BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah single-blind randomized controlled trial
dengan membandingkan efek suplementasi vitamin D antara 2 kelompok, dimana
kelompok I diberi OAT dan vitamin D dengan dosis 2,5 mg, dan kelompok ke II
diberikan OAT dan plasebo.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa puskesmas dan rumah sakit wilayah
Medan. Penelitian direncanakan selama 7 bulan dan untuk pengumpulan data
dilakukan selama 4 bulan.
3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah penderita TB paru adalah penderita TB paru yang
berobat ke puskesmas dan rumah sakit wilayah Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Penderita TB paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman BTA
positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan langsung.
2. Usia > 18 tahun.
3. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
Kriteria eksklusi
1. Menderita HIV, Diabetes Melitus, penyakit ginjal dan penyakit hati serta
penyakit berat lainnya.
2. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D, obat imunosupresif seperti
kortikosteroid dan kemoterapi kanker.
3.3.3. Besar sampel
n1 =n2 = ((Zα√P(1-P) + Z √p1(1-p1)+p2(1-p2))2 (p1-p2)2
dimana:
n = Besar sampel
Zα = Deviat baku α (α = 0,05, Zα = 1,960) Z = Deviat baku ( = 10%, Z = 0,84β) P = p1+p2/2
p1 = Nilai proporsi kelompok perlakuan = 0,63 (Siswanto dkk. (2009))
p2 = Nilai proporsi kelompok kontrol =0,33 (Siswanto dkk. (2009))
Maka di dapatkan besar sampel satu kelompok (n) sebesar 34 orang. Dengan
perhitungan drop out 10% maka jumlah total sampel keseluruhan adalah 75
sampel, untuk memudahkan pembagian kelompok dibuat menjadi 76 sampel.
3.4. Metode pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
non probability sampling dengan tehnik consecutive sampling, sampel yang sesuai
dengan kriteria inklusi dipilih dan dilakukan secara acak. TB aktif yang
memenuhi kriteria inklusi akan digunakan sebagai sampel dan dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok I diberikan vitamin D dan kelompok 2 diberikan plasebo.
Masing-masing kelompok diikuti sampai 2 bulan untuk dilihat konversi sputum
3.5. Kerangka Operasional
Meminta persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)
n=76
Pasien TB Paru BTA (+) Menentukan sampel penelitian
Mencatat data sampel penelitian dari rekam mendik hasil anamnesis, hasil Pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan BTA
Mengumpulkan data sampel penelitian
Pengambilan sputum sebelum perlakuan
Foto RO toraks sebelum perlakuan
Mengambil sampel darah
OAT + Vitamin D
(0,2,4,6) Sentrifugasi OAT
+ Plasebo (0,2,4,6)
Analisa Data
Kadar vitamin D setelah 2 bulan perlakuan
Pemeriksaan kadar vitamin D dengan tehnik ELISA sebelum perlakuan
Pemeriksaan sputum dilakukan pada minggu ke 2, 4, 6, dan 8
1. Variabel tergantung (dependen) : - Konversi sputum
- Perbaikan radiologis
2. Variabel bebas (independen) : Pengobatan supportive suplemen
vitamin D
3.6. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara dan alat ukur Kategori Skala
No Variabel Definisi Kategori Skala
2. Radiologis Perubahan
hasil foto
melakukan foto toraks
3.7 Prosedur Pengumpulan Data
1. Sebelum penelitian dimulai, peneliti meminta keterangan lolos kaji etik
(ethical clearance) kepada Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran USU.
2. Setiap penderita yang diikutsertakan dalam penelitian harus dibuat surat
informed consent, yang harus ditandatangani oleh penderita dan peneliti
3. Penderita TB paru yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak kuman Basil Tahan
Asam (BTA) positif melalui hapusan langsung serta memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi diikut sertakan dalam penelitian.
4. Dilakukan pemeriksaan test HIV dan kadar gula darah. Pasien yang
menderita HIV dan Diabetes Melitus tidak diikut-sertakan dalam
penelitian.
5. Kemudian diambil darah penderita TB (kasus) dari vena mediana kubiti
untuk pemeriksaan kadar vitamin D.
6. Hasil data yang didapat dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel untuk
dianalisa.
3.7.1 Prosedur pemeriksaan sediaan hapus langsung kuman bakteri tahan asam
dari sputum
a. Persiapan pasien
1) Pasien dianjurkan untuk mengosok gigi dan berkumur sebanyak 3
kali dengan menganti air hangat setiap kali berkumur.
