PENASIHAT
Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.S. Prof. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. Prof. Dr. Karomani, M.Si.
Prof. Dr. Mahatma Kufepaksi, M.Sc.
PENANGGUNG JAWAB
Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D. Prof. Dr. Sutopo Hadi, M.Sc. Dian Kurniasari, M.Sc.
Drs. Suratman, M.Sc.
PENGARAH
Dr. Suripto Dwi Yuwono Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. Dr. Tiryono Ruby
Arif Sutono, M.Si. Dr. Kurnia Muludi
REVIEWER Dwi Asmi, Ph.D. Dr. Asmiati Tugiyono, Ph.D. Dr. Rudy Situmeang Dr. Eng. Admi Syarif
EDITOR
Tristiyanto, S.Kom., M.I.S., Ph.D. Aristoteles, M.Si.
Priyambodo, M.Sc.
PENERBIT
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Lampung
ALAMAT PENERBIT
Gedung Dekanat Lantai III FMIPA Alam Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Prosiding Seminar Nasional Sains, Matematika, Informatika dan Aplikasinya tahun 2016 (SN SMIAP IV) yang telah dilaksanakan pada 26-27 Oktober 2016 dapat terselesaikan. Kegiatan seminar ini merupakan salah satu rangkaian dalam rangka Dies Natalis FMIPA Unila.
Segenap panitia mengucapkan terima kasih kepada Rektor Unila, Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. dan Dekan FMIPA Unila, Prof. Warsito, S.Si., DEA, Ph.D. yang telah memfasilitasi berlangsungnya kegiatan ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pembicara utama, Prof. Dr. Kudang Boro Seminar, M.Sc. (Institut Pertanian Bogor), Dr. Agus Yodi Gunawan (Institut Teknologi Bandung), dan Dr. Herawati Soekardi, M.Si. (Universitas Lampung, founder Taman Kupu-Kupu Gita Persada Lampung) yang telah berkenan memberikan presentasi pada seminar ini.
Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh akademisi dan peneliti yang telah berkanan menyampaikan makalahnya dalam seminar ini. Seminar ini diikuti oleh akademisi dan peneliti bidang dasar dan aplikasi pada kelompok ilmu kimia, biologi, fisika, matematika dan informatika. Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan dalam pelaksanaan kegiatan seminar maupun penyusunan prosiding seminar ini. Semoga seminar ini menjadi bagian dalam mendukung upaya peningkatan daya saing bangsa untuk terus berinovasi dengan berpijak pada kearifan lokal.
DAFTAR ISI
Analisis Uji Karakteristik Elektrik Air Laut Sebagai Sumber Energi Listrik Terbarukan
Gurum AhmadPauzi, Encep Hudaya, Amir Supriyanto, Warsito, Arif Surtono 1 Eksperimen Dan Analisis Perilaku Tanah Lempung Lunak Dan Lempung Organik Ditinjau Dari Siklus Pembebanan Yang Menggunakan Matras Beton Bambu
Iswan, Lusmeilia Afriani, Idharmahadi Adha, Ikratul, H. 9
Pemodelan Aliran Pada Pipa Suplai Untuk Menentukan Berat Katup Buang (Waste Valve) Model Pompa Tanpa Motor (Hydraulic Ram Pump)
Jorfri Boike Sinaga, Azhar, Novri Tanti, Sugiman 22
Pengaruh Kalsinasi (150, 250, Dan 350οc) Elektrode Superkapasitor Zeolit
Terhadap Reversibilitas Elektrokimia
Siti Imas Masitoh, Agus Riyanto, Suprihatin 33
The Effect Of Immersion Time To Low Carbon Steel (0.02% C) Hardness And Microstructure With Hot Dip Galvanizing Coating Method
Tumpal Ojahan, Aziz Al Hakim, Slamet Sumardi 41
Karakteristik Mikrostruktur dan Konduktivitas Listrik Zeolit Serta Potensinya Sebagai Elektrode Superkapasitor
Alfi Hamidah, Agus Riyanto, Pulung Karo Karo 51
Karakteristik Liquid Fuel Hasil Ko-Pirolisis Bagas Tebu dan Minyak Jarak Kaliki (Ricinus communis) Menggunakan Aluminosilikat yang Dibuat dari Silika Sekam Padi dan Logam Aluminium
Endah Pratiwi, Wasinton Simanjuntak, dan Simon Sembiring 57
Peluang Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dalam Produksi Eternit
Tarkono dan Hadi Ali 72
Analisis Fasa-Fasa dan Luas Permukaan Spesifik Zeolit Berbasis Silika Sekam Padi yang Disintering pada Suhu 150oC, 250oC, dan 350oC
ANALISIS UJI KARAKTERISTIK ELEKTRIK AIR LAUT SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK TERBARUKAN
Gurum Ahmad Pauzi, Encep Hudaya, Amir Supriyanto, Warsito, Arif Surtono
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung e-mail: [email protected]
ABSTRACT
The electrical characteristics of sea water can be determined by using the electrodes as C-Zn, Cu-Zn, and Cu-Al. The electrical characteristics are measured by load and no load resistance component as LED with 1000 Ω . The volume variation of sea water used by 30 ml, 40 ml, 50 ml, 100 ml, and 200 ml. The voltage output from no-load resistance showed that volume variation of sea water did not significantly affect, but on the load measurements the electric energy of sea water has proportional to the variation of volume. At 10th minute voltage measurement on the no load resistor, the pair of C-Zn electrode has produced the voltage bigger than another. The measurement with load resistor, the energy of pair Cu-Zn electrode has produced greater energy.
Keyword: Sustainable energy, C-Zn electrode, Cu-Zn electrode, Cu-Al electrode, sea water energy.
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi listrik terus meningkat dan menuntut tersedianya berbagai energi listrik
alternatif yang bersumber dari energi terbarukan. Peningkatan kebutuhan energi sejalan
dengan peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Permintaan listrik diperkirakan
meningkat dengan laju pertumbuhan 8,8% per tahun. Pemakaian energi listrik harus sesuai
dengan kapasitas sumber energi listrik yang tersedia. Umumnya energi listrik dihasilkan dari
tenaga disel, air, dan energi panas bumi. Namun, dalam pengembangannya masih terdapat
banyak kendala. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain untuk pengembangan sumber listrik
yang terbarukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia (ESDM, 2012).
Pemanfaatan energi alternatif dari air laut sebagai sumber energi listrik menjadi salah
satu pilihan. Ditinjau dari geografis Indonesia, pengembangan pemanfaatan energi kelautan
dengan memanfaatkan air laut sebagai penghasil energi listrik sangat potensial karena sumber
air laut yang melimpah dan belum termanfaatkan dengan baik (Kadir, 1995).
Energi yang dihasilkan dari air laut memiliki banyak keunggulan diantaranya ramah
karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah,
misalnya natrium, kalium, kalsium, dan lain-lain (Millero and Sohn, 1992).
Adanya unsur NaCl yang tinggi dan oleh H2O diuraikan menjadi Na+ dan Cl-, maka
muncul arus listrik. NaCl memiliki derajat ionisasi 1, atau mendekati 1 dan NaCl termasuk
larutan elektrolit kuat serta dapat terionisasi sempurna dalam air (Keenan, 1984). Penyebaran
salinitas secara alamiah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, aliran air
tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai dan gletser, penguapan, arus laut,
turbulensi percampuran, dan gelombang laut (Campbell, 2004). Namun walaupun demikian
salinitas dari berbagai tempat di lautan terbuka dan di tepi pantai tidak jauh berbeda yaitu antara 34-37‰dengan rata-rata 35‰. (Nybakken, 1992).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada 20 sel dimana setiap sell menggunakan pasangan elektroda
tembaga (Cu), seng (Zn), alumunium (Al), dan karbon (C) seperti terlihat pada Gambar 2. Data pengamatan terdiri dari data tanpa beban dan menggunakan beban. Beban yang
digunakan adalah rangkaian LED dengan hambatan 1000Ω .
Diagram alir penelitian yang telah dilakukan terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
Air laut mengandung senyawa air (H2O) 96,5% dan natrium klorida (NaCl) 3,5%,
bercampurnya NaCl dan H2O menghasilkan Na+ dan Cl-. NaCl atau garam dapat dijdikan
larutan elektrolit atau zat yang dapat membentuk ion-ion yang memiliki muatan listrik. Dalam
keadaan terlarut atau cair, garam akan membentuk elektrolit setelah melalui proses elektrolisis
dengan reaksi redoks. Anoda berupa lempeng Zn dan Al, sedangkan katoda berupa lempeng
Cu dan C, pada anoda terjadi proses reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi proses reduksi.
Terjadinya reaksi redoks disebabkan karena adanya perbedaan potensial kedua elektroda
tersebut. Pada penelitian ini digunakan tiga pasang elektroda, yaitu C-Zn, Cu-Al dan Cu-Zn,
masing-masing pasangan elektroda tersebut memiliki range yang berbeda-beda pada deret
Volta (Silberberg, 2000).
