyarakatnya, Pemerintah Federasi Rusia telah memiliki payung hukum. Prinsip-prinsip hukum tentang agama dan kehidupan beragama warga negara telah ditetapkan dalam Konstitusi Federasi Rusia. Hal inilah yang menjadi dasar kehidupan beragama di Rusia. Mengacu pada Konstitusi, berikut adalah pasal-pasal yang dapat dijadikan sebagai landasan kehidupan beragama di Rusia.[14]

,

( 1, 13)

melarang pembentukan dan kegiatan asosiasi masyarakat yang bertujuan atau tindakannya yang ditujukan untuk menghasut kebencian nasional dan agama (Bab 1, Pasal 13)

Ф — ;

( 1,

14)

Federasi Rusia adalah negara sekuler; Tidak ada agama dapat ditetapkan sebagai agama negara atau agama wajib (Bab 1, Pasal 14)

( 1, 14)

Organisasi keagamaan dipisahkan dari negara dan diperlakukan sama di hadapan hukum (Pasal 1, Pasal 14)

, , ;

( 2, 19)

Negara menjamin persamaan hak dan kebebasan manusia dan warga negara, terlepas dari kebangsaan, agama, keyakinannya kepada agama; Semua bentuk pembatasan hak asasi manusia atas dasar agama dilarang (Bab 2, Pasal 19)

(17)

17

Setiap orang dijamin kebebasannya dalam hal berkeyakinan, memeluk agama termasuk memeluk agama secara individu atau bersama-sama dengan lainnya atau tidak memeluk agama apapun, bebas memilih, memiliki, dan menyebar luaskan agama dan keyakinannya dan hidup sesuai dengan pemahaman itu.

,

;

( 2, 29);

Tidak diperbolehkan propaganda atau kampanye yang menghasut kebencian agama dan permusuhan; propaganda superioritas agama (Bab 2, Pasal 29)

Ф ,

,

( 2, 59)

Warga negara F ederasi Rusia jika kepercayaan atau agama yang dianutnya bertentangan dengan kemiliteran, atau juga dalam kasus yang ditetapkan oleh hukum federal, ia memiliki hak untuk mengubah layanan sipil alternatifnya (Bab 2, Pasal 29)

Selain dalam Kontitusi Federasi Rusia, hukum yang mengatur urusan kehidupan beragama juga terdapat pada Hukum Federal. Pada 26 September 1997 disahkan undang-undang hukum federal tentang kebebasan berkeyakinan dan organisasi keagamaan, Zakon O Svabode Sovesti I Religioznikh Obyedineniyakh. Undang-undang ini terdiri atas preambule dan 6 bab, lebih terperinci mengatur kehidupan beragama serta organisasi keagamaan Rusia. Jadi, Hukum Rusia tentang kebebasan berkeyakinan, kebebasan beragama dan organisasi keagamaan terdiri dari aturan yang saling berkorelasi dari Konstitusi Federasi Rusia, Hukum Perdata Federasi Rusia, dan Undang-undang Federal tentang kebebasan berkeyakinan dan organisi keagamaan tahun 1997.

2.3 Problematika Keagamaan di Rusia

(18)

18 Kebebasan beragama tentu memberikan dampak signifikan bagi kehidupan bermasyarakat di Rusia. Pada era ini muncul berbagai gerakan keagamaan. Dengan lahirnya berbagai organisasi keagamaan, muncul dua masalah besar di Rusia, hal pertama yang patut menjadi sorotan atas fenomena ini adalah munculnya gerakan keagamaan baru yang di dalamnya memiliki pergerakan yang umumnya tertuju terhadap pemuda dan bersifat eksentrik, biasanya gerakan ini awalnya memiliki potensi merusak, mereka berusaha merusak psikis dan tak jarang menyerang fisik masyarakat. Masalah kedua adalah munculnya gerakan kelompok ekstrimis yang membawa nama sebuah agama yang telah memiliki reputasi di kalangan masyarakat luas (Islam, Kristen, dan lainya). Kita dapat menyebutnya sebagai Gerakan Keagamaan Baru. V.V Kravchuk menjelaskan Gerakan Keagamaan Baru yang ada di Rusia dapat dibagi ke dalam tiga kelompok.[15]

