• Tidak ada hasil yang ditemukan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAWASAN PT PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAWASAN PT PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017

TENTANG

PENGAWASAN PT PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya untuk mendapatkan, dan meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada lembaga keuangan non bank, baik bank maupun non-bank, perlu adanya landasan;

b. bahwa untuk memberikan landasan hukum terhadap pengawasan usaha PT Permodalan Nasional Madani (Persero) di Indonesia serta dalam rangka menciptakan kegiatan usaha yang sehat dan memberikan perlindungan kepada pelaku UMKM;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengawasan PT Permodalan Nasional Madani (Persero);

Mengingat : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

(2)

Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAWASAN

PT PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1. PT Permodalan Nasional Madani (Persero) yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tanggal 25 Mei 1999 tentang Penyertaan Modal Negara untuk pendirian Perusahaan (Perseroan) dalam rangka Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

2. Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut UMKM adalah usaha mikro kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

3. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan, yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

4. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

5. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

(3)

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

6. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

7. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja di kantor pusat Perusahaan yang berfungsi sebagai kantor pusat dari kantor cabang dan/atau kantor perwakilan yang menjalankan kegiatan usaha Perusahaan berdasarkan Prinsip Syariah.

8. Jasa Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut Jasa Pembiayaan adalah kegiatan penyaluran kredit modal usaha bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah termasuk kredit program.

9. Jasa Manajemen adalah kegiatan non finansial berupa pelatihan, konsultasi dan pendampingan usaha yang ditujukan untuk pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta lembaga keuangan mikro atau lembaga keuangan mikro syariah.

10. Nasabah adalah konsumen baik badan usaha atau orang perseorangan yang menerima Jasa Pembiayaan atau Jasa Manajemen dari Perusahaan.

11. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

12. Dewan Komisaris adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

13. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah bagian dari organ Perusahaan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

(4)

14. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi Perusahaan terhadap risiko permodalan, likuiditas, aset, operasional dan kinerja Perusahaan. 15. Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mencari,

mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data dan/atau keterangan, serta untuk menilai dan memberikan kesimpulan mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan.

16. Pemeriksa adalah pegawai Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Pemeriksaan.

17. Hari adalah hari kerja.

18. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

BAB II KELEMBAGAAN

Pasal 2

(1) Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta atau sesuai dengan anggaran dasar Perusahaan. (2) Perusahaan dapat membuka kantor di luar kantor pusat. (3) Perusahaan wajib melaporkan pembukaan, penutupan, dan perubahan kantor di luar kantor pusat kepada OJK.

Pasal 3

Perusahaan wajib mempunyai struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas paling sedikit fungsi:

a. akuntansi dan keuangan; b. pemasaran;

c. analisis kelayakan Jasa Pembiayaan; d. manajemen risiko;

e. kepatuhan;

(5)

g. pelayanan dan penyelesaian pengaduan; dan h. pengembangan informasi/database nasabah,

yang dilengkapi dengan susunan personalia, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta ditetapkan oleh Direksi.

Pasal 4

(1) Perusahaan dapat menjalankan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

(2) Dalam hal Perusahaan menjalankan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Perusahaan wajib membentuk UUS. (3) Perusahaan yang membentuk UUS sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi ketentuan: a. mempunyai modal kerja yang disisihkan untuk

kegiatan UUS;

b. mempunyai pimpinan UUS yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah;

c. mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang DPS; d. mempunyai pembukuan terpisahkan.

(4) Pembentukan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari OJK.

(5) Untuk memperoleh izin UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direksi Perusahaan harus mengajukan permohonan izin pembukaan UUS kepada OJK dilampiri dengan:

a. Surat keputusan Direksi Perusahaan mengenai alokasi modal kerja bagi UUS;

b. Dokumen DPS Perusahaan yang meliputi: 1. Daftar riwayat hidup;

2. Surat pengangkatan DPS oleh Direksi Perusahaan;

3. Surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia;

c. Dokumen pimpinan UUS yang meliputi: 1. Daftar riwayat hidup; dan

2. Surat pengangkatan pimpinan UUS oleh Direksi Perusahaan;

(6)

d. Contoh format perjanjian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan akad yang digunakan.

