• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik - Viabilitas Enkapsulasi Sinbiotik Isolat BAL Dengan Berbagai BahanEnkapsulan Selama Masa Simpan DanSimulasi Asam Lambung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik - Viabilitas Enkapsulasi Sinbiotik Isolat BAL Dengan Berbagai BahanEnkapsulan Selama Masa Simpan DanSimulasi Asam Lambung"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Probiotik

Kata probiotik berasal dari bahasa yunani yang berarti “untuk kehidupan”. Defenisi formal pertama kali dikemukakan oleh Paker (1974) “organisme atau

substansi yang berkontribusi pada keseimbangan mikroba saluran pencernaan”. Namun defenisi ini di revisi oleh Fuller (1989) menjadi mikrobial hidup yang diberikan supplemen yang kemudian dapat memberikan manfaat kesehatan pada inangnya dengan memperbaiki keseimbangan mikroba saluran pencernaan inangnya (Gibson & Fuller, 2000). Defenisi probiotik telah berkembang selama bertahun-tahun, pada umumnya defenisi yang digunakan berdasarkan ILSI eropa dan WHO. Defenisi probiotik menurut WHO adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan pada inangnya. Pada kasus probiotik, manfaat kesehatan utama yang diharapkan adalah asosiasinya dengan mikrobiota normal dan kemampuannya dalam meningkatkan efektifitas mikrobiota, dengan mengurangi jumlah atau kolonisasi bakteri patogen atau virus serta untuk menjaga dan memperbaiki sistem pertahanan tubuh inangnya (Salminem & Loveren, 2012).

2.2Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang atau bulat, tidak membentuk spora, serta memproduksi asam laktat sebagai produk utama selama proses fermentasi. Genus BAL yang biasa digunakan dalam produk pangan adalah genus Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus,

Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus,

Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella (Axelson, 2004).

Selama proses fermentasi, BAL dapat menghasilkan metabolit-metabolit yang menimbulkan perubahan rasa dan bentuk atau tekstur makanan serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Metabolit-metabolit tersebut antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang semuanya memiliki aktivitas antimikroba (Shah, 2007).

Bakteri asam laktat sejumlah bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, memproduksi asam laktat sebagai hasil akhir fermentasi glukosa. Bakteri asam laktat bersifat katalase negatif. Fermentasi glukosa dibedakan dalam dua jalur utama yaitu glikolisis (Embden-Meyer Pathway) yang menghasilkan produk akhir asam laktat secara keseluruhan (homofermentatif) dan jalur

6-phosphogluconat/phosphoketolase yang juga menghasilkan sejumlah besar

(2)

Berdasarkan fermentasi heksosa dan jenis asam yang dihasilkan terdapat dua kelompok BAL, yaitu homofermentatif dan heterotatif. Pada kelompok homofermentatif asam laktat merupakan satu-satunya produk hasil fermentasi, sedangkan pada kelompok heterofermentatif selain memproduksi asam laktat juga memproduksi etanol dan asam asetat sebagai produk samping (Fardiaz, 1992).

BAL homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan makanan dan patogen lain. BAL heterofermentatif dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil, tetapi kedua jenis bakteri asam laktat tersebut mempunyai kemampuan menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Gomes dan Malcata, 1999).

Peranan utama BAL dalam industri pangan adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi atau produk pangan fungsional yang memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan (Tamime et al., 2006). Selain memiliki efek mengawetkan pada produk fermentasi yang diinginkan, beberapa bakteri asam laktat yang tergolong bakteri probiotik dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan dan menjaga keseimbangan mikroba alami yang tinggal didalam tubuh manusia (Fuller, 1992). Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh bakteri probiotik adalah tahan terhadap asam lambung, tahan terhadap garam empedu, bersifat antagonis terhadap bakteri patogen, aman digunakan oleh manusia, berkolonisasi dalam saluran usus manusia dan aman dalam makanan (Reid, 1999). Sejumlah genus bakteri dan khamir yang digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Bifidobacterium dan

Enterococcus, tetapi spesies utama yang dipercaya memiliki karakteristik

probiotik adalah Lb.acidophilus, Bifidobacterium spp. dan Lb.casei (Shah, 2007).

