• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda/property maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).

Disebut tidak terduga karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan. Kejadian ini juga dikatakan tidak di inginkan atau di harapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental. Serta selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka, 2008).

Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan, atau kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1981). Setiap kecelakaan menyebabkan penderitaan bagi si korban

(2)

penilaian yang keliru. Setiap kecelakaan ada penyebabnya dan penyebab ini dapat dicegah atau dikurangi melalui berbagai tindakan.

2.1.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1962 adalah sebagai berikut:

a) Klasifikasi kecelakaan dalam industri berdasarkan jenis kecelakaan : 1) Terjatuh

2) Tertimpa

3) Tertumpuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. 4) Terjepit oleh benda

5) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan 6) Pengaruh suhu tinggi

7) Terkena arus listrik

8) Kontak langsung dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

9) Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut. (Suma’mur, 1981).

Sehubungan dengan penggunaan alat pelindung diri, klasifikasi menentukan alat pelindung diri apa yang dapat digunakan untuk mengurangi akibat kecelakaan berdasarkan jenis kecelakaannya.

b) Klasifikasi kecelakaan dalam industri berdasarkan penyebab kecelakaan : 1) Mesin

(3)

3) Peralatan lain

4) Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi 5) Lingkungan kerja

6) Penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut

7) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan di atas dan belum memadai (Suma’mur, 1981).

Berkaitan dengan penggunaan alat pelindung diri, klasifikasi menurut penyebab ini berguna untuk menentukan desain, kekuatan dan bahan yang diperlukan untuk membuat alat pelindung diri tersebut. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk melakukan standarisasi misalnya : konstruksi yang memenuhi berbagai syarat keselamatan, jenis peralatan industri tertentu, praktik kesehatan dan hygiene umum dan alat pelindung diri.

c) Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan 1) Patah tulang

2) Dislokasi

3) Memar dan luka dalam yang lain 4) Amputasi

5) Luka-luka lain 6) Luka di permukaan 7) Luka bakar

(4)

11)Pengaruh arus listrik 12)Pengaruh radiasi

13)Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya 14)Lain-lain (Suma’mur, 1981).

Klasifikasi kecelakaan menurut penyebab ini digunakan untuk menggolongkan penyebab kecelakaan menurut letak luka-luka akibat kecelakaan. Penggolongan menurut sifatnya dan letak luka di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.

d) Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh 1) Kepala

2) Leher 3) Badan 4) Anggota atas 5) Anggota bawah 6) Banyak tempat 7) Kelainan umum

(5)

Sering juga suatu kecelakaan terjadi oleh gabungan dari gangguan yang bersifat teknik, fisik dan psikis.

2.1.2 Sebab-sebab Kecelakaan Kerja

Penelitian menunjukkan, bahwa 85% penyebab kecelakaan bersumber kepada faktor manusia. Hal ini disebabkan karena kelainan dan kesalahan manusia atau tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencanaan pabrik dan kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana, atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 1996).

Tindakan berbahaya dari para tenaga kerja/manusia (unsafe action) yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab yaitu :

1. Kurang pengetahuan dan keterampilan

2. Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal

3. Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak 4. Kelelahan dan kejenuhan

5. Sikap dan tingkah laku yang tidak aman

6. Kebingungan dan stress karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami

7. Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru. 8. Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan

(6)

10. Kurang adanya motivasi kerja dan tenaga kerja 11. Kurang adanya kepuasan kerja

12. Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri.

Sedang kondisi berbahaya atau keadaan yang tidak selamat adalah suatu keadaan yang dapat menimbulkan kecelakaan yaitu:

1. Pengamanan yang tidak sempurna 2. Peralatan / bahan yang tidak seharusnya 3. Kecacatan, kektidaksempurnaan

4. Prosedur yang tidak aman 5. Penerangan tidak sempurna 6. Iklim kerja yang tidak aman 7. Tekanan udara yang tidak aman 8. Getaran yang berbahaya

9. Pakaian, kelengkapan yang tidak aman 10. Kejadian berbahaya lainnya.

Selain sebab-sebab langsung di atas, ada juga sebab-sebab dasar yang menyebabkan munculnya tindakan berbahaya dan kondisi berbahaya, seperti faktor manusia dan faktor kerja.

