1
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang paling sering menyebabkan kematian di dunia. Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ke-2 dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India. Menurut data WHO, nilai prevalensi TB di Indonesia (termasuk HIV+TB) tergolong tinggi yaitu 1.600.000 kasus. Di samping itu, angka mortalitasnya mencapai 122.000 kasus per tahun.1 Tingginya angka prevalensi TB ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah negara dengan penghasilan rendah, kepadatan penduduk di negara berkembang, infeksi HIV, penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan ketidakefektifan program kontrol TB.2
Berdasarkan lokasi anatomisnya, TB dapat dibedakan menjadi dua, yaitu TB paru dan TB ekstra paru. TB ekstra paru menggambarkan TB yang terjadi di luar organ paru-paru. Meskipun TB paru merupakan kasus yang paling banyak dijumpai, TB ekstra paru juga dianggap sebagai masalah klinis yang penting. Survey WHO menyatakan bahwa dari 324.539 kasus TB baru yang tercatat di Indonesia pada tahun 2014, 23.170 kasus merupakan TB yang menyerang anak-anak (0-14 tahun), sedangkan 19.654 kasus merupakan TB ekstra paru. TB ekstra paru tergolong hal yang sering dijumpai di kalangan anak-anak dan manifestasi klinisnya juga bervariasi tergantung usia.
Dari berbagai macam lokasi yang dapat ditimbulkan, limfadenitis TB merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. TB ekstra paru disebabkan oleh penyebaran bakteri MTB melalui jalur pembuluh darah dan pembuluh limfe. TB ekstra paru lebih sering dijumpai pada orang yang menderita HIV dan mempunyai nilai CD4 yang rendah.3 Menurut jenis kumannya, limfadenitis dapat dibagi menjadi dua yaitu limfadenitis TB dan limfadenitis atipikal. Limfadenitis TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). Sedangkan limfadenitis atipikal merupakan peradangan kelenjar getah bening (KGB) yang bukan disebabkan oleh bakteri MTB, umumnya disebabkan oleh Mycobacterium
2
Universitas Sumatera Utara
avium.4 Pada anak-anak, diperkirakan 92% kasus merupakan limfadenitis atipikal sedangkan 8% lainnya adalah limfadenitis TB.5 Limfadenitis TB mempunyai karakteristik yang khas, yaitu pembesaran KGB ≥14 hari, lokasi umumnya terletak di bagian servikal, tidak nyeri, asimetris, berbatas tegas dengan ukuran ≥ 2cm.3 Pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk kasus limfadenitis TB merupakan pemeriksaan sitologi dengan kriteria ditemukan adanya inflamasi granulomatosa dan nekrosis perkijuan.6 Selain itu, ada beberapa uji diagnostik lain yang dapat menjadi alternatif dalam mendiagnosis limfadenitis TB, misalnya tes Tuberkulin. Hasil pembacaan indurasi tes Tuberkulin bervariasi tergantung pada karakteristik pasien.
Jumlah pasien limfadenitis TB anak di Rumahh Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan tahun 2012-2015 adalah sebanyak 22 pasien. Penelitian mengenai hubungan tes Tuberkulin dengan limfadenitis TB masih jarang dilakukan di Indonesia meskipun, diagnosis penyakit ini tergolong hal yang sulit dikarenakan keterbatasan alat diagnostik dan patolog yang tersedia. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara tes Tuberkulin dengan limfadenitis TB dan menghitung nilai uji diagnostik tes Tuberkulin karena tes ini dapat dikerjakan oleh seluruh tenaga kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diketahui rumusan masalah
penelitian ini adalah : “Apakah terdapat hubungan antara tes Tuberkulin dengan
limfadenitis TB anak di RSUP HAM Medan tahun 2012-2015 dan bagaimanakah nilai uji diagnostik tes Tuberkulin dalam mendiagnosis limfadenitis TB?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara uji diagnostik tes Tuberkulin dengan limfadenitis TB pada pasien anak di RSUP HAM Medan tahun 2012-2015.
3
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui frekuensi kejadian limfadenitis TB berdasarkan rentang usia, jenis kelamin, tahun kunjungan, dan hasil tes Tuberkulin
b. Untuk menghitung sensitivitas dan spesifisitas uji diagnostik tes Tuberkulin pada penderita limfadenitis TB anak.
c. Untuk menghitung Positive Predictive Value (PPV) dan Negative Predictive Value (NPV) uji diagnostik tes Tuberkulin pada penderita limfadenitis TB anak.
d. Untuk menghitung Positive Likelihood Ratio (LR+) dan Negative Likelihood Ratio (LR-) uji diagnostik tes Tuberkulin pada penderita limfadenitis TB anak.
e. Untuk menhitung prevalensi limfadenitis TB di RSUP HAM Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi tenaga kesehatan – diharapkan tes Tuberkulin dapat menjadi suatu alat diagnostik limfadenitis TB, terutama di daerah perifer yang mempunyai fasilitas yang terbatas.
b. Bagi peneliti lain – sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang tes Tuberkulin dan limfadenitis TB agar dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam.
c. Bagi peneliti sendiri – meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai uji diagnostik tes Tuberkulin dan limfadenitis TB.