Tabel 1. Bakteri Asam Laktat (BAL) yang berasosiasi dengan manusia (Goktepe et al., 2006)

Lactobacillus BAL lainnya

Bakteria saluran pencernaan

Kelompok Lactobacillus acidophilus Bifidobacterium adolescentis

L. acidophilus senso strictu B. angulatum

(3)

L. reuteri Weisella confuse

Prebiotik adalah bahan yang tidak tercerna, yang mampu menstimulasi aktivitas dari satu atau beberapa bakteri tertentu diusus besar dan mampu memperbaiki kesehatan mikroflora inangnya (Franck, 2008). Bahan pangan yang mampu mencapai usus besar dapat digolongkan sebagai prebiotik, yang dalam perkembangannya lebih mengarah pada prebiotik dari golongan karbohidrat tidak tercerna seperti frukto-oligosakarida, gluko-oligosakarida dan laktosukrosa

(O’Grady&Gybson, 2005). Karbohidrat yang tidak tercerna terdiri atas 2-20 monosakarida yang tahan terhadap proses hidrolisa enzim, tetapi digunakan oleh

Bifidobacteria dan Lactobacilli didalam kolon (Angust et al., 2005).

Menurut (Gybson dan Fuller, 2000) syarat suatu substansi diklasifikasikan sebagai prebiotik, berdasarkan 3 kriteria berikut ini :

1. Substrat tidak dapat terhidrolisis atau terabsorbsi di lambung atau di usus

kecil

2. Harus selektif untuk memenuhi kebutuhan mikrobiota di kolon sehingga

dapat memicu pertumbuhan/metabolisme mikroorganisme tersebut

3. Dapat menjaga keseimbangan mikroflora sehingga menginduksi sistem imun

inangnya

(4)

glukosa pada ujungnya (Nines, 1999). Struktur kimia inulin ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Inulin

Inulin mengandung derajat polimerasi (DP) antara 3-60. Aspek khusus pada inulin

ini adalah ikatan β-(2-1). Ikatan ini menyebabkan inulin tidak dapat dicerna seperti halnya karbohidrat lainnya, sehingga mencapai usus besar tanpa

mengalami perubahan struktur (Robertfroid, 2007a). Aktifitas inulin sebagai

prebiotik telah teruji. Sebagai hasilnya prebiotik ini menjadi yang paling diminati

dipasaran. Hal ini disebabkan prebiotik ini memiliki koloni fermentasi spesifik

yaitu Bifidobacteria. Bifidobacteria mampu memecah inulin karena memiliki

enzim β-fructofuranosidase, yang mampu menyediakan manfaat yang menguntungan dalam lingkungan dengan biakan campuran seperti pada saluran

pencernaan manusia.

2.4Sinbiotik

Sinbiotik merupakan penggabungan dari bakteri probiotik dan prebiotik.

Sinbiotik merupakan defenisi sebagai suatu kombinasi dari probiotik dan

prebiotik yang menguntungkan inang melalui peningkatan, pertahanan dan

implantasi suplemen makanan yang mengandung mikroba hidup dalam saluran

pencernaan, yang secara selektif memacu pertumbuhan atau mengaktifkan

metabolisme dari sejumlah bakteri baik, sehingga meningkatkan kesehatan

inangnya (Gibson & Robertfroid, 2008).

2.5Enkapsulasi

(5)

memisahkan material inti dengan lingkungannya hingga material tersebut terlepas

(release) ke lingkungan. Material inti yang dilindungi disebut core dan struktur

yang dibentuk oleh bahan pelindung yang menyelimuti inti disebut sebagai dinding, membran atau kapsul (Krasaekoopt et al., 2003).

Enkapsulasi adalah proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri sebagai bahan inti dengan menggunakan viabilitasnya dan melindungi dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan (Wu et al., 2000). Pacifio et al. (2001) menyatakan bahwa untuk komponen yang bersifat peka seperti mikroorganisme, dapat dienkapsulasi untuk meningkatkan viabilitas dan umur simpannya. Bahan yang umum digunakan untuk enkapsulasi adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagean, albumin dan kasein.

2.5.1 Bahan Pengkapsul

Enkapsulasi probiotik biasanya dilakukan dalam sistem polimer yang bersifat lembut dan tidak beracun (food grade) (Anal dan Singh, 2007). Polimer yang biasanya digunakan dalam proses enkapsulasi bakteri probiotik adalah polisakarida yang diekstrak dari rumput laut (Karagean dan alginat), tumbuhan (pati dan turunannya, gum arab), atau bakteri (gellan dan xanthan), dan protein hewan (kasein, whey, skim dan gelatin) (Rokka dan Rantamaki, 2010).