Pemanfaatan bahan elektroda dengan berbagai kombinasi dapat menghasilkan nilai
potensial sel yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan potensial antara
kedua elektroda (Anderson, et al, 2010).
Pengambilan data menggunakan multimeter digital. Pasangan elektroda diletakkan pada
setiap sel yang telah dibuat sebelumnya. Pasangan elektroda diletakkan pada setiap sel dengan Mulai
Penentuan Alat dan Bahan
Analisis Data Pengambilan Sample Air laut
Realisasi Perancangan
Pembuatan Laporan Perancangan Media
Menggunakan Beban Tanpa Beban
jarak 10 cm. Volume air laut yang digunakan ialah 30 ml, 40 ml, 50 ml, 100 ml, dan 200 ml.
Rangkaian keseluruhan tempat uji karakteristik elektrik air laut seperti terlihat pada Gambar 1. Hasil pengukuran hubungan volume air laut dan tegangan tanpa beban hambatan ditunjukkan padaGambar 3.
Karakteristik elektrik air laut tanpa Beban
Gambar 3. Grafik hubungan tegangan volume air laut terhadap tegangan tanpa beban pada pasangan elektroda C-Zn, Cu-Al dan Cu-Zn
Grafik pada Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin besar volume air laut yang digunakan tidak berpengaruh pada kenaikan tegangan yang dihasilkan oleh sel volta. Bahkan
tegangan yang diperoleh pasangan Cu-Zn terus mengalami penurunan walaupun volume air
laut ditambah. Dari ketiga pasang elektroda tersebut dapat diketahui bahwa hubungan volume
air laut terhadap tegangan tidak berbanding lurus.
Ketidakbergantungan tegangan dengan volume juga menandakan kandungan ion yang
sangat tinggi dalam larutan, sehingga proses reduksi oksidasi pada pasangan elektroda akan
sama meskipun terjadi perubahan luas lempeng dan volume air laut. Berdasarkan hasil variasi
volume maka diperoleh kesempatan untuk memperkecil ukuran volume air laut sehingga
nantinya akan bisa membuat suatu sel Volta yang lebih kecil lagi.
Karakteristik Elektrik Air Laut dengan Beban
Karakteristik elektrik diperoleh dengan memberikan beban lampu LED dengan hambatan
1000 Ω selama 10 menit. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sell volta memiliki
hambatan dalam yang berbeda untuk tiap pasangan electrode seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.Grafik hubungan hambatan dalam terhadap volume air laut pada menit ke-10
Gambar 5.Grafik hubungan tegangan terhadap volume air laut pada menit ke-10
Gambar 6.Grafik hubungan arus terhadap volume air laut pada menit ke-10
Lima variabel volume air laut, yaitu 30 ml, 40 ml, 50 ml, 100 ml, dan 200 ml pada
masing-masing pasangan elektroda memiliki respon tegangan, arus dan daya yang sama
terhadap volume air laut. Semakin besar volume air laut maka semakin besar pula tegangan,
arus dan daya yang diperoleh setelah digunakan untuk menyalakan LED dengan hambatan
1000Ω .
Pada pengukuran menggunakan beban terjadi penurunan tegangan, arus dan daya yang
cukup besar pada menit awal sampai menit ke-1, pada menit selanjutnya sampai menit ke-10
penurunan tegangan, arus dan daya semakin kecil bahkan ada yang cendrung tetap. Selain
data pengamatan karakteristik elektrik air laut tanpa beban dan menggunakan beban pada
volume air laut 30 ml, 40 ml, 50 ml, 100 ml, dan 200 ml dengan menggunakan pasangan
elektroda C-Zn, Cu-Al, dan Cu-Zn. Pada penelitian ini diketahui juga lama LED menyala.
Tetapi lama nyala LED yang diketahui hanya pada pasangan elektroda Cu-Zn dengan volume
air laut 200 ml. Energi yang dihasilkan oleh pasangan elektroda Cu-Zn dengan volume air laut
200 ml dapat menghidupkan LED sebanyak 5 buah dengan hambatan 1000 Ω . Pengamatan
dilakukan dengan cara pengambilan tegangan, arus dan daya setiap 10 menit sekali selama 12
jam. Data tegangan, arus dan daya yang diperoleh pada uji lama nyala LED seperti terlihat
padaGambar 8.
Gambar 8.Grafik hubungan arus terhadap waktu pada pasangan elektroda Cu-Zn dengan volume 200 ml
Berdasarkan grafik diketahui bahwa terjadi penurunan energi listrik yang cukup besar
pada jam pertama sampai jam ke-2, sedangkan pada jam berikutnya penurunan energi
listriknya tidak terlalu besar walaupun terus mengalami penurunan, tetapi pada jam ke-12
energi listriknya kembali naik karena sel/kotaknya digerakkan dan air laut ikut bergerak
daya diambil juga foto/gambar LED setiap 1 jam sekali, diketahui bahwa nyala LED semakin
lama semakin redup karena terjadi penurunan energi listrik, walaupun semakin lama
penurunannya semakin kecil bahkan ada yang cendrung tetap, foto/gambar LED seperti
terlihat padaGambar 9.
1 2 3 4
5 6 7 8
9 10 11 12
Gambar 9.Foto/gambar nyala LED
Permasalahan serius pada elektroda logam jika terkena air laut adalah tingginya laju
pengkaratan (corotion) yang dialami oleh elektroda setelah terkena udara (oksigen). Namun
jika logam hanya terendam dalam air laut tanpa terkena udara laju pengkaratan berjalan
lambat yaitu 5.42 x10-5 mm/year (Pauzi dkk, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa
permasalahan pengkaratan dapat diatasi selama logam elektrode tidak terkena udara.
KESIMPULAN
Variasi pasangan elektroda menghasilkan karakteristik elektrik air laut yang berbeda,
pasangan elektroda Cu-Zn menghasilkan karakteristik elektrik air laut yang lebih besar
dibandingkan dengan pasangan Cu-Al. Pada pengukuran tanpa beban, volume air laut tidak
berpengaruh signifikan terhadap karakteristik elektrik air laut sedangkan pada pengukuran
menggunakan beban volume air laut berpengaruh terhadap karakteristik elektrik air laut dan
pasangan elektroda Cu-Zn dengan volume air laut 200 ml dapat menghidupkan LED
sebanyak 5 buah.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, J.B., George Lewis Reece and Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
ESDM. 2012.Indonesia Energy Outlook 2012. Jakarta. Kementrian ESDM.
Kadir, A. 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta. Universitas Indonesia.
Keenan, Kleinfelter Wood. 1984. Kimia Untuk Universitas Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Millero F.J. and Sohn Miller. 1992.Chemical Oceanography.Florida. CRC Press, Inc.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia Pustaka.
Pauzi. G.A., Ayu S.A., Dita Rahmayani., Nindi E.M., 2015. Perhitungan Laju Korosi di dalam Air Laut dan Air garam 3% pada paku dan Besi ASTM 36. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika (Gravity).Jurusan Fisika FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
EKSPERIMEN DAN ANALISIS PERILAKU TANAH LEMPUNG LUNAK DAN LEMPUNG ORGANIK DITINJAU DARI SIKLUS PEMBEBANAN YANG
MENGGUNAKAN MATRAS BETON BAMBU Iswan, Lusmeilia Afriani, Idharmahadi Adha, Ikratul, H.
ABSTRACT
This research was conducted by making test Boks modeling land subsidence, and perform impairment testing ground that has been given concrete reinforcement using a bamboo mat with a pole on soft clay soil of the village Belimbing Sari and organic clay from the village of Beteng Sari. Using weights ranging from 0.2 kg/cm2, 0.3 kg/cm2, 0.4 kg/cm2, 0.5 kg/cm2. Testing was conducted on the impairment testing ground to seek consolidation coefficient (Cv), congestion coefficient of volume (Mv), compression index (Cc) and coefficient of compression (Av). Based on the research results, the test box, the decline in clay is lower than the original soil testing, this happens because the test soil reinforcement box has been given a concrete form bamboo mat with a pole. From this it can be concluded that the carrying capacity of the clay to get better after being given reinforcement. This is because the pore cavities filled with particles that bind to each other so that the soil structure becomes more dense and easily compressible. So when it is under pressure from the imposition of land subsidence will be minor.
Keywords: Soft Clay Soil, Soil Organic Clays, Consolidation
1. PENDAHULUAN
Tanah merupakan material yang sangat penting dalam bidang Teknik Sipil. Semua sistem
pembebanan produk Teknik Sipil berhubungan langsung dengan tanah serta sifat – sifatnya,
baik itu sifat fisik, mekanis, maupun kimiawi. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran
butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut
dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari
hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat fisik tanah, kecuali
dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh
unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut (Setyanto,
1999).
