BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia1
Desa atau sebutan lainnya yang sangat beragam di Indonesia pada
awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas
wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat istiadat untuk
mengelola wilayahnya sendiri. Menurut data yang ada di .
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & penyelenggaraan pemerintahan Desa, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 4.
2
Jumlah desa mengacu pada PEMENDAGRI No 39 Tahun 2015 Tentang kode dan data wilayah administrasi pemerintahan.
Ini artinya bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu
banyak memiliki pemerintahan desa. Berdasarkan data tersebut maka kedudukan
desa sangat penting baik sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan
Indonesia.3
UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan menuju kehidupan berdesa
yang lebih maju.
Jauh sebelum bangsa-negara modern terbentuk, kelompok sosial
sejenis desa atau masyarakat adat dan lain sebagainya, telah menjadi bagian yang
penting dalam suatu tatanan negara.Kehadiran undang-Undang No.6 Tahun 2014
tentang Desa (UU Desa) menendai babak baru dan perubahan dalam politik
pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik tumpuh yang mendapatkan
perhatian serius.
4
Pembangunan desa sebagai sistem yang dikontruksikan UU Desa,
menempatkan masyarakat pada posisi strategis,yaitu sebagai subjek
pembangunan. Dengan demikian, masyarakat memiliki peran strategis dalam
tatakelolah desa termasuk didalamnya penyelenggaraan pembangunan desa. Isu
penting dalam konteks ini adalah peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga
masyarakat memiliki daya desak yang efektif untuk mewujudkan tatakelolah desa Sebagai dasar hukum bagi keberadaan Desa, UU Desa
mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa ( pemerintahan, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa ).Desa dikukuhkan sebagai subjek yang
mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam arti lainnya dapat dikatakan bahwa
saat ini desa membangun yang artinya desa diharapkan mampu mengatur dirinya
sendiri.
3
Ni’matul Huda,Perkembangan Hukum Tata Negara (Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan),
( Yogyakarta: FH UI Press, 2004), hlm.361.
4
yang baik dan penyelenggaraan pembangunan yang sesuai dan memenuhi
aspirasi masyarakat.
Dalam kerangka itulah, pemerintah menetapkan kebijakan menetapkan
pendampingan sebagaimana tercantum pada pasal 2 peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang
bertujuan:5
Meningkatkan kapasitas, efektifitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa
dan pembangunan desa
Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam
pembangunan desa yang partisipatif
Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sector
Meningkatkan asset lokal desa
Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pendampingan dapat
melimpahkan sebagian kewenangannya kepada tenaga ahli professional dan
pihak ketiga ( Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal 128, ayat 2 PP 43 ).6
5
Modul pelatihan pratugas pendamping lokal desa implementasi undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, (Jakarta: kementrian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi republik Indonesia, 2016), hlm. 3.
6
Ibid., hlm. 4.
Tenaga
ahli professional yang dimaksud adalah pendamping desa, tenaga teknik dan
tenaga pemberdayaan masyarakat desa ( Pasal 5 permendesa No.3/2015)
termasuk diantaranya asalah pendamping lokal desa ( Pasal 129,ayat 1 (a) PP No.
Dengan demikian pendamping desa yang dimaksud dapat berhubungan
langsung secara intensif dengan pemerintah dan masyarakat desa, menjadi actor
yang strategis menuju implementasi UU Desa secara optimal. Pendamping desa
adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui
asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa. Misi besar
pendamping desa adalah pemberdayaan masyarakat desa menjadi maju, kuat,
mandiri dan demokratis. Kegiatan pendampingan membentang dari pembangunan
kapasitas pemerintah, mengorganisasi dan membangun kesadaran kritis
masyarakat. Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi
dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas
lokal hingga mengisi kekosongan antara pemerintah dan masyarakat. Intinya
pendampingan desa adalah menciptakan suatu frekuensi yang sama antara
pendamping dengan yang didampingi. UU No.6 Tahun 2104 mengembangkan
paradigma dan konsep baru kebijakan tata kelolah desa secara nasional termasuk
mengenai fungsi dan peran pendampingan desa.
Dalam mendamping desa dan melakukan pemberdayaan masyarakat
haruslah didampinging oleh pendamping desa yang dimana tenaga pendamping
desa yang bertugas di kecamatan untuk mendampingi desa dan manmpu
mendampingi pendamping lokal desa (PLD). Adapun nama pendamping desa
yang di tempatkan di kecamatan Simanindo adalah:7
7
Wawancara dengan Dianto Manik, tanggal 9 januari 2017 di kantor kecamatan simanindo.
pendamping desa pada bidang teknik. (2). Friska Sibarani, pendamping desa pada
bidang pemberdayaan masyarakat.
Kedua pendamping desa tersebut harusnya dapat menjadi seorang
pendamping desa yang memegang teguh tujuan utama yaitu memberdayakan
masyarakat sesuai dengan bidang yang ditanganinya dan mampu berkomunikasi
antara pemerintah desa dan masyarakat. Artinya butuh ketekunan kesabaran
dalam mendampingi desa. Misalnya pendamping desa harus mampu memberikan
pangaruh kuat terhadap kemajuan suatu desa yang berada di kecamatan
Simanindo.
Dengan hadirnya kebijakan penempatan pendamping desa sebagai amanat
Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa maka hadirlah peraturan menteri
desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi No. 3 tahun 2015 tentang
pendamping desa yang membahas mengenai pendamping desa termasuk di
dalamnya mengenai pemberdayaan masyarakat yang menjadi fokus utama
pendamping desa.8
8
Peraturan menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi republik indonesia nomor 3 tahun 2015 tentang pendamping desa.
Oleh karena itu para pendamping desa harus mampu
memahami apa yang menjadi tujuan dari pendampingan mereka dan harus
memahami apa yang menjadi amanat dalam Undang Undang desa agar fungsi
pendampingan dapat berjalan secara maksimal dan memenuhui target yang
1.2 Rumusan masalah
Kecamatan simanindo adalah sebuah kecamatan yang terletak di
kabupaten Samosir dan merupakan kecamatan terbesar nomor dua di kabupaten
Samosir. Ibukota kecamatan ini berada di desa Ambarita. Luas kecamatan
Simanindo 198,20 Km2 dengan jumlah 19.841 jiwa (2012). Kecamatan
Simanindo terdapat hampir duapuluh desa dan satu kelurahan yaitu Desa
Ambarita, Cinta Dame, Dosroha, Garoga, Huta Gijjang, Maduma, Marlumba,
Martoba, Parbalohan, Pardomuan, Parmonangan, Siallagan, Pindaraya, Sihusapi,
Simanindo, SimanindoSakkal, Simarmata, Tanjungan, Tomok, TomokParsaoran,
Unjur, TukTuk Siadong.9
Kecamatan Simanindo merupakan kecamatan yang terletak di daerah
sekitaran pegunungan dan perairan Danautoba kecamatan ini sudah cukup
memiliki jalan yang bagus termasuk jalan infrastruktur yang menjadi penghubung
antara desa satu dengan desa yang lainnya. Di kecamatan Simanindo juga
terdapat objek objek wisata sehingga tidak mengherankan kecamatan Simanindo
sering di kunjungi wisatawan pada saat liburan. Selain hal tersebut pendidikan
dan pertanian merupakan potensi yang sangat pesat di kecamatan tersebut salah
satu buktinya adalah tanaman kopi yang merupakan tanaman perkebunan yang
produksinya paling besar. Tanaman ini sudah ditanam di seluruh desa di
Kecamanatan Simanindo.
9
Profil Kecamatan Simanindo, Wikipedia, disadur melalui
Dengan potensi tersebut kecamatan yang merupakan daerah strategis yang
menjadi salah satu kecamatan terbesar di Kabupaten samosir maka pembangunan
harus lah dilakukan secara maksimal guna meningkatkan kehidupan yang
sejahtera bagi masyarakat desa. Sesuai amanat UU desa no 6 tahun 2014 tentang
desa yang terdapat di pasal 126 tentang pemberdayaan masyarakat dan
pendampingan desa dan pasal 129 tentang pendamping desa yang bertujuan untuk
melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa. Para pendamping desa yang
ditugaskan harus benar-benar Mengetahui apa yang menjadi tugas di bidang yang
telah di tetapkan sehingga dapat memaksimalkan pendampingan yang
diharapkan.
Pendamping yang ditugaskan harus memiliki latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan bidang yang ditanganinya. Misalnya dalam bidang
pemberdayaan masyarakat. Pendamping desa harus memiliki latar belakang
Pendidikan Sosial yang mengetahui bagaimana mengenai Pemberdayaan
Masyarakat dengan harapan dapat mengoptimalkan fungsi pendampingan yang
dilakukan. Dalam hal ini kepala daerah harus secara tegas menolak karena
pendamping desa yang bukan memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai
dengan pendampingan desa karena menyebakan tidak berjalannya program
pendampingan dengan baik. Selain latar belakang pendidikan jumlah pendamping
desa juga harus di perhatikan agar fungsi pendampingan dapat berjalan dengan
sedikit dibanding jumlah desa yang ada di Kecamatan Simanindo, dengan jumlah
desa sebanyak 20 desa hanya terdapat dua orang pendamping desa yang membagi
bagi tugasnya dalam turun kelapangan untuk mendampingi setiap kegiatan yang
ada didesa sehingga dengan sedikitnya jumlah pendamping desa tersebut fungsi
pendampingan kurang optimal jika mereka harus memfasilitasi 20 desa dan lima
pendamping lokal desa yang mendampingi setiap lima desa.10
1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah dalam penempatan
pendamping desa di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. 1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah
dipaparkan diatas, maka pertanyaan penelitiannya adalahBagaimana peran
pendamping desa di kecamatan Simanindo untuk mendampingi desa sesuai
Undang Undang No 6 tahun 2014 Tentang desa.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yangmenjadi tujuan penelitian ini adalah:
2. Menganalisis peran pendamping desa diKecamatan Simanindo sesuai
dengan undang undang 6 tahun 2014.
10
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat peneitian ini adalah:
1. Secara Teoritis, Penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu politik
yang membahas tentang peran pendamping desa untuk mendampingi desa
di Kecamatan Simanindo. Sehingga dapat memberikan kontribusi dalam
ilmu politik khususnya kajian mengenai Desa.
2. Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada
pembaca mengenai pendamping desa dan diharapkan dapat menjadi bahan
kajian akademisi sebagai pembelajaran pemerintahan desa.
3. Secara Kemasyarakatan, Penelitian dapat mengembangkan kemampuan
berfikir, memperluas wawasan kajian ilmu politik, serta menganalisis
kejadian-kejadian yang sedang terjadi.
1.6. Kerangka Teori
1.6.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam defenisi yang mashur dari Dye adalah whatever
governments choose to do or not to do. Maknanya Dye ingin mengatakan bahwa
apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun impisit merupakan
kebijakan.11
11
Dwiyanto indiahono, Kebijakan Publik, (Yogyakarta, Gava Media, 2009), hal. 17.
Thomas R.Dye juga mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan
Sementara Hogwood dan Gunn mengatakan bahwa terdapat sepuluh istilah
kebijakan dalam pengertian modern, yaitu :12
Kebijakan memang menjadi rana yang amat berbau kekuatan untuk saling
mempengaruhi dan melakukan tekanan para pihak.
1) Sebagai lebel untuk sebuah
bidang aktivitas. 2). Sebagai ekspektasi tujuan umum atau aktivitas negara yang
diharapkan. 3). Sebagai proposal spesifik. 4). Sebagai keputusan pemerintah.
5). Sebagai otoritasi formal. 6). Sebagai sebuah program. 7). Sebagai output. 8).
Sebagai hasil ( outcome ). 9). Sebagai teori atau model. 10). Sebagai sebuah
proses.
13
Kebijakan publik dalam kerangka substansif adalah segala aktifitas yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi.
Dengan membawa kebijakan publik dalam ranah upaya memecahkan masalah
publik maka warna administrasi publik akan lebih terasa kental.
Sehingga, tak heran jika
Carl Friedrick pun mendefenisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan hambatan
tertentu seraya mencari peluang peluang untuk mencapai tujuan tertentu.
14
12
Ibid., hlm. 18.
13
Amin ibrahim, Pokok pokok analisi kebijakan publik ( AKP ), ( Bandung: Mandar Maju, 2004 ), hlm. 12.
14
Ibid., hlm. 13.
Kebijakan
publik diarahkan untuk memcahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan
dan penyelenggaraan urusan publik. Kebijakan publik mungkin diupayakan
Model tahapan kebijakan publik menurut Ripley ini hendak menyatakan dua
proses kebijakan publik yang lahir dari siklus pendek dan siklus panjang: Siklus
pendeknya adalah: penyusunan agenda pemerintah, agenda pemerintah, formulasi
dan legitimasi kebijakan, kebijakan. Sedangkan yang menjadi siklus panjangnya
adalah: Penyusunan agenda pemerintah, Agenda Pemerintah, formulasi dan
legitimasi kebijakan, kebijakan, tindakan kebijakan, kinerja dan dampak
kebijakan, evaluasi terhadap implementasi, keputusan tentang masa depan
kebijakan.15
Dalam tahapan kebijakan ini, kebijakan dipandang sebagai sebuah siklus
yang dimungkinkan akan terjadi evolusi kebijakan. Sebuah kebijakan akan
melawati serangkaian proses implementasi, monitoring dan evaluasi. Kebijakan
akan lahir kembali dengan perubahan secara inkremental dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi perubahan yang mendasar meskipun amat jarang
terjadi. Oleh karenanya tidaklah heran jika teori kebijakan inkrementalism lebih
banyak menemui kebenarannya dalam artian lebih banyak terjadi. Jika melihat
kebijakan publik model Eeaston yang mengasumsikan proses kebijakan publik
dalam sisitem politik dan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand)
dan dukungan (support). Model Easton ini tergolong dalam model sederhana.
15
1.6.2 Teori Elit
Mulanya “teori elit” lahir dari diskusi para ilmuan sosial Amerika tahun
1950-an antara Schumpeter, Lasswell dan sosiolog C. Wringht Mills yang
melacak tulisan tulisan para pemikir Eropa masa awal munculnya Fasisme.16
Pareto (1848-1923) percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok
kecil orang yang mempunyai kualitas kualitas yang diperlukan bagi kehadiran
mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh.17
Pareto juga percaya bahwa elite yang ada pada pekerjaan dan lapisan
masyarakat yang berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama yaitu
orang-orang yang kaya dan juga pandai, yang mempunyai kelebihan dalam matematika,
bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut Pareto,
masyarakat terdiri dari dua kelas:
Mereka yang bisa
menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik. Merekalah
yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang yang berhasil, yang mampu
menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para
pengacara, mekanik, bajingan atau para gundik.
18
16
SP.Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001), hlm. 199.
17
Ibid., hlm. 200.
18Ibid
., hlm. 201.
1) Lapisan atas, yaitu elit yang terbagi
kedalam elit yang memerintah ( governing elite ) dan elit yang tidak memerintah
( Non-governing elite). 2) Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elite. Pareto
menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan,
yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.
Teori klasik tentang elit memberikan tekanan pada sekelompok kecil yang
mempunyai pengaruh besar atau kekuasaan politik besar dalam sebuah sistem
politik. Mosca, dalam karya klasiknya the rulling class mengemukakan hal itu
sebagai berikut, Dalam setiap masyarakat, terdapat dua kelas penduduk satu kelas
menguasai dan satu kelas dikuasai. Kelas pertama jumlahnya selalu lebih kecil,
menjalankan semua fungsi politik dan memonopoli kekuasaan sedangkan kelas
kedua jumlahnya jauh lebih besar diatur dan di kendalikan oleh kelas pertama
tersebut.19 Adapun beberapa prinsip-prinsip umum yang dijadikan pedoman
dalam mengkaji konsep-konsep elit itu telah dikemukakan oleh Pareto, Mosca,
Michels. Prinsip-prinsipnya yang utama dapatlah dikemukakan sebagai berikut:20
1. Hakikatnya orang hanya di kelompokkna kedalam dua kelompok, yaitu
mereka yang memiliki kekuasaan politik dan mereka yang tidak
memilikinya. Kaum elit klasik berpendapat bahwa distribusi kekuasaan
hampir dalam segala hal.
2. Secara internal, elit itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran
kelompok. Elit itu tidak merupakan kumpulan individu yang saling
terpisah pisah atau sekedar merupakan penjumlahan orang saja. Tetapi
sebaliknya
19
Sudijono sastroamodjo, Perilaku Politik, ( Semarang: IKIP Semarang Press, 1995 ), hlm. 142.
20
3. Elit itu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan anggotanya berasal
dari suatu lapisan masyarakat yang sangat terbatas. Pemimpin-pemimpin
selalu memilih sendiri penggantinya dari kalangan istimewa yang hanya
terdiri dari beberapa orang.
4. Kelompok elit itu hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan baik
diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya.
Semua persoalan politik penting diselesaikan menurut kepentingan atau
tindakan kelompok ini.
Dalam konsep klasik, elit oleh pareto dan mosca telah dikaitkan dengan
pengertian kelompok orang-orang secara langsung atau karena posisinya sangat
kuat pengaruhnya dalam menjalankan kekuasaan politik. Mereka juga mengakui
bahwa elit yang memerintah itu merupakan kelas politik dan kelompok sosial
yang terhormat yang oleh Pareto disebut sebagai aristokrasi dan yang bersifat
baik militer, religius, komersial, maupun plutokrasi.21 Secara umum, Pareto dan
Mosca memberikan Konsep-Konsep mengenai elit. Mereka berpendapat bahwa
dalam setiap masyarakat senantiasa ada dan harus ada suatu kelompok minoritas
yang memerintah masyarakat itu. Kelompok yang kecil itu merupakan kelas
politik, elit yang menduduki pos pos komando yang memerintah dan memegang
kendali atas pemegang keputusan politik.22
21
Ibid., hlm. 146.
22
1.6.3 Study Terdahulu
Penelitian yang berjudul kebijakan pemerintah menempatkan pendamping
desa yang study kasusnya peran pendampingi desa untuk mendampingi desa di
kecamatan simanindo sesuai UU No. 6 Tahun 2014 masih sangat jarang diteliti
oleh para akademisi karena judul tersebut masih dapat dikatakan tergolong
kebijakan yang baru buku buku yang berhubungan mengenai pendamping desa
masih sangat langkah di jual di pasaran. Akan tetapi penulis menemukan skripsi
yang dapat membantu jalannya penelitian. Ramadhan mahasiswa jurusan hukum
Universitas Pasundan. Dalam skripsi tersebut membahas mengenai peran
pendamping desa dalam upaya optimalisasi pembangunan desa dalam skripsi
tersebut di jelaskan secara detail mengenai pendamping desa termasuk
didalamnya mengenai peran pendamping desa.23
Selain skripsi tersebut, study terdahulu berupa jurnal online yang ditulis
oleh Aldy Al Maqasarry dalam jurnal tersebut Aldy membahas mengenai
efektivitas pendamping desa dalam pembangunan infrastruktur pedesaan di
Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis. Dalam jurnal tersebut lebih
memfokuskan bahasan mengenai pembangunan dan partisipasi masyarakat.
Dalam proses pembangunan tersebut dengan adanya bantuan atau fasilitas dari Dan membahas bagaimana cara
pengoptimalan pembangunan desa.
23
Ramadhan S, Peran Pendamping Desa dalam upaya Optimalisasi Pembangunan Desa, [
Skripsi ], disadur melalu
pendamping Desa. Pada jurnal ini terdapat kesimpulan yaitu bahwa pedamping
desa kurang efektif dikarenakan Pengetahuan masyarakat di daerah tersebut
masih kurang memahami mengenai pendamping desa.24
Pada Skripsi yang ditulis oleh Mandahani Kusuma yang merupakan
mahasiswa UGM juga dapat menjadi sumber referansi untuk memenuhi
penulisan skripsi ini. Dalam skripsinya tersebut berisi mengenai evaluasi peran
pendamping desa terhadap keberhasilan program desa mandiri di Kecamatan
Bantul. Skripsi tesebut membahas bagaimana pendamping desa dalam
menciptakan program desa mandiri dan juga perannya dalam menciptakan desa
mandiri di kecamatan Bantul. Serta pengertian desa mandiri dan bagaimana desa
tersebut dikatakan menjadi desa mandiri. Dalam skripsi tersebut dijelaskan peran
pendamping desa tersebut yang menjadi fasilitator anatara pemerintah desa dan
masyarakat desa karena penulis beranggapan jika adanya dukungan dari
pemerintah desa dan masyarakat desa dapat menciptakan desa mandiri.25
Selain dari skripsi tersebut modul yang di terbitkan oleh kementrian desa
yang berisi mengenai cara pelatihan pendamping desa termasuk cara penempatan
dan tugas umumnya. Dalam modul tersebut juga dibahas mengenai desa dan visi
24
Aldy Al Maqassary, Efektivitas pendamping desa dalam pembangunan infrastruktur pedesaan
di desa Sekodi, [ Jurnal ], disadur melal
25
Mahadi Kusuma, Evaluasi Peran Pendamping Desa Terhadap Keberhasilan Desa Mandiri di
Kabupaten Bantul, [ Skripsi ], disadur melalu
undang undang desa, tata kelola desa, pembangunan desa, pengembangan
ekonomi desa serta pendampingan tentang konsep pendampingan, ketemapilan
pendampingan dan kinerja pendamping. Selain dari modul tersebut penulis juga
memperoleh sumber yang dapat memenuhi tulisan ini antara lain peraturan
pemerintan, undang undang, dan buku buku tentang desa yang telah di tulis oleh
peneliti terdahulu.
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1. Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
penelitian dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan diskriptif,
dimana penelitian merupakan suatu cara dalam memecahkan suatu masalah
berdasarkan fakta, dan data-data yang ada. sehingga penelitian ini memberikan
gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena melalui
fakta-fakta yang akurat.26
Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif, Penelitian kualitatif
bermaksud untuk memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus
memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan proses studi. 1.7.2. Jenis Penelitian
27
26
Sudarwan Danin,Menjadi peneliti kualitatif:Ancangan Metodologi Presentasi dan Publikasi Hasil penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti bidang ilmu-ilmu sosial, pendidikan
humaniora,(Bandung : Pustaka setia, 2002), hlm. 76.
27
Lexy j moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 27. Orientasi
Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai kebutuhan, mengandalkan
manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengandalkan
analisi data secara induktif, bersifat deskriftif, membatasi studi dengan fokus.
1.7.3. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, lokasi peneliti yang akan di jadikan sebagai sumber
penelitian yaitu di Kecamatan Simanindo,Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera
Utara.
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh informasi dan data yang di perlukan maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data primer dan skunder. Adapun yang menjadi
data Primer adalah data yang di proleh secara langsung berdasarkan informan di
lapangan, untuk mendapatkan mengenai faktor-faktor yang akan diteliti melalui
wawancara.Sebagai informan dalam penelitian yaitu para pendamping desa yaitu:
Dianto Manik, Pendamping desa pada bidang teknik. Friska Sibarani,
pendamping desa pada bidang pemberdayaan masyarakat, Kepala Desa Ambarita,
Oberlin Sitio. Camat Simanindo yaitu Dapot Simbolon. Masyarakat desa yaitu G.
Silalahi dan F. Sidabutar.
Sedangkan yang menjadi sumber data sekunder adalah lampiran
dokumentasi, buku-buku, journal, dan yang lainnya yang berkaitan dengan
yang akan di teliti. Nantinya teori-teori dan refrensi dari sumber-sumber data
sekunder tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.
1.7.5 Teknik Analisa Data
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.
Maka teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil berbagai sumber dan
literatur dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami diri sendiri dan orang lain.28
Sistematika penulisan merupakan penjabaran secara deskriptif tentang
hal-hal yang akan ditulis yang secara garis besar terdiri dari bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir agar lebih mudah dan terarah untuk menyusun karya ilmiah. Analisis data kualitatif ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan
penelitian yaituBagaimana peran pendamping desa di kecamatan Simanindo
untuk mendampingi desa sesuai Undang Undang No 6 tahun 2014 Tentang desa.
1.8. Sistematika Penulisan
28
Maka penulis membagi sistematika penulisan ini menjadi empat bab. Adapun
susunan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian,
kerangka teori, metodologi penelitian dan sitematika penelitian.
BAB II: Profil Kecamatan Simanindo & Kebijakan Pemerintah Menempatkan
Pendamping desa & Konsep pendamping desa
Bab II akan memaparkan tentang profil kecamatan Simanindo &
Konsep profil Pendamping desa serta tugas dan kewenangan
pendamping desa di kecamatan Simanindo serta kebijakan
pemerintah menempatkan pendamping desa.
BAB III: Analisi Peran Pendamping Desa Untuk Mendampingi Desa di Kecamatan
Simanindo.
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian bagaimana peran
pendamping desa untuk mendampingi desa di Kecamatan
Simanindo sesuai UU No 6 Tahun 2014.
BAB IV : Penutup
Berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data serta