• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Kota Salatiga T1 462010017 BAB IV"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Juni tepatnya pada tanggal 13 Juni 2014 sampai tanggal 15 Juli 2014. Penelitian ini dilakukan di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Salatiga. Panti Werdha Sosial Salib Putih berada di jalan Raya Salatiga, Kopeng Km. 4 Salatiga sedangkan Panti Werdha Mandiri berada di Jalan Merbabu No. 4 Salatiga. Alasan peneliti memilih untuk melakukan penelitian di kedua panti ini karena sebelumnya belum ada yang pernah meneliti tentang

gambaran kesejahteraan pada Lanjut Usia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Salatiga.

Panti Werdha Sosial Salib Putih memiliki satu ibu asrama, lima orang pekerja yaitu tiga orang pekerja harian yang dibantu oleh dua lanjut usia yang tinggal di panti, satu Dokter dan satu Perawat. Panti Werdha Sosial memiliki 30 kamar tidur, satu ruang makan, enam kamar mandi, satu aula, dua dapur, dan dua gudang sebagai tempat penyimpanan barang. Jumlah para lanjut usia yang tinggal di panti 6 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.

(2)

memiliki enam kamar tidur, satu aula, dan satu dapur. Jumlah penghuni lansia laki-laki 10 orang dan perempuan 5 orang.

Kisaran umur lansia yang diambil sebagai partisipan di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih Salatiga berumur 64 tahun sampai 86 tahun.

Dalam menunjang kehidupan selama berada di Panti Werdha Sosial, lansia dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti kamar yang di dalamnya terdapat tempat tidur, lemari, meja, pakaian, serta peralatan mandi, sedangkan di Panti Werdha Mandiri, lansia dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti kamar yang di dalamnya terdapat tempat tidur, lemari, meja, pakaian, kamar mandi dalam dan

perlengkapan mandi yang diberikan sebulan sekali. Selain kamar, fasilitas yang diberikan bagi lansia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri

adalah makan tiga kali dalam sehari, pelayanan rohani dan pelayanan kesehatan.

(3)

Adapun kondisi fisik dari setiap lansia yang berbeda-beda, ada lansia yang mengalami sakit dan harus bed rest. Sedangkan penyakit-penyakit diderita misalnya sakit kepala karena kecapekan, batuk dan flu karena dingin, dan pegal-pegal di tubuh. Dari segi mobilitas terdapat lansia yang mandiri dan terdapat juga lansia yang harus dibantu.

Pelayanan rohani juga dilakukan di Panti Werdha Sosial oleh para lanjut usia dan pihak panti. Dilakukan setiap pagi pada pukul 07.30-08.00 WIB kecuali hari Rabu karena ada kegiatan senam lansia. Disamping itu para lansia juga mendapat kunjungan dari Pendeta setiap hari Sabtu, para lansia mendapatkan bimbingan rohani dan

bertukar pendapat (sharing), sedangkan di Panti Werdha Mandiri pelayanan rohaninya dilaksanakan setiap hari Kamis pukul

09.30-10.00 WIB dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan setiap hari Sabtu pukul 09.30-10.00 WIB yang dilaksanakan oleh para penghuni panti tersebut.

(4)

Para lansia yang masuk ke Panti Werdha Sosial merupakan titipan dari gereja dan dari Dinas Sosial sedangkan lansia yang masuk ke Panti Werdha Mandiri merupakan titipan dari gereja dan keluarga yang mampu.

Wawancara dilakukan secara terpisah. Proses wawancara ini sangat bergantung pada situasi, kondisi dan terutama pada kesiapan riset partisipan. Proses berjalan lancar dan para riset partisipan dapat memberikan informasi dengan jelas kepada peneliti.

4.2. Gambaran Umum Riset Partisipan

(5)

4.2.1. Gambaran Lansia I

Nama Mbah Y berusia 67 tahun. Tinggal di Panti Werdha Sosial selama 5 tahun. Beragama Kristen Protestan dan berasal dari Salatiga. Dulu Mbah Y bekerja sebagai seorang petani. Saat ini Mbah Y. sudah tidak memiliki saudara dan keluarga terdekat lagi.

Ciri-ciri Fisik Mbah Y bertubuh kecil dengan tinggi badannya sedang sekitar ±150cm, kulit sawo matang, rambut berwarna putih dikonde. Sifat Mbah Y ialah tenang, bijaksana, ramah, dan bersahabat.

Mbah Y mengatakan bahwa ia tidak bersekolah dan buta

huruf, jadi jika ada pertanyaan yang tidak ia mengerti mohon dijelaskan terlebih dahulu. Selama wawancara Mbah Y dapat

berkomunikasi secara baik.