Proses stabilitas tanah saat ini belum mampu merubah sifat kembang susut tanah sehingga
walaupun suatu perkerasan atau kontruksi jalan tersebut sudah di padatkan akan cepat
mengalami kerusakan dikarenakan sifat buruk tanah yang ada dibawah tanah tersebut. Oleh
sebab itu perlu ada penanganan khusus, misalnya dengan stabilitas tanah, khusus pada tanah
ini akan dicoba menggunakan tanah lempung lunak dan lempung organik yang akan di uji
besarnya penurunannya. Hal ini didasarkan kenyataannya berat suatu setiap struktur
memampatkan dan mendeformasi setiap lapisan tanah dibawahnya Terzaghi, K., Peck, R. B.
1987. Berat struktur disini diasumsikan sebagai matras beton yang sekaligus sebagai lantai
kerjanya menggunakan Matras Bambu dan perkuatan tanahnya menggunakan kayu gelam.
Terjadinya penurunan (konsolidasi) tanah apabila mengalami pembebanan diatasnya maka
tekanan air pori akan naik sehingga air-pori ke luar yang menyebabkan berkurangnya volume
tanah, oleh karena itu akan terjadi penurunan signifikan pada tanah yang akan mempengaruhi
berkurangnya daya dukung tanah untuk menahan beban yang ada di atas tanah tersebut.Pada
penelitian ini lingkup pembahasan dan masalah yang akan dianalisis dibatasi dengan
pengujian pada tanah lempung lunak dan lempung organik sebelum dan sesudah dipasang
matras beton bambu berdasarkan uji di lapangan dan di laboratorium.
2. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, sampel tanah yang diambil berasal dari Desa Belimbing Sari dan
Desa Beteng Sari kabupaten Lampung Timur – Provinsi Lampung, dengan titik koordinat lintang (-5° 71’ 84,26”) dan bujur (105° 39’10,73”).Lokasi pengambilan sampel dipilih pada
daerah sekitar persawahan yang jauh dari pemukiman penduduk. Dan tanah yang akan di uji
berupa tanah lempung lunak dan lempung organik. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah
(undistrub soil) dan tanah (disturb soil). Pada pengambilan sampel tanah undistrub soil
dilakukan dengan cara membersihkan dan mengupas permukaan tanah sedalam 30 cm, hal ini
dilakukan agar membuang tanah-tanah yang mengandung humus dan akar-akar tanaman,
setelah itu diletakkan tabung besi dengan diameter 4 inchi dan tinggi 50 cm, lalu ditekan
perlahan lahan sampai seluruh tabung terisi dengan tanah, setelah itu tabung diangkat ke
permukaan tanah dan dibagian ujung – ujungnya yang terbuka dilapisi dengan lilin lalu
ditutupi dengan plastik, hal ini bertujuan untuk menjaga kadar air aslinya. Sampel ini akan
digunakan untuk melakukan uji fisik tanah pada laboratorium.Selanjutnya untuk pengambilan
sampel tanah disturb soil dilakukan dengan cara penggalian menggunakan cangkul dan
memasukannya kedalam karung, sampel ini akan digunakan sebagai bahan percobaan
penurunan tanah pada pemodelan boks uji.
Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari Desa
Belimbing Sari, dan Lempung organik Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.
lempung organik. Pelaksanaan pengujian dilakukan dalam 3 tahap. Pertama adalah pengujian
sifat fisik. Ke dua adalah pengujian konsolidasi dengan menggunakan alat standar
laborotorium dan tahap ke tiga adalah menggunakan disain alat penurunan yang dilengkapi
dengan program akusisi data untuk mendekteksi penurunannya. Tahap pengujian dilakukan di
laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk uji analisis saringan, uji
berat jenis, uji kadar air, uji berat volume, uji batas-batas konsistensi, uji hidrometri, uji
konsolidasi yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material
(ASTM), Gogot, S.Budi, 2011, Bowels Y E. 1970. Hasil data yang diperoleh dan didapatkan
dari percobaan yang telah dilakukan dan diolah kemudian hasil dari pembacaan penurunan
tanah lempung dengan derajat kejenuhan yang berbeda ditampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik.
Keutamaan pada penelitian tentang penurunan tanah ini adalah menggunakan alat uji
dilaboratorium yaitu alat uji penurunan tanah berupa Kotak Baja berbentuk persegi empat
dengan ukuran 80 cm x 90 cm x 100 cm. Bahan yang diperlukan pada pembuatan alat ini
adalah: Kaca setebal 12 mm, Plat baja setebal 5 mm dan 1 mm, Besi hollow tebal dengan
dimensi penampang 40 x 20 mm dan Baja U dengan tebal 5 mm. Berikut adalah rencana
proses pekerjaanya dan penempatan beban terpusat vertikal dan alat untuk mengukur
penurunan secara vertical (displasement vertical).
Langkap awal adalah membuat pemodelan matras beton dengan tulangan kawat
bendrat, Matras beton yang digunakan pada penelitian ini memiliki ketebalan berkisar 8 cm,
mutu beton yang dipakai adalah K-225 kg/cm2, sedangkan tulangan yang akan digunakan
kawat bendrat yang dipasang berlapis, lihat gambar 1. Beton yang telah dicor, dibiarkan dulu
sampai 21 hari agar tercapai kuat optimal matras beton. Urutan pengerjaannya sebagai
berikut: tanah dimasukkan kedalam Box Pengujian lalu dilakukan penjenuhan, pemasangan
tiang kayu gelam berdiameter 8cm dengan dengan jarak 24 - 26 cm dengan desain seperti
gambar 1(b) dan gambar 2.
Gambar 1. (a). Bentuk matras beton setelah dilakukan pengecoran dan (b) ukuran dan dimensi matras beton dan pemasangan anyaman bambu
Dari gambar 2 diletakkan matras benton lalu diatas matrasnya ditempatkan beban yang
dilakukan dengan beban bertahap yaitu: 0,2 kg/cm2; 0,3 kg/cm2 ; 0,4 kg/cm2 ; 0,5 kg/cm2.
Melakukan Pengukuran penurunan Matras Bambu dengan alat ukur sensor jarak.
(a) (b)
Gambar 2. (a) dan (b) Ukuran jarang tiang dan peletakkan serta pemasangan tiang kayu.
Mencatat hasil penurunan dan membuat perbandingan penurunan antara tanah
lempung lunak dan tanah lempung organik. Lalu disimpulkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium diolah menurut klasifikasi data
dengan menggunakan persamaan-persamaan dan rumus-rumus yang berlaku.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian terbatas pada sifat fisik tanah dan melakukkan pembebanan awal secara
periodik serta mengetahui besarnya penurunan tanah selama preloadingdengan sebelum dan
sesudah penelitain. Penelitian pemodelan matras beton dengan menggunakan tiang, tiang
diasumsikan sebagai pondsi tiang. Tujuan penelitian ini untuk mendesain matras beton
dengan tulangan kawat bendrat dan medesain alat pemodelan. Mengetahui penurunan tanah
dengan tiang yang digunakkan pada alat pemodelan dengan sensor straingage atau
menggunakan dengan dial indicator. Mengetahui kekuatan tanah dengan menggukan alat
pemodelan tersebut.
Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan
melaksanakan pembangunan suatu konstruksi.Dengan hasil yang didapatkan dari tes sifat fisik
ditampilkan pada tabel 1. Dari hasil uji kadar air, di Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung
Lampung Timur sebesar 64,48%, sedangkan dari sampel Desa Benteng Sari kadar airnya
sebesar 183,18%. Dari hasil tersebut kadar airnya cukup tinggi, hal ini menunjukan sifat tanah
yang berbeda. Karena tingkat kadar air yang terkandung dalam tanah sangat berpengaruh pada
sifat-sifat lainnya, Sosrodarnono, 1997. Menurut sistem klasifikasi tanah Unified Soil
Classification System (USCS), berdasarkan nilai persentase butiran lolos saringan No. 200
sebesar 82,77 % (lebih besar dari 50%), maka berdasarkan tabel klasifikasi tanah USCS,
sampel tanah yang diambil dari Desa Belimbing Sari dan Beteng Sari, Kecamatan Jabung,
Kabupaten Lampung Timur secara umum diketegorikan pada golongan tanah berbutir halus
(lempung). Berdasarkan hasil pengujian ditampilkan pada tabel 1.
Sedangkan berat volume tanah. Belimbing Sari sebesar 1,558 gr/cm3 dan nilai berat
volume tanah Beteng Sari sebesar 1,153 gr/cm3. maka berat kering tanah akan berkurang
karena pertambahan air tadi akan memperkecil konsentrasi partikel-partikel padat tanah
persatuan volume (Braja M. Das, 1995). Sedangkan nilai berat jenis (Gs) di laboratorium
dilakukan sebanyak dua sampel. Dari pengujian berat jenis didapatkan nilai-nilai sebagai
berikut, untuk Desa Belimbing Sari 2,540 dan untuk Desa Beteng Sari 2,153. angka ini
menunjukan bahwa tanah tersebut adalah tanah lempung≤ 2,68-2,75.