2.1.3. Usaha-usaha Pengendalian

(7)

a) Eliminasi

Eliminasi yaitu suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.

b) Subtitusi

Substitusi yaitu mengganti bahan, material atau proses yang berisiko tinggi terhadap bahan, material atau proses kerja yang berpotensi risiko rendah. c) Pengendalian rekayasa

Pengendalian rekayasa yaitu mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transmisi antara pekerja dan bahaya

d) Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi yaitu dengan mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan. e) Alat Pelindung Diri

Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan

2.1.4. Usaha-usaha Pencegahan

(8)

1. Peraturan Perundangan 2. Standarisasi

3. Pengawasan

4. Penelitian bersifat teknik 5. Riset medis

6. Penelitian psikologis 7. Penelitian secara statistik 8. Pendidikan

9. Latihan-latihan 10. Penggairahan 11. Asuransi

12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan (Suma’mur, 1981).

2.2 Teori Perilaku

Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas yaitu berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, dan membaca. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2010).

(9)

respon, yaitu: (1) respondent respon atau reflexive, adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu atau eliciting stimulation atau stimulasi yang menimbulkan respon tetap; (2) operant respons atau instrumental respon, adalah respon yang timbul dan berkembang oleh stimulus tertentu. Perangsang ini disebut dengan reinforcer artinya penguat, seperti karyawan yang telah bekerja dengan baik diberikan penghargaan (reward) atau hadiah dengan harapan bisa lebih meningkatkan kinerjanya lagi (Notoadmodjo, 2010).

Apabila kita melihat dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) perilaku tertutup atau vovert behavior, merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi ini masih dalam batas perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran atau sikap yang terjadi pada seseorang yang mendapat rangsangan; (2) perilaku terbuka atau overt behavior, merupakan respon yang terjadi pada seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Responnya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh orang lain.

(10)

2.2.1 Bentuk Operasional Perilaku

Bentuk operasional perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

2.2.1.1 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Inna Nesyi, 2015).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: (1) kesadaran (awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu; (2) interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus; (3) evaluation, menimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; (4) trial, orang telah mencoba perilaku baru; (5) adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmodjo, 2010).

2.2.1.1.1 Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

(11)

2.2.1.1.1.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2.2.1.1.1.2 Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

2.2.1.1.1.3 Aplikasi atau Penerapan (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunkan prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

2.2.1.1.1.4 Analisis (Analysis)

(12)

suatu masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi yang menandakan bahwa seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas obyek tersebut.

2.2.1.1.1.5 Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, bahwa sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat ringkasan dengan kalimat sendiri tentang hal yang telah dibaca atau didengar. 2.2.1.1.1.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek tertentu. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat.

2.2.1.2 Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Noviandry, 2013)

(13)

sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Inna Nesyi, 2015).

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: (1) kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu obyek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek; (3) kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini bersama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memiliki peranan penting.

2.2.1.2.1 Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

2.2.1.2.1.1 Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan atau obyek (Soekidjo Notoadmodjo, 2010).

2.2.1.2.1.2 Menanggapi (Responding)

(14)

2.2.1.2.1.3 Menghargai (Valuing)

Memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons (Soekidjo Notoadmodjo, 2010:31).

2.2.1.2.1.4 Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Praktik atau Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Praktik mempunyai tingkatan, yaitu:

2.2.1.3.1 Respon Terpimpin (Guided Response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan (Soekidjo Notoadmodjo, 2010).

2.2.1.3.2 Praktik Secara Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis (Soekidjo Notoadmodjo, 2010).

2.2.1.3.3 Adopsi (Adoption)

(15)

sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas (Soekidjo Notoadmodjo, 2010).

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3 Behavior Based Safety

Behavior Based Safety (BBS) adalah perilaku keselamatan manusia di area

kerja dalam mengidentifikasi bahaya serta menilai potensi resiko yang timbul hingga bisa diterima dalam melakukan pekerjaan yang berinteraksi dengan aktivitas, produk dan jasa yang dilakukannya (Rahardjo, 2010).

2.3.1 Perilaku Keselamatan Kerja (Safety Behavior)

Borman dan Motowidlo (1993), membedakan perilaku keselamatan di tingkat individu ke dalam dua kategori, yaitu kepatuhan keselamatan (safety compliance) dan partisipasi keselamatan (safety participation). Kepatuhan

(16)

keselamatan, dan membantu rekan kerja untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan keselamatan kerja (Winarsunu, 2008).