Mbah Y sudah tidak memiliki keluarga sejak ia kecil, di saat itu juga mbah Y sudah mulai tinggal di panti asuhan dan berkelanjutan sampai sekarang di panti werdha sosial Salatiga. Dengan demikian ia merasa tidak kesepian tetapi senang karena di panti sendiri memiliki banyak teman yang seumuran sehingga bisa menghabiskan waktu untuk bercerita bersama.

(6)

penghuni panti lainnya, berdoa, ke gereja, dan jika memiliki waktu luang Mbah Y menyempatkan dirinya untuk menyanyi lagu-lagu rohani.

Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Juni 2014 pada pukul 10.00 WIB di Aula Panti Werdha Salib Putih. Saat dilakukan wawancara riset partisipan sangat ceria dan santai dalam menjawab setiap pertanyaan, walaupun ada beberapa pertanyaan yang kurang dimengerti.

4.2.2. Gambaran Lansia II

Nama Mbah S berusia 85 tahun. Tinggal di Panti Werdha

Sosial selama 7 tahun. Beragama Kristen Protestan dan berasal dari Salatiga. Dulu Mbah S bekerja sebagai seorang petani. Saat

ini Mbah S masih memiliki keluarga yaitu adik. Mbah S tidak memiliki anak dari pernikahan baik itu pertama dan kedua. Suami Mbah S sudah meninggal 8 tahun yang lalu.

Ciri-ciri fisik Mbah S agak gemuk dengan tinggi badan sekitar ±155cm, kulit sawo matang, rambut berwarna putih dikonde, dan suka menyirih. Sifat Mbah S. ialah kalem, tenang, ramah dan suka tersenyum.

(7)

yang diadakan oleh panti dan menyempatkan diri untuk mengikuti ibadah pada setiap hari minggu.

Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Juni 2014 pada pukul 10.05 WIB di kamar Mbah S Saat dilakukan wawancara riset partisipan selalu tersenyum, sambil mengunyah sirih dan selalu santai dalam menjawab setiap pertanyaan.

4.2.3. Gambaran Lansia III

Nama Mbah S berusia 86 tahun. Tinggal di Panti Werdha Sosial selama 26 tahun. Beragama Kristen Protestan dan berasal dari Solo. Dulu Mbah S bekerja sebagai seorang pengrajin batik

canting. Saat ini Mbah S sudah tidak memiliki sanak saudara dan keluarga lagi.

Ciri-ciri Fisik Mbah S tubuh kurus dengan tinggi badan sekitar ±155cm, kulit sawo matang, rambut berwarna putih dikonde, dan cerewet. Sifat Mbah S ialah periang, banyak bicara, suka menolong dan orangnya ramah.

(8)

Mbah S juga menjadi salah satu orang kepercayaan Ibu asrama untuk menyimpan uang, menerima surat dan menyambut tamu pada saat ada yang berkunjung.

Sebelumnya Mbah S pernah sakit dibagian jari telunjuk. Timbul nanah secara tiba-tiba. Namun sekarang sudah sembuh sehingga Mbah S dapat melakukan segala aktifitasnya dengan baik dan tanpa gangguan apapun.

Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Juni 2014 pada pukul 10.00 WIB di aula Panti Werdha Sosial. Saat dilakukan wawancara riset partisipan selalu tersenyum, walaupun terkadang merasa bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh

peneliti.

4.2.4. Gambaran Lansia IV

Nama Mbah T berusia 68 tahun. Tinggal di Panti Werdha Sosial selama 20 tahun. Beragama Kristen Protestan dan berasal dari Magelang. Dulu Mbah T bekerja sebagai seorang buruh di suatu pabrik. Saat ini Mbah T masih memiliki suami dan anak-anak serta cucu-cucu yang seminggu sekali datang untuk menjenguk Mbah T dan suami.

(9)

para pekerja lainnya untuk melayani mbah-mbah di Panti Werdha Sosial. Sifat Mbah T ialah tenang, pendiam, dan bersahabat.

Mbah T dan suami tidak tinggal di dalam Panti Werdha Sosial namun tinggal di luar Panti Werdha Sosial, di rumah yang telah disiapkan oleh Panti Werdha Sosial. Setiap bulannya Mbah T mendapat subsidi beras dan uang dari panti untuk kehidupan keluarganya. Mbah T merasa senang tinggal di Panti Werdha Sosial Salatiga.

Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Juni 2014 pada pukul 09.38 WIB di teras depan Panti Werdha Sosial. Saat dilakukan wawancara riset partisipan tetap untuk tersenyum dan menjawab

pertanyaan walaupun terlihat sedang memikirkan jawaban yang akan dijawab.

4.2.5. Gambaran Lansia V

Nama Mbah Y berusia 64 tahun. Tinggal di Panti Werdha Mandiri selama 1 tahun. Beragama Kristen Katolik dan berasal dari Magelang. Dulu Mbah Y bekerja sebagai seorang buruh di suatu pabrik. Saat ini Mbah Y masih memiliki keluarga dan anak-anak serta cucu-cucu. Mereka selalu mengunjungi Mbah Y. jika tidak memiliki kesibukkan.