2.5.1.1Alginat

Alginat adalah polisakarida anionik yang berasal dari rumput laut coklat yang

bersifat biokompatibel dan biodegradabel terdiri dari β-D Manunorat dan α-L Guluronat yang dihubungkan dengan ikatan (1-4). Alginat yang tersedia secara komersial adalah dalam bentuk garamnya yaitu natrium alginat. Keunikan natrium alginat yaitu perubahannya menjadi hidrogel dengan 95% molekul air didalamnya, yang merupakan syarat penting untuk penggunaan dalam menjebak senyawa. Ketika natrium alginat bertemu dengan kation divalent seperti menghasilkan pembentukan jel dimana residu G dari alginat yang mengikat ion (Wang et al., 2006).

(6)

Gambar 2. Monomer-monomer alginat

Gambar 3. Ikatan monomer-monomer alginat

2.5.1.2Susu Skim, Sodium Caseinate dan Whey

Bahan berbasis protein seperti gelatin, susu skim, whey, dan caseinate digunakan sebagai bahan pembawa (carriers) pada enkapsulasi probiotik (Lian et al., 2003). Susu skim merupakan salah satu emulator, berupa serbuk kering yang dihasilkan dari proses pengeringan susu yang tidak mengandung lemak dan telah dipasteurisasi. Susu skim tidak mengandung air sehingga dapat disimpan selama tiga tahun. Susu ini mengandung laktosa, protein susu, dan mineral pada proporsi yang relative sama. Produk ini harus disimpan dalam suhu dingin, kering dan harus dijauhkan dari air selama masa penyimpanan. Berbagai proses industri susu skim dapat digunakan. Keterlibatan susu skim pada bidang pangan yaitu pada pembuatan roti untuk meningkatkan rasa, produk susu fermentasi, pembuatan es krim, produk daging, beberapa produk sereal, pengemulsi atau sebagai bahan pengganti telur pada berbagai macam produk, dan sebagainya (Yulinery et al., 2006).

(7)

bila mampu tumbuh minimal mencapai dalam waktu 24 jam inkubasi (Guarner dan Scaafsma, 1998).

Protein susu merupakan penyusun terbesar pada susu skim. Protein susu dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi yang mengumpal ketika susu diasamkan pada pH 4,6 pada suhu sekitar 30 °C, sedangkan fraksi yang tertinggal setelah pengendapan kasein disebut whey. Kasein sangat stabil terhadap suhu tinggi. Pemanasan pada suhu 100 °C selama 24 jam atau pemanasan suhu 140 °C selama 20 menit tidak menyebabkan terjadinya koagulasi. Berbeda dengan whey yang terdenaturasi sempurna pada pemanasan 90 °C selama 10 menit. Kasein mengandung fosfoprotein yang mengandung 0,85% fosfor, sedangkan whey tidak mengandung fosfor (Fox dan Mcsweeney, 1998).

2.5.1.3Kacang Hijau (Vigna radiata)

Kacang hijau merupakan tanaman tropis berumur pendek dan dapat tumbuh di

daerah yang curah hujannya rendah. Kacang hijau merupakan sumber protein

nabati. Protein biji kacang hijau mengandung 8 asam amino esensial, yaitu valine,

leucine, isoleucine, methionine, venyl alanine, lycine dan tryptophane. Selain itu

juga terdapat lemak, karbohidrat serta mineral yang dibutuhkan tubuh.

(Soeprapto,1992). Dilaporkan bahwa kacang hijau adalah salah satu sumber

protein yang baik serta kmaya akan serat. Kacang hijau memiliki komposisi yang

sama dengan anggota lain dari keluarga kacang-kacangan, dengan 24% protein,

1% lemak, 63% karbohidrat dan 16% serat (US Department of Agriculture, 2001).