1. Gerakan yang dalam studinya dapat dikatakan hanya terkait dengan bentuk baru (Para ahli tidak dapat menempatkan secara pasti termasuk ke dalam agama yang telah ada sebelumnya), seperti sekte Kesaksian Jehova atau pun ajaran Gereja Mormon yang muncul di abad XIX yang awalnya berdasarkan ajaran Protestan. Selain itu, juga terdapat kepercayaan Bahai yang kemudian muncul berdasarkan ajaran Islam dan kemudian dapat dikatakan menjadi agama baru di dunia yang telah memisahkan diri. Kemudian, ada kelompok masyarakat Internasional yang beraliran kepercayaan Krisna, yang muncul di era modern, abad XX, namun pada dasarnya lahir dari ajaran Hindu Kuno Gaudia-Waisnavisme.

2. Gerakan keagamaan baru, yang pada awalnya muncul sekitar 100-150 tahun terakhir.

Prinsip dasar ajarannya tidak berkorelasi dengan ajaran agama yang telah banyak di kenal di dunia. Sering kali mereka menyatakan otonomi atas budaya dan agama yang mereka miliki. Mereka memiliki beragam doktrin dan mengklaim paham non denominasi. Tidak jarang gerakan ini dikepalai oleh pemimpin yang kharismatik, yang menawarkan program alternative dalam pembangunan manusia dan masyarakat. Kemunculan gerakan ini pada awalnya di Rusia pada beberapa dekade lalu di bawah kewenangan pusat keagamaan asing, mereka dapat dikaitkan dengan ajaran dari luar negeri seperti ajaran Church of Sciencetology, Persatuan Gereja San Men Mun, Aum Shin Rykyo, dan lainya.

3. Gerakan Keagamaan Baru yang berasal dari dalam negeri, juga muncul atau secara struktur dibentuk di Rusia pada beberapa puluh tahun lalu. Kelompok yang mencolok karena memiliki jumlah pengikut yang besar contohnya ajaran P.K Ivanov (Ivanovian), Persaudaraan Kulit Putih (Beloye Bratsvo) Yusmalos, Gereja Perjanjian Terakhir (Tserkov Poslednevo Zaveta), gerakan Bazhov, serta kelompok lainnya.

(19)

19 Terhitung sejak tahun 1990 hingga tahun 2002, pertumbuhan jumlah gerakan konvensional tersebut meningkat dari 16 gerakan hingga mencapai jumlah 75. Sebagian besar bagian gerakan itu muncul dengan nama gerakan keagamaan baru. Namun, perlu dicatat bahwa ketertarikan masyrakat terhadap ajaran gerakan keagamaan baru di pertengahn 90-an mengalami penurunan, para pengikut sebagian besar gerakan ini tidak lebih dari 300 ribu orang. Masalah ini muncul disebabkan kontrol yang begitu kaku yang diterapkan terhadap gerakan keagaamaan baru ini.

Dalam pasal 14 Undang-Undang Rusia Tahun 1997 tentang Kebebasan Memeluk Kepercayaan dan Organisasi Keagamaan, diatur mengenai prosedur pembekuan gerakan keagamaan dan pelarangan kegiatan gerakan keagamaan tersebut jika mereka melanggar hukum. Pertama-tama, harus diingat bahwa dalam bahasa hukum, istilah pembekuan memiliki konotasi yang berbeda, yakni penghentian badan hukum, termasuk aktivitas mereka sepenuhnya. Hukum tentunya didasarkan terhadap norma, hal ini pun sebenarnya telah tercantum pada pasal 61 Hukum Sipil Federasi Rusia, di sana dijelaskan bahwa ada dua kemungkinan pembekuan gerakan keagamaan. Pertama, atas keputusan pendiri atau badan hukum yang memiliki ADRT organisasi tersebut. Kedua, keputusan pengadilan atas dasar tindakan ilegal dan membahayakan dari organisasi itu. Meski begitu, pasal 14 Undang-Undang Rusia Tahun 1997 tentang Kebebasan Memeluk Kepercayaan dan Organisasi Keagamaan, menunjukan bahwa masih ada dasar yang kurang memadai untuk penghapusan, yang dapat diberlakukan kepada sebagian besar Рerakan keaРamaan tradisonal. ContoСnвa, ‗pemaksaan untuk meninРРalkan keluarРa‘ dapat didukung dengan adanya lembaga monastik yang dimiliki sebagian besar agama di dunia. Selain itu, juРa terdapat ‗dampak kerusakan pada diri mereka‘ contohnya, dengan berpuasa yang berlebihan, meminum racun dan tindakan berbahaya lainnya. Akan tetapi, hal tersebut bagi pemeluk kepercayaan merupakan suatu tindakan yang baik, tidak berdosa dan merupakan tindakan yang mereka lakukan secara sadar dan sukarela, dan hukum yang ada tentunya tidak dapat melarang mereka untuk melakukan itu, sebab tidak ada yang dapat membatasi manusia memperlakukan tubuh dan jiwanya sendiri. Kerusakan psikis juga hampir tidak bisa dibuktikan. Sebab, manifestasi dari religiusitas pada berbagai agama bisa jadi berhubungan dengan pandangan kita sebagai orang di luar kelompok mereka yang sering kali mempersepsikan sebagai fantasi, kebohongan dan lainnya.