2) Jika pasien belum dapat mengeluarkan sputum dapat diberikan
tablet gliseril guaicolat 200 mg.
3) Jika dahak kental dan sulit dikeluarkan dapat diberikan obat
mukolitik atau ekspektoransia.
b. Waktu pengumpulan dahak
1) Sewaktu hari 1 pada saat pasien dating kunjungan pertama
2) Pada hari ke 2 penderita mengumpulkan dahak setelah hari
3) Sewaktu ke 3 pada saat mengumpulkan dahak dihari kedua.
4) Sputum di periksa pada minggu ke 2, 4, 6 dan 8.
c. Pengecatan sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
1) Ambil sputum kental dengan lidi
2) Hapuskan specimen pada kaca objek dengan ukuran 2x3cm
3) Keringkan pada suhu kamar
4) Difiksasi 3x
5) Lumuri dengan karbol fucsin
6) Lalu fiksasi preparat
7) Biarkan selama 5 menit Cuci dengan air mengalir
8) Tuangkan preparat dengan asam alcohol 3 % selama 2 menit
9) Bilas dengan air lalu tuangkan methylen blue 0,3 % selama
10-30 dtk
10) Cuci dengan air mengalir sampai bersih lalu keringkan.
11) Preparat siap dibaca
3.7.2 Prosedur pembacaan foto toraks
Peneliti mencatat hasil foto toraks sampel yang dibacakan oleh dokter
spesialis radiologi dan spesialis paru. Pasien akan di foto toraks sebelum
perlakuan dan pada akhir minggu kedelapan.
3.7.3. Prosedur pemberian vitamin D dan plasebo
Peneliti memberi vitamin D 2,5 mg (100.000 IU) secara oral sebanyak 4
kali pemberian yaitu pertama pada saat sampel di diagnosis TB, selanjutnya pada
minggu ke-2, ke-4, dan ke-6. Kelompok kontrol akan diberi plasebo.
Masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol akan dibedakan berdasarkan dijumpainya
kavitas pada foto toraks.
3.7.4. Pemeriksaan vitamin D (25-OH vitamin D ELISA assay kit)
Untuk pemeriksaan vitamin D, diambil darah 2cc sebelum dilakukan
perlakuan. Pada akhir minggu ke delapan, sampel akan diambil lagi darahnya
cawan ELISA pada setiap individu yang diperlukan untuk pengujian tersebut.
Biarkan semua reagen yang disediakan, termasuk jumlah yang tepat dari strip
paket untuk mencapai suhu kamar (setidaknya 30 menit), hapus sejumlah strip
wadah yang diperlukan dan sesuaikan dengan tepat dan kencang ke dalam
bingkai yang disediakan. Kontrol harus selalu dilakukan dalam setiap uji coba
berlangsung.
1) Pipet masing-masing β00 μl dengan standar pengenceran 1-6, pengenceran
pada kontrol 1 dan kontrol 2 ke cawan yang sesuai.
2) Pipet masing-masing 200 μl sampel pasien yang diencerkan dalam biotin /
sampel penyangga ke masing-masing wadah untuk digunakan dalam
pengujian tersebut.
3) Inkubasi pada suhu kamar (18 ° C hingga +25 ° C) selama 2 jam.
4) Setelah 2 jam inkubasi, aspirasi atau buang sampel dari wadah, tambahkan
300 ml Wash Buffer dan aspirasi atau buang lagi. Ulangi cuci dengan
masing-masing 300 ml Wash Buffer dua kali lebih banyak untuk total tiga
kali pencucian. Tekan wadah terbalik dengan lembut pada permukaan
dengan penyerap yang bersih dan kering untuk menghilangkan tetesan
Wash Buffer.
5) Pipet 100 ml enzim konjugasi ke masing-masing wadah dan inkubasi
selama 30 menit pada suhu kamar (18 ° C hingga +25 ° C).
6) Setelah 30 menit inkubasi, aspirasi atau buang reagen dari wadah, tambahkan γ00 μl Wash Buffer dan aspirasi atau buang lagi. Ulangi cuci dengan masing-masing γ00 μl Wash Buffer dua kali lebih banyak untuk total tiga kali pencucian. Tekan sumur terbalik dengan lembut pada
permukaan dengan penyerap yang bersih dan kering untuk menghilangkan
tetesan Wash Buffer.
7) Pipet 100 ml larutan chromogen / substrat ke masing-masing wadah dan
inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar tanpa dikocok (melindungi
8) Hentikan reaksi substrat dengan penambahan 100 μl Stop Solution ke
masing-masing wadah (ini akan menyebabkan warna biru menjadi
kuning).