Perilaku Keselamatan (safety behavior) adalah perilaku kerja yang relevan dengan keselamatan dapat dikonseptualisasikan dengan cara yang sama dengan perilaku-perilaku kerja lain yang membentuk perilaku kerja. Perilaku keselamatan merupakan aplikasi dari perilaku tugas yang ada di tempat kerja (Griffin dan Neal, 2000). Perilaku keselamatan adalah perilaku tugas dan perilaku kontekstual, Borman dan Motowidlo, (1993) dalam (Griffin dan Neal, (2000) yaitu pematuhan dan partisipasi individu pada aktivitas-aktivitas pemeliharaan keselamataan di tempat kerja. Sebagai umpan balik maka karyawan hendaknya menyadari arti pentingnya keselamatan bagi dirinya maupun bagi perusahaan tempat bekerja.

(17)

2.3.2 Perilaku Berbahaya (Unsafe Behavior)

Whitlock et al (1974) mendefinisikan unsafe behavior merupakan perilaku yang dapat mengakibatkan cedera pada individu sendiri atau untuk orang lain termasuk kerusakan fisik yang mungkin terjadi selain cedera pribadi. Menurut Kavianian (1990), perilaku berbahaya adalah kegagalan (human failure) dalam mengikuti persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Kemudian menurut Ramsey (1992) unsafe behavior didefinisikan sebgai suatu kesalahan dalam tahap-tahap mempersepsi, mengenali, memutuskan menghindari dan menghindari bahaya. Lawton (1998) menyatakan bahwa perilaku berbahaya adalah kesalahan-kesalahan (error) dan pelanggaran-pelanggaran (violations) dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Winarsunu, 2008:34).

(18)

cenderung memindah atau menghindari perlengkapan seperti ini dengan alasan kenyamanan; (7) menggunakan peralatan yang tidak layak; (8) menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain yang menyimpang; (9) bekerja di tempat berbahaya tanpa perlindungan dan peringatan yang tepat; (10) memperbaiki peralatan yang salah, misal pada peralatan listrik yang hidup atau mesin yang bisa membahayakan keselamatan; (11) bekerja dengan kasar; (12) menggunakan pakaian yang tidak aman ketika bekrja; (13) mengambil posisi bekrja yang tidak selamat (winarsunu, 2008:39-41).

2.3.3 Terbentuknya Perilaku Berbahaya (Unsafe Behavior)

Menurut Sanders (1993) faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku berbahaya sangat komplek, dimana di dalamnya melibatkan faktor yang sangat luas yaitu manajemen, sosial, psikologis dan human-machine-environment system. Pada dasarnya perilaku berbahaya tidak dapat dilepaskan dari faktor manusia sendiri dan lingkungan organisasinya (Winarsunu, 2008:52).

Menurut Sanders (1993) perilaku berbahaya terjadi melalui tiga fase, yaitu fase manajmen, fase lingkungan, serta fase individu..

2.3.3.1 Fase Manajemen

(19)

ketersediaan fasilitas harus diarahkan untuk upaya-upaya pencegahan dan promosi K3 di perusahaan.

2.3.3.1.1 Kondisi APD

Dalam suasana kerja, kenyamanan tempat kerja dan juga fasilitas/ketersediaan alat pelindung diri (APD) akan meningkatkan prestasi kerja dari setiap tenaga kerja. Sehingga dengan demikian, diharapkan setiap fasilitas atau perlengkapan kerja yang di pakai dapat menimbulkan kenyamanan dalam pemakaiannya sehingga pekerja bekerja secara optimal.

2.3.3.2 Fase Lingkungan

Fase kedua terjadi sebagai implikasi dari kegagalan fase pertama, fase ini meliputi aspek lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan sosiologis dari pekerjaan seperti Komunikasi dan hubungan pekerja.

2.3.3.2.1 Lingkungan Fisik

(20)

Padahal sumber daya manusia itulah yang diharapkan mengerti mengoperasikan, mengontrol mesin yang canggih tersebut.

2.3.3.2.2 Lingkungan Psikologis dan Sosiologis 2.3.3.2.2.1 Komunikasi

Menurut Notoadmodjo (2010), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Agar terjadi komunikasi yang efektif perlu keterlibatan beberapa unsure komunikasi, yaitu komunikator, komunikasi pesan, saluran, atau media.

Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan berbagai media baik lisan maupun tertulis. Pesan harus mudah diingat oleh penerima.

Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan, komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat.