(10)

hitam diikat. Mbah Y adalah orang yang kalem, tenang, dan suka tersenyum.

Mbah Y merasa senang tinggal di Panti Werdha Mandiri Salatiga karena Mbah Y bisa melakukan segala aktifitas yang diinginkan seperti ke Gereja, bertemu dengan teman-temannya. Jika tidak sibuk biasanya Mbah Y menghabiskan waktunya dengan membaca buku di kamarnya.

Wawancara dilakukan pada tanggal 28 Juni 2014 pada pukul 10.25 WIB di aula Panti Werdha Mandiri Saat dilakukan wawancara riset partisipan selalu tersenyum, walaupun terkadang merasa bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh

peneliti.

4.2.6. Gambaran Lansia VI

Nama Oma D Berusia 79 tahun. Tinggal di Panti Werdha Mandiri selama 1 tahun. Beragama Kristen Protestan dan berasal dari Aceh. Dulu Oma D Bekerja sebagai seorang wiraswasta suka menjahit dan memasak. Jika Oma D tidak sibuk, biasanya Oma D selalu membantu para pekerja di dapur seperti membersihkan dan memotong sayur untuk dimasak.

(11)

juga memilki teman dekat yang selalu membantu Oma D jika kesusahan.

Ciri-ciri Fisik Oma D Kurus dan tinggi badan sekitar ±160cm, kulit sawo matang, rambut lurus berwarna putih dan hitam dikonde. Oma D adalah orang yang banyak bicara, aktif dalam kegiatan Gereja, suka membantu dan suka tersenyum.

Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 pada pukul 11.25 WIB di aula Panti Werdha Mandiri Saat dilakukan wawancara riset partisipan merasa sangat senang dan mau menceritakan segala informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Namun ada beberapa pertanyaan yang membuat Oma D

(12)

4.3. Hasil Penelitian

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa gambaran kesejahteraan pada lansia di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salib Putih adalah baik, hal ini didukung oleh:

4.3.1. Penerimaan diri (Self Acceptance)

Menurut Keyes, Ryff dan Singer (dalam Papalia, Olds, Feldman dan Gross, 2004), mengatakan bahwa individu yang memiliki kesejahteraan yang baik adalah individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Jika individu mempunyai penilaian diri yang baik, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif tentang dirinya, mengakui dan menerima banyak aspek dari diri

sendiri termasuk bagus dan tidaknya kualitas dirinya, dan berpikir positif tentang masa lalu.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa individu memiliki sikap positif terhadap dirinya, menikmati hidup dan tetap bersyukur atas apa yang sudah didapat. Pernyataan riset partisipan Lansia 1 dan Lansia 2 sebagai berikut:

(13)

“Iya mbak, Mbahkan sudah tua. Yah bersyukur saja kepada Tuhan Yesus karena masih diberikan kesehatan dan kekuatan dalam menjalani keseharian mbah disini..”L2-10

Riset partisipan juga tidak merasa kesepian karena dapat tinggal dengan teman-teman yang sebaya, seiman, dan dapat melakukan segala aktifitas yang diinginkan. Seperti yang dinyatakan oleh riset partisipan Lansia 1 dan Lansia 3 sebagai berikut:

“Gak mba, disini malah rame. Ada temannya banyak dan seumuran, jadi bisa cerita-cerita juga. Trus kalau gak ada kerjaan nanti duduk-duduk dikamar sambil nyanyi-nyanyi sama mbah yang lain. Saya suka sekali nyanyi.” L1-13

“Gak toh mba, disini banyak temennya. Semuanya beragam, kristen juga. Jadinya enak disini.” L3-13

(14)

“Kesepian sih enggak ya, disini rame banyak teman yang seiman walaupun terkadang ada yang menyebalkan.” L6

“Ya itu, ada yang suka omong banyak dan suka tipu-tipu. Oma gak suka orang seperti itu. Nanti kalau udah ngomong, oma pergi, oma tinggalin masuk kamar aja.”L6

4.3.2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others)

Menurut Keyes, Ryff dan Singer (dalam Papalia, Olds,

Feldman dan Gross, 2004) mengatakan bahwa pada dimensi ini, kesejahteraan dipandang dari interaksi yang terjadi pada seorang

individu dengan orang lain yang ada disekitarnya. Individu dikatakan memiliki kesejahteraan yang baik jika individu tersebut memiliki interaksi yang positif dengan orang lain. Interaksi positif tersebut antara lain memiliki kehangatan dan kepercayaan dengan orang lain, terkait dengan kesejahteraan orang lain, memiliki empati, kasih sayang dan keintiman, serta mengerti, memberi dan menerima dalam hubungan antar manusia.