9) Pengukuran Photometric dari intensitas warna harus dilakukan pada
panjang gelombang 450 nm dan referensi panjang gelombang antara 620
nm dan 650 nm dalam waktu 30 menit dari penambahan Stop Solution.
Sebelum mengukur, sedikit goyangkan lempeng untuk memastikan
distribusi homogen dari larutan.
3.8. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan
langkah-langkah berikut:
- Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian
antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
- Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka
karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka
pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan
komputer.
- Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program
komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data
3.9. Analisa data
Data yang berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan
mempergunakan program komputer dengan menggunakan perangkat lunak
statistik. Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi
variabel serta karakteristik. Kemudian dilanjutkan dengan uji tidak berpasangan
3.10. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2. Jadwal Penelitian
Jadwal Bulan
Uraian I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Persiapan √
Pengumpulan √ √ √
Data √
Penulisan √
Laporan √
Seminar √
3.11. Perkiaraan Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan Rp. 500.000,-
b. Pembuatan proposal Rp. 500.000,-
c. Seminar proposal Rp. 1.500.000,-
d. Radiologi Rp. 5.000.000,-
e. Pemeriksaan kadar vitamin D Rp. 31.000.000,-
f. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp. 700.000,-
g. Biaya tim penelitian Rp. 1.500.000,-
h. Seminar hasil penelitian Rp. 1.500.000,-
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian analitik dengan desain single blind randomized controlled trial
telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin D terhadap
konversi sputum dan foto toraks terhadap pasien TB Paru. Penelitian ini telah
mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan USU.
Penelitian ini dilakukan bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016. Subyek
penelitian ini adalah pasien TB paru dewasa kasus baru BTA + yang datang
berobat ke Puskesmas dipilih secara purposive sampling dan terdapat 76 orang
sebagai subjek penelitian yang diikuti selama 2 (dua) bulan.
4.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek Penelitian yang telah memenuhi syarat inklusi tersebut
dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok. Kelompok pertama mendapat
intervensi vitamin D sebanyak 36 orang dan kelompok kedua pembanding
mendapat plasebo sebanyak 36 orang. Berdasarkan karakteristik pasien distribusi
subyek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok usia, jenis kelamin, indeks
massa tubuh, diagnose BTA awal, gambaran foto toraks awal, dan kadar vitamin
25(OH)D, seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan karakteristik pasien
Vitamin D Plasebo
n= 38 n= 38
Umur (Tahun) Mean±SD 35,8 tahun ± 15,47 38,07 tahun ± 13,4 Jenis Kelamin: Laki-laki 29 (76,3%) 25 (65,7%) BB (kg) Mean ± SD 51 kg ± 8,14 52,1 kg ± 8,3
IMT Mean ± SD 18,9 ± 2,3 19,7 ± 2,15
Foto Toraks minimal 2 ( 5,2%) 4 (10,5%)
Sambungan Tabel 4.1.
Vitamin D Plasebo Zona yang terlibat Mean
±SD 4,63 ± 1,51 4,28 ± 1,75
Hapusan dahak 1+ 26 (68,4%) 25 (65,8%)
secara Mikroskopi 2+ 8 (21,05%) 10 (26,3%)
3+ 4 (10,55%) 3 (7,89%)
Kadar 25(OH)D Defisiensi 0(0%) 0(0%)
Insufisiensi 2(5,3%) 2(5,3%) Sufisien 13(34,2%) 10(26,3%) Optimal 23(60,5%) 26(68,4%)
Berdasarkan hasil tabel diatas tidak ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok vitamin D dan plasebo terhadap umur (35,8 tahun vs 38,07 tahun) ,
berat badan (51 kg ±8,14 vs 52,1 kg ±8,3 ), index masa tubuh (18,9 ±2,3 vs
19,7±2,15). Untuk jenis kelamin, pada dua kelompok didapati lebih banyak
laki-laki dibanding wanita (71,05%). Kadar vitamin D awal pada kedua kelompok
menunjukkan lebih banyak dengan nilai sufisien (20-30 ng/ml pada 23/76 orang)
dan hampir sebagian besar dengan nilai optimal (>30 ng/ml pada 49/76 orang).
Terdapat 51 orang (67,1%) memiliki hasil BTA +1 pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopi. Penilaian awal foto toraks pada kedua kelompok, sebagian
besar menunjukkan lesi far arvanced (44/76 orang, 57,89%).
4.1.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah pemberian vitamin D
Rerata kadar vitamin 25(OH)D sebelum dan sesudah pengobatan OAT
selama 2 bulan kelompok tanpa vitamin D berurutan 30,03± 6,36(ng/ml) dan
42,08±22,8 (ng/ml) dengan p value 0,822. Rerata kadar vitamin 25(OH)D
sebelum dan sesudah pengobatan OAT selama 2 bulan kelompok dengan vitamin
D berurutan 33,51± 7,98(ng/ml) dan 68,19±23,7 (ng/ml) dengan p value 0,001.
Pada grup vitamin D menunjukkan hasil yang bermakna kadar 25(OH)D. Hal ini
Tabel 4.2 Status vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok Kadar Sebelum Sesudah
p - value
*) Terdapat perbedaan signifikan status vitamin D antara pre dan post intervensi pada kelompok yang mendapat vitamin D dengan uji Wilcoxon
Tabel 4.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok Sebelum Sesudah mean ∆
p-value Mean SD Mean SD
Plasebo 30.03 6.36 42.08 22.8 7.46
0.000* Vitamin D 33.51 7.98 68.19 23.7 31.75
*) Terdapat perbedaan signifikan kadar vitamin D antara pre-post intervensi pada kelompok plasebo dibandingkan kelopok vitamin D dgn uji Mann Whitney
4.1.4 Perbandingan kecepatan waktu konversi sputum kelompok intervensi dan
pembanding
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna atara pemberian
vitamin D dengan waktu konversi sputum pada bulan pertama pengobatan OAT.
Pada kelompok vitamin D, rerata waktu konversi sputum pada 3,3 minggu dan 4,6
minggu pada kelompok kontrol. Proporsi pasien dengan konversi sputum negative
solid pada minggu ke 4 untuk kedua kelompok. Untuk menganalisa perbandingan
kecepatan konversi sputum antara kelompok intervensi dan placebo digunakan uji
Mann Whitney Hal ini dapat dilihar pada tabel 4.4. dan gambar 4.1.
Tabel 4.4 Waktu konversi sputum pada kelompok intervensi dan pembanding
Vitamin D plasebo p-value
100%
Minggu 0 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8
Vit D
Placebo
Gambar 4.1 Perbandingan waktu konversi sputum
4.1.5 Perbandingan foto toraks pada kelompok intervensi dan pembanding
Secara foto radiologis toraks, rerata zona paru yang terlibat pada
kelompok vitamin D lebih banyak (0,76±0,63) mengalami pengurangan dibanding
dengan kelompok tanpa vitamin D (0,55±0,82). Pada lesi kelainan, kelompok
vitamin D lebih banyak (39,4%) mengalami perbaikan dibanding kelompok tanpa
vitamin D (26,31%). Namun secara statistik, perbandingan antara kedua
kelompok tidak memiliki nilai yg signifikan antara keterlibatan zona paru (p value
0,057) dan perbaikan lesi paru (p value 0,222). Untuk menalisanya digunakan
dengan uji Chi Square. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Pengurangan zona dan perbaikan luas lesi pada toraks pada kelompok intervensi dan
pembanding
Vitamin D Plasebo p-value
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik subyek penelitian
Berdasarkan karakteristik penelitian untuk usia subyek penelitian tidak
berbeda antara dua kelompok dengan nilai median kelompok intervensi 35,8
tahun dan 38,07 tahun. Dari data ini menunjukkan pasien TB paru rata-rata pada
orang dewasa. Hal ini sejalan dengan data WHO tahun 2012 yang melaporkan
bahwa di Indonesia untuk presentase kelompok umur penderita TB paru BTA
positif terbanyak adalah usia 14-44 tahun sebesar 58,45%, diikuti kelompok umur
45-64 tahun sebesar 34,06%, ≥ 65 tahun sebesar 6,6 %, dan sisanya umur 0-14 tahun. (WHO,2012).
Jumlah pasien TB lebih tinggi pada kelompok usia tertentu kemungkinan
disebabkan proses fisiologis tubuh yang berbeda pada setiap tingkatan usia,
seperti peranan interaksi hormon terhadap infeksi TB. Penelitian Donald dkk,
2010 menyatakan adanya interaksi antara dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
glukokortikoid yang mempengaruhi beberapa fungsi limfosit. Hormon ini mulai
diproduksi pada usia 7 tahun dan akan meningkatkan setelah masa pubertas.
Konsentrasi DHEA berkorelasi dengan kadar interferon gamma. Penyakit TB
aktif ditandai dengan peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar DHEA.
Gangguan rasio kortisol terhadap DHEA mengakibatkan perubahan konsentrasi
sitokin kunci pada TB yaitu interferon gamma.
Berdasarkan jenis kelamin pasien TB yang menjadi subyek penelitian pada
kelompok intervensi dan pembading dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Selvaraj (2008) dan
Haddad (2014) menyatakan TB pada jenis laki-laki lebih rentan dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko seperti merokok, konsumsi
alkohol, pekerjaan, polusi udara, serta paparan industry. Allotey dkk (2008)
membuktikan faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan teradinya TB paru.
4.2.2. Kadar Vitamin D
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
sesudah perlakuan pada kelompok yang diberikan vitamin D adalah 33,51 ± 6,36
dan 68,19±31,75, rerata perbedaan setelah diberikan vitamin D adalah 31,75
ng/ml.
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberikan plasebo juga mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum
dan sesudah perlakuan pada kelompok vitamin D adalah 30,03±6,36 dan
42,08±228. Rerata perbedaan vitamin D 7,46 ng/dl.
Analisa data dengan uji statistik kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah 2 bulan pemberian
vitamin D dengan jumlah pasien 38 orang nilai p=0,001 (p<0,05). Kelompok
perlakuan yang diberikan placebo dengan subyek peneltian berjumlah 38 orang
nilai p=0,822.
Peningkatan kadar vitamin D pada kedua kelompok terjadi dari asupan
makanan sehari-hari dan paparan sinar matahari yang cukup. Perbedaan kenaikan
kadar vitamin D antara kelompok intervensi dan pembanding disebabkan
kelompok intervensi diberi perlakuan konsumsi vitamin D dosis 100.000 IU per 2
(dua) minggu selama 2 bulan. Sedangkan pada kelompok pembanding tidak.
Vitamin D2 dan D3 mengikuti jalur metabolism yang sama, sedangkan paparan
sinat matahari dianggap sama karena berada dalam demografi dan iklim yang
sama.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian diluar negeri (Gao dkk, 2010 dan
Kelfie dkk, 2015), Pakistan (Junaid dkk, 2015) dan Inggris (Martineau, 2011)
dimana kadar vitamin D kelompok yang diberi perlakuan vitamin D lebih tinggi
dibandingkan placebo. Perbedaan kadar vitamin D terjadi akibat perbedaan
paparan sinar matahari dan faktor asupan makanan yang berbeda. Penelitian lain
di Indonesia yang dilakukan oleh Nursiyam dkk (2001) dan Siswanto dkk (2009),
sejalan dengan penelitian ini dimana terdapat perbedaan bermakna kadar vitamin
D pada kelompok intervensi dan placebo, dimana kelompok intervensi lebih
tinggi.
Vitamin D memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi
tuberculosis. Kadar vitamin D pada setiap pasien TB paru akan berkurang karena
digunakan untuk aktivitas sistem imun ini. Dari hasil penelitian ini status vitamin
D sebelum dan sesudah pemberian sangat berbeda antara kelompok intervensi dan
kelompok pembanding. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya melaporkan bahwa
secara independen defisiensi vitamin D memiliki hubungan dengan kerentanan
terhadap TB. Penelitian Junaid dkk, (2016) pada pasien TB di Pakistan
melaporkan bahwa defisiensi vitamin D pada pasien TB terjadi karena aktivitas
dalam melawan kuman TB dan secara independen berhubungan dengan
kerentanan terhadap TB aktif.
4.2.3 Konversi sputum pasien TB paru
Hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata waktu konversi sputum subyek
penelitian pada kelompok intervensi adalah (3,3 ± 1,7 minggu) sedangkan
kelompok pembanding 4,6±1,5 minggu). Konversi sputum kelompok intervensi
lebih cepat secara bermakna dibandingkan kelompok pembanding (p value 0,001)
Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan
Coosens dkk (2012) di inggris dimana waktu konversi sputum pada kelompok
intervensi 23 hari dan kelompok placebo 36 hari. Penelitian lain oleh Martineau
dkk (2011) yang juga dilakukan di Inggris, ditemukan bahwa nilai tengah
konversi sputum 36 hari pada kelompok intervensi dan 43,5 hari pada kelompok
plasebo. Perbedaan waktu konversi pada kedua kelompok penelitian ini
membuktikan vitamin D mempengaruhi kecepatan konversi sputum.
4.2.4 Zona pada Foto Toraks
Pada penelitian ini ditemukan adanya perbaikan jika dilihat dari jumlah
pengurangan zona yang sesuai dengan tabel 4.5. Pada penelitian Salahuddin
(2012) dijumpai perbedaan zona yang terlibat setelah pengobatan 12 minggu,
dimana rerata kelompok vitamin D yaitu 1,35±1,13, sedangkan kelompok placebo
1,82±1,35 dengan p value 0,004. Pada penelitian Martineau (2011) dari 126
kelompok vitamin D 2,3±1.29, dan kelompok placebo 2,28±1,18, p 0,062.
Dibandingkan pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, memang
terdapat pengurangan zona sedikit lebih banyak pada grup intervensi disbanding
grup placebo. Namun secara statistic tidak bermakna. Hal ini mungkin dapat
menjadi alasan bahwa proses penyembuhan penderita tuberkulosis dapat
dipengaruhi banyak faktor selain vitamin D, diantaranya faktor imunitas tubuh,
virulensi kuman dan pada pola hidup atau kebiasaan (merokok dan alkohol).
4.2.6 Perbaikan luas lesi pada foto toraks
Berdasarkan luas lesi foto toraks, sesuai dengan tabel 4.5, terjadi
pengurangan lesi dibanding saat awal. Setelah 2 bulan, kelompok vitamin D
mengalami total perbaikan sebanyak 15 orang (39,4%) dan kelompok placebo 10
orang (26,31%). Secara statistik perbaikan luas lesi pada kedua grup tidak terlalu
bermakna (p 0,222). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Martineau dkk
(2011), berdasarkan pengurangan zona yang terlibat antara kedua kelompok,
sesuai dengan keterangan sebelumnya tidak memiliki perbedaan yang bermakna
(p0,062). Pada penelitian Siswanto dkk (2009), dari 43 pasien TB paru dijumpai
perbedaan bermakna untuk perbaikan radiologis pada bulan pertama dimana
kelompok vitamin D sebanyak 67% dan kelompok placebo 18%, p 0,02. Namun
pada 2 bulan pengobatan, perbedaan perbaikan antara ke dua grup tidak
bermakna. Dimana kelompok vitamin D 76% dan kelompok placebo 45%, p 0,06.
Bila dibandingkan hasil perbaikan luas lesi foto toraks pada bulan kedua, maka
penelitian ini sejalan dengan penelitian Siswanto dimana secara statistik hasil 2
bulan pengobatan tidak terlalu bermakna. Jika dilihat dengan seksama, hasil
penelitian Siswanto sejalan dengan waktu konversi sputum pada penelitian yang
ini dimana terjadi percepatan konversi dibawah 1 bulan, namun setelah 2 bulan
tidak ada perbedaan antara grup vitamin D dan placebo. Seandainya pada
penelitian ini juga melakukan pemeriksaan foto toraks pada bulan pertama,
mungkin hasilnya tidak jauh berbeda. Namun jika dibandingkan dengan penelitian
Salahuddin, hal ini mungkin terjadi karena perbedan pemberian dosis. Karena
100.000 IU. Sehingga dosis pada penelitian ini belum cukup memperbaiki
keadaan radiologis pasien. Secara keseluruhan pada penelitian ini dianggap,
pemberian vitamin D tidak mempengaruhi perbaikan foto toraks ada subjek
penelitian dan secara tunggal foto toraks tidak bisa diajukan sebagai tanda
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kadar vitamin D pasien TB paru pada sebelum dan sesudah intervensi
berbeda bermakna pada kelompok intervensi dengan rerata kenaikan 31,75
ng/dl.
2. Kadar vitamin D pasien TB paru pada sebelum dan sesudah intervensi
berbeda bermakna pada kelompok pembanding dengan rerata kenaikan
7,46 ng/dl.
3. Kecepatan konversi sputum pasien TB lebih cepat secara bermakna
(p=0,001) pada kelompok intervensi dengan rerata waktu 3,3±1,7 minggu
dibandingkan dengan kelompok pembanding dengan rerata waktu 4,6±1,5
minggu.
4. Perbaikan secara radiologis dari pengurangan zona tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi (0,76±0,8) dan
kelompok pembanding (0,55±0,6), dengan p value 0,057.
5. Perbaikan secara radiologis dari luas lesi juga tidak menunjukkan
perbedaan makna antara kelompok intervensi (39,4%) dan kelompok
pembanding 26,31%, dengan p value 0,222
5.2 Saran
Perlu penyusunan program untuk memberikan penyuluhan kemsyarakatan