(20)

20 ekstrimisme individu dengan ekstrimisme yang lahir sebagai integral dari suatu kelompok. Bahkan dalam beberapa kasus, tatkala organisasi telah jelas memiliki manifestasi pergerakan ekstrim, untuk mengumpulkan bukti dasar yang memadai begitu sulit dan tidak selalu memungkinkan. Sering terjadi, orang-orang yang meninggalkan organisasi tersebut lebih memilih untuk tidak berurusan dengan pihak berwajib atau pengadilan.

Pada akhirnya, Gerakan Keagamaan Baru memiliki masalah yang kompleks. Ia melahirkan keharusaan adanya resolusi dalam menghormati hak asasi setiap manusia untuk bebas memilih kepercayaannya, namun di sisi lain pemerintah juga harus melahirkan resolusi dalam melindungi identitas budaya nasional, menangkal aksi esktrimisme serta demoralisasi dalam lingkup keagamaan. Selain itu, masalah yang serupa dengan Gerakan Keagamaan Baru adalah Amerikanisasi dan Koreanisasi dari kelompok Kristen Protestan yang sudah cukup tajam. Jumlah pengikut Protestan lebih besar dibanding pengikut Gerakan Keagamaan Baru. Para pengikut Protestan ini sering kali mengajukan kesempatan belajar di Rusia (Khususnya bidang ilmu humanitarian). Mempelajari budaya dan tradisi Rusia dengan maksud mentransformasi ritual keagamaan mereka di bawah nilai-nilai Rusia, mereka pun menjalain hubungan dengan Gereja Ortodoks Rusia dan komunitas keaРamaan ‗tradisonal‘ lainnвa. MasalaС aliran dana asinР juga masih belum terselesaikan. Namun dari tahun 2001, berdasarkan data Badan Keamanan Federal Rusia, atas inisiatif kelompok Protestan Rusia, aliran dana dengan jumlah besar yang mengarah pada suatu organisasi pusat, berhasil dihentikan.

Masalah serius selanjutnya adalah ekstrimisme yang terdapat dalam kelompok agama tradisional. Contohnya, bagi Rusia masalah ekstrimisme di antara kelompok islam telah menjadi sesuatu yang serius. Hal ini pun telah nyata muncul di wilayah Kaukasus Utara. Diawali pada gelombang pasca Perestroika di Chechnya di awal tahun 90-an. Ketika itu gerakan separatis

mengibarkan ideologi ―Islam Fundamentalis‖ yang tidak mengakui pembagian muslim

berdasarkan ras, etnik, atau bangsa. Kini di wilayah Kaukasus Utara, ketika kelompok separatis telah resmi dikalahkan, organisasi politik-keagaaman yang bersifat ekstrim, muncul sebagai struktur jaringan dan tidak dibebani kewajiban apapun bahkan sebelum perekrtutan anggota barunya, mereka tidak dikenai pembatasan dalam membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

(21)