2.3.3.2.2.2 Lingkungan Sosial (Hubungan Pekerja)

(21)

Hubungan Pekerja dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi

2.3.3.3 Fase Individu

Fase ketiga lebih berkenaan dengan individu pada pekerja dengan karakteristik tertentu seorang pekerja dapat mengerjakan tugasnya dengan aman ataukah sebaliknya tidak aman. Unsur-unsur yang terdapat pada pekerja tersebut antara lain taraf kemampuan, kesadaran, pengalaman, kepribadian, kemampuan fisik, usia, motivasi, dan sebagainya (Winarsunu, 2008).

2.3.3.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek yang dimilikinya. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap proyek (Notoadmodjo, 2010)

2.3.3.3.2. Sikap

Menurut Mucchielli, sikap adalah suatu kecenderungan pikiran atau perasaan yang terdapat aspek evaluatif. Sikap dapat dinilai dari segi baik dan buruk maupun positif dan negatif. Sikap merupakan suatu perasaan yang konstan dan ditujukan kepada suatu objek, baik orang, tindakan, atau. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup suatu stimulus atau objek. Menurut Allpart (1954) dalam Notoadmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

(22)

3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

2.3.3.3.3 Kenyamanan

Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya tempat kerja. Karena itu pentingnya alat pelindung diri bisa digunakan oleh pekerja secara nyaman dan tidak menimbulkan bahaya baru. Banyak alasan pekerja enggan menggunakan alat pelindung diri salah satunya adalah karena faktor kenyamanan (Kusuma, 2013)

Menurut budiono (2003) dalam Kusuma (2013) Perasaan tidak nyaman yang timbul pada saat menggunakan alat pelindung diri akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Respon tersebut yaitu menahan rasa tidak nyaman dan tetap memakai, sesekali melepas, hanya digunakan pada saat tertentu, tidak digunakan sama sekali, merasa nyaman tetap menggunakan alat pelindung diri. Alasan pekerja tidak mau memakai alat pelindung diri adalah tidak sadar atau tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, dan atasan juga tidak memakai.

(23)

pelindung diri baik pakaian maupun peralatan harus mempunyai struktur desain yang aman dan nyaman. Pemilihan alat pelindung diri yang tepat akan menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi pemakainya. Kenyamanan alat pelindung diri harus selalu ditingkatkan agar pekerja mempunyai sikap yang baik dalam penggunaan alat pelindung diri saat bekerja.

Kenyamanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kenyamanan penggunaan alat pelindung diri yang digunakan oleh pekerja di bagian pengolahan dengan indikator rasa betah dalam menggunakan alat pelindung diri.

2.4 Alat Pelindung Diri (APD)

2.4.1 Definisi

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008).

Berdasarkan UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyebutkan bahwa ditetapkan syarat keselamatan kerja adalah memberikan perlindungan para pekerja. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja atau buruh ditempat kerja yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku (Permenakertrans RI No. 8 tahun 2010).

2.4.2 Peraturan Perundangan

(24)

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal yang mengatur tentang penggunaan alat pelindung diri antara lain:

1. Pasal 3 (1:f) : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat pelindung diri pada pekerja.

2. Pasal 9 (1:c) : Pengurus diwajibkan menunjukan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang; alat pelindug diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

3. Pasal 12 (b) : Dengan peraturan perundngan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

4. Pasal 14 (c) : Pengurus diwajibkan menyediakan semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pegawas atau ahli keselamatan kerja.

2.4.3 syarat-syarat APD

Adapun syarat-syarat APD agar dapat dipakai dan efektif dalam penggunaan dan pemiliharaan APD sebagai berikut :

1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif pada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.

2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.

(25)

4. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian.

5. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

6. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

7. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan. 8. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di pasaran. 9. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan

10. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD

2.4.4.1 Pengujian mutu

Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindungan sesuai yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya.

2.4.4.2 Pemeliharaan APD

Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja sendiri agar benar-benar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja.

2.4.4.3 Ukuran harus tepat

(26)

2.4.4.4 Cara pemakaian yang benar

Sekalipun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar.

2.4.5 Aspek keamanan dan Aspek Ergonomi dari penggunaan APD

1) Aspek keamanan

Alat pelindung diri harus memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

2) Aspek ergonomi

Hendaknya APD beratnya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan bagi tenaga kerja yang berlebihan dan bentuknya harus cukup menarik.