Kacang hijau dianggap sebagai low-GI (indeks glikemik) dan kaya akan

serat. Semua serat pada kacang hijau, baik yang larut dan tidak larut dapat

menjebak asam empedu dan mencegah terjadinya penyerapan kembali di hati,

sehingga dapat menghambat sintesis kolesterol (Mallillin et al., 2008). Telah

diketahui bahwa serat dibutuhkan oleh mikroorganisme usus, dan asam organik

akan dihasilkan selama terjadinya proses fermentasi serat tersebut, hal ini

menyebabkan turunnya pH dalam usus, serta memberikan kontrol yang efektif

terhadap zat berbahaya atau karsinogenik yang dihasilkan oleh

kegiatan pembusukan mikroorganisme atau penguraian asam empedu (Vince et

(8)

2.5.1.4Kacang Arab (Cicer arietinum)

Legume termasuk biji-bijian dan kacang arab adalah salah satu tanaman yang paling penting di dunia karena kualitas gizinya. Mereka merupakan sumber yang kaya akan karbohidrat kompleks, protein, vitamin dan mineral (Costa et al., 2006 dan Wang et al., 2010). Kacang arab merupakan tanaman yang populer di daerah kering dan semi-kering Utara-Barat China (Zhang dan Wang 2007). Karena keseimbangan asam amino yang baik, bioavailabilitas protein tinggi dan relatif rendahnya tingkat faktor anti-nutrisi, biji kacang arab telah dianggap sebagai sumber yang sesuai bagi makanan penghasil protein (Arab et al., 2010).

Biji kacang arab berukuran besar, berwarna putih-salmon, dan mengandung kadar karbohidrat yang tinggi (41,10-47,42%) dan protein (21,70-23,40%). Pati merupakan fraksi karbohidrat utama, yang mewakili sekitar 83,9% dari total karbohidrat (El-Adawy 2002). Biji kacang arab memiliki daya cerna protein yang tinggi, mengandung karbohidrat kompleks tingkat tinggi (indeks glikemik rendah), kaya akan vitamin dan mineral dan relatif bebas dari faktor anti-nutrisi (Wood dan Grusak, 2007).

2.5.2 Teknik Ekstrusi

Tahapan enkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu ekstrusi dan emulsi (Krasaekoopt et al., 2003). Teknik ekstrusi dilakukan dengan cara menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam larutan hidrokoloid natrium alginat, kemudian diteteskan ke dalam larutan pengeras (CaCl2) menggunakan

syringe sehingga terbentuk beads. Ukuran dan bentuk beads yang dihasilkan

bergantung pada diameter jarum dan jarak tetes jarum dengan larutan . Enkapsulasi probiotik dengan teknik pengering semprot dan pengering beku menghasilkan probiotik terenkaspulasi kering dalam bentuk serbuk atau granul, sedangkan teknik emulsi dan estruksi menghasilkan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk jel (Hydrocolloid beads) (Krasaekoopt et al., 2003). Beberapa metode pengeringan yang telah digunakan untuk mengeringkan jel kalsium alginat

(beads) adalah hot air oven, vacuum drying, dan microwave (Shariff et al., 2007).

(9)

2.5.3 Teknik Emulsi

Emulsi (ekstrusi sentrifugal) adalah salah satu teknik enkapsulasi yang

telah dipakai oleh beberapa produsen. Beberapa bahan pengkapsul yang aman

digunakan telah di formulasikan untuk enkapsulasi beberapa produk seperti

perasa, bumbu dan vitamin. Beberapa material ini diantaranya gelatin, sodium

alginat, karagean, pati, turunan selulosa, gum akasia, lemak, asam lemak, lilin dan

polyethylene glycol (Schlameus, 1995). Metode emulsi telah sukses diaplikasikan

dalam enkapsulasi BAL. Dalam metode ini jumlah volume sel (fase pemisahan)

yang kecil di tambahkan kedalam jumlah volume minyak sayuran yang besar (fase

lanjutan) seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak paraffin

(Groboillot, 1993). Setelah formasi emulsi terbentuk, cross-linking dibutuhkan

untuk membentuk jel. Gelifikasi diselesaikan dengan mekanisme ionik yang

berbeda, enzimatis dan polimerasi interfasial. Metode ini dapat dengan mudah

ditingkatkan, dan diameter beads yang dihasilkan relatif lebih kecil (25µ m-2mm).

Biaya lebih diperlukan dalam penggunaan minyak sayuran, surfaktan dan

emulsifier (Tween 80) untuk enkapsulasi dengan menggunakan teknik emulsi

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2. Monomer-monomer alginat

Referensi

Dokumen terkait