21 Kendati penurunan aktifitas terorisme mulai menurun dari puncaknya pada tahun 2005, situasi di wilayah Kaukasus Utara masih terbilang rumit hingga saat ini. Terlebih, disadari bahwa sehubungan dengan masalah penetralan aksi ekstrimisme, lahir suatu permasalahan baru dari para sastrawan yang tulisan-tulisannya dapat dikatakan sebagai bagian ekstrimisme itu sendiri. Masalah lainnya, tulisan berbau ektrimisme dapat ditemukan pada Al-kitab, dan juga di Talmud, yang pada umumnya kita tidak dapat menganggap buku-buku ini sebagai bentuk ektrimisme. Selain itu, penting sekali untuk memiliki penafsiran untuk teks-teks kitab suci. Berangkat dari permasalahan tersebut maka berdasarkan keputusan Kementerian Kehakiman Federasi Rusia, per tanggal 22 Juli 2009 No. 224, didirikan Dewan Penasehat Ilmiah di bawah Kementrian Kehakiman Federasi Rusia, untuk mengkaji materi informasi dari konten agama guna mengidentifikasi tanda-tanda ekstrimisme. Dewan ini dibentuk dari para ahli di bidang teologi, studi agama, sosiologi, sejarah, filologi, psikologi, dan para ahli di bidang media khusus lainnya. Diharapkan melalui Dewan ini, masalah konflik terkait keagamaan dapat diurai dan kemudian dapat dicegah kemunculannya kembali.

2.4 Multikulturalisme dan Rusia

Termin multikulturalisme pertama kali muncul di tahun 60-an dalam leksikon politik di Kanada, kemudian Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Eropa Barat dengan jumlah imigran yang signifikan turun mengembangkan konsep ini. Di Eropa konsep "masyarakat multikultural" datang di tahun 70-an dan dengan cepat menjadi kunci kebijakan imigrasi dan juga slogan untuk menyatukan semua kekuatan antinationalis. Multikulturalisme belum diresmikan dalam bentuk hukum, dan masih hanya sebatas ide dan konsep tidak dikembangkan secara rinci, sulit untuk memberikan perkiraan mutlak. Itulah sebabnya, di dalam kata ini terdapat pengertian yang berbeda di berbagai negara, juga perwujudannya yang berbeda.

(22)

22 Sementara itu, Rusia bukan merupakan negara imigran. Masyarakatnya telah tinggal di wilayah itu dan memiliki kesamaan sejarah yang mewarnai tempat dimana mereka hidup. Mereka memiliki benang merah yang kuat yang terhubung pada kesamaan sejarah. Memutus benang merah itu, seperti halnya yang dilakukan oleh para imigran di Eropa Barat, adalah hal yang tidak diinginkan oleh berbagai perwakilan etnis di federasi Rusia, namun melakukan multikulturalisme secara paksa merupakan sebuah genosida kebudayaan. Di Rusia, kesatuan identitas kelompok etnis yang mendiami wilayah Rusia diberikan pada waktu yang berbeda dengan cara yang berbeda. Keunikan itu bermula dari Kekaisaran Rusia yang memiliki koloni di perbatasan negara, lalu mereka memperluas daerah mereka di benua Eurasia. Semua bangsa yang berada di bawah kekaisaran Rusia memiliki kesetiaan umum untuk raja. Cara lain untuk membangun identitas adalah Ortodoks, yang disebarkan di tengah orang-orang non-Slavia. Berbeda halnya pada periode Soviet yang secara aktif mempropagandakan identitas nasional yang baru, "Bangsa Soviet", penciptaan identitas ini diproklamasikan dari hasil kebijakan nasional Uni Soviet, di mana pada tingkat negara keragaman etnis tetap dipertahankan, walau kenyataannya dalam semua periode sejarah, dominasi budaya dari etnis Rusia masih saja sangat besar terhadap kelompok etnis non-Rusia. Sebab itu, praktek multikulturalisme di Rusia menyiratkan penolakan dari norma-norma budaya yang dominan (dalam hal ini norma-norma budaya dari etnis Rusia yang jumlahnya 80% dari populasi negara)[16] yang idelanya memberikan dorongan baru kepada pengembangan budaya minoritas.

