BAB III PEMBAHASAN
A.Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Awal perkembangannya istilah sistem pengendalian intern dimulai dari istilah internal cek, yang kemudian sejak tahun 1949 berubah menjadi sistem pengendalian intern. Pada dasarnya sistem pengendalian intern telah dikembangkan secara alamiah melalui pengalaman atau trial and error, dan secara naluriah banyak ditemukan pada para pengusaha tradisional yang berusaha mengembangkan sistem pengendalian intern dalam mengamankan hartanya, disamping berkembang secara ilmiah sistem pengendalian intern juga berkembang sesuai kebutuhan.
Pengertian sistem pengendalian intern menurut AICPA (American
Institute of Certifield Public Accountant) yang dikutip Mardi (2011:59) adalah
sebagai berikut:
Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan.
Disisi lain pengertian sistem pengendalian intern menurut AICPA
(American Institute of Certifield Public Accountant) yang dikutip oleh La
Meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu
perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan untuk mengamankan harta
kekayaan perusahaan, menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi,
meningkatkan efisiensi operasi serta mendorong ketaatan terhadap
kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh pemimpin perusahaan.
Sistem Pengendalian Intern menurut Arens dan Loebbecke yang
diterjemahkan oleh Jusuf (2003:258) adalah “Sistem Pengendalian Intern yang
terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur dirancang untuk
memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang
penting bagi suatu usaha dapat dicapai”.
Menurut Mulyadi (2010:163) sistem pengendalian intern itu sendiri
adalah: Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, metode dan
ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa konsep dasar tentang
sistem pengendalian intern. Sistem pengendalian intern merupakan suatu
proses untuk mencapai tujuan tertentu, dijalankan oleh orang dari setiap
jenjang organisasi perusahaan yang diharapkan dapat menjaga keamanan harta
milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi,
B.Tujuan dan Fungsi Sistem Pengendalian Intern
Tujuan dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2010:163)
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kekayaan organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Mulyadi (2010:163) menyatakan bahwa “Tujuan dari sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi menjadi dua macam: pengendalian intern akuntansi (Internal Accounting Control) dan pengendalin intern administratif (Internal Administrative Control)”. Selanjutnya dikemukakan bahwa pengendalian intern akuntansi yang merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, yang meliputi struktur organisasi, metode yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.
Sistem pengendalian intern memiliki fungsi seperti yang diungkapkan
oleh Romney dan Steinbart yang diterjemahkan oleh Deni dan Dewi
(2006:229) terdiri dari tiga fungsi yakni:
1. Pengendalian untuk pencegahan (preventive control) mencegah timbulnya
suatu masalah sebelum mereka muncul. Mempekerjakan personel akuntansi
secara efektif mengendalikan akses fisik atas asset, fasilitas dan informasi,
merupakan pengendalian secara efektif. 2.
2. Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk
mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Contohnya
pemeriksaan salinan atas perhitungan dengan mempersiapkan rekonsiliasi
bank dan neraca saldo setiap bulan.3.
3. Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang
ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Pengendalian ini
mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab
masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan dan
mengubah sistem agar masalah dimasa yang akan datang dapat
diminimalisasikan atau dihilangkan. Contohnya dengan pemeliharaan
salinan (backup copies) atas transaksi dan file utama, dan mengikuti
prosedur untuk memperbaiki kesalahan memasukan data, seperti juga
kesalahan dalam menyerahkan kembali transaksi untuk proses lebih lanjut.
C.Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Unsur-unsur yang mendukung atau menunjang terlaksananya sistem
pengendalian intern yang baik menurut Mulyadi (2010:164) adalah sebagai
berikut:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara
tegas.
Struktur organisasi merupakan kerangka (Framework) pembagian
melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggungjawab
fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi
akuntansi.
b. Suatu fungsi tidak boleh diberitanggungjawab penuh untuk
melaksanakan semua tahap suatu transaksi.