(15)

Pernyataan yang dinyatakan oleh riset partisipan Lansia 2 yaitu sebagai berikut:

“Baik-baik saja mba, tidak ada masalah. Selama kami hidup dengan tuntunan Tuhan Yesus maka semuanya akan menjadi baik-baik saja.” L2-11

Ada juga pernyataan yang diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 3 bahwa jika ingin memiliki hubungan yang baik dengan orang sekitar maka perlu adanya perlakuan yang baik pula. Hal ini akan menunjukkan bagaimana hubungan antara sesama itu akan

menjadi positif. Pernyataan yang dinyatakan oleh riset partisipan Lansia 3 yaitu sebagai berikut:

(16)

Pernyataan yang berbeda yang diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 5 bahwa hubungan dengan orang-orang dalam asrama baik-baik saja walaupun ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Ini pernyataan yang dinyatakan oleh riset partisipan Lansia 5 sebagai berikut:

“Baik-baik saja mba, disini saya tidak mau cari masalah soalnya saya orangnya menurut aja. Kalau misalnya ada masalah, saya simpan sendiri saja, gak enakkan sama yang lain. Tapi, sejauh ini hubungan saya dengan semuanya baik-baik saja mba.” L5

4.3.3. Otonomi (Autonomy)

(17)

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa riset partisipan mengetahui tentang apa yang ingin dilakukan dan menyadari mana yang benar dan salah. Jika ada hal yang salah, secara langsung riset partisipan memberitahu bahwa hal itu tidak baik untuk dilakukan. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 1 sebagai berikut:

“Kalau ada yang salah barulah saya bilang ojo ngono kui, gak baik. Tuhan Yesus melarang kita melakukan hal-hal yang yang tidak baik.” L1-27

“Kalau masalah sih jarang yah mba, tapi biasanya kurang sependapat. Biasanya mbah-mbah di sini tidak terlalu terus terang, suka menyimpannya sendiri jika mereka punya masalah dengan mbah yang lain. Nanti saya bilang, ya sudahlah buat apa dipikirkan yang ada nanti kita sakit. Dibiarkan saja, orangnya memang begitu.”L3-24

4.3.4. Penguasaan Lingkungan (Enviromental Mastery)

(18)

Seseorang yang mempunyai penguasaan lingkungan yang tinggi akan mempunyai rasa penguasaan dan kompetensi didalam mengatur lingkungan, dapat mengontrol dan mempersiapkan aktivitas eksternal, membuat sesuatu menjadi efektif dengan menggunakan peluang yang ada dan dapat memilih atau membuat kebutuhan seseorang dengan tepat dan sesuai.

Dalam penelitian ini riset partisipan mengetahui bahwa jika lingkungan itu bersih maka yang tinggal pun akan tetap sehat. Dalam mewujudkan hal itu riset partisipan mencoba untuk membagi waktunya melakukan aktivitas disekitar lingkungan tersebut. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia

3 dan Lansia 4 sebagai berikut:

“Penting yo mba, karena lingkungan bersih itu bisa membuat kita sehat.” L3-17

(19)

“Penting sekali mba, semuanya tergantung kita. Bagaimana cara membersihkan lingkungan yang kotor. Lingkungan yang bersih membuat kita terhindar dari penyakit.”L4-14

“Iya mba. Kalau saya ada yang kotor saya bersihkan biasanya dirumah itu banyak daun yang jatuh, setidaknya sebelum saya berangkat ke panti saya nyapu-nyapu sebentar. Biar kelihatan rumah itu dirawat dan diurus.”L4-15

4.3.5. Tujuan Hidup (Personal Life)

Menurut Keyes, Ryff dan Singer (dalam Papalia, Olds, Feldman dan Gross, 2004) mengatakan bahwa individu yang

memiliki kesejahteraan yang baik adalah orang yang mempunyai tujuan dan sasaran hidup, merasa menjadi pemimpin, merasakan arti dari kehidupan sekarang dan masa lalu dan memegang kepercayaan bahwa hidup memiliki arti.

(20)

pada waktu muda. Riset partisipan juga merasakan bahwa hidup di panti werdha jauh lebih mensejahterakan hidupnya dibanding pada waktu dulu. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 1 dan Lansia 2 sebagai berikut:

“Baik-baik saja mba asty, saya kan dari kecil sudah hidup di panti asuhan. Lalu saya keluar untuk cari uang sendiri. Saya mau merasakan bagaimana mendapatkan uang itu seperti apa. Karena dulu juga saya masih muda, tapi kalau sekarang saya sudah tua. Mau buat apa lagi, saya ke panti werdha ini saja. Disini saya dilayani dengan baik dan makanan juga sudah ada.” L1-32

(21)

4.3.6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Menurut Keyes, Ryff dan Singer (dalam Papalia, Olds, Feldman dan Gross, 2004) mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi yang dimaksud adalah mempunyai rasa untuk terus berkembang, memaknai pertumbuhan dan perkembangan diri sendiri, terbuka pada semua pengalaman yang baru, menyadari potensi diri, melihat peningkatan diri dan perilaku setiap waktu serta, mengubah jalan jika melihat peluang baru yang lebih efektif. Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa setelah riset partisipan mengikuti kegiatan keagamaan, riset partisipan dapat mengetahui bagaimana hidup ini berjalan dan semua yang dijalani

adalah tuntunan dan kepedulian dari Tuhan Yesus, sehingga riset partisipan merasa bahwa hidup ini perlu untuk disyukuri.

Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 3 dan Lansia 6 sebagai berikut:

(22)

“Oma merasa Tuhan Yesus itu baik, walaupun sekarang Oma disini gak punya keluarga dekat tapi Oma masih diberikan kesempatan sama Tuhan Yesus untuk bisa bertahan hidup di panti ini. Oma senang karena hidup Oma disini lebih menyenangkan dari sebelumnya karena disini Oma bisa ke gereja dan bertemu dengan teman-teman baru.” L6-10

Dari penelitian tersebut juga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia yang tinggal di panti werdha, sebagai berikut:

a) Faktor Pengalaman Hidup

Menurut Andrew & Robinson (dalam Syamsudin, 2008)

mengatakan bahwa faktor pengalaman hidup dan interpretasinya individu terhadap pengalaman hidupnya menjadi suatu pengaruh pada penilaian individu terhadap kehidupannya secara umum.

(23)

“Yah itu mba, Oma itu senang kalau berdoa. Oma merasa hidup ini karena pemberian dari Tuhan Yesus, makanya Oma tetap mengucap syukur dan berterima kasih karena Tuhan Yesus masih memberikan kehidupan kepada Oma sampai sekarang. Kalau oma lagi mau makan sesuatu dari luar dan gak punya uang biasanya Oma berdoa semoga Tuhan Yesus memberikan berkat buat Oma, nanti kalau Oma ketemu sama teman-teman gereja Oma, tiba-tiba mereka kasih Oma uang walaupun hanya 5.000-10.000, itu saja Oma sudah senang sekali.”L6-19

Berbeda dengan Lansia 4 yang mengungkapkan bahwa ia mengucap syukur karena masih memiliki keluarga yang utuh.

Berbeda dengan para lansia yang lain yang tidak memiliki keluarga lagi. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 4 sebagai berikut:

(24)

b) Faktor Dukungan Sosial

1. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)

Menurut Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan bahwa jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan

hidup atau anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis. Bagi

lansia adanya orang kedua yang cocok, terutama yang tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting untuk dapat memberi dukungan sosial atau dukungan moral (moral support).

(25)

“Semuanya mba, saya dekat dengan semua. Kalau tidak dekat berarti mereka adalah musuh saya. Tapi semuanya yang ada disini adalah saudara dan keluarga saya.” L3-20

Berbeda dengan Lansia 6 yang mengungkapkan bahwa orang terdekat tidak hanya orang-orang yang ada disekitar panti tetapi orang diluar panti pun bisa menjadi sahabat yang bisa membantu. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 6 sebagai berikut:

“Semuanya mba, pokoknya baik-baik. Tapi oma punya teman dekat dia tinggal di rumah, dia juga oma punya teman gereja. Dia baik dan oma pikir kita berdua sama dan sejalan.”L6-20

2. Integrasi Sosial (Sosial Integration)

(26)

bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan lansia mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian oleh masyarakat untuk mengorganisasi lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial. Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk bercerita atau mendengarkan ceramah ringan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal itu semua merupakan dukungan sosial yang sangat bermanfaat bagi lansia.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa riset partisipan selalu mengikuti kegiatan. Riset partisipan

menghabiskan waktunya untuk beribadah, mengikuti kegiatan-kegiatan yang disiapkan oleh panti, dengan demikian lansia yang tinggal tidak merasa jenuh dan bosan tetapi merasa senang dan dapat mengekspresikan keinginannya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 5 sebagai berikut:

(27)

Berbeda halnya dengan Lansia 4 yang mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan itu ada, namun terkadang ia sendiri tidak bisa mengikutinya karena memiliki tanggung jawab untuk membantu para simbah-simbah di panti. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 4 sebagai berikut:

“Kadang kalau bisa ikut ya saya ikut, tapi kalau gak bisa ya sudah, berarti saya harus kerja. Seperti rebus air dan menyiapakan sarapan.”L4-18

3. Adanya Pengakuan (Reanssuarace of Worth)

Menurut Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan

(28)

Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan adalah mengundang para lansia pada setiap event / hari besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut bersama-sama dengan para pegawai yang masih berusia produktif. Contoh: Setiap hari besar TNI maka para mantan pejabat yang telah pensiun/memasuki masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara atau pun resepsi yang diadakan oleh Instansi tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa riset partisipan banyak mengikuti kegiatan, semuanya tidak terikat tetapi memiliki kebebasan untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Riset partisipan tidak terlalu menginginkan untuk memegang satu peranan tertentu atau menjadi penanggung jawab, tetapi

dengan mengikuti kegiatan tertentu saja riset partisipan sudah merasa puas. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 5 dan Lansia 6 sebagai berikut:

“Gak mba, biasa saja. Senangnya jadi anggota biar bisa diatur, saya kan orang penurut.”L5-17

(29)

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Realible Realiance)

Menurut Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan bahwa dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika lansia membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial jenis ini pada umum berasal dari keluarga. Untuk lansia yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana Werdha ada petugas yang selalu siap untuk membantu para lansia yang tinggal di lembaga

tersebut, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.

(30)

“Biasa saja mba, ya kalau bilang untuk saya tolong maka saya akan membantu tapi kalau gak ya gak saya tolong kan saya gak tau apa yang mau ditolong. Biasanya juga minta bantuan dari mbah S. dan Ibu asrama.”L1-31

“O, iya. Saya disini suka kerja, bantu-bantu mbah-mbah disini dan membantu para pekerja ibu-ibu juga. Nanti masak air untuk minum dan mandi para mbah-mbah disini, menyiapkan makanan, mencuci piring, dan mengantarkan makanan ke kamar mbah-mbah.”L3-16

“Ada. Yang pasti anak oma itu, walaupun jauh. Sama orang panti biasanya para pekerja, mereka suka perhatikan oma. Tanya oma mau kemana? Hati-hati yaa. Begitu.”L6-25

5. Bimbingan (Guidance)

(31)

mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa riset partisipan mendapatkan bimbingan dari pendeta. Hal ini membuat lansia untuk dapat menjalani kehidupan ini sebaik mungkin dan bisa melaksanakan segala aktifitas dengan baik. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 3 dan Lansia 5 sebagai berikut:

“Sering mba, saya selalu didoakan agar tetap sehat dan tetap kuat dalam menjalani kehidupan saya di panti ini.”L3-32

(32)

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Menurut Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, Mpsi, (2002), mengemukakan bahwa Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Ada riset partisipan di panti yang tidak hanya tinggal untuk menjalani masa tuanya namun juga menyempatkan

dirinya untuk melayani dan membantu lansia yang lain di panti tersebut. Sehingga riset partisipan mendapat

kepercayaan tidak hanya oleh lansia-lansia yang lain tetapi oleh para pekerja dan Ibu asrama. Hal ini juga membuat lansia-lansia yang lain merasa bahwa jika mereka tidak bisa melakukan sesuatu hal tentu ada yang bisa mereka mintai tolong. Pernyataan ini diungkapkan oleh riset partisipan Lansia 3 dan Lansia 4 sebagai berikut:

(33)

mereka membutuhkan saya dan ingin mendapatkan pertolongan saya, sebelum saya dipanggil oleh Tuhan Yesus.”L3-33

“Apa ya mba? Saya inikah sudah tua, harapannya semoga saya tetap diberikan kesehatan dan kekuatan agar tetap bisa selalu menolong dan melayani simbah-simbah disini sama semoga saya bisa selalu melihat anak-anak saya dan cucu-cucu saya dan selalu menunggu mereka untuk selalu datang berkunjung ke sini.”L4-26

4.4. Deskripsi Penemuan

4.4.1. Merasa kebutuhan di panti belum sepenuhnya tercukupi, contohnya makanan yang disiapkan dari panti. Namun hal tersebut bukan menjadi masalah, oleh karena itu riset partisipan merasa untuk tetap mengucap syukur dan berterimakasih atas berkat yang didapat karena semua yang diperoleh merupakan pemberian dari Tuhan Yesus.

(34)

sisa-sisa kehidupan mereka ini akan mereka jalani sebaik-baiknya.

4.4.3. Para lansia juga mendapatkan haknya, seperti perkunjungan dari dokter dan perawat yang datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Walaupun para lansia sudah tua namun kesehatan para lansia perlu untuk diutamakan.

4.4.4. Merasa puas, senang, dan sejahtera untuk tinggal di panti karena di panti para lansia bisa mendapatkan tempat untuk tinggal, fasilitas seperti makanan, pakaian dan memiliki teman yang sebaya. Para lansia juga merasa terlindungi karena banyak orang-orang yang datang berkunjung untuk

memberikan sumbangan, sehingga para lansia mengetahui bahwa banyak orang di sekitarnya yang peduli.