BAB III

PENYELENGGARAAN USAHA

Bagian Kesatu

Kegiatan Usaha Perusahaan Pasal 5

(1) Kegiatan usaha Perusahaan meliputi : a. Jasa Pembiayaan;

b. Jasa Manajemen; dan

c. kegiatan usaha lain berdasarkan persetujuan OJK. (2) Kegiatan usaha Perusahaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dapat dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah.

Pasal 6

(1) Seluruh kegiatan usaha Jasa Pembiayaan antara Perusahaan dengan Nasabah wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis atau dokumen elektronik.

(2) Perjanjian Jasa Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib paling sedikit memuat:

a. jenis Jasa Pembiayaan;

b. nomor dan tanggal perjanjian; c. identitas para pihak;

d. jumlah pembiayaan;

e. tanggal pembayaran dan nilai angsuran pembiayaan; f. jangka waktu dan tingkat suku bunga pembiayaan; g. jenis agunan (jika ada);

h. klausul pembebanan fidusia secara jelas, apabila terdapat pembebanan jaminan fidusia dalam kegiatan pembiayaan;

i. mekanisme apabila terjadi perselisihan dan pemilihan tempat penyelesaian perselisihan;

j. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan

(7)

k. ketentuan mengenai denda.

(3) Perjanjian Jasa Pembiayaan antara Perusahaan dengan Nasabah wajib memenuhi ketentuan penyusunan perjanjian sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 7

(1) Perusahaan wajib melakukan mitigasi risiko pembiayaan. (2) Mitigasi risiko pembiayaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:

a. mengalihkan risiko pembiayaan melalui asuransi kredit atau mekanisme penjaminan kredit;

b. mengalihkan risiko atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan dari kegiatan pembiayaan melalui mekanisme asuransi; dan/atau

c. melakukan pembebanan agunan berupa barang bergerak atau tidak bergerak dari kegiatan pembiayaan. (3) Dalam hal Perusahaan melakukan pengalihan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib menggunakan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Penjaminan yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK dan tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha dari OJK.

Bagian Kedua Penempatan Dana

Pasal 8

(1) Perusahaan hanya dapat melakukan penempatan dana/investasi di dalam negeri.

(2) Investasi Perusahaan dalam bentuk penyertaan langsung hanya dapat dilakukan pada lembaga keuangan atau lembaga lain.

(3) Penyertaan langsung pada lembaga lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK.

(8)

Sumber Pendanaan Pasal 9

Sumber pendanaan Perusahaan hanya dapat berasal dari : a. penyertaan modal negara;

b. pinjaman dari bank, industri keuangan non bank, dan/atau badan usaha lain;

c. penerbitan obligasi atau obligasi syariah; d. penerbitan medium term notes;

e. pinjaman subordinasi;

f. sekuritisasi piutang pembiayaan; g. hibah; dan/atau

h. sumber pendanaan lain dengan persetujuan OJK.

Bagian Keempat Rasio Produktivitas

Pasal 10

(1) Perusahaan wajib memenuhi rasio produktivitas kegiatan usaha yaitu:

a. Financing to Asset Ratio; dan b. Micro Financing Ratio.

(2) Perusahaan wajib menjaga Financing to Asset Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus).

(3) Financing to Asset Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan total pembiayaan terhadap total aset.

(4) Perusahaan wajib menjaga Micro Financing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. untuk nilai pembiayaan kurang dari atau sama dengan

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) paling sedikit 20% (dua puluh per seratus); dan

b. untuk nilai pembiayaan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah paling sedikit 20% (dua puluh per seratus).

(5) Micro Financing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan total pembiayaan mikro terhadap total pembiayaan.

(9)

Bagian Kelima

Tingkat Kesehatan Keuangan Pasal 11

(1) Perusahaan setiap waktu wajib memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat.