2.4.6 Macam APD

2.4.6.1 Alat Pelindung Kepala

Tujuan penggunaan alat pelindung kepala adalah untuk pencegahan : a. Rambut pekerja terjerat oleh mesin.

b. Bahaya terbentur benda tajam atau keras yang dapat menyebabkan luka gores, terpotong, tertusuk.

c. Bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda-benda yang melayang dan meluncur di udara.

(27)

Pelindung kepala juga dapat melindungi kepala dan rambut terjerat pada mesin atau tempat-tempat yang tidak terlindungi. Berdasarkan fungsinya alat pelindung kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis :

2.4.6.1.1 Safety Helmets

Untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik. Warna Topi Pelindung (Safety Helmets) : Warna topi pelindung (safety helmet) dibagi menjadi beberapa warna, yang mencerminkan posisi atau jabatan seseorang di tempat kerja, antara lain:

1. Helm safety warna putih biasa dipakai oleh manajer, pengawas, insinyur, mandor.

2. Helm safety warna biru biasa dipakai oleh supervisor, electrical kontraktor atau pengawas sementara.

3. Helm safety warna kuning biasa dipakai oleh sub kontraktor atau pekerja umum.

4. Helm safety warna hijau biasa dipakai oleh pengawas lingkungan. 5. Helm safety warna pink biasa dipakai oleh pekerja baru atau magang. 6. Helm safety warna orange biasa dipakai oleh tamu perusahaan.

7. Helm safety warna merah biasa dipakai oleh safety officer yang bertanggung jawab untuk memeriksa sistem keselamatan sudah terpasang dan berfungsi sesuai dengan standar yang ditetapkan.

(28)

Untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosi, suhu panas atau dingin. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api/korosi, kulit dan kain tahan air.

2.4.6.1.3 Topi

Untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran/debu atau mesin yang berputar. Topi ini biasanya terbuat dari kain katun (Tarwaka, 2008).

2.4.6.2 Alat pelindung mata

Masalah pencegahan kecelakaan yang paling sulit adalah kecelakaan pada mata. Oleh karena biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai kacamata pengaman yang dianggapnya mengganggu dan tidak enak untuk dipakai (Tim Penyusun, 2008). Kacamata ini memberikn perlindungan diri dari bahaya-bahaya seperti:

a) Percikan bahan kimia korosif

b) Debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara c) Gas/uap yang dapat menyebabkan iritasi mata.

d) Radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi sina matahari. e) Pukulan/benturan benda keras.

Terdapat 3 bentuk alat pelindung mata yaitu (Tim Penyusun, 2008). 1) Kacamata

Kacamata keselamatan untuk melindungi mata dari partikel kecil yang melayang di udara serta radiasi gelombang elektrobagnetis.

(29)

Kacamata bentuk framennya dalam, yang digunakan untuk melindungi mata dari bahaya gas-gas, uap-uap, larutan bahan kimia korosif dan debu-debu. Googles pada umumnya kurang diminati oleh pemakainya, oleh karena selain tidak nyaman juga alat ini menutup mata terlalu rapat sehingga tidak terjadi ventilasi di dalamnya dengan akibat lensa mata sudah mengembun. Untuk mengatasi hal ini, lensa dilapisi dengan bagan hidrofil/googles dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi.

3) Tameng muka

Tameng muka ini melindungi muka secara keseluruhan dari bahaya. Bahaya percikan logam dan radiasi. Dilihat dari segi keselamatannya, penggunaan tameng muka ini lebih dari menjamin keselamatan tenaga kerja dari pada dengan spectacles maupun googles. Dari ketiga alat pelindung mata tersebut, kacamata adalah yang paling nyaman untuk dipakai dan digunakan untuk dipakai dan digunakan untuk melindungi mata dari partikel kecil yang melayang di udara serta radiasi gelombang ultramagnetik.

2.4.6.3 Alat Pelindung Telinga

Alat ini bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga dalam selain itu, alat ini melindungi pemakaiannya dari bahaya percikan api atau logam-logam panas misalnya pada pengelasan. Pada umumnya alat pelindung telinga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

a. Sumbat telinga (earplug)

(30)

tiap-tiap individu berbeda-beda dan bahkan antara kedua telinga dari individu yang sama berlainan pula. Oleh karena itu sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga pemakaiannya. Diameter saluran antara 5 –11 mm. Umumnya bentuk saluran telinga adalah lonjong, tetapi beberapa diantaranya berbentuk bulat. Saluran telinga manusia umumnya tidak lurus. Penyebaran saluran telinga laki-laki dalam hubungannya dengan ukuran alat sumbat telinga (ealpling) kurang lebih adalah sebagai berikut : 5% sangat kecil, 15% kecil, 30% sedang 30% besar, 15% sangat besar dan sumbat telinga yang disuplai oleh pabrik-pabrik pembuatnya. Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas, malam (wax), plastik karet alami dan sintetik. Menurut cara pemakaiannya dibedakan dalam ;