(35)

4.5. Pembahasan

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa kesejahteraan lansia di panti sudah baik. Riset partisipan yang tinggal di Panti merasa bahwa mereka sudah puas dan sejahtera untuk tinggal di Panti Werdha Sosial dan Mandiri Salatiga. Hal ini terbukti dengan adanya 6 dimensi kesejahteraan lansia yaitu:

4.5.1. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa enam Lansia menyadari terhadap sikap positif yang dimilikinya sehingga lansia dapat menikmati hidupnya dan bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya. Lansia yang tinggal di Panti Werdha Sosial dan

Mandiri tidak merasa kesepian karena dapat tinggal dengan teman sebaya, seiman dan bisa melakukan segala aktifitas yang

diinginkan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Perlmutter dan Hall (1992) bahwa Panti dapat memberikan hal positif bagi penghuninya dan membuat lansia untuk bisa berinteraksi dengan teman sebaya yang dapat meningkatkan semangat hidup, aktivitas sosial dan kepuasan tempat tinggal.

4.5.2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations With Others)

(36)

dengan tidak menimbulkan masalah. Lansia menyadari bahwa hubungan yang dijalani menunjukkan hubungan yang positif dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan teori dari Ryff (1995), yang mengungkapkan bahwa hubungan yang positif adalah kemampuan dari individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain disekitar. Individu yang tinggi dalam dimensi ini akan mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain akan terisolasi, merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan

hubungan dengan orang lain.

4.5.3. Otonomy (Autonomy)

(37)

berpikir dan membuat keputusan di jalan yang tepat, dapat mengatur perilaku dan menilai diri sendiri.

4.5.4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Lansia menyadari bahwa lingkungan yang bersih itu sangat penting. Lingkungan yang bersih tergantung pada diri sendiri. Adanya kesadaran dari diri lansia maka secara tidak langsung muncullah aktifitas-aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari oleh lansia. Seperti yang dijelaskan oleh Ryff (dalam Lopez & Snyder, 2004) dikutip oleh Novalia, (2011), bahwa penguasaan lingkungan melibatkan kemampuan individu dalam mengatur dan

mengubah lingkungan melalui aktifitas fisik dan mental. Individu yang sehat mental dan matang adalah individu yang memiliki

(38)

4.5.5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Lansia mengetahui bahwa hidup yang dijalaninya memiliki makna tertentu yaitu, adanya perubahan dalam hidupnya dari dulu hingga sekarang. Lansia juga merasakan hidup di Panti Werdha lebih mensejahterakan dibanding di rumah sebelumnya dan juga bisa melakukan segala aktifitas yang diinginkan. Hal ini membuat lansia untuk tetap bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah didapat.

Tujuan hidup Lansia adalah siap untuk menghadapi kematian. Merasa bahwa hidup ini sudah tua sehingga rasa takut akan Tuhan juga ditunjukkan dalam keseharian lansia seperti,

mengikuti ibadah, ke Gereja, dan mengikuti kegiatan kerohanian lainnya. Hal ini sesuai dengan teori Ryff dalam Lopez & Snyder

(39)

yang menemukan makna hidupnya. Sedangkan McGregor & Little (1998) dan Compton (2000), (dalam jurnal Sarvatra), mengungkapkan bahwa agama memberikan arti pada tiap individu. Agama juga dapat menghilangkan kecemasan yang ada dan rasa takut akan kematian.

4.5.6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Lansia menyadari bahwa hidup yang dijalaninya memiliki arti, merasa bersyukur untuk setiap kesempatan hidup yang diberikan oleh Tuhan. Lansia juga berpikir positif dengan cara meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang diinginkan agar

tidak merasa bosan untuk tinggal di Panti. Sesuai dengan teori Ryff dalam Lopez & Snyder, 2004 (dikutip oleh Novalia, 2010)

(40)

dan Keyes (1995), mengatakan bahwa individu yang rendah dalam dimensi ini merasa bahwa hidup akan berhenti (stagnation), kehilangan kemampuan untuk meningkatkan diri sepanjang waktu, merasa jenuh dan merasa bahwa hidupnya tidak menarik lagi, dan merasa tidak mampu untuk membangun sikap atau perilaku baru.

Dari hasil penelitian juga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia yang tinggal di Panti Werdha, yaitu:

a. Faktor Pengalaman Hidup

Lansia mengungkapkan bahwa hidup yang dijalaninya perlu

(41)

b. Faktor Dukungan Sosial

Kerekatan emosional (Emotional Attachment) yang dialami oleh lansia yaitu lansia merasa hubungan yang dijalani dengan seluruh anggota panti sudah baik, menganggap bahwa seluruh anggota panti merupakan keluarga dan saudara. Tidak hanya anggota panti, melainkan orang-orang diluar panti juga bisa menjadi orang terdekat dari lansia. Sesuai dengan teori Weiss (Cutrona dkk, 1994:371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, M.Psi (2002) bahwa seseorang memiliki kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman, tentram, dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan

bahagia. Secara umum hal ini didapat dari pasangan hidup atau anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang akrab dan

memiliki hubungan yang harmonis. Adanya orang ke dua, terutama yang tidak memiliki pasangan hidup, menjadi sangat penting untuk dapat memberi dukungan sosial atau dukungan moral (moral support).