(2) Pengukuran rasio tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. likuiditas;

b. rasio permodalan; dan

c. kualitas piutang pembiayaan;

Pasal 12

(1) Perusahaan wajib memenuhi rasio likuiditas paling sedikit 120% (seratus dua puluh per seratus).

(2) Rasio likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan current ratio yaitu perbandingan antara aset lancar terhadap kewajiban lancar.

Pasal 13

(1) Perusahaan wajib memenuhi rasio permodalan melalui perhitungan gearing ratio paling tinggi 10 (sepuluh) kali. (2) Gearing ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan perbandingan antara jumlah pinjaman yang diterima dikurangi kas dan setara kas dengan ekuitas Perusahaan.

Pasal 14

(1) Perusahaan wajib melakukan penilaian kualitas piutang pembiayaan.

(2) Piutang pembiayaan yang dikategorikan sebagai piutang pembiayaan bermasalah (non performing loan) terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.

(3) Nilai piutang pembiayaan dengan kategori kualitas piutang pembiayaan bermasalah (non performing loan) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dikurangi cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan

(10)

wajib paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari total piutang pembiayaan.

(4) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.

Pasal 15

(1) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan menjadi:

a. lancar;

b. dalam perhatian khusus; c. kurang lancar;

d. diragukan; atau e. macet.

(2) Penilaian piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan sebagai berikut:

a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender; b. dalam perhatian khusus apabila terdapat

keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari kalender sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender; c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan

pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari kalender;

d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari kalender; atau

e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

Bagian Keenam

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pasal 16

(11)

a. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;

b. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

c. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

d. Kemandirian, yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

e. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan.

Pasal 17

(1) Perusahaan wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.

(2) Pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam suatu pedoman tertulis.

(3) Pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS;

b. pelaksanaan tugas satuan kerja dan komite yang menjalankan fungsi pengendalian internal Perusahaan;

c. penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;

(12)

d. penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan tata kelola teknologi informasi;

e. penerapan kebijakan remunerasi; dan

f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perusahaan.

(4) OJK melakukan penilaian terhadap kebijakan dan prosedur pedoman tata kelola perusahaan yang baik. (5) OJK dapat meminta Perusahaan untuk melakukan

perbaikan terhadap kebijakan dan prosedur pedoman tata kelola perusahaan yang baik.

Pasal 18

(1) Perusahaan wajib menerapkan tata kelola teknologi informasi yang efektif.

(2) Perusahaan wajib memberikan perlindungan hak dan kepentingan kepada nasabah dan memiliki fungsi penanganan keluhan.

Pasal 19

(1) Perusahaan wajib memberikan informasi kepada OJK secara lengkap, tepat waktu dan dengan cara yang efisien.

(2) Perusahaan wajib memiliki sistem pelaporan keuangan yang dapat diandalkan untuk keperluan pengawasan dan pemangku kepentingan lain.

Pasal 20

Perusahaan wajib menetapkan pengendalian internal yang efektif dan efisien untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan usaha dijalankan sesuai dengan sasaran dan strategi bisnis serta anggaran dasar dan aturan internal lain Perusahaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

(1) Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pegawai Perusahaan dilarang menawarkan atau memberikan sesuatu, baik

(13)

langsung maupun tidak langsung kepada pihak lain, untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan jasa pembiayaan, dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pegawai Perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingan pribadinya dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik langsung maupun tidak langsung, dari siapapun, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan jasa pembiayaan.

Pasal 22

(1) Perusahaan wajib memiliki satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi kepatuhan.

(2) Satuan kerja atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Direksi dalam memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai kegiatan jasa pembiayaan dan peraturan perundang-undangan lainnya.

(3) Satuan kerja atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan.

(4) Anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dirangkap oleh direktur utama.

Pasal 23

(1) Perusahaan wajib membentuk komite audit.

(2) Komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Dewan Komisaris dalam memantau dan memastikan efektifitas system pengendalian internal dan pelaksanaan tugas auditor internal dan auditor eksternal dengan melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian internal termasuk proses pelaporan keuangan.