Berhasil atau gagalnya kebijakan negara tentang multikulturalisme tidak lepas dari sejarah, serangkaian masalah sosial ekonomi dan demografi dan imigrasi. Kebijakan multikulturalisme tidak dapat menjamin integrasi masyarakat dan pembentukan persatuan nasional. Dalam setiap tatanan masyarakat terdapat hambatan yang lahir dari kedua belah pihak. Imigran tertarik untuk melestarikan dan menekankan "keberbedaan", karena mereka memiliki jenis keistimewaan dalam bentuk berbagai dukungan pemerintah. Sementara kaum mayoritas tidak begitu merasa harus menghargai orang-orang yang bukan dilahirkan di negara mereka atau dibesarkan oleh budaya dan tradisi yang sama dengan mereka. Terkait Rusia, migrasi yang terjadi di Rusia sangat spesifik jika dibandingkan dengan migrasi di negara-negara Barat. Dalam kasus Rusia, para imigran didominasi dari negara-negara pecahan Soviet, dimana kesenjangan budaya antara imigran dan masyarakat umum di Rusia jauh lebih rendah jika dibanding dengan yang terjadi di Eropa Barat atau Amerika. Terlebih kesatuan sistem pendidikan yang ada di bekas Uni Soviet selama lebih dari setengah abad dan telah mencakup beberapa generasi memberikan warisan satu bahasa komunikasi antaretnis (bahasa Rusia) serta prinsip pengetahuan bermasyarakat yang sama. Kenyataan ini yang menjadikan Rusia tidak menerapkan politik multikulturalisme seperti yang ada di negara Barat.

(23)

23

2.5 Hubungan Pemerintah dan Agama Di Rusia

Dalam masalah ini tentunya perlu disoroti peran pemerintah Rusia prihal menjaga kehidupan bertoleransi dalam masyarakatnya. Hubungan negara dan agama harus dibangun atas dasar norma-norma konstitusi, terjaminnya kebebasan beragama, sekularisme, pemisahan kelompok agama dari negara dan jaminan persamaan hak di mata hukum. Hal tersebut wajib diimplementasikan, karena sesuai dengan apa yang tertulis pada pasal 4 UU Federal ―Kebebasan

Beryakinan dan Kelompok KeaРamaan‖ Tahun 1997. Pada paragrah pertamanya berbunyi: .

« Ф — . Н

Lebih lanjut pada paragraph kedua pasal 4 UU Federal Tahun 1997 tertulis:

«В

:

“Sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi organisasi agama dipisahkan dari negara:

, ,

,

Tidak mengintervensi urusan hubungan warga negara terhadap agama dan agama yang dianutnya, pengasuhan anak oleh orang tua atau perseorangan, dengan pergantian kepercayaan yang mereka miliki dan atas dasar hak anak dalam kebebasan berkeyakinan dan kebebasan beragama

, ,

Tidak memaksakan kelompok agama untuk menjalan fungsi menjadi otoritas pemerintah, institusi pemerintah, atau menjadi lembaga pemerintah daera h

,

Ф ;

»

(24)

24 Dari Pasal 4 UU Federal Tahun 1997, banyak poin yang dapat ditarik terkait keputusan Pemerintah Rusia untuk bersikap dan memposisikan diri terhadap kehidupan beragama di negaranya. Pertama adalah jaminan dari negara untuk tidak mengintervensi keyakinan individu dan kegiatan suatu kelompok agama selama ia tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Hal ini merupakan syarat pokok dari terciptanya kebebasan beragama pada suatu negara. Rusia berlepas diri dari prihal keyakinan yang dianut rakyatnya, tidak mempengaruhi mereka untuk menganut suatu kepercayaan tertentu, atau meminta mereka mengganti kepercayaannya. Rusia pun memberikan hak kepada anak-anak untuk menganut kepercayan yang mereka yakini, tidak harus mengikuti kepercayaan yang dianut oleh orang tuanya. Rusia berpendapat bahwa, suatu kepercayaan yang ada di dalam individu tidak dapat dijadikan subjek peraturan hukum. Pemerintah Rusia hanya bisa melakukan intervensi jika mereka telah melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti menyebarkan pemikiran yang menghasut tindakan-tindakan melanggar hukum, yang dapat memicu kebencian SARA atau pernyataan yang menyebabkan pencemaran nama baik seseorang. Poin berikutnya, sikap Pemerintah Rusia dalam menjaga organisasi keagamaan untuk bebas melakukan aktivitasnya selama tidak bertentangan dengan hukum, akan tetapi di sisi lain melarang organisasi keagamaan menjalankan fungsi pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Organisasi Keagamaan tidak boleh mendelegasikan fungsi-fungsi yang merupakan hak prerogatif eksklusif negara seperti membuat bentuk undang-undang, mengambil peran penegakan hukum, membuat administrasi peradilan, pencatatan sipil dan segala hal yang menjadi otoritas publik lainnya.