(42)

pertolongan. Dengan mengikuti kegiatan yang ada, lansia tidak merasa jenuh dan bosan untuk tinggal di Panti sehinga bisa mengeskpresikan apa yang diinginkan.

Hal ini juga didukung oleh teori dari Higgins (1989) yang mengatakan bahwa panti juga memberikan kesempatan lansia untuk mengambil peran dalam aktifitas sehari-hari seperti memasak atau yang lainnya, tingkat kepuasan mereka terhadap panti akan lebih tinggi, karena kualitas pengalaman di panti juga dapat ditingkatkan dengan memberikan tanggung jawa dan kebebasan melakukan kegiatan sehari-hari kepada penghuni seperti layaknya rumah sendiri. Kemudian menurut teori dari

Weiss (Cutrona dkk, 1994:371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, M.Psi (2002) bahwa jenis dukungan sosial ini

(43)

Adanya pengakuan (Reanssuarace of Worth) juga dialami oleh lansia dimana lansia yang membantu lansia lainnya akan mendapatkan sebuah penghargaan seperti ucapan terimakasih dan lainnya. Tidak hanya itu, lansia yang tinggal juga mendapat kepercayaan dari Ibu asrama maupun penghuni Panti lainnya karena bisa diandalkan dan dipercaya untuk melakukan suatu tugas ditanggungjawabkan. Berbeda dengan lansia lainnya yang dengan kemandiriannya dapat melakukan kegiatan yang diinginkan tanpa bantuan orang lain, sehingga orang lain pun tidak merasa kesusahan. Disamping itu ada juga lansia yang merasa sudah cukup dengan hanya mengikuti kegiatan tertentu sebagi

anggota atau pengikut dibanding menjadi bagian dalam organisasi atau suatu kegiatan tertentu. Sesuai dengan teori Weiss (Cutrona

dkk, 1994:371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, M.Psi (2002) bahwa lansia yang mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapatkan penghargaan dari orang lain atau lembaga merupakan salah satu bentuk dari dukungan sosial. Sumbernya dukungannya bisa berasal dari keluarga atau lembaga/instansi.

(44)

Semuanya dilakuakan karena lansia merasa bahwa diri mereka masih bisa melakukan hal-hal tersebut secara mandiri. Dukungan dan bantuan pun juga diberikan antar sesama lansia, orang diluar panti maupun keluarga. Hal inilah yang membuat lansia merasa terlindung dan merasa bahwa ada orang masih memperdulikan mereka. Sesuai dengan teori Weiss (Cutrona dkk, 1994:371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, M.Psi (2002) bahwa dukungan sosial jenis ini membuat lansia untuk mendapatkan dukungan berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika lansia membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan ini umumnya berasal dari keluarga dan

lembaga. Hal ini jugalah yang membuat lansia untuk merasa puas tinggal di Panti.

(45)

setiap permasalahan yang dihadapi. Secara umum bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua.

Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance) juga dialami oleh lansia yaitu adanya rasa kepercayaan yang diberikan baik itu dari penghuni Panti maupun Ibu asrama. Lansia yang tinggal di Panti tidak hanya ingin menjalani kehidupannya di Panti namun lansia juga membagi waktunya untuk melayani dan menolong sesama lansia lainnya. Merasa hidupnya harus tetap diberi kesehatan dan kekuatan agar tetap melayani lansia lainnya yang berada di Panti. Sesuai dengan teori Weiss (Cutrona dkk,

1994:371) dalam artikel Drs. H. Zainudin Sri Kuntjoro, M.Psi (2002) bahwa aspek penting dalam hubungan interpersonal akan

(46)

4.6. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan yaitu:

1. Partisipan belum terbiasa dengan orang baru, sehingga peneliti harus dengan sabar untuk bisa dianggap teman oleh partisipan.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Lansia

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan fungsi yang digunakan untuk menambahkan data pengunjung ke dalam basis data sehingga pengunjung tersebut memiliki akun sebagai member dan dapat

Hasil analisis menunjukkan bahwa metode matriks fleksibilitas dengan menggunakan VBPLK dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan bracing tunggal maupun ganda pada suatu

Deteksi kerusakan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah deteksi kerusakan pada suatu model struktur portal bidang baja yaitu portal bidang baja tipe Concentrically

IIasil penelitian urenunjukkan bahwa Kurikulum Program Diploma Ill Akuntansi sesuai dengau liebtLtuhan dunia kerja dalam nrernbentr:k keterampilan konseptual

lndiktor patriotism, untuk option selalu ada peningkatan dari 54% menjadi 60% Secara kumulatif bahwa dampak pendidikan karakter terhadap perubahan perilaku mahasiswa D3

Metodologi penulisan adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan pengu mpulan

[r]

[r]