(14)

(3) Dalam membantu tugas Dewan Komisaris peusahaan dapat membentu komite Lainnya yang terdiri dari Komite Pemantau Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan Komite Pengembangan Usaha.

Pasal 24

(1) Laporan keuangan tahunan wajib diaudit oleh auditor eksternal.

(2) Auditor eksternal Perusahaan wajib ditunjuk oleh RUPS dari calon auditor eksternal yang diajukan oleh Dewan Komisaris berdasarkan usulan komite audit.

(3) Pencalonan auditor eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib disertai:

a. alasan pencalonan dan besarnya honorarium atau imbal jasa yang diusulkan untuk auditor eksternal tersebut; dan

b. pernyataan kesanggupan yang ditandatangani oleh auditor eksternal, untuk bebas dari pengaruh Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan pihak yang berkepentingan di perusahaan dan kesediaan untuk memberikan informasi terkait dengan hasil auditnya kepada Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank OJK.

(4) Perusahaan wajib menyediakan semua catatan akuntansi dan data penunjang yang diperlukan bagi auditor eksternal sehingga memungkinkan auditor eksternal memberikan pendapatnya tentang kewajaran, ketaatan, dan kesesuaian laporan keuangan Perusahaan dengan standar audit yang berlaku.

Pasal 25

(1) Perusahaan wajib melakukan penilaian secara mandiri (self assesment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik secara berkala.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penilaian secara mandiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran OJK

(15)

Bagian Ketujuh Manajemen Risiko

Pasal 26

(1) Perusahaan wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif.

(2) Penerapan manajemen risiko secara efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup :

a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;

b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko;

c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan

d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

(3) Dalam rangka menerapkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan wajib memiliki pedoman penerapan manajemen risiko.

(4) OJK melakukan penilaian terhadap pedoman manajemen risiko Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) OJK dapat meminta Perusahaan untuk melakukan

perbaikan terhadap pedoman manajemen risiko.

Pasal 27

Manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib diterapkan untuk:

a. risiko kredit; b. risiko pasar; c. risiko likuiditas; d. risiko operasional; e. risiko hukum; f. risiko reputasi; g. risiko stratejik; dan h. risiko kepatuhan.

(16)

Pasal 28

(1) Perusahaan wajib melakukan penilaian tingkat risiko paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk posisi akhir tahun.

(2) Dalam hal diperlukan, OJK dapat meminta Perusahaan untuk melakukan perubahan penilaian tingkat risiko sewaktu-waktu.

Bagian Kedelapan (baru) Anti Fraud

Pasal 29

(1) Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya fraud, Perusahaan wajib melaksanakan fungsi pengendalian fraud dan menerapkan strategi anti fraud yang dituangkan dalam pedoman tertulis.

(2) Fungsi pengendalian fraud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek sebagai berikut:

a. pengawasan aktif manajemen;

b. organisasi dan pertanggungjawaban; c. pengendalian dan pemantauan; dan d. edukasi dan pelatihan.

(3) Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan fraud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Perusahaan wajib menerapkan strategi anti fraud yang meliputi:

a. pencegahan; b. deteksi;

c. investigasi, pelaporan dan sanksi; dan d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.

(4) Perusahaan wajib menyampaikan laporan strategi anti fraud kepada OJK sebagai berikut:

a. laporan penerapan strategi anti fraud tahunan, disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya;

b. laporan setiap fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan terhadap Perusahaan,

(17)

nasabah dan/atau pihak lain termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak manajemen perusahaan menandatangani dokumen pelaporan fraud; dan

c. laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit memuat:

1) nama pelaku;

2) bentuk atau jenis penyimpangan; 3) tempat kejadian;

4) informasi singkat mengenai modus; dan 5) indikasi kerugian.

Bagian Kesembilan Rencana Bisnis

Pasal 30

(1) Perusahaan wajib menyusun kebijakan rencana pelaksanaan kegiatan usaha yang dituangkan dalam rencana bisnis tahunan Perusahaan.