1) Semi insert type

Sumbat telinga yang hanya menyumbat lubang masuk telinga luar. 2) Insert type

Sumbat telinga yang menutupi seluruh saluran telinga luar. Menurut cara penggunaanya dibedakan dalam :

1) Disposible earplug

Sumbat telinga yang digunakan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, bahan yang digunakan dapat dari kapas dan malam (wax)

2) Non Disposible

(31)

Keuntungan dan kerugian sumbat telinga yaitu : 1) Keuntungan

a) Mudah dibawa karena ukurannya kecil

b) Relatif lebih nyaman dipakai di tempat kerja panas. c) Tidak membatasi gerakan kepala

d) Harga relatif murah daripada tutup telinga

e) Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala, anting-anting, dan rambut.

2) Kerugian

a) Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telinga untuk pemasangan yang tepat.

b) Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga

c) Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah ia memakai atau tidak, oleh karena pemakaiannya sukar dilihat oleh pengawas.

d) Hanya dapat dipakai oleh saluran telinga sehat.

e) Bila mata yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor maka saluran telinga akan mudah terkena iritasi (Tim Penyusun, 2008).

b. Tutup Telinga (Ear muff)

(32)

disarankan agar memilih jenis yang berukuran agak besar. Tutup telinga dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB (A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia. (Tarwaka, 2008) Keuntungan dan kerugian tutup telinga yaitu :

1) Keuntungan

a) Atenuasi suara oleh tutup telinga uumnya lebih besar dari sumbat telinga. b) Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan ukuran telinga yang berbeda.

c) Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas

d) Dapat dipakai pada telinga yang terkena infeksi (ringan). e) Tidak mudah hilang/terselip

2) Kerugian

a) Tidak nyaman dipakai di tempat kerja yang panas.

b) Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala, anting-anting dan rambut yang menutupi telinga. c) Relatif tidak mudah dibawa/disisipkan

d) Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit. e) Harganya relatif lebih mahal dari sumbat telinga.

f) Pada penggunaannya yang terlalu sering atau bilamana pita perhitungan yang berpegas sering ditekuk oleh pemakaiannya daya atenuasinya akan berkuran Faktor-faktor yang mepengaruhi efektifitas alat pelindung telinga adalah : 1) Kebocoran udara

(33)

3) Vibrasi alat itu sendiri

4) Konduksi suara melalui tulang dan jaringan (Tim Penyusun, 2008).

2.4.6.4 Alat Pelindung Pernafasan

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan. (Tarwaka, 2008). Selain penggunaannya pada keadaan darurat, alat pelindung ini juga dipakai secara rutin atau berkala dengan tujuan inspeksi, oemeliharaan atau perbaikan alat-alat dan mesin yang terdapat ditempat-tempat kerja yang udaranya telah terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia berbahaya (Tim Penyusun, 2008).

Alat pelindung pernafasan dibedakan menjadi : a. Masker

Masker umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang didesinfektan terlebih dahulu. Penggunaan masker umumnya digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel yang lebih besar masuk ke dalam saluran pernapasan.

b. Respirator

Respirator digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap dan gas-gas berbahaya (Tarwaka, 2008).

Secara umum respirator dibedakan menjadi: 1) Air Purifing Respirator

(34)

Menurut cara kerjanya dan bentuk kontaminan, air purifying respirator dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

a) Chemical Respirator yaitu cartidge respirator dan canister respirator yang digunakan untuk kontaminan bentuk gas dan uap dengan tiksisitas rendah. Cartridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel. Sedang canister digunakan nuntuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat organic. b) Mechanical filter Respirator yaitu digunakan untuk menangkap partikel-partikel zat padat, debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dank abut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel tidak terlalu kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglas atau wol dan serat sintetis yang dilapisi dengan resin untuk memberi muatan pada partikel (Tarwaka, 2008).

c) Untuk campuran gas atau uap dengan partikel-partikel zat padat, digunakan cartridge atau canister respirator yang dilengkapi filter.