Menurut Igor Pokinin, terdapat tiga model hubungan antara pemerintah dan kelompok keagamaan: Memisahkan diri, Otoriter dan Kooperatif. Hubungan yang memisahkan diri memiliki arti independen, hubungannya diwujudkan dengan memisahkan negara dan organisasi keagamaan. Sementara hubungan yang otoriter dikendalikan oleh pemimpin diktator atau bahkan negara yang demokrasi, dalam hal ini pemimpin otoriter mengakui nilai-nilai agama tertentu, negara sepenuhnya membiayai organisasi keagamaan dan mencoba mensubordinasikannya terhadap kepentingan ideologi yang mereka usung. Sementara itu, hubungan kooperasi memiliki artian dimana pemerintah dan organisasi agama menetapkan bahwa peemerintah dan organisasi keagamaan merupakan mitra yang setara, sepakat tentang hak dan kewajibannya serta

berkomitmen untuk saling memberikan dukungan.17

Berbicara tentang kelompok keagamaan, saat ini telah terbentuk organisasi terpusat yang

mewadahi kelompok agama di Rusia. Seperti Russkaja Pravoslavnaya Tserkov (Gereja Ortodoks

Rusia), Sovyet Muftief Rossii (Persatuan Mufti Rusia) Kongress Yevreiskikh Religiosnikh

Organiгatsii I Ob’вedinenii (Kongres Organisasi & Persatuan Agama Yahudi), Federatsiya Yevreyskih Obschin Rossii (Federasi Komunitas Yahudi Rusia), Budhiskaya Traditsionnaya

17 Pokinin, Igor. Konstitutsionno-pravovoyeregulirovanie otnoshenii mezhdu gosudrastvom I religioznimi

(25)

25

Sangkha Rossii (Budha Sangha Tradisonal Rusia), Armyanskaya Apotolskaya Tserkov (Gereja Apostolik Armenia), serta beberapa organisasi Protestan. Meski dalam konstitusinya telah dijelaskan bahwa negara memisahkan diri dengan organisasi-organisasi keagamaan. Namun, harus dibedakan kerjasama antara organisasi negara dan agama di bidang sosial, budaya dan pendidikan dan sebagainya. Saat ini di Rusia telah banyak kegiatan kemitraan antara pemerintah dengan organisasi keagamaan, mulai dari berskala daerah hingga nasional. Kegiatan ini sering dilakukan di Rusia atas dasar kontrak atau perjanjian, akan tetapi pembahasan tentang kaitan fenomena ini dan undang-undang Federal masih belum terselesaikan. Banyak yang mengusulkan untuk membentuk satu undang-undang mengenai mekanisme kemitraan yang mengatur interaksi kegiatan sosial yang sebelumnya telah dikonsolidasikan di bidang hukum.

Di masa seperti sekarang, kerjasama antara negara dan organisasi keagamaan sepertinya tidak dapat dihindari. Bahkan, pengalaman di berbagai penjuru dunia menunjukkan bahwa ideologi suatu negara dapat ditopang dengan partisipasi dari gerakan keagamaan. Meski organisasi keagamaan di Rusia berada di luar institusi pemerintah, mereka seakan telah menetapkan posisinya sebagai organisasi yang memiliki peranan penting dalam isu masalah keagamaan dalam masyarakat Rusia. Mereka telah mendapat dokumen resmi dari Pemerintah Rusia, dan kini berperan sebagai jembatan dalam hubungan anatara pemerintah dan agama.Hubungan Pemerintah Rusia dengan Organisasi Keagamaan pada saat ini memang telah bertransformasi menjadi sebuah kerjasama. Pendekatan yang dilakukan Pemerintah Rusia kepada organisasi keagamaan dalam hal ini cukup dimengerti, sebab hari ini mereka telah membuktikan mampu bertransformasi menjadi entitas independen, berperan aktif dalam kehidupan masyarakat Rusia, serta memiliki pengaruh yang besar di mata masyarakat.