Pemisahan fungsi akuntansi dari fungsi-fungsi operasi dan fungsi
penyimpanan, catatan akauntansi yang diselenggarakan dapat mencerminkan
transaksi sesungguhnya yang dilaksanakan oleh unit organisasi yang
memegang fungsi operasi dan fungsi penyimpanan.Dengan demikian dalam
pelaksanaan suatu transaksi dapat terdapat internal check di antara unit
organisasi pelaksana.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Setiap
transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dan pejabat yang memiliki
wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut oleh karena itu,
dalam organisasi hanya dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang
untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi. Salah
satu media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk
memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi adalah
formulir, oleh karenanya penggunaan formulir dicatat dalam catatan
akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalannya (reliability) yang
dokumen pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi
masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur
pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang diteliti dan dapat
dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu
organisasi.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi.
Pembagian tanggungjawab dan sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak
diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam
pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan
dalam menciptakan praktik yang sehat adalah:
a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya
harus dipertanggungjawabkan oleh orang yang berwenang.
b. Pemeriksaan mendadak (surprised audit).
c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir
oleh satu orang satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari
orang atau unit organisasi lain.
d. Perputaran jabatan (job rotation)
e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.
f. Secara periodik diadakan pencatatan fisik kekayaan dengan
catatannya.
g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya.
Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur
pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang
sehat, semuanya sangat bergantung kepada manusia yang yang
melaksanakannya. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan
jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang
minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban
keuangan yang dapat diandalkan. Untuk mendapatkan karyawan yang
kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh:
a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh
pekerjaannya.
b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan,
sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya.
D.Konsep Umum Perkreditan
Menurut Veitzal (2007:438) “Istilah kredit, berasal dari perkataan lain
Credo yang berarti I Believe, I Trust, saya percaya atau saya menaruh
kepercayaan”.Sedangkan kredit menurut Rachmat dan Maya (2009:1) yaitu
“Suatu kepercayaan dari seseorang atau badan yang diberikan kepada
seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang
akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan
terlebih dahulu”.
Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan menurut Teguh (2001:9) kredit adalah “Kemampuan untuk
melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu
janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu
yang disepakati”.
E.Prosedur Pemberian Kredit dan Pengembalian Kredit
Menurut Suhardjono (2003:195) dalam proses pemberian putusan kredit,
prosedur kredit dibagi dalam empat tahap diantaranya:
1. Tahapan Prakarsa dan analisa permohonan kredit :
Kegiatan pada tahap ini adalah penerimaan permohonan kredit dari
nasabah atau memprakarsai permohonan kredit, baik untuk Permohonan
kredit baru, perpanjangan kredit, perubahan jumlah kredit, perubahan syarat
kredit, restrukturisasi maupun penyelesaian kredit.
a. Analisa dan evaluasi kredit
Analisa kredit yang dilakukan oleh pejabat pemrakarsa kredit melipiti
analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral) yang
terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitaf.
b. Perhitungan kebutuhan kredit
Perhitungan kebutuhan kredit dimaksudkan untuk mengetahui secara
dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan kredit yang penggunaannya di
luar usaha atau terjadi kekurangan kredit sehingga usaha tidak berjalan.
c. Pembagian risiko kredit
Dalam upaya mengurangi risiko kredit yang harus ditanggung, bank
membagi risiko tersebut dengan perusahaan asuransi, yaitu dengan
melakukan asuransi kredit, asuransi kerugian maupun asuransi jiwa
debitur.
d. Negosiasi kredit
Negosiasi dilakukan dalam rangka mendiskusikan suatu permasalahan
kredit yang terjadi antara pihak bank dan pemohon, dalam rangka
mencapai kesepakatan mengenai jumlah kredit, kelengkapan dokumen,
struktur dan tipe kredit serta syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi
oleh pemohon.
2. Tahapan pemberian rekomendasi kredit
Rekomendasi kredit merupakan suatu kesimpulan dari analisa dan evaluasi
atas proposal kredit yang disajikan oleh pemrakarsa kredit.Rekomendasi
harus secara jelas menguraikan kekuatan dan kelemahan pemohon untuk
memenuhi angsuran yang telah dijadwalkan.Rekomendasi kredit harus
memastikan bahwa tidak ada kebijakaan dan prosedur kredit yang dilanggar
serta tidak ada masalah hukum.