Tabel 1. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Lempung dan Tanah Organik
b). Analisa Hasil Pengujian Konsolidasi pada Boks uji penurunan tanah Belimbing Sari Benteng Sari
1 KadarAir (%) 64,48 183,18
2 Berat volume (gr/cm3) 1,558 1,153
3 Berat Jenis 2,54 2,153
4 Analisa Saringan No.200 ( %) 82,77 48,33
a. Batas Cair (Liquid Limit) 82,25 183,9 b. Batas Plastis (Plastic Limit) 57,93 154,83 c. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) 24,32 29,07
Metode akar waktu digunakan untuk menentukan Cv dengan cara menggambarkan
hasil uji konsolidasi pada grafik hubungan akar waktu terhadap penurunan. Kurva teoritis
yang terbentuk, biasanya linear sampai dengan kira-kira 60% konsolidasi. Karakteristik akar
waktu ini, adalah dengan menentukan derajat konsolidasi U= 90%, dimana pada U=90%
tersebut absis Or akan sama dengan 1,15 kali absis OQ. Prosedur untuk memperoleh derajat
konsolidasi U = 90% dapat dilihat dipembahasan di bawah ini.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa terjadi penurunan ketinggian tanah secara
bertahap.Penurunan ini sebanding dengan besarnya beban dan lamanya pembebanan.
Penurunan ini dapat terjadi karena keluarnya sejumlah air pori yang ada didalam tanah
sebagai akibat penambahan tegangan vertical pada tanah ( prinsip dasar konsolidasi). Dari
grafik e (angka pori) terhadap tekanan diperoleh hubungan bahwa nilai penurunan angka pori
meningkat sebanding dengan penambahan logaritma tekanan. Penyebab turunnya angka pori
adalah pada saat tekanan diperbesar, ketinggian sampel tanah mengalami penurunan,
penurunan ini menandakan adanya pengurangan jumlah dari pori tanah yang ada sehingga
mengurangi besarnya angka pori.
Pada pembebanan 0,2 kg/cm ini diperoleh nilai √ =5,5 dan t90=30,25 pada lempung
lunak dan nilai√ =3,6 dan t90=12,96 pada lempung organik.. Untuk mengetahui nilai Cv, Cc,
Mv, dan Av, dari grafik diatas dapat dilihat pada pembahasan setelah ini. Pada pembebanan
0,3 kg/cm ini diperoleh nilai √ =6 dan t90=36 pada lempung lunak dan nilai √ =4,8 dan
t90=23,04 pada lempung organik. Pada pembebanan 0,4 kg/cm ini diperoleh nilai√ =6 dan
t90=36 pada lempung lunak dan nilai√ =5 dan t90=25 pada lempung organik. Besarnya angka
pori. 0,5 kg/cm ini diperoleh nilai √ =4 dan t90=16 pada lempung lunak dan nilai √ =4 dan
t90=16 pada lempung organik
Gambar 3.Grafik penurunan t90beban 0,2 kg/cm lempung lunak dan lempung organik
Gambar 4.Grafik penurunan t90beban 0,3 kg/cm lempung lunak dan lempung organik Waktu
(menit) 0.2 kg/cm² 0.3 kg/cm² 0.4 kg/cm² 0,5 kg/cm² 0.2 kg/cm² 0.3 kg/cm² 0.4 kg/cm² 0,5 kg/cm² 0 0 0,1793 0,3264 0,5924 0 0,29 0,527 0,945 0.09 0,1003 0,2652 0,4751 0,8372 0,169 0,42 0,759 1,329 0.25 0,107 0,2703 0,4887 0,8466 0,175 0,4274 0,7722 1,3376 0.49 0,1147 0,2754 0,4981 0,8568 0,18 0,4351 0,7869 1,3537 1 0,1207 0,2788 0,5049 0,867 0,1907 0,4405 0,7977 1,3698 2.25 0,1266 0,2847 0,5151 0,88 0,202 0,4499 0,8138 1,3908 4 0,1334 0,289 0,5236 0,8925 0,213 0,4566 0,8272 1,4101 6.25 0,1402 0,2932 0,5304 0,9035 0,223 0,4633 0,838 1,4276 9 0,147 0,2975 0,537 0,912 0,2336 0,47 0,848 1,441 12.25 0,153 0,3009 0,543 0,918 0,2417 0,4754 0,8568 1,4504
16 0,159 0,3043 0,5482 0,9248 0,2497 0,4807 0,8662 1,4611 20.25 0,1632 0,3068 0,5533 0,931 0,2578 0,487 0,8742 1,4692 25 0,1666 0,3102 0,5584 0,9367 0,2632 0,492 0,8823 1,4799 36 0,1717 0,315 0,5678 0,946 0,2712 0,503 0,9001 1,5012 49 0,1742 0,319 0,5763 0,9554 0,279 0,512 0,92 1,521 64 0,1768 0,323 0,5839 0,9639 0,285 0,52 0,936 1,543 1440 0,1793 0,3264 0,5924 0,29 0,527 0,945
Gambar 5.Grafik penurunan t90beban 0,4 kg/cm lempung lunak dan lempung organik
Gambar 6.Grafik penurunan t90beban 0,5 kg/cm lempung lunak dan lempung organik Koefisien konsolidasi (CV) dicari untuk menentukan kecepatan pengaliran air pada arah
vertical dalam tanah. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk memperoleh koefisien
konsolidasi yaitu metoda logaritma waktu (casagrande dan fedum,1940) dan metoda akar
waktu (Taylor, 1842). Untuk kedua metode tersebut, parameter Cv dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut :
=
. (1)Cv = koefisien konsolidasi vertical, Tv = factor waktu
Hdr = tinggi contoh uji sesuai kondiri drainage nya, = waktu pada 90%
Dari rumus diatas dan data yang di peroleh dapat dihitung nilai koefisien konsolidasi
vertikalnya, hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada nilai Cv ditabel dan gambar 7
Tabel 3.Perbandingan P terhadap Cv pada pengujian boks
Gambar 7.Perbandingan Tekanan terhadap Penurunan Cv
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan nilai koefisien konsolidasi
(Cv) pada tanah lempung organik lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanah lempung
organik mempunyai sifat permeabilitas yang tinggi sehingga akan lebih mudah di tembus oleh
air yang menyebabkan tanah cepat mengalami penurunan. Selain sifat permeabilitasnya yang
tinggi berat jenis dari tanah lempung lunak itu sendiri lebih besar dari pada tanah lempung
organik. Hal ini dapat dilihat pada pembebanan 20 kPa yaitu sebesar 0.00107 dibandingkan
tanah lempung lunak sebesar 0.00046. Nilai koefisien konsolidasi (Cv) pada tanah lempung
organik pada pembebanan 30 kPa yaitu sebesar 0.00059 dan tanah lempung lunak sebesar
0.00038. Nilai koefisien konsolidasi (Cv) pada tanah lempung organik pada pembebanan 40
kPa yaitu sebesar 0.00052 dan tanah lempung lunak sebesar 0.00037.
Dengan sifat permeabilitas yang tinggi apabila mendapat tekanan dari pembebanan
maka air pori dapat mengalir keluar dari dalam tanah dengan cepat sehingga penurunan tanah
yang terjadi juga akan semakin besar maka akan semakin cepat mencapai lapisan tanah yang
stabil. Sedangkan nilai koefisien konsolidasi (Cv) pada tanah lempung organik lebih rendah
pada pembebanan 50 kPa yaitu sebesar 0.0078 dibandingkan tanah lempung lunak sebesar
0.00082. Hal ini terjadi karena lempung organik telah habis air porinya dan telah mampat
sedangkan lempung lunak memiliki struktur tanah yang lebih padat sehingga proses
konsolidasi berjalan lambat dan tanah terus terkonsolidasi.
P, kPa Cv lempung lunak cm2 / dt CV lempung organik cm2 /dt
20 0.29191 0.68119
30 0.24512 0.38276
40 0.22937 0.35229
Koefisien pemampatan volume merupakan perubahan volume untuk setiap satuan perubahan
tegangan.
Mv =
∆
∆
=
(2)
Mv= koefisien kemampatan volume , ∆ = perubahan volume akibat beban tegangan Av = perubahan angka pori persatuan perubahan tegangan, e = angka pori.
Dari tabel 4 diatas dapat dibandingkan antara koefisien kemampatan volume lempung lunak
desa Belimbing Sari dengan koefisien kemampatan volume desa Beteng Sari yang dapat
dilihat pada gambar grafik 8.
Tabel 4.Perbandingan P terhadap Mv pada tanah Lempung Lunak dan Lempung Organik
P Kpa
Mv lempung lunak (x10 m2/KN )
Mv lempung organik (x10 m2/KN )
20 4,48 7,25
30 7,42 12,02
40 13,52 21,47
50 19,58 31,91
Gambar 8.Perbandingan tekanan terhadap perubahan volume (Mv)
Dari hasil tersebut dapat dilihat koefesien pemampatan tanah lempung organik lebih besar
dibandingkan tanah lempung lunak, perbedaan ini terjadi karena tanah lempung organik
memiliki ruang pori yang besar sehingga ketika diberi beban akan terjadi perubahan volume
yang besar. Sedangkan tanah lempung lunak memiliki struktur tanah yang lebih padat dan
akan mengalami perubahan volume yang lebih kecil ketika diberi pembebanan disbanding
tanah organik. Tanah lempung lunak lebih cepat mampat juga disebabkan kerena perilaku
tanahnya memiliki berat jenis yang lebih besar dibanding pada tanah lempung organik.Hal ini
terlihat pada Nilai koefisien kemampatan (mv) pada tanah lempung organik pada pembebanan
(mv) pada tanah lempung organik pada pembebanan 30 kPa yaitu sebesar 12.02 dan tanah
lempung lunak sebesar 7.42.Nilai koefisien kemampatan (mv) pada tanah lempung organik
pada pembebanan 40 kPa yaitu sebesar 21.47 dan tanah lempung lunak sebesar 13.52.Nilai
koefisien konsolidasi (Mv) pada tanah lempung organik pada pembebanan 50 kPa yaitu
sebesar 31.91 dan tanah lempung lunak sebesar 19.58.
Indeks pemampatan digunakan untuk menghitung besarnya penurunan yang terjadi
dilapangan sebagai akibat dari konsolidasi dapat di tentukan dari kurva yang menunjukan
hubungan antara angka pori dan tekanan yang didapat dari uji konsolidasi di laboratorium . Cc
dapat di hitung dengan rumus :
Cc =
=
=
( )
(3)
Dengan menggunakan rumus diatas dapat diketahui nilai Cc seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 5.Perbandingan P terhadap Cc
P KPa Cc lempung lunak Cc lempung organik
20 0,09 0,23
30 0,119 0,320
40 0,305 0,790
50 0,561 1,490
Dari tabel 5 dapat dilihat perbandingan indeks pemampatan antara tanah lempung lunak di desa belimbing sari dan tanah lempung organik di desa beteng sari, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 9. Perbandingan tekanan terhadap indeks pemampatan (Cc) dan Av Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai indeks pemampatan (Cc) pada tanah lempung
lunak lebih kecil. Hal ini disebabkan karena rongga-rongga porinya terisi dengan
partikel-partikel yang saling mengikat sehingga struktur tanahnya menjadi lebih padat dan mudah
terjadi akan semakin berkurang. Selain itu berat jenis dari tanah lempung lunak itu sendiri
lebih solid dibandingkan dengan tanah organik karna material penyusun tanahnya berupa
tanah lempung murni. Hal ini terlihat pada Nilai koefisien kemampatan (Cc) pada tanah
lempung organik pada pembebanan 30 kPa yaitu sebesar 0.32 dan tanah lempung lunak
sebesar 0.12.Nilai koefisien kemampatan (Cc) pada tanah lempung organik pada pembebanan
40 kPa yaitu sebesar 0.79 dan tanah lempung lunak sebesar 0.30.Nilai koefisien konsolidasi
(Cc) pada tanah lempung organik pada pembebanan 50 kPa yaitu sebesar 1.49 dan tanah
lempung lunak sebesar 0.56.
Koefision pemampatan (Av) adalah koefisien yang menyatakan kemiringan kurva e– p’ . jika
volume awal v1 mampat menjadi v2, maka terjadi pengurangan angka pori perubahan volume
menjadi :
aV =
∆ / ∆
=
( )(4)
dengan menggunakan rumus diatas dan dari data data yang sudah dikumpulkan dapat dihutung nilai Av seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 6.Perbandingan P terhadap av
Dari tabel 28 diatas dapat dilihat nilai av pada tanah lempung lunak desa Belimbing sari dan
nilai av tanah lempung organik didesa Beteng sari, untuk perbandingannya dapat dilihat pada
gambar gambar 38 dibawah ini
Dari gambar 9 di atas dapat dijelaskan bahwa koefisien pemampatan (aV) pada tanah
lempung organik memiliki koefisien pemampatan yang cukup besar dan cepat. Hal ini
dikarenakan perubahan perilaku tanah lempung organik apabila dilakukan pembebanan akan
dengan cepat mengalami penurunan, ini juga dikarenakan persentase kadar air yang lebih
tinggi sedangkan pada tanah lempung lunak memiliki kadar air yang lebih rendah sehingga
koefisien pemampatannya lebih kecil dan perubahan volumenya apabila dilakukan
pembebanan tidak secepat tanah lempung organik. Hal ini juga dipengaruhi berat jenis dari
tanah organik sendiri yang terdiri dari bahan bahan organik yang memiliki sifat tidak terlalu
mengikat air sehingga dengan mudah menyusut apabila dilakukan pembebanan. Beban av Lempung Lunak av Lempung Organik
kPa
20 12,83 34,35
30 21,04 56,15
40 38,06 99,03
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perkuatan tanah dengan
menggunakan matras beton bambu dengan tiang mampu mengurangi penurunan yang
terjadi di tanah lempung lunak dan lempung organik. Sehingga dukung tanah lempung
lunak dan lempung organik akan meningkat apabila diberi perkuatan berupa matras
beton bambu dengan tiang, hal ini berarti matras beton bambu dengan tiang dapat
digunakan sebagai solusi perkuatan tanah yang berbutir halus.
3.. Dari hasil penelitian nilai Mv, Cc dan av pada pengujian tanah asli dengan pengujian
boks, pada pada pengujian boks Mv lebih kecil dari pengujian lab, hal ini disebabkan
pada pengujian boks perubahan volume tanahnya setelah diberi pembebanan tidak
begitu besar karna sudah diberi perkuatan berupa matras beton bamboo dan tiang
sebagai material perkuatan tanah. Sehingga tanahnya menjadi lebih mampat dan dapat
lebih kuat menahan pembebanan.Hal ini terjadi pada kedua jenis tanah baik tanah
lempung lunak maupun tanah lempung organik.
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, Joseph E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta.
Das, M. Braja. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip–Prinsip Rekayasa Geoteknis), Jilid I, Erlangga . Jakarta.
Hardiyatmo, H., C., 1996. Mekanika Tanah1. PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta..
Hardiyatmo, H., C., 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
PEMODELAN ALIRAN PADA PIPA SUPLAI UNTUK MENENTUKAN BERAT KATUP BUANG (WASTE VALVE) MODEL POMPA TANPA MOTOR (HYDRAULIC
RAM PUMP)
Jorfri Boike Sinaga1, Azhar2), Novri Tanti1, Sugiman1 1
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung 2
Jurusan Teknik kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung Email: [email protected]
ABSTRAK
Pompa tanpa motor (hydraulic ram pump) adalah suatu peralatan yang istimewa dimana peralatan ini dapat dimanfaatkan untuk memompakan air ke tempat yang jauh lebih tinggi dari tinggi sumber air dengan menggunakan energi aliran air itu sendiri. Berdasarkan prinsip kerja peralatan pompa ini, maka pompa ini dapat digunakan untuk penyediaan air bagi kebutuhan rumah tangga, unutuk memenuhi kebutuhan air untuk pertanian atau masyarakat, dan juga dapat digunakan untuk pembangkit listrik. Salah satu parameter yang mempengaruhi unjuk kerja pompa ini adalah katup buang (waste valve). Pada makalah ini dilakukan pemodelan matematika aliran air di dalam pipa suplai untuk menentukan berat katup buang yang digunakan pada suatu model pompa tanpa motor. Hasil pemodelan digunakan untuk merancang model pompa tanpa motor yang akan digunakan untuk head sumber 1,5 m, dan juga diuji untuk mengetahui unjuk kerja pompa ketika digunakan untuk memompakan air ke ketinggian (delivery head) 7 m, 8 m, dan 9 m.
Kata kunci: Pemodelan, pompa tanpa motor, katup buang, energi terbarukan.
1. PENDAHULUAN
Pompa tanpa motor (hydraulic ram pump) adalah suatu peralatan yang unik dimana
peralatan ini menggunakan energi dari aliran air yang memiliki ketinggian jatuh rendah
sebagai energi suplai untuk memompa sebagian air ke tempat yang jauh lebih tinggi dari head
sumber air. Aliran air yang kontinu mengakibatkan pengeoperasian pompa ini juga kontinu
dengan tidak menggunakan sumber energi lain (Taye, 1998).
Dengan menggunakan teknologi pompa ini, sawah atau lahan pertanian tadah hujan
yang terletak di ketinggian yang letaknya jauh di atas sumber air, dapat dialiri air dengan
menggunakan energi aliran air itu sendiri tanpa menggunakan energi listrik atau bahan bakar
minyak. Dan juga saat ini penggunaan teknologi pompa ini sedang dikembangkan untuk
pembangkitan energi listrik disamping digunakan untuk membantu irigasi pertanian dan
Salah satu parameter yang mempengaruhi unjuk kerja pengoperasian pompa tanpa
motor ini adalah katup buang (Tessema, 2000). Pada makalah ini diberikan pemodelan aliran
di dalam sistem pompa tanpa motor, sehingga dihasilkan berat katup buang yang digunakan
sesuai dengan potensi head sumber. Hasil pemodelan ini juga digunakan untuk menentukan
berat katup buang model alat uji pompa tanpa motor yang dirancang bangun di Laboratorium
Mekanika Fluida Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
1.1 Sistem Pompa Tanap Motor (Hydraulic Ram Pump)
Gambar 1 menunjukkan diagram seluruh komponen sistem pompahydraulic ram pump.
Gambar 1. Instalasi pompa tanpa motor(hydraulic ram pump)(Taye, 1998).
Pompahydraulic ram pump adalah suatu alat yang sederhana secara struktur, terdiri atas dua
bagian yang bergerak yaitu: katup buang (waste valve), dan katup pengeluaran (delivery
valve). Unit ini juga terdiri atas tangki penyimpan udara (air chamber) dan katup udara masuk
(snifter valve). Pengoperasian hydraulic ram pump adalah intermitent akibat siklus
pembukaan dan penutupan katup buang dan pengeluaran. Penutupan katup buang akan
mengakibatkan peningkatan tekanan yang tinggi di dalam pipa suplai (drive pipe). Tangki
penyimpan udara dibutuhkan untuk mencegah tekanan yang tinggi ini dan digunakan untuk
memompakan air yang mengalir secaraintermitentmenjadi suatu aliran yang kontinu. Lubang
udara memberikan udara masuk ke hydraulic ram pump menggantikan udara yang diabsorb
1. 2. Model Aliran di Dalam Pipa Suplai
Akibat adanya head (H) sumber yang dihasilkan seperti pada Gambar 1, maka air
mengalami percepatan di dalam pipa suplai (drive pipe) dan keluar melalui katup buang
(waste valve). Percepatan air sesaat di dalam pipa suplai dapat dimodelkan (Thomas, 1994).
1 kV 2
Faktor hambatan k merefleksikan kerugian head pada masukan pipa suplai, plus kerugian
head gesekan di dalam pipa suplai, kerugian gesekan di dalam pompa dan head kecepatan
yang keluar dari air yang terbuang. Kerugian head akibat seluruh faktor-faktor ini dapat
dinyatakan sebagai suatu perkalian head kecepatan di dalam pipa
g
Dimana C1 adalah koefisien kerugian pada masukan pipa, C2adalah koefisien gesekan pipa
D
fL / dan f faktor gesekan dalam pipa dan nilai ini dapat diketahui dari buku teks
mekanika fluida (Fox dan McDonald, 1995), C3 adalah keofisien kerugian pompa, umumnya
1,5 tapi mungkin lebih besar, dan
C
4
A
2Ae
2, dimana A adalah luas permukaan penampang pipa dan Ae adalah luas efektif dari aliran keluar katup impuls.Faktor hambatan k pada Persamaan 1 dapat disederhanakan menjadi
k
k
d
k
pdimana kd mewakili hambatan pipa suplai
k
d
C
22
g
H
dan kp mewakili hambatan pada pompak
p
C
3
C
4
2
g
H
. Untuk perancangan ini meminimilasasi kp adalah tujuan dimana, khususnya dengan memaksimumkanAeuntuk menjagaC4kecil dan memiliki salurandalam yang besar untuk menjagaC3kecil.
1 (waktu untuk mencapai kecepatan V dimana tidak ada pengaruh yang memperlambat).
Hubungan kecepatan normalisasi λ terhadap waktu t dan waktu normalisasi τ ini digambarkan dalam Gambar 2 .
Gambar 2. Variasi kecepatan air selama fase percepatan (λ V /V dan
τ
t
/
t
0 adalah nilai-nilai normalisasi)Sebagaimana tujuan fase percepatan adalah untuk mengubah energi potensial (ketinggian)
menjadi energi kinetik, maka kita tertarik pada efisiensi dan daya (laju pembentukan energi
kinetik). Kedua fungsi dapat dihungkan menjadi fungsi yang dihubungkan dengan kecepatan
puncak Vp.
Gambar 3 menunjukkan efisiensi dan daya normalisasi dari fase percepatan sebagai suatu keseluruhan, sebagai fungsi dari kecepatan puncak normalisasi pada penutupan katup
buang (
λ
p
V
p/
V
Q
p/
Q
). Persamaan aljabar efisiensi dan daya normalisasi ini adalah:Gambar 3. Grafik hubungan efisiensi dan daya dari fase percepatan (Vpadalah kecepatan pada
Selama periode percepatan kecepatan rata-rata adalah sekitar setengah kali dari
kecepatan puncak (akhir) dan aliran puncak dihubungkan dengan cara yang sama. Waktu
percepatan adalah mendekati
V
p/
g
S
yang secara aktual nilainya:p
dan kecepatan rata-rata selama fase percepatan diberikan persamaan:
Nilai-nilai variabel ini dapat dilihat seperti dalam Tabel 1.
Dari Gambar 3 jelas terlihat tidak ada manfaatnya memilih nilai lebih tinggi dari 0,8 (sebagai contoh aliran puncak pipa suplai sama dengan 80% dari nilai aliran maksimum yang
mungkin). Daya percepatan maksimum terjadi pada λ 0,8 tapi efisiensi kemudian menurun
63
λ akan memberikan daya maksimum 75% tapi efisiensi kemudian meningkat η 90%
. Gambar 3 ini menunjukkan hubungan utama antara yang dihasilkan dan efisiensi di dalam
perancangan pompa tanpa motor.
Tabel 1. Laju aliran percepatan dan waktu percepatan rata-rata
Akhirnya dari model fase percepatan ini diperoleh kecepatan rata-rata aliran, dan
kecepatan ini diandaikan kecepatan yang cukup untuk memulai menutup katup buang (waste
valve). Hal ini terjadi bila gaya geseran dan tekanan di dalam air sama dengan berat katup
buang. Gaya geseran dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini
2g
koefisien geseran katup pembuangan. Koefisien geseran Cd tergantung pada bilangan
Reynolds aliran dan bentuk objek, untuk benda sirkular Cd= 1.12.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboraorium Mekanika Fluida, Jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
melakukan penyelesaian persamaan-persamaan model fase percepatan aliran di dalam pompa
tanpa motor yang telah diberikan untuk memperoleh ukuran berat katup buang sesuai potensi
aliran dan head sumber yang akan dimanfaatkan. Hasil pemodelan tersebut kemudian
digunakan untuk menentukan berat katup buang suatu rancangan model pompa tanpa motor,
dimana head sumber yang digunakan 1,5 m. Hasil rancang bangun model pompa ini
kemudian diuji dengan tinggi pemompaan 7 m, 8 m, dan 9 m.
Untuk mendapatkan karakteristik unjuk kerja rancangan model pompa tanpa motor,
maka efisiensi pompa ini dihitung dengan menggunakan metode Rankine (Taye, 1998):
aliran yang terbuang (lit/men), H adalah head sumber di atas pembukaan katup pembuangan(m), h adalah head pompa di atas head sumber (m).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Persamaan-persamaan hasil pemodelan fase percepatan aliran di dalam pompa tanpa
motor kemudian digunakan untuk menentukan berat katup buang pompa tanpa motor dimana
head sumber yang digunakan H = 1,5 m. Model pompa tanpa motor ini menggunakan
diameter pipa suplai ukuran 1 1/4 in., dan panjang pipa 7,8 m. Dimana rasio panjang dan
diameter pipa suplai ini L/D, masih dalam daerah rasio panjang dan diameter pipa suplai yang
diusulkan Taye (1998). Hasil pemodelan fase percepatan di dalam pompa diperoleh kecepatan
rata-rata aliran selama fase percepatan di dalam pipa suplai Va 0,495m/s. Massa katup
buang dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 dan diperoleh m = 200 gr, dimana
diameter katup buang yang digunakan 45 cm, dan volume tabung udara 4,2 lit. (Sinaga, dkk.,
2015). Katup buang hasil rancangan dan model pompa tanpa motor dapat dilihat pada Gambar
4 dan 5. Pompa ini kemudian diuji dengan tinggi pemompaan 7 m, 8 m, dan 9 m dan hasilnya
Gambar 4. Model katup buang pompahydram.
Gambar 5. Model pompa tanpa motor(hydram pump)yang dirancang.