(2) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit meliputi:

a. kebijakan dan rencana kegiatan usaha; b. kebijakan dan strategi manajemen;

c. penerapan manajemen risiko dan kepatuhan; d. penerapan tata kelola perusahaan yang baik;

e. kinerja keuangan Perusahaan periode sebelumnya; f. proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang

digunakan;

g. proyeksi rasio keuangan pokok dan Tingkat Kesehatan Keuangan;

h. rencana pengembangan dan pemasaran kegiatan usaha;

i. rencana pengembangan jaringan kantor (bila ada); j. rencana pendanaan;

k. rencana pengembangan sumber daya manusia; dan l. informasi lainnya.

(18)

(3) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

a. ditetapkan oleh Direksi;

b. mendapatkan persetujuan Komisaris;

c. disosialisasikan kepada manajemen dan pegawai di unit kerja terkait; dan

d. mendapat persetujuan RUPS

Bagian Kesepuluh Pelaporan

Pasal 31

(1) Perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik secara lengkap dan benar dalam bentuk hasil cetak komputer (hard copy) dan elektronik (soft copy) kepada OJK paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

(2) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan akuntan publik yang telah terdaftar di OJK.

(3) Laporan keuangan tahunan harus disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan disusun dalam mata uang Rupiah.

Pasal 32

(1) Perusahaan wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Ketentuan mengenai laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan OJK mengenai laporan bulanan.

Pasal 33

(1) Perusahaan wajib menyusun laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 pada setiap akhir tahun buku.

(19)

(2) Laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri dari:

a. transparansi penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang paling sedikit meliputi pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b. penilaian secara mandiri (self assessment) atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan

c. rencana tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan dan waktu penyelesaian serta kendala/hambatan penyelesaiannya, apabila masih terdapat kekurangan dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik.

(3) Laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

(4) Perusahaan wajib menyampaikan laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali pada periode tahun 2018, yang disampaikan paling lambat tanggal 30 April 2019. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, susunan, dan

tata cara penyampaian laporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam surat edaran Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 34

Perusahaan wajib menyampaikan laporan penilaian tingkat risiko kepada OJK, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk penilaian tingkat risiko posisi akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disampaikan paling lambat 30 April tahun berikutnya; dan

b. untuk penilaian tingkat risiko sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) disampaikan sesuai batas waktu yang ditetapkan oleh OJK.

(20)

Pasal 35

(1) Perusahaan wajib menyampaikan rencana bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a dan b kepada OJK paling lambat tanggal 31 Oktober. (2) Perusahaan wajib menyampaikan rencana bisnis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf d kepada OJK paling lambat 30 hari setelah RUPS.

Pasal 36

Perusahaan wajib melaporkan perubahan anggaran dasar kepada OJK paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan disetujui atau dicatat oleh instansi yang berwenang.

Pasal 37

Perusahaan wajib melaporkan perubahan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada OJK paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dicatat oleh instansi yang berwenang.

Pasal 38

Perusahaan wajib melaporkan perubahan susunan DPS kepada OJK paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dicatat oleh instansi yang berwenang.

Pasal 39

Perusahaan wajib melaporkan perubahan alamat kantor pusat dan/atau kantor selain kantor pusat secara tertulis kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perubahan alamat.

Pasal 40

(1) Seluruh laporan disampaikan kepada OJK secara dalam jaringan (online) melalui sistem jaringan komunikasi data Otoritas Jasa Keuangan.

(21)

(2) Dalam hal jatuh tempo penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (3), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35 dan Pasal 36 jatuh pada hari libur, maka batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya.

Bagian Kesebelas

Dana Titipan dan Dana Cadangan Pasal 41

(1) Perusahaan hanya dapat menarik dana secara langsung dari masyarakat berupa dana titipan nasabah mekaar dan dana cadangan nasabah ulaam.

(2) Dana titipan dan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikembalikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah nasabah menyelesaikan kewajiban pembiayaan mekaar dan dana cadangan nasabah ulaam.