3. Tahapan pemberian putusan
Pemberian keputusan hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemutus kredit
atau komite kredit yang diberikan kewenangan untuk memutus kredit.
memeriksa dan meneliti kelengkapan paket kredit berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan bisnis yang dimilikinya, pejabat pemutus kredit melihat
analisa dan evaluasi yang dibuat oleh bagian rekomendasi akan mampu
memberikan putusan kredit secara akurat.
4. Tahapan persetujuan pencairan kredit
Pencairan kredit dapat dilakukan setelah instruksi pencairan kredit ditanda
tangani oleh pejabat yang berwenang, yaitu petugas administrasi kredit
sebagai pembuat instruksi (maker) dan disetujui oleh pimpinan unit kerja
yang bersangkutan
Langkah selanjutnya adalah merupakan prosedur pengembalian kredit.
Menurut Thomas dkk (2003:86) “Pengembalian kredit adalah dipenuhinya
semua kewajiban utang peminjam terhadap bank yang berakibat hapusnya
perjanjian kredit”.
Adapun prosedur pengembalian kredit menurut Suhardjono (2003:197)
adalah sebagai berikut:
1. Debitur dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar.
Dalam memenuhi kewajibannya, debitur menyerahkan pembayaran baik
pembayaran pokok, bunga atau lainnya apabila ada. Sebagai tanda
pembayaran, debitur menerima kuitansi dari kasir dan menerima struk yang
berisikan total sisa pinjaman sebagai kontrol jumlah kewajiban yang masih
harus dibayar.
2. Kasir menerima pembayaran dari debitur.
Kasir menerima sejumlah uang dari debitur sebagai pembayaran, baik
pembayaran yang harus dipenuhi oleh debitur yaitu pembayaran pokok
pinjaman, bunganya ataupun pembayaran lainnya dengan jumlah potongan
yang telah jatuh tempo.Kasir kemudian menerbitkan dan menyerahkan
kuitansi sebagai bukti pembayaran yang diperuntukan kepada debitur dan
bagian kredit.Transaksi di atas dicatat pada buku transaksi.
3. Pencatatan oleh bagian perkreditan.
Bagian perkreditan mencatat jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
debitur, kemudian mengeluarkan struk sisa pinjaman yang dipotong sebagai
pemberitahuan mengenai jumlah kewajiban yang masih harus dipenuhi
debitur.
4. Pencatatan oleh bagian akuntansi.
Bagian akuntansi menerima bukti bembayaran dari bagian kredit, dilakukan
pencatatan pada buku besar piutang dan dicocokannya dengan buku kas
masuk bagian kredit.
F. Pengendalian Berupa Pengawasan Kredit dan Penyelamatan Kredit
Menurut Suhardjono (2003:229) prinsip-prinsip dalam pengawasan
kredit yang pada umumnya dilakkan antara lain:
a. Setiap tahapan proses pemberian kredit harus didasarkan atas asas-asas
perkreditan yang sehat dan menguntungkan/ melindungi kepentingan bagi
bank.
b. Setiap pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dan
c. Setiap pemberian kredit harus dipantau perkembangan usaha debitur yang
dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada debitur agar kredit yang
diberikan mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas
kredit.
d. Setiap pemberian kredit tidak hanya diawasi oleh pejabat kredit saja. Tetapi
juga oleh unit kerja yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengawasan,
yaitu audit internal. Menurut Suhardjono (2003:230) pengawasan kredit
adalah “Kegiatan pengawasan/ monitoring terhadap tahapan-tahapan proses
pemberian kredit, pejabat kredit yang melaksanakan proses pemberian
kredit serta fasilitas kreditnya”. Pengawasan kredit bertujuan untuk
memastikan bahwa pengelolaan, penjagaan dan pengawasan kredit sebagai
asset telah dilakukan dengan baik sehingga tidak timbul resiko-resiko kredit
yang diakibatkan penyimpangan baik oleh debitur maupun oleh bank.
Pengawasan kredit dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif dan
pengawasan represif.
Pengawasan preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya masalah
dalam perkreditan dalam perkreditan yang dapat dilakukan dengan penerapan
prinsip kehati-hatian pada setiap tahapan proses pemberian kredit sejak
permohonan kredit sampai dengan pencairan kredit. Sedangkan pengawasan
represif dimaksudkan untuk memperbaiki masalah yang terjadi dalam bidang
perkreditan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara setelah kredit
direalisasi dan digunakan oleh debitur sampai dengan kredit lunas.
Suhardjono (2003:252) mengemukakan bahwa “Kredit bermasalah
atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam
perjanjian kredit”. Walaupun semua tahap-tahap dalam proses pemberian
kredit telah dilakukan secara hati-hati dan telah dilakukan pengawasan dan
pengendalian kredit secara berkesinambungan, namun demikian tidak seratus
persen kredit akan menjadi lancar.
Menurut Suhardjono (2003:272), upaya penyelamatan kredit bermasalah
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penjadwalan kembali (Rescheduling)
Penjadwalan kembali yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut
jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya yang meliputi: perubahan
grace period, perubahan jadwal pembayaran, perubahan jangka waktu,
perubahan jumlah angsuran dan sebagainya.
2. Persyaratan kembali (Reconditioning)
Persyaratan kembali yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat
kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu
dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut maksumin saldo
kredit, yang meliputi: perubahan tingkat suku bunga atau denda, perubahan
cara perhitungan tingkat suku bunga, keringanan bunga atau denda,
perubahan atau penggantian kepemilikan atau pengurus, perubahan atau
penggantian nama atau status perusahaan, perubahan atau penggantian
nasabah atau novasi, perubahan atau penggantian agunan.
3. Penataan kembali (Restructuring)
Penataan kembali yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi
sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, perubahan jenis
fasilitas kredit termasuk konversi pinjaman dalam valuta asing atau
sebaliknya, konversi seluruh atau sebagaian dari kredit menjadi penyertaan
dalam perusahaan, penjualan agunan/ asset debitur.
Tabel 3.1
Rata-Rata Perkembangan Jumlah Kredit yang Disalurkan, serta Laba yang Diproleh PT. Pegadaian (Perero) Kanwil I Medan Tahun 2010-2014
TAHUN
JUMLAH KREDIT DISALURKAN (Rp)
PEROLEHAN LABA OPERASIONAL (Rp)
2010 973.763.979 748.984.332
2011 1.006.122.248 948.589.944
2012 1.320.821.575 910.478.247
2013 1.806.981.263 936.466.617
2014 1.634.830.798 1.031.883.716
JUMLAH 6.742.519.863 4.576.402.856
Rata-rata 1.348.503.973 915.280.517
Sumber PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan, 2015
Tabel 3.2
Pengendalian Intern PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan Tahun 2010-2014
Komponen Hasil Analisa
Lingkungan
Pengendali
an
PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan terhadap
pemberian kredit memiliki struktur organisasi termasuk
didalamnya pembagian tugas , wewenang dan
Komponen Hasil Analisa
fungsi penagih yang akan berpengaruh pada kegiatan
penagihan kurang efektif, kasir hanya bisa melakukan
penagihan melalui telepon dan tidak bisa melakukan
pengihan melalui telepon dan tidak bisa melakukan
penagihan secara langsung kepada nasabah yang nomor
teleponnya tidak bisa dihubungi. Pengendalian akan menjadi
sangat efektif apabila hanya satu orang yang bertanggung
jawab pada satu tugas, hal ini dimaksudkan agar penelusuran
dapat mudah dilakukan dan pemisahan tanggung jawab
sangat perlu dilakukan agar antar satu karyawan dengan
karyawan lain dapat saling mengevaluasi.
Penaksiran
Resiko
Kredit macet pada PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan
dipengaruhi risiko internal dan risiko eksternal:
a. Risiko internal
Terjadinya kredit macet pada PT. Pegadain (Persero)
Kanwil I Medan dikarenakan dengan kurang
mempertimbangkan penurunan harga emas sehingga
terlalu tinggi dalam menaksir barang yang
digadaikan.
b. Risiko eksternal
Terjadinya kredit macet pada PT. Pegadaian (Persero)
Kanwil I Medan sebagai berikut:
Komponen Hasil Analisa
2. memperpanjang emas yang digadaikan karena
terjadinya penurunan harga emas.
3. Nasabah dengan tidak sengaja tidak menebus
atau memperpanjang barang yang digadaikan
karena tidak mampu, sebelum melelang barang
jaminan yang digadaikan PT. Pegadaian (Persero)
Kanwil I Medan akan melakukan upaya
penyelesaian kredit bermasalah sebagai berikut:
a. Rescheduling
Merupakan upaya yang dilakukan lembaga
keuangan untuk menangani kredit bermasalah
dengan membuat penjadwalan kembali
b. Reconditioning
Merupakan upaya yang dilakukan lembaga
keuangan dalam menyelamatkan kredit
dengan mengubah seluruh atau sebagian
perjanjian yang telah dilakukan oleh lembaga
keuangan dengan nasabah.
c. Restructing
Merupakan upaya yang dilakukan oleh
lembaga keuangan dalam penyelamatankredit
bermasalah dengan cara mengubah struktur
Komponen Hasil Analisa
Aktivitas
Pengendalian
Pada PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan, setiap
karyawan dalam menjalankan tugas, wewenang dan taggung
jawabnya masing-masing dengan mengikuti prosedur yang
ditetapkan perusahaan dan dokumen yang digunakan sudah
bernomor urut cetak sehingga dapat mempemudah
pemakainya dalam mengelola data.
Informasi dan
Komunikasi
informasi bagi seluruh bagian kerja yang berbeda didapat
dari catatan kredit gadai yang sudah ditandatangani dan
dicap, dicatat dan kemudian melaporkan kepada
masing-masing pihak yang bertaggung jawab.
Pemantauan Dilakukan langsung oleh piminan cabang dan pemantauan
pemberian kredit kepada seluruh nasabah dilakukan
penaksir dengan menaksir barang yang akan digadaikan dan
mengecek identitas nasabah apakah sudah pernah
melakukan transaksi pegadaian, apabila sudah pernah
melakukan transaksi pegadaian kreditnya macet maka pihak
pegadaian tidak akan memberikan kredit kepada nasabah
dan sebaliknya apabila kreditnya lancar dan tidk macet
maka pegadaian akan memberikan kredit pada nasabah.
Sumber: Wawancara
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah kredit gadai yang disalurkan
sampai dengan 2014 dapat dianalisis dengan melihat rata – rata jumlah kredit
yang disalurkan dan perolehan laba selama 5 (lima) tahun.
Untuk mengetahui besarnya penyaluran kredit gadai dengan hasil
persentase dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%Perolehanpertahun Kreditpriodeberjalan-Kreditpriodesebelumnya
Kreditpriodesebelumnya
Berdasarkan rumus diatas, maka hasil persentase yang didapatkan dari
pemberian kredit gadai dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 3.3
Penurunan / Peningkatan Jumlah kredit yang Disalurkan
(Tahun 2010-2014)
TOTAL 6.742.519.863 661.066.819 61,9
Sumber: PT. Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan 1. Tahun 2010
Pada tahun 2010 jumlah kredit gadai yang disalurkan adalah sebesar Rp.
973.763.979,-. Setiap bulannya, jumlah kredit gadai yang disalurkan
mengalami kenaikan dan penurunan.Jumlah kredit gadai yang disalurkan
masyarakat akan meningkat pada bulan itu untuk memenuhi biaya sekolah
anak dan natalan. Pada tahun 2010 jumlah kredit gadai yang disalurkan jumlah
kecil.
2. Tahun 2011
Pada tahun 2011 jumlah pemberian Kredit gadai mengalami peningkatan
sebesar Rp. 32.358.269,- . Jumlah kredit gadai yang disalurkan pada tahun ini
hanya mengalami peningkatan yang kecil, yaitu sebesar 3.3 % dari tahun 2011.
Hal ini terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan uang dan
didukung oleh pelayanan PT. Pegadaian yang baik sehingga nasabah yang
sudah pernah menggunakan jasa kreditnya merasa puas.
3. Tahun 2012
Penyaluran kredit gadai untuk tahun 2012 mengalami peningkatan yang
cukup tinggi dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 314.699.327,-
dengan persentase kenaikkan sebesar 31.3 %. Hal ini disebabkan karena usaha
pihak bank yang selalu terus berupaya untuk memberikan pelayanan terbaiknya
bagi nasasabah agar nasabahnya benar – benar puas akan pelayanan yang
diberikan khususnya pelayanan kredit gadai ini.
4. Tahun 2013
Pada tahun 2013 jumlah kredit gadai yang disalurkan mengalami
kenaikan, yaitu sebesar 36.8 % dari tahun sebelumnya, atau dengan jumlah
sebesar Rp. 486.159.688,-. Tahun 2013 merupakan tahun dimana jumlah kredit
gadai yang disalurkan terbanyak dan yang paling tinggi selama tahun 2010
dalam memasarkan kredit gadai dan didukung dengan kepuasan nasabah akan
pelayanan kredit gadai ini.
5. Tahun 2014
Pada tahun 2014 untuk penyaluran kredit gadai tidak sama dengan tahun
tahun sebelumnya, dimana untuk tahun 2014 ini kredit gadai yang disalurkan
justru mengalami penurunan tetapi jumlah nya tidak besar yaitu sebesar Rp.
172.150.465,- dengan tingkat persentase ( 9.5 %). Penurunan jumlah Kredit
gadai yang disalurkan untuk tahun ini tidak begitu besar, penurunan ini
disebabkan karena berkurangnya pengajuan kredit gadai dari masyarakat dan
juga karena debitur yang telah melunasi kreditnya tidak mengajukan kredit lagi
karena belum membutuhkan dana. Selain itu juga dikarenakan adanya calon
debitur yang datang membawa barang jaminan yang tidak diterima PT.
Pegadaian sebagai persyaratan pengajuan kredit gadai sehingga menyebabkan
terjadinya penolakan kredit, sehingga jumlah kredit gadai yang disalurkan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern kredit pada PT.
Pegadaian (Persero) Kanwil I Medan adalah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas
dapat dikatakan kurang baik, karena masih adanya rangkap jabatan antara
fungsi operasi dan fungsi akuntansi.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya telah dilakukan
dengan memadai, karena telah didukung oleh prosedur pemberian dan
pengembalian kredit serta dokumen dan catatan kredit.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi telah dilakukan dengan memadai, karena pengawasan kredit tidak
hanya dilakukan oleh pimpinan cabang tetapi dibantu oleh penaksir dan
penyelamatan kredit bermasalah dilaksanakan dengan berbagai upaya
seperti: penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali
(reconditioning) dan penataan kembali (restructuring) hingga pada proses
pelelangan barang jaminan.
4. Penyaluran kredit yang sudah berjalan cukup efektif, hal ini sebaiknya terus
ditingkatkanpada periode yang akan datang dengan terus memantau aktivitas
kredit secara lebih intensifguna meminimalkan terjadinya kredit bermasalah
dan berkembang sesuai dengan perekonomian global yang bergerak secara
dinamis.
5. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya dapat dikatakan
cukup berkualitas, karena pada kenyataannya masih menerima karyawan
baru yang memiliki tingkat pendidikan SMA.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisa serta simpulan yang telah diuraikan, maka saran yang
dapat diberikan kepada PT. Pegadaian (Persero) Kanwil Medan adalah sebagai
berikut:
1. Agar dilakukan pemisahan fungsi, antara fungsi operasi dan fungsi
akuntansi. Sehingga apabila telah dilakukan pemisahan fungsi antara fungsi
operasi dan fungsi akuntansi akan dapat meningkatkan pengendalian intern
kredit dalam pelaksanaan operasional perusahaan.
2. Untuk posisi kasir agar menerima karyawan baru dengan tingkat pendidikan