3.Kesimpulan

Runtuhnya Uni Soviet dan dibukanya keran kebebasan beragama memberikan lembaran baru pada sejarah keagaaman di era Federasi Rusia. Periode ini melahirkan fenomena revitalisasi agama dan sekaligus menjadi titik awal kemunculan kembali berbagai gerakan keagamaan di Rusia. Literasi tentang demografi agama di Rusia menunjukkan fakta pluralisme, terdapat diversitas agama yang dimiliki oleh masyarakat Rusia. Hal tersebut yang membuat revitalisasi agama di Rusia tak selalu berjalan dengan mulus, di dalamnya memuat kompleksitas dinamika sosial, termasuk tentang konflik seputar pertumbuhan dan persebaran gerakan keagamaan di Rusia.

(26)

26 tanpa mencampuri urusan keagamaan. Lalu, secara garis besar situasi keagamaan di era Federasi Rusia dapat dikatakan relatif stabil, namun pada perkembangannya di masyarakat sangatlah dinamis. Di saat yang sama, tingkat toleransi antaretnis dan agama tidak menunjukkan adanya gangguan yang terbilang signifikan dalam hubungan interpersonal di antara masyarakat Rusia, terlepas adanya perbedaan ideologi yang terdapat dalam ajaran agama yang mereka anut.

(27)

27

Daftar Pustaka

Sumber Buku

Anis Malik Thoha.( 2005) Tren Pluralisme Agama, Jakarta : Perspektif.

Buryanov, Sergey.(2012) Aktualniye Voprosiy svobodu sovesti v Rossii, Moskow

Dyayadi, M.T. (2009), Kamus Lengkap Islamologi, Yogyakarta : Qiyas

John Hick.(1995) A Christian Theology Of Religions: The Rainbow Of Faiths, America : SCM

John L. Esposito, Terj. Arif Maftuhin.(2010) Islam : The Straight Path, Jakarta : PT. Dian Rakyat (Paramadina)

John. W. Creswell.(1994).Research Design: Qualitative and Quantittative approaches, California: Sage Publications

Kharlamov, Aleksey.( 2008), Religioгnaja Tolerantnost’ V Sovremennoj Rossii, Kamerovo

Kravchuk, Veronika. (2009). Novie Religioznie Dvizeniya V Sovremennoy Rossii Kak Aktory Religioznovo Polya, Moskow.

Malakhov, Vladimir (2001) Skromnoye Obayaniye Rasizma I Drugie Stati. Moskow.

Osborn, Kevin.(1993) Tolerance, New York. Rosen Publishing

Pokinin, Igor.(2001) Konstitutsionno-pravovoyeregulirovanie otnoshenii mezhdu gosudrastvom I

religioгnimi ob’вediniвami v Rossiskoв federatsii, Moskow.

Sumber Internet

Atlas Religii I Natsionalnostey Rossiey http://sreda.org/arena

Diakses pada 1-30 Agustus 2016

Analiticheskiy Tsenter Yuria Levady http://www.levada.ru/

Diakses pada 1-30 Agustus 2016

(28)

28 Diakses pada 1 Juli – 31 Juli 2016

Referensi

Dokumen terkait

tata cara penyampaian laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam surat edaran Otoritas Jasa Keuangan..

Manajemen telah menjalankan sistem pengendalian intern secara jelas sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab setiap pejabat/pelaksana dalam rangka pengendalian risiko

ERP adalah sistem yang didesain untuk perancangan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang dapat mensupport supply chain management,

Kandungan lignin dari gel Aloe vera memiliki kemampuan penyerapan ke dalam kulit yang tinggi sehingga memudahkan peresapan gel ke kulit dan mampu menahan hilangnya

Telah dilakukan penelitian air tanah menggunakan isotop alam pada area semburan lumpur Lapindo Sidoarjo yang dilakukan dari tahun 2007 hingga 2012.. Penelitian ini

Potensi di bidang industri pertambangan tersebut membutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan beberapa aspek,

(1) Tanah gambut atau tanah organik adalah tanah yang berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak