• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSUMSI GLUTEN DAN KASEIN DENGAN KEJADIAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN KONSUMSI GLUTEN DAN KASEIN DENGAN KEJADIAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

HUBUNGAN KONSUMSI GLUTEN DAN KASEIN DENGAN KEJADIAN

PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

Glodia Cattrine1, Lodri Parera2 1

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat-FK, Universitas Kristen Indonesia Maluku 2

Program Studi Magister Epidemiologi, Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Email: glodia@gmail.com; lodri.parera@gmail.com

ABSTRAK

Perilaku Hiperaktif pada anak autis dapat membahayakan kesehatan anak autis. Sekitar 60% anak autis mempunyai sistem pencernaan yang kurang baik, sehingga beberapa jenis makanan seperti gluten dan kasein tidak dapat dicerna dengan sempurna. Hasil pencernaan yang tidak sempurna dapat merusak fungsi otak. Penelitian bertujuan menganalisis hubungan pola konsumsi Gluten dan Kasein terhadap perilaku hiperaktif anak autis di Kota Ambon. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional studyanalitik dengan variabel dependent adalah perilaku hiperaktif anak autis dan variabel independent adalah pola konsumsi gluten dan kasein. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling dengan jumlah sampel 32 anak. Instrumen atau alat pengambilan data yang digunakan adalah Tabel pengamatan Perilaku dan FFQ (Food Frequency Quistionaire). Penelitian dilakukan selama 1 bulan. Hasil penelitian yang diperoleh hasil uji statistik chisquare dengan nilai signifikan p = 0.001 dimana p < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola konsumsi gluten dengan perilaku hiperaktif anak autis dan hasil uji statistik chisquare dengan nilai signifikan p = 0,064 dimana p > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola konsumsi kasein dengan perilaku hiperaktif anak autis. Saran yaitu mengurangi konsumsi gluten dan kasein bagi anak autis.

Kata kunci :Autis, Hiperaktif, Gluten, Kasein.

THE CORRELATIONS BETWEEN THE CONSUMPTION OF GLUTEN AND CASEIN ON THE BEHAVIOR OF HYPERACTIVE CHILDREN WITH AUTISM

ABSTRACT

Hyperactive behavior in children with autism can endanger the health of children with autism. Approximately 60% of children with autism have poor digestive system, so some foods such as gluten and casein can not be digested properly. The result of incomplete dgestion can damage the brain function. This study aimed to analyze the correlations between the consumption of gluten and casein on the behavior of hyperactive children with autism in Ambon city. The research design was cross-sectional analytic study with the dependent variable is the behavior of hyperactive children with autism and the independent variables are the consumption patterns of gluten and casein. The sampling technique is total sampling with a sample of 32 children. Instrumen was the observation table behavior and FFQ (Food Frequency Quistionaire). This study was conducted during one month. The result obtained with the chi-square statistic, result is significant value p=0,001 < 0,05, it indicates that there is a correlation between consumption pattern of gluten with the behavior children with autis and test reuslt with a significant value of p=0,064>0,05, it indicates that there is no correlation between consumption patterns casein with autism. The suggestions reduce the consumption of gluten and casein for children with autism.

(2)

PENDAHULUAN

Autisme merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang sangat kompleks sekaligus bervariasi (spektrum) yang mengakibatkan otak tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Perilaku autisme berbeda dengan perilaku normal, utisme menunjukkan perilaku yang berlebihan dan perilaku yang berkekurangan (Hasdianah, 2013).

Salah satu jenis makanan yang diduga dapat memperberat gejala autisme adalah makanan yang berasal dari protein yaitu gluten dan kasein. Gluten merupakan jenis protein yang banyak terkandung pada gandum dan terigu, sedangkan Kasein merupakan jenis protein yang terdapat pada susu dan produk olahannya. Kedua jenis protein ini sulit dicerna didalam tubuh khusunya pada anak autis karena terjadi kebocoran dinding usus sehingga protein diserap kembali oleh tubuh anak autis, memasuki aliran darah dan diteruskan ke otak dan diubah menjadi morfin yaitu gliadimorphin dan caseomorphin yang dapat merusak sel-sel otak dan menyebabkan fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terganggu adalah fungsi kognitif, fungsi reseptif, konsentrasi dan tingkah laku (Pratiwi., dkk, 2014).

Menurut WHO, di Amerika Serikat perbandingan jumlah anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100.The Centre for Desease Control (CDC) telah melaporkan 2-6 per 1000 anak-anak mengalami autistik(Hasdianah, 2013). Berdasarkan data dari Badan Penelitian Statistik (BPS) sejak 2010 dengan perkiraan hingga 2016, terdapat sekitar 140 ribu anak di bawah usia 17 tahun menyandang autisme. Perkembangan autisme di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, di awal 2000-an prevalensinya sekitar 1:1000 kelahiran, penelitian pada 2008 menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 kelahiran. Dari data pemetaan anak berkebutuhan khusus di Indonesia, diperkirakan terdapat 139.000 anak autisme dari 400.000 anak berkebutuhan khusus (HIMPSI, 2016).

Di Maluku jumlah anak autis berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku seksi SLB Tahun 2016 terdapat 46 anak dengan autisme dan yang

terbanyak yaitu 32 anak autis di Kota Ambon, sedangkan di Kabupaten Maluku Tengah terdapat 7 anak, di Maluku Barat Daya terdapat 6 anak, dan di Maluku Tenggara Barat terdapat 1 anak. Penelitian ini belum pernah dilakukan di kota Ambon. Berdasarkan masalah diatas pentingnya dilakukan penelitian tentang hubungan pola konsumsi gluten dan kasein terhadap perilaku anak autis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi gluten dan kasein terhadap perilaku anak autis di Kota Ambon.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak autis di Sekolah Luar Biasa dan anak autis di Sekolah Dasar di Kota Ambon sebanyak 32 anak Pencuplikan sampel dari populasi dengan teknik exchaustive random sampling. Variabel terikat adalah Perilaku hiperaktif anak autis, sedangkan variabel bebas meliputi pola konsumsi gluten dan kasein Pengolahan dan analisis data dengan program SPSS for windows release 16.0. Analisis data kuantitatif dilakukan secara univariat, bivariat (ujiChi Square).

HASIL

(3)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Anak Autis

Variabel Sub Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA/Sederajat yaitu 22 orang (68,8%}, tingkat pendidikan Diploma, Strata 1 dan Strata 2 sebanyak 8 orang (25,0) dan yang terendah adalah tingkat pendidikan SMP berjumlah 2 orang (6,2%). Berdasarkan jenis pekerjaan ibu yang terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 23 orang (71,9%), terbanyak ke dua adalah pekerja swasta dengan jumlah 5 orang (15,6%), dan PNS/Pegawai berjumlah 3

orang (9,4%) serta lainnya 1 orang (3,1%). Berdasarkanusia ibu saat melahirkan, jumlah ibu saat melahirkan anak dengan autisme terbanyak adalah usia 21-30 tahun dengan jumlah 28 orang (87,5%), dan yang terendah adalah lebih dari 40 tahun dengan jumlah 1 orang (3,1%). Berdasarkan pendapatan keluarga bahwa pendapatan keluarga anak autis per-bulan di Kota Ambon seluruhnya adalah lebih dari 1 juta rupiah per-bulan yaitu 32 orang dengan persentase 100%.

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Keluarga Anak Autis

Variabel Sub Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)

Tingkat Pendidikan Ibu Tidak sekolah SD Jenis Pekerjaan Ibu Tidak kerja

(4)

Tabel 3.

Analisis Bivariat Hubungan antara Variabel Bebas dengan Perilaku Hiperaktif Anak Autis

Pola Konsumsi

Perilaku Hiperaktif

Jumlah

pValue

Ya Tidak

f % f % f %

Gluten

Tinggi 20 62,5 0 0 20 62,5 0.001

Rendah 6 18,75 6 18,75 12 37,5

26 81,25 6 18,75 32 100

Kasein

Tinggi 17 53,125 1 3,125 18 56,25 0.064

Rendah 9 28,125 5 Ya 14 43,75

26 81,25 6 18,75 32 100

PEMBAHASAN

1. Konsumsi Gluten dengan Perilaku Hiperaktif Anak Autis

Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan yang sangat berarti antara konsumsi gluten dengan perilaku hiperaktif anak autis dengan nilai uji statistik P<0.05. Hal ini terlihat dari perilaku anak yang cenderung tantrum dan sering menstimulasi diri dengan bertepuk-tepuk tangan dan melompat-lompat tanpa sebab. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria (2009) dengan judul hubungan konsumsi gluten terhadap perilaku hiperaktif pada anak downsyndrom dan hasilnya memang terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi gluten terhadap perilaku hiperaktif.

Gluten merupakan protein yang kurang sempurna(partially complete protein). Dimana protein ini mengandung asam amino esensial yang lengkap, tetapi beberapa diantaranya hanya sedikit. Protein ini tidak dapat menjamin pertumbuhan, tetapi dapat mempertahankan kehidupan jaringan yang sudah ada (Achmad,2010). Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan wawancara dengan responden, setelah mengikuti pendidikan di Sekolah anak terlihat lebih tenang dan tidak lagi melukai orang lain tetapi masih ada yang melukai diri sendiri dan menstimulasi diri. Hal tersebut terjadi seperti penelitian yang dilaksanakan di Kota Bandung Tahun 2012 dimana Ibu yang menerapkan diet gluten pada anak autis, anak tersebut mengalami penurunan gangguan tidur dibandingkan sebelum dilakukan penerapan diet.

2. Konsumsi kasein dengan Perilaku Anak Autis

Dari hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan berarti antara konsumsi Kasein dengan perilaku hiperaktif anak autis dengan nilai uji statistik P>0.05. Hal ini terlihat dari perilaku anak yang cenderung tantrum dan sering menstimulasi diri dengan bertepuk-tepuk tangan dan melompat-lompat tanpa sebab. Kasein adalah senyawa protein yang secara alami ditemukan dalam susu sapi. Protein kasein berikatan dengan kalsium fosfat melalui ikatan ester menjadi fosfoprotein (Almatsier, 2001). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan para guru konsumsi kasein pada anak autis di Kota Ambon lebih rendah dibandingkan pola konsumsi gluten. Hal ini dikarenakan pihak sekolah memberi penekanan kepada para orangtua agar tidak memberikan makanan atau minuman yang mengandung kasein.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola konsumsi gluten dengan perilaku hiperaktif anak autis di Kota Ambon dan tidak terdapat hubungan antara pola konsumsi kasein dengan perilaku hiperaktif anak autis di Kota Ambon

Saran

(5)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

khusus untuk memperbaiki perilaku hiperaktif anak-anak autis dalam bidang kesehatan di Kota Ambon.Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji lebih luas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hiperaktif anak autis khususnya mengenai pola konsumsi zat pewarna dan zat pengawet makanan pada anak autis.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, D Sediaoetama. (2010). Ilmu Gizi. Jakarta. Penerbit: Dian Rakyat.

Adriani, Merryana., Wirjatmadi, Bambang. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakart. Penerbit : Kencana Media Group.

Adriani, Merryana., Wirjatmadi, Bambang. (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta. Penerbit : Kencana Media Group.

Andriani, Dwi. (2012).Studi Pembuatan Bolu Kukus Tepung Pisang Raja. (Diakses pada Jurnal Hasanuddin University pada tanggal 12 Agustus 2016)

Almatsier, Sunita. (2001).Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama.

Amazine. (2016).Fungsi dan Manfaat Protein Kasein. (Diakses pada Http//: Amazine.Com pada tanggal 01 September 2016)

Barasi, M. (2007). Nutrition at a Glance. Penerjemah : Hermin. 2009. At a Glance : Ilmu Gizi. Jakarta. Penerbit : Erlangga.

Beck, Mary. (2011). Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta. Penerbit : Yayasan Essentia Medica.

Buditianingsih, N. V., Wahini Meda. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Makanan Remaja (Kasus di Sekolah Kejuruan Negeri 8 Surabaya). (Diakses Pada Ejournal Unesa.ac.id Jurnal Tata Boga vol 3, no 3, 2014 )

Dep. Gizi. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Penerbit : PT Raja Grafindo Persada.

Durrand, Mark,. Barlow, David. (2007). Intisari Psikologi Abnormal Edisi Ke IV. Yogyakarta. Penerbit : Pustaka Pelajar.

Ginting, Sri., dkk. (2004). Terapi Diet Autisme. Diakses pada Jurnal Sari Pediatri, Vol 6, No 1.

HIMPSI. (2016). Jumlah Anak Autis di Indonesia. (Di akses pada artikel autis klinik.com pada tanggal 12 Agustus 2016)

Hani’ah Munnal. (2015). Kisah Inspiratif Anak-anak Autis Berprestasi. Yogyakarta. Penerbit : Diva Press.

Hasdianah. (2013). Autis Pada Anak Pencegahan, Perawatan, dan Pengobatan. Yogyakarta. Penerbit : Nuha Medika .

Hasinah Hasanatun, Tiesnamurti Bess. (2014). Identifikasi Gen k-Kasein untuk seleksi pada sapi perah. Bogor. Diakses pada jurnal pusat penelitian dan pengembangan peternakan bogor pada november 2016

Hembing. (2003). Telah sembuh anakku dari autism. Jakarta. Penerbit : PT Dyatama Milenia.

Judarwanto Widodo. (2015).Jumlah Penderita Autis di Indonesia. (Diakses pada http:// Jumlah Penderita Autis Indonesia By The Children Indonesia pada tanggal 10 Oktober 2016)

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Disekolah Luar Biasa Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. Penerbit: Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Dengan Disabilitas Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta. Penerbit : Kemenkes RI.

(6)

Kusumayanti Dewi. (2011). Pentingnya Pengaturan Makanan Bagi Anak Autis. (Diakses pada Jurnal Gizi Umum Volume 2 Nomor 1 September, 2016)

Maria. (2009). Hubungan konsumsi gluten terhadap perilaku hiperaktif pada anak downsyndrom. Skripsi

Pratiwi Rifmie, Dieny Fillah F. (2014). Hubungan skor frekuensi diet bebas gluten bebas casein dengan skor perilaku autis. (Diakses pada journal of nutrition collage, volume 3, nomor 1, 2014)

Probosari Riezky, Harlita, Ariani Sri, Ramli Murni. (2015). Potensi aneka tepung gluten free-casein free berbahan dasar umbi sebagai subtitusi tepung terigu bagi anak autis.

Rumi Muhammad. (2016). Gluten. (di akses pada 03 September 2016 pada umy.ac.id)

Soenardji, Soetardjo. (2009. Terapi makanan anak dengan gangguan autisme. (Diunduh pada tanggal 6 November

2016 ,

http://www.autis.info/index.php/terapiau tisme/terapi-makanan).

Sofia Amilia, (2012). Kepatuhan Orang tua dalam Menerapkan Terapi Diet Gluten Free Casein Free pada Anak Penyandang Autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. (Diakses pada jurnal student e-journal unpad, Vol 1, No 1 2012)

Supariasa I D.N, Bakri Bachyar, Fajar Ibnu. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta. Penerbit : EGC.

Syafitri Indrya. (2008). Pengasuhan (Makan, Hidup Sehat, Dan Bermain),Konsumsi Dan Status Gizi Penderita Autism Spectrum Disorder (ASD). (Diakses September 2016).

Zahra Zulfa, Warsiki Endang. (2014). Aspek Biomedik Pada Autisme Fokus Pada Diet Dan Nutrisi. (Di akses pada 16

Oktober 2016,

Gambar

Tabel 2Distribusi Frekuensi Keluarga Anak Autis
Tabel 3.Analisis Bivariat Hubungan antara Variabel Bebas dengan Perilaku Hiperaktif Anak Autis

Referensi

Dokumen terkait

Eksplorasi dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, baik dari buku maupun gambar (karya seni visual). Eksplorasi dilakukan untuk lebih mendalami ide atau gagasan

“Paradigma lama yang menganggap penduduk lokal menjadi ancaman bagi kawasan telah beru- bah dimana masyarakat sekarang dieratkan dengan sumber daya alam baik secara sosial,

Data yang akan dikumpulkan berupa: data mengenai skor tes kemampuan pengetahuan prasyarat (KPP) yang digunakan untuk mengkategorisasikan taraf kemampuan pengetahuan

Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara

Pengimbuhannya dilakukan secara bertahap. Mula-mula pada sebuah kata dasar atau sebuah bentuk dasar diimbuhkan akhiran –i setelah itu diimbuhkan awalam me-. Contohnya pada kata

Terdapat beberapa buah negara seperti Sudan, Iran, Pakistan dan Arab Saudi yang memperuntukkan hukuman rejam sebagai salah satu bentuk hukuman negara itu. Di Nigeria,

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala keluarga dan minat belajar dengan

Lansia dengan dukungan keluarga yang baik memiliki kunjungan dengan kategori selalu sebanyak 32 orang (53%) dan system organisasi social dengan kategori mendukung memiliki