Bagian Keduabelas Larangan

Pasal 42 Perusahaan dilarang:

a. menarik dana dari masyarakat kecuali dana titipan dan dana cadangan dalam rangka penyaluran kredit ulaam dan mekaar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) b. menggunakan dana titipan dan dana cadangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) untuk tujuan pendanaan;

c. menjamin hutang pihak ketiga; dan/atau

d. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketigabelas Pengawasan

(22)

Pasal 43

(1) OJK melakukan pengawasan terhadap Perusahaan. (2) Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), OJK berwenang melakukan Pemeriksaan terhadap Perusahaan.

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh tim Pemeriksa yang dapat terdiri dari: a. pegawai OJK yang ditugaskan untuk melakukan

pemeriksaan;

b. pihak lain yang ditunjuk oleh OJK; atau

c. gabungan antara pegawai OJK dan pihak lain yang ditunjuk oleh OJK.

(4) Perusahaan dilarang menolak pemeriksaan yang dilakukan oleh OJK.

Bagian Keempatbelas Rencana Pemenuhan

Pasal 44

(1) Perusahaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1). Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (5) dan ayat (8) Peraturan OJK ini wajib menyampaikan rencana pemenuhan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan terjadinya pelanggaran.

(2) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat rencana yang akan dilakukan Perusahaan untuk pemenuhan ketentuan yang disertai dengan jangka waktu tertentu yang dibutuhkan dalam Peraturan OJK ini.

(3) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh seluruh Direksi dan Dewan

(23)

Komisaris serta terlebih dahulu disetujui oleh pemegang saham.

(4) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh pernyataan tidak keberatan dari OJK.

(5) Dalam hal rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai oleh OJK tidak cukup untuk mengatasi permasalahan, Perusahaan wajib melakukan perbaikan atas rencana pemenuhan tersebut.

(6) OJK memberikan pernyataan tidak keberatan atas rencana pemenuhan yang disampaikan oleh Perusahaan dengan memperhatikan kondisi permasalahan yang dihadapi oleh Perusahaan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pemenuhan secara lengkap.

(7) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), OJK tidak memberikan pernyataan tidak keberatan atau tanggapan, Perusahaan dapat melaksanakan rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(8) Perusahaan wajib melaksanakan rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kelimabelas Sanksi Administratif

Pasal 45

(1) Direksi Perusahaan yang menyebabkan Perusahaan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 2 ayat (3), Pasal 3, Pasal 4 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 6, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat

(24)

(3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 ayat (4) dan Pasal 44 ayat (1), ayat (5), dan ayat (8) Peraturan OJK ini dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.

(2) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh OJK sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 2 (dua) bulan.

(3) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi peringatan tertulis.

(4) Dalam hal jangka waktu surat peringatan tertulis ketiga berakhir dan Perusahaan belum dapat memenuhi ketentuan sebagai dimaksud pada ayat (1), OJK menginformasikan kepada Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara mengenai pengenaan sanksi peringatan tertulis dimaksud.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 46

Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ... KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

(25)

WIMBOH SANTOSO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan

Sandiwan Brata bahwa pengertian agama dalam hal ini adalah suatu “hidup ideal” 6 , maka boleh dikatakan bahwa filsafat India tidak melulu membicarakan kesehatan fisik saja, namun

Pada dasarnya minyak bumi mengandung senyawa-senyawa sulfur, dan pada saat proses pengolahan, senyawa sulfur ini di kurangi keberadaanya untuk mendapat produk yang

Oleh karena itu BMT Sidogiri menawarkan pembiayaan Multiguna Tanpa Agunan dan Modal usaha barokah untuk para nasabah yang Kekurangan modal dengan tujuan untuk

Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selain mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Setiap awal pengetikan dalam Excel harus diawali dengan tanda sama dengan (=) Di antara rumus yang sangat bervariasi dalam aplikasi ini, dapat dikategorikan ke dalam beberapa Fungsi

1) Pacaran sebagai masa rekreasi, karena remaja memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Dianggap menyenangkan, karena remaja memperoleh pengalaman baru untuk

berdasarkan hasil analisis NASA TLX, karyawan yang menerima beban mental tertinggi ada pada 1 level jabatan yang sama yaitu, Branch manager, kepala unit dan