Gambar 6. Grafik hubungan antara laju aliran volume air yang disalurkan terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 7 m
Gambar 7. Grafik hubungan antara efisiensi terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 7 m
Gambar 8. Grafik hubungan antara laju aliran volume air yang disalurkan terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 8 m
Gambar 9. Grafik hubungan antara efisiensi terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 8 m
Gambar 10. Grafik hubungan antara laju aliran volume air yang disalurkan terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 9 m
Gambar 11. Grafik hubungan antara efisiensi terhadap panjang langkah katup buang untuk tinggi head pemompan 9 m
Dari Gambar 6, 8, dan 10 dapat dilihat bahwa debit pemompaaan maksimum untuk ketinggian
pemompaan 7 m, 8 m, dan 9 m, adalah dengan menggunakan berat katup buang 201 gr,
dimana debit pemompaan yang dihasilkan yaitu 2,755 lit./menit, 1,730 lit./menit, 1,665
lit./menit. Hasil debit air yang dipompakan ini lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
berat katup buang 120 gr, 147 gr, dan 174 gr. Walaupun pengoperasian dengan menggunakan
berat katup buang 201 gr ini tidak memberikan pengoperasian dengan efisiensi maksimum
bila dibandingkan dengan menggunakan berat katup buang 120 gr, 147 gr, dan 174 gr, tetapi
yang diinginkan dari pengoperasian pompa tanpa motor ini adalah debit aliran maksimum
yang dipompakan, karena energi penggerak air ini adalah energi aliran air itu sendiri. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa massa katup buang yang digunakan ini, mendekati massa
katup buang yang dihitung dengan menggunakan pemodelan fase percepatan aliran di dalam
pompa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dari hasil perancangan model pompa tanpa motor
(hydraulic ram)ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berat katup buang mempengaruhi unjuk kerja dari model pompa tanpa motor(hydraulic
2. Pemodelan aliran yang dilakukan memberikan hasil yang cukup baik untuk menentukan
berat katup buang dan metode pemodelan ini dapat digunakan untuk perancangan katup
buang pompa tanpa motor.
3. Model pompa hydram yang telah dibuat ini mampu memompakan air hingga mencapai
ketinggian 7 m, 8 m, dan 9 m untuk kondisi pengoperasian volume tabung udara 4,2 lit,
head sumber 1,5 m, dan memberikan debit aliran air maksimum yang dipompakan
masing-masing 2,955 lit./menit, 1,730 lit./menit, 1,665 lit./menit.
DAFTAR PUSTAKA
1 Fox, R. W., and Mc Donald, A. T., 1995. Introduction to Fluid Mechanics. John Wiley & Sons, New York. 781 pp.
2 Sinaga, J. B., Azhar, dan N. Tanti, 2015a. Rancang Bangun Model Pembangkit Listrik dengan Menggunakan Teknologi Pompa Tanpa Motor (Hydraulic Ram Pump) untuk Membantu Memenuhi Listrik Pedesaan di Provinsi Lampung. Laporan Tahun Pertama Hibah Bersaing, Universitas lampung, Bandar Lampung.
3 Taye, T., 1998. Hydraulic Ram Pump, Journal of the Ethiopian society of Mechanical Engineers, Vol. II, No. l, July 1998.
4 Tessema, A. A., 2000. Hydraulic Ram Pump System Design And Application. ESME 5th Annual Conference on Manufacturing and Process Industry, held at Addis Ababa, Ethiopia , September 2000.
PENGARUH KALSINASI (150, 250, DAN 350οC) ELEKTRODE SUPERKAPASITOR ZEOLIT TERHADAP REVERSIBILITAS ELEKTROKIMIA
Siti Imas Masitoh, Agus Riyanto, Suprihatin
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, email: [email protected]
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of calcination on the zeolite phase, the constant value standard velocity of the electron (k0), and the inter-relationship between the phase zeolite with constant value standard velocity electron (k0). Synthetic zeolite obtained from mixing through a chemical reaction using the silica sol derived from rice husk and sodium alumina. Zeolite then calcined at a temperatures of 150, 250, and 350οC and characterized using XRD (X-Ray Diffraction) and CV (Cyclic voltammetry). The results of XRD analysis on the calcination 150οC Gibbsite phase has been formed, in the calcination 250οC been formed Gibbsite, Bohmite, and Quartz. As well as the calcination 350οC formed Bohmite phase and Quartz. CV analysis results showed the k0 value varies, and the mechanism reaction was irreversible. Gibbsite phase at a calcination 150οC k0highest values obtained by 3,75x10-7, Gibbsite phase, Bohmite and Quartz on the calcination 250οC k0 highest values obtained by 1,52x10-7, as well as the phase Bohmite and Quartz on the calcination values obtained 350οC k0 highest of 2,16x10-7.
Keywords:Electrodes, Electrochemistry, Reversibility, Supercapacitor, Zeolite.
1.
PENDAHULUAN
Superkapasitor merupakan terobosan baru di dunia piranti penyimpan energi listrik
karena memiliki siklus hidup lebih lama dari baterai (Conway, 1999), kapasitas penyimpanan
energi lebih besar, rapat daya lebih tinggi dari baterai (Kotz and Bartschi, 2002), serta rapat
energi yang lebih tinggi dari kapasitor konvensional (Jayalakshmi and Balasubramanian,
2008). Sebagai alat penyimpan energi listrik, superkapasitor telah digunakan secara luas pada
bidang elektronik dan transportasi, seperti sistem telekomunikasi digital, komputer, mobil
listrik hibrid (hybrid electrical vehicles), dan lain sebagainya (Wang, 2004). Proses
penyimpanan energi listrik pada superkapasitor mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan dengan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu pengisian (charge)
pendek, prinsip kerja dan modelnya sederhana, serta aman dalam penggunaannya (Kotz and
Carlen, 2000).
Superkapasitor membutuhkan elektrode dari bahan dengan luas permukaan spesifik yang
elektrode superkapasitor. Material dasar yang umum digunakan untuk pembuatan elektrode
superkapasitor adalah karbon aerogel (Stolleret al, 2008),single-walled carbon nanotube(An
et al, 2001), komposit mineral karbon (Izadi et al, 2011), dan ruthenium oxide (Patakeet al,
2009). Selain itu, aluminosilikat atau zeolit berpotensi sangat besar untuk dapat digunakan
sebagai pengganti carbon maupun ruthenium oxside. Zeolit termasuk kelompok
aluminosilikat terhidrasi dari logam alkali atau logam alkali tanah, yang merupakan bahan
anorganik berpori dengan struktur pori sangat teratur (Shumba et al, 2011). Zeolit diketahui
mempunyai sifat unik yang mampu menukar ion, densitas rendah, dan struktur berpori
(Bogdanov et al, 2009). Zeolit juga sangat berguna untuk mengatasi mobilitas unsur-unsur
beracun dalam sejumlah aplikasi lingkungan, memiliki sifat nonkorosif (Wu et al, 2008), dan
tidak mudah rusak bila terkena pelarut organik atau bahan kimia lain (Saputra dan Rosjidi,
2004). Sehingga zeolit berpotensi untuk dijadikan elektrode superkapasitor yang dapat bekerja
melalui mekanisme transfer faraday muatan reaksi redoks yang ramah lingkungan. Zeolit
dapat disintesis dari campuran silika dan natrium alumina yang direaksikan secara kimiawi
dengan berbagai metode seperti hidrotermal, hydro gel, dan sol gel. Silika dalam pembuatan
zeolit sintesis dapat diperoleh dari limbah sekam padi. Menurut Fahmi dan Ronaldi (2013),
tingkat kemurnian tertinggi silika sekam padi diperoleh sebesar 98,12%. Disamping itu, silika
sekam padi memiliki struktur amorf (Suka dkk, 2008).
Penelitian terkait zeolit sintesis telah banyak diteliti, seperti yang dilakukan oleh Putro
dan Prasetyoko (2007) yang berhasil mensintesis zeolit ZSM-5 menggunakan metode
hidrotermal dengan sumber silika dari abu sekam padi pada suhu 1950C selama 24 jam
dengan perbandingan mol silika dan alumina sebanyak 50. Namun, pembuatan zeolit sintesis
dengan metode hidrotermal memiliki sisi kelemahan, yaitu memerlukan suhu cukup tinggi
dan waktu reaksi yang cukup lama. Dari sisi kelemahan kedua metode tersebut, dipilihlah
metode sol gel. Metode sol gel dipilih karena berbiaya rendah (low-cost), tidak memerlukan
suhu tinggi, dan menghasilkan tingkat kehomogenan yang tinggi (Sembiring, 2011).
Pada penelitian ini, zeolit sintesis akan dikalsinasi (150, 250, dan 3500C), kemudian
dikarakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui fase struktur
kristal, serta diuji menggunakan teknik CV (cyclic voltammetry) guna mengetahui
reversibilitas reaksi yang dihasilkan. CV merupakan suatu teknik yang mampu memberikan
informasi mengenai proses termodinamika reaksi redoks dan kinetika transfer elektron yang
2.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan berupa: aquades, sekam padi, aluminium hydroxide (Al(OH)3)
Merck KGaA made in Germany (1.01091.1000), sodium hydroxide (NaOH) Merck KGaA
made in Germany (1.06498.1000) 99%, asam nitrat (HNO3) 68% RP Chemical Product,dan
karbon aktif.
Alat yang digunakan berupa: beaker glassPyrex USA 250 ml, 500 ml; 80 ml, labu ukur
Pyrex USA 10 ml/0,2 ml, pH indikatorstripsMerck KgaAmade in Germany(1.09535.0001),
magnetic stirer Kenko 79-1, neraca digital Adventures Ohauss Kern ABT 220-4 4M, ayakan
100 µm, penekan hidrolik GRASEBY SPECAC,furnaceNabertherm, XRD dan potensiostat.
Preparasi Sekam Padi
Prosedur kerja yang dilakukan adalah: Mencuci sekam padi dengan air bersih, merendam
sekam padi, dan mengeringkan sekam padi pada temperatur ± 35oC selama ± 2 hari.
Ekstraksi Silika Sekam Padi
Menimbang NaOH 5% sebanyak 25,25 gr, melarutkan ke dalam 500 ml aquades,
memasukkan sebanyak 50 gr sekam padi ke dalam beaker glass dan mencampurnya dengan
NaOH 5%, memanaskan campuran sekam padi dan NaOH sampai mendidih (± 30 menit),
menyaring campuran sekam padi dan NaOH supaya memperoleh silika sol, dan mengaging
solsilika ± 24 jam.
Sintesis Zeolit
Melarutkan 5 gr natrium alumina ke dalam 50 ml larutan NaOH 5%, menambahkan sol
silika 250 ml, mentetesi sedikit demi sedikit HNO35% sampai pH menjadi netral, mengaging
zeolit ± 24 jam, mengeringkan gel zeolit pada suhu 110oC ± 24 jam, menggerus zeolit
sampai halus, memasukkan zeolit ke dalam cetakan berbentuk silinder dan ditekan
menggunakan pompa hidrolik (zeolit pellet), mengkalsinasi zeolit pellet pada suhu 150, 250,
dan 3500C ke dalamfurnace.
Uji Karakterisasi Bahan
Zeolit yang telah dikalsinasi kemudian diuji menggunakanX-Ray Diffraction (XRD) dan
Cyclic Voltammetry(CV).
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis fase struktur kristal zeolit dilakukan menggunakan alat XRD (X-Ray Diffraction) pada rentang sudut 2θ=10-80ο
, dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan adalah
1,541874Ǻ. Dari hasil uji tersebut diperoleh pola difraktogram yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola difraktogram XRD zeolit serbuk (G=Gibbsite), B=Bohmite), dan (Q=Quartz).
Berdasarkan Gambar 1 terlihat beberapa puncak karakteristik zeolit kalsinasi 150οC, yaitu pada sudut 2θ=18,44ο
; 20,42ο; 20,65ο; 27,02ο; 36,73ο; 44,28ο; 52,30ο; dan 54,56ο yang
didominasi oleh fase Gibbsite (COD 96-101-1082). Suhu kalsinasi 150οC merupakan tahap
awal dalam proses pembentukan fase zeolit, sehingga fase yang terbentukpun didominasi oleh
Gibbsite (AlH3O3). Pada zeolit yang dikalsinasi 250οC, puncak karakteristik fase Gibbsite (COD 96-101-1082) berada pada sudut 2θ=18,30ο
; 20,32ο; 26,87ο; 2θ=52,20ο. Dan pada sudut 2θ=28,14ο
telah nampak puncak karakteristik fase Quartz. Kemudian, pada sudut 2θ=14,45ο;
36,54ο; dan 44,13οtelah nampak puncak karakteristik dari faseBohmite(COD=96-901-2254).
Zeolit yang di kalsinasi pada suhu 350οC, fase yang mendominasi adalah Bohmite, terlihat
beberapa puncak menghilang dan terdapat sebagian puncak yang intensitasnya melemah.
Seperti pada fase Bohmite di sudut 2θ=14,46ο. Pada sudut 2θ=28,21ο; dan 28,21ο telah
terbentuk fase Quartz. Dengan terbentuknya fase Gibbsite, Bohmite, dan Quartz telah
mengindikasikan adanya unsur pembentuk zeolit. Sehingga diprediksi akan membentuk
kerangka zeolit yaitu kerangka aluminosilikat terhidrat.
Hasil Analisis CV (Cyclic Voltammetry)
Pengukuran dilakukan pada rentang potensial -400 mV sampai 200 mV dengan scan rate
10, 50, 100, 500, dan 1000 mV/s. Dan larutan elektrolit yang digunakan berupa NaOH 0,1 M
dan KHP (Potassium Hydrogen Phthalate) 0,1 M. Hasil pengukuran CV disajikan dalam
Tabel 1 dan Tabel 2.
Hubungan Fase Struktur Kristal Zeolit terhadap Nilai k0
Berdasarkan Tabel 1 dan 2, suhu kalsinasi yang berbeda pada masing-masing sampel,
berpengaruh dalam sel elektrokimia. Pergerakan reaksi elektrokimia dalam sel elektrokimia
sangat dipengaruhi oleh mikrostruktur, kebersihan, dan kehalusan permukaan elektrode
(Wang, 2000). Selain itu, nilai k0 yang tertinggi diperoleh pada suhu kalsinasi 150οC yaitu
3,75E-07 discan rate 1000 mV/s dan pada suhu kalsinasi 350οC yaitu 2,16E-07 discan rate
500 mV/s. Hal ini disebabkan pada sampel zeolit yang dikalsinasi pada 350οC telah
didominasi faseBohmitedan pada sampel zeolit yang dikalsinasi pada 150οC didominasi oleh
fase Gibbsite. Bohmite dan Gibbsite merupakan fase metastabil yang hadir pada sebagian
besar sampel karena kecepatan transformasinya rendah (Hemingway, 1982; Violante and
Huang, 1984).
Tabel 1. Hasil Pengukuran Arus Puncak dan Potensial Puncak Voltametri Siklik Suhu (ᵒC) Scan rate(mV/s) Epa(V) Epc(V) Ipa(A) Ipc(A)
10 -0.044 -0.29 0.0001 -0.0001
50 -0.034 -0.3 0.00026 -0.0004
150 100 -0.024 -0.31 0.00045 -0.0007
500 0.04 -0.32 0.00108 -0.0019
1000 0.07 -0.34 0.00171 -0.0027
10 -0.014 -0.24 0.00011 -2x10-5
50 0.002 -0.246 0.00028 -0.0004
250 100 0.03 -0.25 0.00048 -0.0007
500 0.01 -0.296 0.00062 -0.001
1000 0.03 -0.298 0.00101 -0.0015
10 0.1 -0.13 0.00012 -1x10-5
50 0.06 -0.15 0.00033 -0.0001
350 100 0.06 -0.242 0.0009 -0.0005
500 0.12 -0.218 0.00184 -0.0013
1000 0.02 -0.316 0.00112 -0.0023
Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai k0Elektrode Kerja Zeolit
Scan rate mV/s
Nilai k0pada beberapa Suhu
Kalsinasi Mekanisme Reaksi
150οC 250οC 350οC
Pada saat reaksi oksidasi berlangsung,scan rate melaju naik menghasilkan suatu arus
katodik.Scan rateterus naik sampai potensialnya mendekati potensial oksidasi yang akhirnya
menghasilkan arus puncak anodik. Pada saat reduksi berlangsung, scan rate berbalik
menghasilkan suatu arus katodik. Kemudian scan rate terus turun sampai potensialnya
mendekati potensial reduksi yang akhirnya menghasilkan arus puncak katodik. Saat analisis
menggunakan voltametri siklik, elektrolit organik KHP akan melepaskan ion elektronnya dan
mengalami reaksi reduksi. Sehingga luasnya reaksi redoks yang terjadi menyebabkan
kenaikan tingkat transfer elektron dari KHP ke permukaan elektrode kerja zeolit.
Transfer elektron di dalam sel elektrokimia merupakan proses yang terjadi secara
heterogen antara permukaan elektrode kerja dan elektrolit organik atau terjadi hanya pada
elektrolit organiknya saja (Skoog et al, 2013). Diprediksi reaksi yang terjadi di dalam sel
elektrokimia saat analisis dengan metode voltametri siklik adalah:
2 + 2 → 2 + (4.1)
+ → + (4.2)
+ ↔ (4.3)
→ (4.4)
Persamaan reaksi (4.1) terjadi pada larutan elektrolit pendukung NaOH, dimana Na
berperan sebagai reduktor karena bilangan oksidasi Na naik dari 0 ke +1. Dan ion H dari
2H2O berperan sebagai oksidator dikarenakan bilangan oksidasi H berubah dari +1 menjadi 0.
Persamaan reaksi (4.2) merupakan reaksi yang terjadi antara elektrolit pendukung NaOH dan
elektrolit organik KHP. Pada Persamaan reaksi (4.3) dan (4.4), Oks merupakan elektrolit
organik KHP yang teroksidasi dan Red berarti reduksi dari Z (elektrode kerja zeolit) yang
tereduksi dan bersifat irreversibel (tidak dapat diubah kembali ke bentuk oksidasi dengan arah
transfer elektron).
Besaran nilai k0 yang telah diperoleh akan menentukan luas dari tingkat reaksi reduksi Z.
Transfer elektron tidak terjadi secara cepat karena terjadi suatu komplikasi sehingga nilai k0
pada suhu 250οC menjadi rendah. Besarnya nilai k0 juga dapat dipengaruhi oleh faktor
elektrolit organik yang digunakan. Elektrolit organik memiliki disosiasi tegangan yang lebih
tinggi dan resistivitasnya lebih besar meskipun daya selnya terbatas (limiting cell power) jika