• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik - Viabilitas Bakteri Asam Laktat Dalam Enkapsulasi Sinbiotik Terhadap Penyimpanan dan Asam Lambung Tiruan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik - Viabilitas Bakteri Asam Laktat Dalam Enkapsulasi Sinbiotik Terhadap Penyimpanan dan Asam Lambung Tiruan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Probiotik

Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “for life”. Probiotik pertama kali didefinisikan oleh Kollath tahun 1953 untuk menandai semua kompleks makanan organik dan anorganik untuk membedakannya dari antibiotik berbahaya. Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang jika dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001). Saat ini, probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup (bakteri atau khamir) yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi inang (FAO/WHO, 2001).

Probiotik memiliki pengaruh yang menguntungkan seperti menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan, menekan populasi bakteri merugikan dan memperkuat mekanisme pertahanan alami tubuh (Dunne, 2001). Senyawa-senyawa racun yang dihasilkan dari metabolisme protein dan lemak, serta hasil pemecahan enzim tertentu menjadi semakin berkurang bila bakteri probiotik dapat menjalankan peranannya dalam meningkatkan kesehatan. Probiotik dapat menghasikan berbagai senyawa hasil metabolisme seperti asam laktat, H2O2 dan bakteriosin bersifat antimikroba. Berbagai enzim yang juga dapat dihasilkan oleh probiotik seperti laktase yang membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa dan bile salt hydrolase yang membantu menurunkan kolesterol. Selain itu, probiotik memiliki aktivitas antikarsinogenik dan stimulator sistem imun (Nagao et al., 2000; Horie et al., 2002).

(2)

yang tinggi pada usus, (3) probiotik yang ideal dapat mengkolonisasi beberapa bagian saluran usus untuk sementara, (4) probiotik dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri yang merugikan, (5) mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar dan dapat hidup selama kondisi penyimpanan.

2.2 Prebiotik

Prebiotik didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh inang yang memberikan manfaat menguntungkan bagi inang. Senyawa ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan/atau aktivitas satu atau lebih bakteri pada kolon dan juga dapat meningkatkan kesehatan inang (Gibson dan Wang, 1994; Purwijatiningsih, 2011; Solange et al., 2007; Kotikalapudi, 2009). Menurut Purwijatiningsih (2011) menambahkan bahwa prebiotik dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri menguntungkan dalam usus manusia. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna (oligosakarida) merupakan senyawa berberat molekul rendah dan merupakan senyawa antara gula sederhana dan polisakarida (Solange et al., 2007; Kotikalapudi, 2009).

Menurut Khomsan (2004), banyak mengkonsumsi sumber prebiotik akan membantu perkembangbiakan probiotik. Beberapa prebiotik yang mengandung fruktosa seperti inulin dan fruktooligosakarida diketahui mampu mengubah komposisi mikrobiota dalam sistem pencernaan ke arah dominasi Bifidobacterium. Hal tersebut sering disebut efek bifidogenik (Fook et al., 1999). Beberapa efek positif dari bifidogenik adalah penghambatan pertumbuhan Escherichia coli,

Clostridia dan berbagai bakteri patogen, penurunan terjadinya kasus diare, penyerapan senyawa-senyawa beracun, penurunan kadar kolestrol dalam serum, membantu proses pembentukan dan pembuangan feses serta membantu tubuh dalam penyerapan kalsium (Ninnes, 1999).

Menurut Gibson dan Roberfroid (1995), komponen makanan diklasifikasikan sebagai prebiotik jika memiliki kriteria sebagai berikut:

a. tidak dapat dihidrolisis maupun diserap oleh sistem pencernaan bagian atas b. mampu menyebabkan pertumbuhan dan/atau aktivasi satu atau lebih bakteri

(3)

c. mampu mengubah mikrobiota kolon menjadi komposisi yang lebih sehat d. mampu menginduksi pengaruh sitemik dari kesehatan inang.

Karbohidrat yang tidak tercerna umumnya digunakan sebagai prebiotik karena dapat terbentuk secara alami dan beberapa dapat memenuhi kriteria sebagai prebiotik. Karbohidrat yang tidak tercerna ialah resistant starch (pati yang tidak dihidrolisis dalam usus halus), polisakarida non-pati (hemiselulosa, pektin, gum) dan oligosakarida (galaktooligosakarida [GOS], fruktoligosakarida [FOS]) (Gibson dan Roberfroid, 1995; van Dokkum dan van den Heuvel, 2001).

Fruktooligosakarida atau oligofruktosa adalah satu-satunya oligosakarida yang memiliki semua kriteria prebiotik (Gibson dan Roberfroid, 1995). FOS mengandung β-(1→2) glikosida yang mengikat β-D-fruktosa. Inulin adalah polisakarida utama yang menghasilkan FOS dan secara alami dijumpai pada tanaman Chicory dan akar tanaman Artichoke dari Jerusalem (Roberfroid, 2000). FOS dapat dihasilkan dari hidrolisis inulin dengan asam atau enzim inulase dan dari sukrosa menggunakan osyl-transferase.

2.3 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan metabolit tertentu. Deskripsi secara umum dari bakteri ini adalah termasuk dalam bakteri Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang, dan menghasilkan asam laktat sebagai mayoritas produk akhir selama fermentasi karbohidrat (Axelsson, 2004). Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena bersifat tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007).

(4)

menghasilkan senyawa antimikrobial yang mampu menghambat pertumbuhan mikrobial patogen dan pembusuk pada bahan makanan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut.

Ada 3 genus utama bakteri yang berperan sebagai probiotik yaitu

Lactobacillus, Bifidobacterium dan Streptococcus (Fuller, 1992). Bakteri lainnya yang digunakan sebagai probiotik termasuk ke dalam genus Leuconostoc, Pediococcus, Propionibacterium dan Bacillus. Beberapa khamir seperti

Saccharomyces cerevisiae dan Candida pintolopesii. Kapang seperti Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae juga digunakan sebagai probiotik untuk pakan hewan.

Bakteri Lactobacilli memiliki karakteristik seperti ukurannya besar, tidak membentuk spora, Gram positif, dan respirasi anaerob atau mikroaerofilik (Fooks

et al., 1999). Bakteri golongan ini memiliki aktivitas antimikroba yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen peroksida. Isolat tersebut dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas dan Bacillus (Price dalam Supenti, 1996). Bakteriosin merupakan senyawa - senyawa polipeptida atau protein yang bersifat bakterisidal yang dapat dihasilkan oleh kultur starter bakteri asam laktat, terutama L. plantarum. Bakteriosin juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri lain yang berkerabat dekat dengannya. Spesies Lactobacillus ialah L. delbreuckii subspecies bulgaricus, L. acidophilus, L. casei, L. germentum, L. plantarum, L. brevis, L. cellobious, L. lactis dan L. reuteri.

Bifidobacteria memiliki karakteristik yaitu ukurannya besar, Gram positif, berbentuk batang dan bersifat mikroaerofilik (Fuller, 1992). Pemanfaatan

Bifidobacteria sebagai probiotik diawali oleh penelitian oleh Tisser tahun 1905. Tisser menunjukkan bahwa bayi yang masih menyusui ASI memiliki

Bifidobacteria sebagai organisme dominan pada fesesnya, dan tidak demikian halnya dengan bayi yang diberi susu formula (Fuller, 1992). Spesies

Bifidobacteria ialah B. adolescentis, B. animals, B. bifidum, B. infantis, B. longum

dan B. thermophilum (Fuller, 1992).

(5)

pada ada/tidak ada oksigen (Alcamo, 1997). Spesies Streptococcus ialah S. salivarius (subspesies S. thermophilus), S. lactis, S. cremoris, S. diatilactis dan S. intermedius (S. anginosus) (Fuller, 1992).

2.4 Enkapsulasi

Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti yaitu bakteri probiotik dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Wu et al., 2000). Pacifico et al. (2001) menyatakan bahwa untuk komponen yang bersifat peka seperti mikroorganisme, dapat dienkapsulasi untuk meningkatkan viabilitas dan umur simpannya.

Teknik enkapsulasi saat ini telah digunakan untuk menstabilkan sel probiotik (Champagne dan Fustier 2007; Heidebach et al 2009, 2010; Weinbreck

et al 2010). Enkapsulasi probiotik telah banyak dilakukan untuk meningkatkan ketahanan atau viabilitas sel probiotik selama proses pemrosesan dan penyimpanan (Homayouni et al. 2008; Krasaekoopt et al. 2006), serta meningkatkan ketahanan selama dalam saluran pencernaan (pH rendah dan cairan empedu) (Sultana et al. 2000, Picot dan Lacroix 2004, Mandal et al. 2006, Castilla

et al. 2010).

Metode enkapsulasi dengan sodium alginat dalam kalsium klorida (CaCl2) telah digunakan untuk enkapsulasi L. acidophilus dengan tujuan melindungi bakteri tersebut dari kondisi asam pada cairan lambung. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium alginat melindungi imobilisasi sel kultur lebih baik dengan meningkatnya ketahanan bakteri dibandingkan tanpa enkapsulasi (Anal dan Singh, 2007).

(6)

jenis bahan yang digunakan (Kailasapathy 2002, Krasaekoopt et al. 2003, Mortazavian et al. 2007, Vidyalakshmi et al. 2009).

2.4.1 Metode Ekstrusi

Teknik ekstrusi adalah suatu teknik enkapsulasi tertua dan prosedur umum dalam memproduksi kapsul hidrokoloid (King, 1995). Teknik ekstrusi dilakukan dengan cara menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam larutan hidrokoloid seperti natrium alginat, kemudian diteteskan ke dalam larutan pengeras (CaCl2) menggunakan syringe sehingga terbentuk manik-manik (beads). Kemudian dilakukan pengeringan manik-manik dengan beberapa metode yaitu dengan hot air oven, vacuum drying, dan microwave (Shariff et al. 2007).

Ukuran dan bentuk manik-manik yang dihasilkan bergantung pada diameter jarum dan jarak tetes jarum dengan larutan CaCl2 (Krasaekoopt et al.

2003). Alginat umum digunakan sebagai material pendukung pada teknik ini. Konsentrasi alginat yang digunakan untuk membentuk manik-manik bervariasi mulai dari konsentrasi terendah 0,6% untuk membentuk gel dengan 0,3 M CaCl2 hingga konsentrasi 1-2% alginat dan 0,005-1,5 M CaCl2. Jika konsentrasi natrium alginat meningkat, ukuran manik-manik juga meningkat. Penggunakan syringe

berdiameter 0,27 mm menghasilkan manik-manik dengan ukuran 2-3 mm. Komposisi alginat juga mempengaruhi ukuran manik-manik, manik-manik dengan ukuran yang kecil dihasilkan oleh konsentrasi rendah dari guluronik sebagai penyusun alginat (Krasaekoopt et al., 2003).

(7)

2.4.2 Metode Emulsi

Teknik emulsi adalah suatu teknik kimia untuk enkapsulasi sel hidup probiotik dan menggunakan hidrokoloid (alginat, carrageenan dan pektin) sebagai bahan pengkapsul. Teknik emulsi melibatkan dua fase yaitu fase nonkontinu dan fase kontinu (Krasaekopt et al., 2003). Fase nonkontinu mengandung probiotik dan polimer hidrokoloid yang akan mengkapsul probiotik, dan fase kontinu berisi minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak canola atau minyak jagung. Fase nonkontinu dimasukkan ke dalam fase kontinu dan dihomogenkan hingga membentuk emulsi air dalam minyak. Tween 80 atau emulsifier lainnya ditambahkan ke dalam fase kontinu tersebut dengan konsentrasi 0,2% dan 0,5% untuk memastikan homogenitasnya (Sultana et al., 2000; Truelstrup-Hansen et al., 2002; Krasaekoopt et al., 2003; Muthukumarasamy et al., 2006). Ketika emulsi telah terbentuk, larutan pengikat silang ditambahkan untuk membentuk partikel gel dalam minyak (Krasaekoopt et al., 2003) dan kapsul yang terbentuk kemudian dipisahkan. Ukuran kapsul dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan dan konsentrasi hidrokoloid dan umumnya ukurannya berkisar 25 µ m hingga 2 mm (Wood, 2010).

2.5 Enkapsulan

Bahan yang umum digunakan untuk enkapsulasi ialah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagenan, albumin dan kasein. Penggunaan bahan untuk enkapsulasi perlu dipertimbangkan karena masing-masing bahan mempunyai karakter yang berbeda dan belum tentu cocok dengan bahan inti yang akan dienkapsulasi (Desmond et al., 2002). Bahan pelindung yang biasa digunakan diantaranya susu skim, laktosa, sukrosa, dan maltodekstin.

Enkapsulasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri probiotik dibandingkan dengan sel bebas tanpa enkapsulasi (Chandramouli et al., 2003). Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai enkapsulan ialah lemak, lilin, turunan gliserol, gula, pati alami dan pati termodifikasi, dekstrin, gum, protein, skim, gelatin, dan turunan selulosa (Vidhyalakshmi et al., 2009). Beberapa penelitian melaporkan bahwa enkapsulasi menggunakan kalsium-alginat-resistant starch polymer

(8)

(Adhikari et al., 2000) dan polimer protein whey (Picot dan Lacroix, 2004) dapat meningkatkan viabilitas bakteri probiotik pada yoghurt selama penyimpanan. Dave et al. (1997) dalam Adhikari (2000) menyatakan bahwa penambahan suplemen seperti cystein, bubuk whey, konsentrat protein whey dan hidrolis asam kasein dapat meningkatkan ketahanan Bifidobacteria, namun hanya dalam jumlah yang kecil.

2.5.1 Alginat

Alginat adalah polisakarida alami yang diekstrak dari alga coklat dan berfungsi meningkatkan viskositas dan daya ikat pada yoghurt (Kailasapathy ,1996). Kation

divalent seperti ikatan kalsium dengan alginat dapat meningkatkan viskositas atau bentuk geltergantung pada konsentrasinya. Enkapsulasi sel menggunakan sodium alginat telah banyak dilakukan seperti pengikatan kation dengan kalsium pada yoghurt.

Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen,

serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh karena alginat merupakan molekul linear dengan berat molekul tinggi, maka mudah sekali menyerap air. Alasan tersebut yang menyebabkan alginat baik sekali fungsinya sebagai bahan penyalut. Di berbagai keadaan, alginat dapat berfungsi sebagai senyawa pengikat daya suspensi larutan (stabilisator) dengan proses pengentalan larutan itu sendiri. Pada sistem lain, alginat mampu menjaga suspensi karena muatan negatif serta ukuran kalorinya yang memungkinkan membentuk pembungkus bagi partikel yang tersuspensi. Sifat viskositas alginat yang tinggi mampu mempengaruhistabilitas emulsi dalam air (Winarno, 1996).

Alginat bersifat non toksik bila digunakan untuk imobilisasi sel dan keuntungan ini dapat diterima sebagai makanan tambahan. Meskipun alginat telah digunakan secara luas untuk enkapsulasi probiotik, tetapi tidak terlihat beberapa keseragaman kondisi enkapsulasi. Konsentrasi sodium alginat bervariasi dari 0,5 – 4%, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda mengenai penggunaan kalsium alginat sebagai matriks untuk enkapsulasi bakteri (Chandramouli et al.,

(9)

Beberapa contoh penelitian yang menggunakan alginat sebagai bahan enkapsulasi ialah seperti yang dilakukan oleh Purwandhani et al. (2007) yang mengkapsul sel menggunakan metoda pelapisan (coating) dengan dua metode, yaitu metoda ekstrusi dan emulsi. Pada masing-masing metoda dilakukan enkapsulasi satu lapis (single coating) dan dua lapis (double coating). Metoda satu lapis menggunakan alginat dan metoda dua lapis yaitu menggunakan protein (susu skim) sebagai lapis yang pertama dan alginat sebagai lapisan kedua.

2.5.2 Susu Skim

Susu skim merupakan salah satu emulator, berupa serbuk kering yang dihasilkan dari proses pengeringan susu yang tidak mengandung lemak dan telah dipasteurisasi. Susu skim tidak mengandung air sehingga dapat disimpan selama tiga tahun. Susu ini mengandung laktosa, protein susu dan mineral pada proporsi yang relatif sama. Produk ini harus disimpan dalam suhu dingin, kering dan harus dijauhkan dari air selama masa penyimpanan. Berbagai proses industri susu skim dapat digunakan. Keterlibatan susu skim pada bidang pangan yaitu pada pembuatan roti untuk meningkatkan rasa, produk susu fermentasi, pembuatan es krim, produk daging, beberapa produk sereal, pengemulsi atau sebagai bahan pengganti telur pada berbagai macam produk, dan sebagainya (Yulinery et al., 2006).

(10)

Isolat protein whey (WPI) menunjukkan peningkatan daya hidup probiotik dalam simulasi kondisi lambung baik sebagai tambahan isolat pada kultur bakteri maupun sebagai material dinding untuk enkapsulasi. Bifidobacterium infantis

telah diujikan pada simulasi kondisi lambung pada pH 2 selama 3 jam dalam 1 g L-1 WPI (Charteris et al., 1998). Adanya WPI secara signifikan meningkatkan daya hidup ketika dibandingkan dengan bakteri yang diinkubasi dalam simulasi kondisi lambung tanpa WPI. L. rhamnosus telah dienkapsulasi dengan metode ekstrusi menggunakan 70:30 campuran dari 12% WPI: bakteri yang diinjeksi melalui jarum ke dalam larutan (16,7% CaCl2, 0,1% pepton dan 0,04% tween) (Wood, 2010).

Bahan pengkapsul yang berbahan utama protein baik dalam melindungi sel yang terenkapsulasi maupun sebagai bahan makanan bagi sel. Diantara protein lainnya, protein susu merupakan protein yang paling digemari sebagai bahan enkapsulasi dikarenakan sifat fisik-kimianya. Seperti gelatin, protein susu dapat membentuk gel dalam kondisi yang sesuai. Protein susu ialah bahan pembawa alami untuk sel probiotik dan disebabkan oleh struktur, sifat fisik-kimia dan sifatnya yang biokompatibel (Livney, 2010).

2.5.3 Tepung Kedelai

Ekstrak protein yang berasal dari produk turunan hewan (protein whey, gelatin, kasein) dan yang berasal dari tumbuhan (protein kedelai, protein kacang ercis (pea protein), protein sereal) digunakan secara luas untuk enkapsulasi senyawa aktif. Penggunaan protein nabati sebagai material pembentuk dinding dalam enkapsulasi menggambarkan tren “green” dalam bidang obat, kosmetik dan industri makanan. Pada aplikasi makanan, protein tumbuhan dikenal tidak menyebabkan alergi dibandingkan dengan protein turunan hewan (Jenkins et al., 2007; Li et al., 2012). Karena itu, beberapa tahun belakangan ini pengembangan aplikasi baru dari produk tumbuhan yang kaya protein menjadi lingkup penelitian yang diminati.

(11)

stabilisasi emulsi, gelatin, busa dan pembentukan film yang baik (Franzen dan Kinsella, 1976). Glycinin dan conglycin pada kedelai hampir sama (perbandingan berat molekul, komposisi asam amino, struktur subunit) dengan legumin dan

vicilin pada ercis (Koyoro dan Powers, 1987).

2.6 Viabilitas Bakteri Asam Laktat Terenkapsulasi

Enkapsulasi mampu meningkatkan viabilitas sel selama fermentasi dan penyimpanan (5,59 x 1012 dan 4,35 x 1010 untuk probiotik terenkapsulasi vs 4,47 x 1010 dan 2,08 x 108 untuk probiotik bebas). Selain itu enkapsulasi dengan alginat-inulin-xanthan gum mampu meningkatkan viabilitas sel secara signifikan dibandingkan sel bebas. Nazzaro et al. (2009) dalam penelitiannya melakukan enkapsulasi L. acidophilus dengan teknik ekstrusi menggunakan alginat 2%, CaCl2 0,05 M, dan dengan perlakuan khusus berupa penambahan 1% prebiotik inulin dan 0,15% xanthan gum. L. acidophilus terenkapsulasi memiliki kemampuan tumbuh baik dalam jus wortel dan bertahan selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4 oC. Viabilitas B. bifidum BB-12 dan L. acidophilus

Referensi

Dokumen terkait

Adanya lapisan tapak bajak bajak pada tanah sawah ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot isi yang lebih tinggi dan mempunyai konsistensi yang lebih teguh daripada horison di

Konsep pesan yang ingin disampaikan pada perancangan ini ialah mengenai konsep penghargaan pada diri sendiri untuk menjaga kesehatan mental emosional.Karena pada masa ini

Hasil analisis prediksi banjir sungai citarum dengan logika fuzzy hasil algoritma particle swarm optimization, dapat menghasilkan nilai minimum curah hujan banjir dan

Pada tindakan ini hampir semua mahasiswa merespon pertanyaan maupun ungkapan dari dosen dan teman yang lain, walaupun cara meresponnya dalam bahasa inggris

Profesional pajak 100 (seratus) dari 5408 korporasi berpartisipasi dalam penelitian ini. Analisis data untuk hipotesis adalah analisis logistik. Hasil

Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku diet untuk penurunan berat badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen

dapat di selssai kan oleh penel i ti dengan melalui proses pemeriksaan dari tim penilai laporan penelitisn Pusat.. Penelitian IKIP

Hasil uji statistik menunjukkan p-valeu <0,05 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan pengetahuan orang tua dengan perilaku kekerasan verbal pada anak di TK