2) Breathing Apparatus / Air Supply Respirator

Respirator ini tidak dilengkapi dengan filter maupun adsorbent. Cara air supply respirator atau breathing apparatus melindungi pemakainya dari pemaparan zat-zat kimia yang sangat toksik atau dari bahaya kekurangan oksigen adalah dengan mensuplay udara (compressed air) atau oksigen kepada pemakainya. Macam-macamnya adalah :

a) Air Line Respirator

(35)

tekanan yang dipakai oleh pemakainya dan pada respirator ini oksigen tidak boleh digunakan.

b) Hose Mask Respirator

Mensuplay udara kepada pemakainya melalui saluran udara penghubung (hose) yang berdiameter lebih besar dari air line, alat ini dapat dilengkapi “blower” dengan tujuan menambah kecepatan aliran udara dalam “hose” kecepatan maksimum alirnya dapat mencapai 150 l/menit. (Tim Penyusun, 2008).

c) Self Contained Breathing Apparatus

Supplied air respirator ini adalah sangat efisien bila digunakan di tempat-tempat kerja dimana zat-zat kimia yang sangat toksik/defisiensi oksigen (dr. A. Siswanto, 1991).

2.4.6.5 Alat Pelindung Tangan

Alat pelindung tangan mungkin yang paling banyak digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena jumlah kecelakaan pada tangan adalah yang banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (Tim Penyusun, 2008).

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sarung tangan yang tepat antara lain adalah :

a. Bahaya yang terpapar, berbentuk bahan-bahan kimia, korosif, benda-benda panas, dingin, tajam atau kasar.

(36)

c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan untuk pekerjaan harus dimana pemakainya harus membedakan benda-benda yang halus, pemakaian sarung tangan yang tipis akan memperikan kepekaan yang lebih besar dari sarung tangan yang berukuran tebal.Bagian tangan yang harus dilindungi, bagian tangan saja atau tangan dan lengan bawah. Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi:

a. Sarung tangan bisasa (Gloves)

b. Gaunlets atau sarung tangan dimana keempat dari pemakainya dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari yang mempunyai pembungkus sendiri (bentuknya seperti sarung tangan petinju).

Macam-macam sarung tangan menurut bahaya yang harus dicegah : a. Bahaya listrik : sarung tangan karet

b. Bahaya radiasi yang mengion : sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi Pb. c. Benda-benda tajam atau kasar : sarung tangan kulit atau PVC atau sarung tangan kulit yang dilapisi dengan logam krom.

d. Asam dan Alkali yang korosif : sarung tangan karet (Natural Rubber)

e. Pelarut Organik (Solvents) : sarung tangan dari karet sintetik (Synthetic rubber) f. Benda-benda panas : Sarung tangan kulit, Asbestos, atau Gaunets (Siswanto, 1991)

2.4.6.6 Alat Pelindung Kaki

(37)

cairan yang panas, menginjak benda-benda tajam. Menurut jenis pekerjaan yang dilakukan suatu pengaman dapat dibedakan menjadi empat yaitu :

a. Sepatu yang digunakan pada pekerjaan pengecoran baja (Foundry Leggings) dibuat dari bahan kulit dilapisi krom atau asbes dan tinggi sepatu kurang lebih lebih 35 cm pada sepatu ini, tetapi sampingnya terbuka untuk memudahkan pipa celana dimasukkan ke dalam sepatu kemudian ditutup dengan gasper/tali pengikat.

b. Sepatu khusus keselamatan kerja di tempat-tempat yang mengandung bahaya peledakan. Sepatu ini tidak boleh memakai paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api.

c. Sepatu karet anti elektrostatik digunakan untuk melindungi pekerjapekerja dari bahaya listrik hubungan pendek sepatu ini harus tahan terhadap arus listrik 10.000 volt selama 3 menit.

d. Sepatu bagi pekerja bangunan dengan resiko terinjak benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda berat atau terbentur benda-benda keras, dibuat dari kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujungnya untuk melindungi jarijari kaki (Tim Penyusun, 2008).

2.4.6.7 Pakaian Pelindung

Pakaian pelindung dapat berbentuk Appron yang menutupi sebagian dari tubuh yaitu dari dada sampai lutut dan “overall” yang menutupi seluruh badan.

(38)

karet, asbes atau yang dilapisi alumunium. Perlu diingat bahwa apron tidak boleh dipakai di tempat-tempat kerja yang terdapat pada mesin berputar (Tim Penyusun, 2008). Menurut jenis pakaian pelindung dapat dibedakan menjadi :

a. Pakaian pelindung biasa : pelindung ringan, pakaian pelindung medium, pakaian pelindung berat.

b. Pakaian pelindung yang bersifat khusus : pakaian dari kulit, pakaian asbestos, pakaian pelindung berat, dan pakaian alumunium.

2.4.7 Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekeerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang perananpenting. Hal ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.

Manfaat bagi tenaga kerja yaitu: (1) tenaga kerja dapat bekerja perasaan lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja; (2) dapat mencegah kecelakaan akibat kerja; (3) tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak dan martabatnya sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif; (4) tenaga kerja bekerja dengan produktif sehingga meningkatkan hasil produksi. Hal ini akan menambah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa kenaikan gaji atau jaminan sosial sehingga kesejahteraan akan terjamin.

(39)

terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja sehingga dapat tercapainya produktivitas yang tinggi dengan efisiensi yang optimal (Tarwaka, 2014:297).

2.5 APD pada pekerja di bagian Pengolahan Kelapa Sawit PTPN 2 Tanjung

Garbus Pagar Merbau

Adapun jenis-jenis APD yang dipakai pekerja di bagian Pengolahan Kelapa Sawit PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau adalah :

1. Topi Pelindung 2. Sarung Tangan 3. Sepatu Boot 4. Ear plug

5. Pakaian Pelindung

PKS Tanjung Garbus Pagar Merbau memiliki sepuluh stasiun dalam proses pengolahannya, untuk tiap stasiun memiliki potensi bahaya kecelakaan yang berbeda-beda sehingga Alat Pelindung Diri yang dipakai juga berbeda untuk tiap stasiun. Stasiun Loading (penerimaan buah), stasiun transfer belakang, stasiun perebusan, stasiun transfer depan, stasiun Housting Crane, stasiun pengepresan, stasiun pengolahan biji, dan stasiun boiler disediakan Alat Pelindung Diri berupa topi pelindung, sarung tangan, dan sepatu boot. Stasiun Housing Crane disediakan APD berupa topi pelindung, sarung tangan, sepatu boot, dan ear plug, sedangkan untuk stasiun klarifikasi disediakan APD berupa topi pelindung, sarung tangan, sepatu boot, dan baju pelindung.

(40)

dan tidak lengkap dalam pemakaian alat pelindung diri adalah apabila pekerja tidak memakai salah satu alat pelindung diri (APD) yang telah disediakan perusahaan maka dikatakan pekerja tidak memakai alat pelindung diri yang lengkap dan apabila pekerja memakai semua alat pelindung diri (APD) yang telah disediakan perusahaan maka dikatakan pekerja memakai alat pelindung diri yang lengkap.

2.6 Kerangka Teori

(41)

Kerangka Teori Menurut Sanders

Faktor Manajemen:

1. Kondisi APD

Faktor Lingkungan Lingkungan Fisik: 1. Kebisingan 2. Temperatur

3. Suhu Perilaku Penggunaan

4. Polusi APD

Lingkungan Psikologis dan Sosiologis :

1. Komunikasi 2. Lingkungan Sosial (Hubungan pekerja)

Faktor Individu: 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Kenyamanan APD 4. Kemampuan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

(42)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, dapat di gambarkan kerangka konsep penelitian (Gambar 2.2)

Faktor Manajemen:

1. Kondisi APD

Faktor Lingkungan

Psikologis dan sosial: Perilaku Penggunaan

1. Komunikasi APD

2. Lingkungan Sosial (Hubungan Pekerja)

Faktor Individu: 1.Pengetahuan 2.Sikap

3.Kenyamanan APD

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku penggunaan APD (p-v=0,437), pendidikan dengan perilaku penggunaan APD (p- v=0,980), pengetahuan

Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,

Berdasarkan teori Lawrence Green (1980), perilaku manusia terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor pemungkin yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

Sitorus, E, 2011, Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaaan Alat Pelindung Diri Pada Bidan Desa Saat Melakuan Pertolongan Persalinan di Wilayah

Tujuan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan antara sikap, ketersediaan fasilitas APD, pemberian hukuman dan penghargaan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri

Petunjuk: Anda diminta memberikan tanggapan yang terdapat pada kuesioner berikut, sesuai keadaan, pendapat atau perasaan diri sendiri dengan memberikan.. tanda

KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TANJUNG GARBUS PAGAR MERBAU PTPN II TAHUN 2015 ” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku