BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lateks Karet Alam
Lateks karet alam adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet
(Havea Brasiliensis) berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks karet alam
hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20 – 35 %, serta
bersifat kurang mantaf sehingga harus segara diolah. Cara penyadapan dan
penanganan karet alam sangat berpengaruh pada sifat bekuan sekaligus tingkat
kebersihannya. Penyadapan getah lateks karet alam dapat diperoleh 200 - 400 ml
yang mengandung berbagai komponen non karet seperti Gambar 2.1 menunjukkan
proses penyadapan karet (Andriyanti et al, 2010).
Gambar 2.1 Proses Penyadapan Karet
Latex Latex drop
2.1.1 Komposisi Kimia Lateks Karet Alam
Lateks karet alam (LKA) merupakan cairan berwarna putih yang diperoleh
dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit tanaman karet
(Hevea Brasiliensis). Komposisi kandungan lateks karet alam dapat ditunjukkan pada
Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Komposisi Lateks Hevea Brasiliensis (Andriyanti et al, 2010)
No Kandungan Kadar (%)
Partikel karet murni (Isoprene) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung
membentuk rantai panjang yang disebut Polyisoprene(C5H8)m, dimana m merupakan
koefisien polimerisasi yang dirumuskan CH2-C=CH(CH3)-CH2
�
bawah ini menunjukkan struktur molekul polyisoprene karet alam (Fachry et al,
2012).
Gambar 2.2 Struktur Molekul Polyisoprene Karet Alam
2.1.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam
Karet alam memiliki keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal
elastisitas, daya rendam getaran dan sifat lekukan lentur (flex-cracking). Data – data
sifat fisik lateks karet alam dapat dilihat pada Tabel 2.2 seperti di bawah ini:
Tabel 2.2 Sifat – Sifat Lateks Karet Alam (Andriyanti et al, 2010)
No Kandungan Keterangan
1 Berat Molekul 68,12 g/mol
Rapat Jenis 913 kg/m
6
3
Konduktivitas Termal 0,134 W.m K 7 Difusivitas Termal 7. 10-8 m/detik 8
2
Kapasitas Panas 1905 J/kg K
2.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks yaitu: (Purbaya et al, 2011)
1. Iklim
Musim hujan akan mendorong terjadinya prakoagulasi, sedangkan musim
kemarau akan mengakibatkan keadaan lateks menjadi tidak stabil.
2. Peralatan
Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan terbuat dari
aluminium dan baja tahan karat. Peralatan yang digunakan harus dijaga
3. Pengaruh pH
Pengaruh pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau karena
penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan menggangu
kestabilan atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan menggumpal.
4. Mikroorganisme/Jasad Renik
Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad
renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad
renik tersebut mula – mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang
terdapat dalam serum dan akan menghasilkan asam lemak yang mudah
menguap (asam eteris). Terbentuknya asam lemak eteris ini secara berlahan –
lahan akan menurunkan pH lateks akibatnya lateks akan menggumpal, sehingga
makin tinggi jumlah asam – asam lemak eteris akan semakin buruk kualitas
lateks.
5. Pengaruh Mekanis
Jika lateks sering tergoncang akan menggangu gerakan brown dalam sistem
koloid lateks, sehingga partikel akan bertubrukan satu sama lain. Tubrukan –
tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung dan akan
mengakibatkan penggumpalan.
Lateks karet alam divulkanisasi untuk mendapatkan karakteristik produk karet
dengan kualitas tinggi. Proses vulkanisasi lateks memerlukan belerang (sulfur)
sebagai bahan utama untuk mempercepat proses terjadinya vulkanisat. Bahan - bahan
kimia yang ditambahkan ke dalam lateks karet alam dapat digolongkan kedalam 6
kategori dengan kegunaannya masing – masing yaitu sebagai berikut (Fachry et al,
2012) :
1. Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent)
2. Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators)
3. Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activators Accelerators )
4. Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant)
5. Bahan Pemantap (Stabilizer)
6. Bahan Pengisi (Filler)
7. Bahan kimia tambahan adalah bahan pewangi dan bahan pewarna.
2.3.1 Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent)
Vulkanisasi adalah reaksi sambung silang (cross-linking) molekul-molekul
karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis
dan kuat (Tampubolon et al, 2012). Tanpa proses vulkanisasi (cross-linking), karet
alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Karet
tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu
dingin. Hal ini karena unsur karet terdiri dari karet isoprene yang panjang. Rantai
perubahan bentuk. Sifat fisik lateks karet alam akan meningkatkan kekuatan tarik,
pemanjangan saat putus dan modulus young.
2.3.2 Bahan Pencepat Vulkanisasi (Accelerators)
Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur berlansung sangat lambat.
Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara
tidak lansung, menambah biaya dan kekuatan produk film yang dihasilkan rendah.
Kekuatan produk film yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan
– bahan pencepat seperti Zinc dibuthyldithio carbamate (ZDBC), Zinc diethyldithio
carbamate (ZDEC) dan Zinc dimethyldithio carbamate (ZDMC) (Fachry et al, 2012).
2.3.3 Bahan Penggiat Vulkanisasi (Activators Accelerators )
Bahan pencepat vulkanisasi (accelerator) membutuhkan bahan penggiat
(activator accelerator) untuk mempercepat proses vulkanisasi secara maksimal.
Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat vulkanisasi karena bahan
pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tampa adanya bahan pengiat
(Nola, 2001). Bahan penggiat yang umum digunakan adalah ZnO (Zinc Oxide),
senyawa lain yang bisa digunakan sebagai Activator Accelerator adalah asam stearat,
(Fachry et al, 2012).
2.3.4 Bahan Penangkal Oksidan (Antioksidant)
Bahan penangkal oksidasi adalah bahan kimia yang digunakan untuk
mencegah terjadinya proses oksidasi pada produk karet alam. Bahan antioksidasi
dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan
radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada produk karet. Selain untuk
mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidasi juga dapat
melindungi produk karet terhadap ion – ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan
dan ion besi. Sehingga produk lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi,
sinar matahari, keretakan dan mempunyai sifat lentur (Fachry et al, 2012).
2.3.5 Bahan Pemantap (Stabilizer)
Bahan pemantap berfungsi untuk mencegah pengentalan lateks yang terlalu
cepat. Penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap
beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan pendispersi. Pencampuran dispersi
lateks harus dilakukan dengan cepat, karena bahan mudah menggumpal (Fachry et al,
2012).
2.3.6 Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi merupakan material paling besar di dalam campuran karet
setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat
karet, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemprosesan. Penggunaan
bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer karet alam. Bahan
pengisi yang digunakan secara luas oleh industri karet alam adalah tanah liat dan
kalsium karbonat (Moonchai et al, 2012) ; (Ugbesia et al, 2011), silika (Tampubolon et al, 2012), kaolin (Fachry et al, 2012); (Harahap et al, 2013); (Sitorus et al, 2013);
Bahan pengisi tradisional termasuk karbon hitam, silika, kalsium karbonat,
kalsium silikat dan tanah liat. Karbon hitam adalah pengisi yang paling populer
karena kemampuannya untuk meningkatkan sifat tertentu, terutama sifat mekanik.
Tanah liat adalah salah satu pengisi non arang dan kalsium karbonat dianggap sebagai
pengisi yang berguna dalam senyawa karet karena biaya murah dan ekonomis.
Pengisi yang digunakan pada penelitian ini diambil dari limbah kulit singkong yang
merupakan pengisi organik yang dapat terbiodegradasi.
2.3.7 Bahan Pewarna
Bahan pewarna dicampurkan untuk memberikan warna pada produk film yang
akan dihasilkan. Bahan pewarna yang digunakan adalah zat warna organik yang larut
dalam air, tidak mengandung logam tembaga, tidak mengandung unsur mangan dan
tidak beracun. Penggunaan bahan pewarna tergantung dari jenis warna yang
diinginkan, misalnya Genedyne Black untuk memberikan warna hitam (Fachry et al,
2012).
2.4 Formulasi Latesk Karet Alam
Formulasi lateks karet alam dilakukan pada saat pra-vulkanisasi berlansung
dan sebelum proses vulkanisasi produk lateks karet alam dan sejumlah bahan kuratif
mengalami proses pencampuran sehingga membentuk formulasi lateks karet alam.
Pencampuran persenyawaan kompon lateks karet alam pada penelitian ini adalah:
1. Lateks karet alam 60 % sebagai bahan dasar
ZnO sebagai agen penghubung antara matriks dan pengisi
3. Bahan penyambung silang (crosslinker) yaitu dispersi sulfur
4. Bahan pencepat reaksi sambung silang (accelerator) yaitu dispersi ZDEC.
Setelah pencampuran sulfur pada persenyawaan maka ditambahkan ZDEC
untuk meningkatkan kekuatan film lateks karet alam. Bahan pencepat
(accelerator) memerlukan bantuan dari bahan pencepat (accelerator
activator) untuk mengoptimalkan kerjanya accelerator.
5. Bahan penggiat / pemantap vulkanisasi yaitu larutan kalium hidroksida
(KOH) disebut dengan (accelerator coactivator) yang bertujuan supaya tidak
terjadi penggumpalan awal pada lateks karet alam. Kandungan KOH
ditambahkan untuk menstabilkan lateks karet alam pada persenyawaan.
6. Bahan antioksidan / Penstabil Antioksidan
Fungsi Antioksidan (AO) adalah untuk melindungi karet dari kerusakan
karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur –
unsur yang terkandung dalam udara tersebut dan dapat menurunkan sifat fisik
atau menimbulkan retak – retak di permukaan produk lateks karet alam.
7. Bahan penyerasi pada lateks karet alam
Bahan penyerasi pada lateks karet alam adalah alkanolamida. Bahan penyerasi
dapat merubah permukaan pengisi pada matriks dengan menggunakan
alkanolamida. Alkanolamida digunakan sebagai bahan penggandeng atau
penyerasi yang dapat bereaksi dengan senyawaa – senyawa kimia yang
pengandeng/penyerasi adalah untuk mengurangi kepolaran dari serat kasar
limbah kulit singkong sehingga yang dapat berinteraksi dengan lateks karet
alam.
8. Bahan pengisi (filler)
Bahan pengisi yang digunakan dari limbah kulit singkong. Bahan pengisi
ditambahkan ke dalam kompon, untuk menambah berat, mengurangi biaya
dan tanpa mengurangi kwalitas dari produk film lateks karet alam. Bahan
pengisi dapat mempengaruhi sifat – sifat vulkanisat ke dalam kompon lateks.
Tepung kulit singkong merupakan pengisi yang termodifikasi dengan
alkanolamida sebagai agen penghubung yang dapat meningkatkan adhesi
antarmuka tepung kulit singkong dengan lateks karet alam.
2.5 Proses Pencelupan
Pembentukan produk lateks karet alam menggunakan teknik pencelupan
(Sasidharan et al, 2000). Teknik pencelupan lateks karet alam sering dijumpain di
industri karet. Proses pencelupan lateks terdiri dari 4 cara yaitu pencelupan terus
(straight dipping), pencelupan berkoagulan (coagulant dipping), pencelupan
pengaktifan panas (heat sensitized dipping) dan elektrodeposisi (electrodeposition)
(Sasidharan et al, 2000). Pencelupan terus dimana cetakan (former) dicelupkan ke
dalam lateks karet secara perlahan – lahan kemudian ditarik dari maktris dan diputar
selanjutnya dikeringkan. Pencelupan koagulan merupakan pencelupan former ke
dengan melarutkan ke dalam air atau etanol) ditarik dan dibiarkan kering sebagian
dan kembali dimasukkan ke dalam kompon lateks sambil dikontrol waktu pencelupan
former dan ditarik perlahan – lahan secara terbalik kemudian dikeringkan (Sasidharan
et al, 2000. Larutan kalsium nitrat merupakan larutan koagulan
Pencelupan secara langsung akan menghasilkan produk film yang sangat tipis
sedangkan pencelupan koagulan menghasilkan produk film yang lebih tebal pada
former (Sasidharan et al, 2000). Pencelupan pengaktifan panas
yang baik digunakan
pada pencelupan koagulan.
dimana former
dipanaskan dan dicelupkan ke dalam lateks karet alam untuk membentuk lapisan
karet dengan ketebalan tertentu, kemudian ditarik dan dicelupkan langsung kedalam
lateks termoplastik yang mengandung panas membentuk lapisan termoplastik yang
baru
1. Sifat – sifat senyawa lateks
. Beberapa faktor ketebalan film lateks karet alam pada former adalah:
2. Jenis dan temperatur former
3. Konsentrasi dan sifat koagulan
4. Tingkat penarikan
5. Waktu tinggal former
2.6 Pengisi
Komposisi karet terdiri dari lateks karet alam dan pengisi mineral yang
memiliki kandungan cairan protein kurang dari 100 mikrogram per gram yang diukur
Berbagai jenis pengisi mineral yang terdiri dari wollastonite, silika amorf,
alumina amorf, alumina trihydrate, barit (barium sulfat), kalsium karbonat tanah,
endapan kalsium karbonat, kalsium sulfat, gipsum, karbon hitam, tanah liat, klorit,
dolomit, feldspar, grafit, huntite, hydromagnesite, hydrotacite, magnesium,
magnesium karbonat, magnesium hidroksida, magnetit (Fe304), nepheline syenite,
olivin, pseudoboehmites (mikrokristalin aluminium hidroksida), pyrophyllite,
smectites (bentonit atau montmorilonit), resin, titania, titanium dioksida (rutil), lilin,
zeolit (Y-zeolit dealuminasi dan Y-zeolit), dan seng oksida (Moncino et al, 2014).
Bahan pengisi terbagi 2 seperti:
1. Bahan pengisi aktif
Bahan pengisi yang meningkatkan kekerasan, modulus, ketahanan sobek dan
ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan pada bahan pengisi ditentukan oleh
ukuran partikel, keadaan permukaan dan butiran halus. Untuk memperoleh penguatan
yang optimum maka partikel bahan pengisi tersebut harus tersebar secara merata
dalam komponen karet. Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka kekuatan
tarik, perpanjangan putus serta modulus karet akan bertambah sedangkan daya
pantulnya akan berkurang.
2. Bahan pengisi tidak aktif
Bahan ini akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan karet sedangkan
kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, dan harga bahan pengisi ini relatif murah
Sedangkan faktor yang mempengaruhi pengisi mineral pada sifat mekanik
karet yaitu: 1. Konsentrasi
2. Ukuran partikel dan bentuk pengisi
3. Adhesi karet /
4. Dispersi
pengisi
pengisi
5. Proses komposit karet
dalam matriks polimer
Ukuran partikel rata – rata sebesar 5 pM adalah konstan untuk seluruh jenis
pengisi (Gregorova, 2012).
2.7 Kulit Singkong Sebagai Pengisi
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tape,
tapioka dan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong yang kaya
akan karbohidrat. Kulit singkong diperoleh dari produk tanaman singkong (Manihot
Esculenta Cranz) dan termasuk famili Euphorbiaceae.
Gambar 2.3 Limbah Kulit Singkong
Penghasil singkong terbesar adalah Nigeria, Brazil, Thailand, Zaire dan
Indonesia (Ubalua, 2007; Hidayat, 2009; Ugbesia et all, 2011). Singkong merupakan
makanan pokok di bagian Barat dan Afrika Tengah dengan mengkomsumsi ± 500
Limbah kulit singkong merupakan limbah yang tidak bermamfaat yang dibuang ke
tanah sehingga menyebabkan terjadinya tumpukan dan pencemaran lingkungan,
tumpukan tersebut akan membusuk dengan aroma yang bau sehingga udara akan
tercemar ketika dihirup oleh manusia yang dapat mengakibatkan penyakit. Tumpukan
kulit singkong yang tidak produktif hancur karena reaksi biologi dan kimia yang
terjadi di dalam tanah dan lingkungan (Ubalua, 2007).
Limbah kulit singkong cepat mengalami pembusukan, pencemaran
lingkungan, kerusakan kandungan protein yang rendah, serat kasar yang tinggi dan
memiliki kandungan HCN (asam sianida / racun sianida) di dalamnya yang berfungsi
zat anti nutrisi yang merugikan terhadap ternak (Hidayat, 2009). Limbah kulit
singkong dapat diproses dan diubah menjadi nilai tambah seperti metana (biogas),
makanan ternak, etanol, surfaktan, pengisi dan pupuk. Bahkan perhatian sekarang ini
terfokus pada limbah kulit singkong anaerobik dalam biodigester yang merupakan
fraksi cair disebut biol dan fraksi padat disebut bioso yang digunakan untuk pupuk
berbagai tanaman. Limbah kulit singkong diolah dan mempunyai nilai tambah karena
dapat dibiodegradasi dengan biaya yang murah (
Kecanggihan teknologi telah membuka akses untuk penggunaan kulit
singkong sebagai nilai tambah suatu produk seperti biofuel, biokimia dan biomaterial.
Bioproses agro industri dapat membantu memecahkan masalah di lingkungan dalam
pembuangan limbah kulit singkong. Berbagai penelitian yang sudah dilakukan pada
kulit singkong dapat di daur ulang melalui pengomposan (Ubalua, 2007),
bio-teknologi (Obadina et al, 2006), fermentasi (Oboh
Ubalua, 2007).
al, 2006) dan sebagai pengisi (Oladipo et al, 2013; Harahap et al, 2012; Harahap et al
2015).
Pengomposan kulit singkong mempercepat degradasi bahan organik heterogen
dengan campuran mikroba dalam tanah. Pengomposan biodegradasi produk film
lateks karet alam dapat dilakukan pada limbah kulit singkong, limbah kertas dan
bahan kompos organik lainnya seperti makanan dan limbah pertanian.
Komponen kimia dan gizi daging singkong dalam 100 gram adalah protein
1 gram, kalori 154 gram, karbohidrat 36,8 gram dan lemak 0,1 gram. Selain itu kulit
singkong juga mengandung tannin, enzim peroksida, glukosa, kalsium oksalat,
serat dan HCN (Akbar et al, 2013). Kandungan kulit singkong dapat dilihat pada
Gambar 2.3 di bawah (Akbar et al, 2013).
Tabel 2.3 Kandungan Kulit Singkong (Akbar et al, 2013)
No Kandungan Komposisi (%)
1 Protein 8,11
2 Serat Kasar 15,20
3 Pektin 0,22
4 Lemak Kasar 1,44
5 Karbohidrat 16,72
6 Kalsium 1,86
7 Air 67,74
8 Abu 1,86
Limbah kulit singkong akan diolah menjadi tepung kulit singkong sebagai
pengisi yang termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida terhadap persenyawaan
produk lateks karet alam. Penggunaan limbah kulit singkong sebagai pengisi yang
termodifikasi dengan penyerasi alkanolamida dan terbiodegradasi di dalam tanah
bawah terik matahari.
2.8 Pengujian/Karakteristik
2.8.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Stength)
Uji kekuatan tarik menggunakan alat tensometer. Kekuatan tarik salah satu
sifat dasar dari bahan polimer yang sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan
polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban
maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi
dengan luas penampang awal (Ao) yang ditunjukkan pada persamaan 2.1.
σ =F maks Ao
Dimana :
σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2 F maks = beban maximum (kgf)
)
Ao = luas penampang awal (mm2).
Kekuatan tarik film lateks karet alam digunakan pada berbagai aplikasi,
contohnya pembuatan sarung tangan dan kondom. Kekuatan tarik merupakan ukuran
kualitas yang tinggi produk karet dengan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah.
Kekuatan tarik pada karet memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang
serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik
karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan
meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada
densitas ikat silang yang lebih tinggi.
2.8.2 Uji Swelling Index Untuk Mendapatkan Kerapatan Sambung Silang (Crosslink Density)
Swelling Index digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer.
Swelling index merupakan perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan
volume suatu faktor yang tidak dapat diabaikan, seperti perubahan mekanik dan
pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai
derajat keseimbangan swelling. Pada titik keseimbangan, energi bebas berkurang
diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan yang meningkat seiring
dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah
yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan
rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi.
Uji Swelling dilakukan dengan memotong produk lateks karet alam yang
dibentuk dengan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam sikloheksana
kesetimbangan difusi. Permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
������������� =Ws
Wi
Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan
setelah perendaman selama selang waktu. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung
dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.
Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) juga dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut:
[
]
dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut
0 = 108,5 mol.cm-3
adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan
2.8.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa identifikasi suatu senyawa.
Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas,
artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi
ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah
spektrum IR 4000-450 cm-1
Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti
pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum
infra merah. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif,
panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. .
2.8.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter
5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen
menghasilkan beberapa fenomena hamburan balik elektron, Sinar X, elektron
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan analisis permukaan. Data atau
tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya
sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan
tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan .
Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh
detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor
dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke
dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan
perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atau campuran emas dan palladium .
2.9 Biodegradasi Produk Lateks Karet Alam
Biodegradasi adalah proses pengomposan sampah dimana unsur organik akan
terurai dengan bantuan mikroba (Rose at all, 2005; Cerian et all, 2005). Biodegradasi
merupakan pembusukan fungsional bahan, misalnya kehilangan kekuatan, substansi,
transparansi atau sifat dielektrik yang baik, sehingga terinfikasi bahan ke lingkungan
itu sendiri dengan sangat kompleks dan kehilangan sifat fisik atau kimia (Lake,
2013)
Masalah yang sering dihadapi adalah masalah pencemaran lingkungan karena
limbah pertanian dan limbah karet yang dibuang begitu saja, sehingga menimbulkan
pencemaran lingkungan dan udara jika dibiarkan menumpuk dalam waktu yang
sangat lama. Pencemaran tersebut akan merusak lingkungan ekosistem dan
menghasilkan bau busuk. Limbah karet tidak terurai dengan mudah di lingkungan,
sehingga limbah karet tersebut merupakan masalah yang serius (Lake, 2013). .
Untuk mencegah pencemaran lingkungan, maka dilakukan penelitian
biodegradasi produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan
penyerasi alkanolamida yang akan terurai di alam dengan bantuan mikroorganisme
dengan proses penanaman dengan menggunakan pemupukan, tanpa pemupukan dan
dengan penggantungan di bawah terik matahari. Biodegradasi dari kulit singkong
metabolisme produk film produk lateks karet alam (Sanjaya et al, 2010); (Prenraj et
al, 2005); (Cherian et al, 2009); (Kamil et al, 2012).
Lateks karet alam yang berpengisi kulit singkong akan terdegradasi oleh
mikroba. Mikroba pendegradasi karet adalah bakteri dan jamur di dalam tanah seperti
bakteri streptomyces sp dan xanthomonas sp sehingga sifat – sifat mekanik karet alam
dan karet sintesis dapat terdegradasi. Degradasi produk karet dan karet sintesis
menunjukkan pembelahan ikatan rangkap pada karet (Shah, 2013).
Proses degradasi oleh mikroba dapat mempengaruhi produk lateks karet alam
yang mencakup kerusakan mekanis yang disebabkan oleh sel-sel tumbuh. Pengaruh
enzimatik langsung merusak struktur karet dan efek biokimia sekunder yang
disebabkan oleh zat di dalam tanah, selain enzim yang secara langsung dapat
mempengaruhi karet atau mengubah kondisi lingkungan, kondisi pH atau redoks juga
ikut berperan. Mikroorganisme seperti bakteri umumnya sangat spesifik terhadap
substrat untuk pertumbuhan yang mampu beradaptasi dengan substrat lain dari waktu
ke waktu. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang mengkatalisis reaksi dengan
menggabungkan substrat tertentu atau kombinasi substrat. Enzim ini menentukan
reaktivitas katalitik terhadap karet. Perubahan enzim ini dapat disebabkan oleh
perubahan pH, suhu, dan aditif kimia lainnya (Lake, 2013).
1.
Faktor yang
mempengaruhi mikroba (Lake, 2013) seperti:
2.
Suhu
3.
Ketersediaan oksigen atau kurangnya oksigen
4.
5.
Kedalaman produk ditanam sehingga mengakibatkan mikroba akan mati
6.
Kelembaban atau basah
7.
Curah hujan
8.
Ukuran
Berat dari produk yang ditanam terhadap lingkungan.
Pada penelitian sebelumnya pada proses biodegradasi produk lateks karet
alam berpengisi tepung kulit pisang yang telah diputihkan dengan hidrogen
peroksida ditanam dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, dengan cara
pemupukan dan tanpa pemupukan. Proses penanaman dan penggantungan sampel
dilakukan dari 1 hingga 16 minggu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
persentase kehilangan berat yang paling besar adalah karet alam dengan pembebanan
pengisi 10 bsk. Persentase kehilangan berat yang paling kecil adalah lateks karet
alam yang tidak berpengisi. Penambahan pembebanan tepung kulit pisang yang
diputihkan akan meningkatkan kemampuan biodegradasi produk lateks karet alam.
Pembebanan pengisi 10 bsk adalah pembebanan dengan sifat biodegradasi yang
paling bagus, sementara pembebanan pengisi lebih lanjut malah menurunkan
kemampuan biodegradasi. Proses biodegradasi produk yang ditanam dengan
pemupukan lebih cepat dibanding produk yang tanpa pemupukan (Kamil et al,
2012). Maka hasil FT-IR menunjukan bahwa cis-1,4-Poliisoprena berhasil digunakan
2.10 Dietanolamida
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol.
Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Tabel 2.5
Menunjukkan Sifat - sifat dietanolamina sebagai berikut (E Merck, 2008):
Tabel 2.4 Sifat – Sifat Dietanolamida
No Kandungan Keterangan
1 Rumus Molekul C4H11NO2 2 Berat Molekul 105,1364 gr/mol
3 Densitas 1,090 gr/cm
Sintesis alkanolamida dari dietanolamina akan menghasilkan alkanolamida yang
memiliki tingkat kepolaran yang lebih baik dibandingkan amida lainnya karena
adanya dua gugus hidroksil dalam molekul alkanolamida yang dihasilkan.
2.11 Alkanolamida Sebagai Bahan Penyerasi
Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung
menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa
alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi atau poliol. Tahap awal dari reaksi
ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya
penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera
metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencuci dengan menggunakan
larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga
diperoleh senyawa alkanolamida.
Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam
palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin). RBDPS dipilih sebagai sumber trigliserida karena
memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kecoklatan serta mudah
dipucatkan.
Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada gambar 2.5
Gambar 2.6 Reaksi amidasi trigliserida dengan dietanolamina membentuk alkanolamida (Surya et al, 2013)
Alkanolamida dapat bertindak sebagai bahan aditif yang membantu untuk
meningkatkan interaksi antara pengisi dengan matriks. Bahan tersebut merupakan
senyawa amida tersier yang diperoleh melalui proses sintesa amidasi yaitu dengan
mereaksikan asam – asam lemak yang berasal dari turunan dari minyak kelapa sawit
seperti RBDPS (Refined Bleached Deoderized Palm Stearin) dengan menggunakan
pelarut CH3OH dan katalis CH3ONa pada kondisi refluks dan setelah tercapai reaksi
yang sempurna pelarutnya diuapkan dengan rotari evaporator dan diperoleh
senyawa organik dengan rumus HN(CH2CH2OH)2
Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau lateks
karet alam dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan
permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan
perubahan lateks karet alam dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan
penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi
dengan senyawa – senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau lateks
karet alam.
. molekul – molekul amida asam
lemak tersebut memiliki sifat gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya
yang panjang bersifat non – polar sedangkan gugus sangat polar amidanya bersifat
sangat polar.untuk meningkatkan efek penguatan. Dengan metode ini diharapkan
tepung kulit singkong dapat dipakai sebagai penguat alternative dengan efisien
penguatan yang lebih baik. Untuk meningkatkan efek penguatan dari pengisi terhadap
maktris dengan cara mengurangi kepolarannya yaitu dengan menambahkan
alkanolamida kedalam kompon karet alam berpengisi tepung kulit singkong.
Alkanolamida sebagai bahan penyerasi untuk meningkatkan laju pematangan
kompon karet alam berpengisi silika, peningkatan laju pematangan tersebut dari
kompon karet alam berpengisi silika disebabkan oleh senyawa yang bersifat basa.
Senyawa yang bersifat basa tersebut dapat mempercepat proses pemantangan atau
vulkanisat karet. Kekerasan vulkanisat karet berpengisi dapat meningkat dengan
kadar 5.0 bsk, penambahan yang lebih banyak memyebabkan kekerasan vulkanisat
menjadi turun (Tampubolon et al, 2012).
Alkanolamida dapat digunakan sebagai anti-slip dan anti–block yang aditif
untuk film polyethlene, penolak air untuk tekstil, pelapisan kertas, agen pelepas
cetakan, pelumas aditif, tinta cetak aditif dan agent penghilang busa (Salleh et al,
2001) dan juga sebagai penyerasi pada lateks karet alam (Harahap, 2015; Tambunan