• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutang Luar Negeri Pemerintah Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hutang Luar Negeri Pemerintah Indonesia."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 1

HUTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA:

Dampaknya terhadap Tabungan Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi

Kurun Waktu 1983 - 1996

Oleh Oswar Mungkasa

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sejak awal pemerintahan Orde baru, pemerintah memberlakukan kebijakan

defisit anggaran yang secara terus menerus ditutup dengan pembiayaan dari

bantuan luar negeri1. Gejala ini merupakan hal yang lazim bagi negara

berkembang, sebagai suatu usaha kompensasi untuk menutupi kesenjangan antara

tabungan domestik dan kebutuhan investasi serta untuk mengimbangi defisit

transaksi berjalan pada neraca pembayaran (Basri, 1997).

Jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat, dan dengan berjalannya

waktu, maka tercipta suatu ketergantungan akan bantuan luar negeri sebagai

sumber pembiayaan pembangunan. Ketergantungan ini menjadi beresiko tinggi

tidak hanya karena beratnya beban pembayaran bunga dan cicilan, tetapi juga karena adanya resiko ‘currency realignment’ yaitu terjadinya perubahan nilai tukar antar mata uang dunia sehingga meningkatkan beban pembayaran hutang luar

negeri (Ahmad, 1991). Sebagaimana terjadi pada awal tahun 1990, beberapa negara

Asia mengalami pertambahan beban hutang luar negeri disebabkan banyaknya

hutang luar negeri yang tidak dilindungi (hedge) terhadap fluktuasi nilai tukar

terhadap Yen Jepang. Indonesia juga mengalami hal yang sama pada tahun

1993-1995. Sekitar 37 persen dari hutang luar negeri Indonesia dalam mata uang Yen

Jepang, sementara sekitar 90 persen penerimaan ekspor dalam mata uang dollar

Amerika (Cassard, 1997).

Krisis ekonomi pada tahun 1997 yang dipicu oleh terpuruknya nilai tukar

rupiah, kemudian sekali lagi menyebabkan bertambahnya beban hutang luar negeri

tetapi dengan dampak yang jauh lebih besar karena juga menjangkau pinjaman luar

negeri swasta dan perbankan2. Akibatnya terjadi krisis perbankan nasional yang

1

Defisit dalam anggaran belanja negara diartikan sebagai selisih di antara jumlah pengeluaran (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan) dengan jumlah pemasukan dari dalam negeri yang negatif(Arif, 1987).

2

(2)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 2

mengakibatkan banyaknya bank kolaps dan biaya rekapitulasinya harus ditalangi

oleh pemerintah. Konsekuensinya anggaran pemerintah semakin defisit dan

kebutuhan bantuan luar negeri membesar untuk menutup defisit. Kondisi ini telah

menyebabkan hutang luar negeri pemerintah melonjak tajam dari 83 milyar dollar

AS (1993) menjadi 123 milyar dollar AS (2001). Menurut Morgan Stanley Dean

Witter, bank investasi yang berbasis di London, kondisi ini menyebabkan semakin

banyaknya proporsi output nasional yang tersedot untuk membayar utang,

Akibatnya pemerintah Indonesia dikhawatirkan akan jatuh dalam perangkap hutang

permanen (permanent debt trap) (Kompas, 27 Februari 2001)

Puncaknya adalah kondisi perekonomian Indonesia saat ini (April 2001) yang sudah dalam kondisi ‘sekarat’. Banyak indikator yang dapat menunjukkan

kebenaran klaim ini3. Salah satunya adalah membesarnya defisit dalam Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2001, yang sebelum dilakukan revisi sesuai dengan ‘anjuran’ IMF adalah mencapai sebesar lebih kurang Rp. 80 Triliun (lebih dari 6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)) sebagai akibat

melemahnya Rupiah. Walaupun kemudian di revisi kembali menjadi sekitar Rp. 52

Trilun seperti pada kondisi awal, melalui pencanangan lima langkah penghematan

pemerintah4 tetapi sepertinya langkah tersebut tidak cukup memadai untuk dapat menurunkan defisit tersebut. Keadaan ini akan semakin berat jika Paris Club

kemudian menunda kesepakatan penjadwalan utang pemerintah, yang berakibat

pada adanya kebutuhan dana sebesar Rp. 35 triliun untuk membayar utang5 (Kompas, 23 April 2001). Sebagai konsekuensinya maka Indonesia dapat dinyatakan ‘default’ atau ingkar janji (wan prestasi) untuk kemudian dinyatakan

bankrut. Akibat selanjutnya adalah Indonesia kemudian dapat diisolasikan oleh

dunia.

rupiah terhadap dollar diperkirakan stabil pada kisaran 3-6 persen per tahun) dan untuk penghematan biaya maka pinjaman luar negeri tersebut tidak dilindungi (hedge) terhadap kemungkinan perubahan nilai tukar oleh pihak swasta.

3

Beberapa indikator tersebut adalah (i) makin melemahnya rupiah terhadap dollar, (ii) menurunnya pendapatan ekspor, (iii) meningkatnya tingkat pengangguran, (iv) bertambahnya jumlah penduduk miskin, (v) meningkatnya inflasi;

4

Lima langkah penghematan pemerintah adalah (i) meningkatkan penerimaan pajak; (ii) menarik kembali dana perimbangan; (iii) penurunan subsidi BBM; (iv) privatisasi dan penjualan asset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN); (v) pengurangan porsi dana pemerintah dalam pembiayaan proyek berbantuan luar negeri.

5

(3)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 3

Kondisi ini kemudian memungkinkan kita untuk melihat kembali pada

tujuan dari bantuan luar negeri itu sendiri. Dasar filosofis dari bantuan luar negeri

pada awal mulai diperkenalkannya adalah sebagai sumber luar yang dipergunakan

sebagai dasar bagi percepatan investasi dan pertumbuhan (Chennery, 1973). Untuk

kemudian oleh Organization of Economic Cooperation and Development (OECD)

diformulasikan tujuan pemberian bantuan luar negeri sebagai alat untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, tingkat kesejahteraan yang makin

meningkat seraya menjaga stabilitas keuangan, dan dengan demikian menyumbang

pada perekonomian dunia (Djamin,1995). Pada prinsipnya bantuan luar negeri

adalah untuk peningkatan perekonomian negara penerima, dan selanjutnya

perekonomian dunia.

Kenyataan yang dihadapi ternyata agak berbeda. Bantuan asing dikritik

sebagai tidak bermanfaat dan bahkan kontra produktif (Burnside, 1997). Hasil

pengamatan empiris dari berbagai penelitian menunjukkan hasil yang

berbeda-beda. Sebagian terbesar memperlihatkan bahwa bantuan luar negeri kurang

bermanfaat bagi peningkatan perekonomian negara-negara penerima bantuan,

sementara sebagian bukti empiris menunjukkan bahwa bantuan luar negeri

mempunyai dampak yang signifikan terhadap perekonomian negara penerima

bantuan.

Jika efektifitas dari bantuan luar negeri sendiri masih dipertanyakan,

sementara resiko yang dihadapi demikian besar maka menjadi suatu hal yang

krusial bagi negara penerima bantuan luar negeri untuk menyikapi hal ini.

Kebijakan pembiayaan pembangunan akan banyak bergeser mengikuti

kesimpulan-kesimpulan hasil penelitian empiris para ekonom.

Dari berbagai penelitian empiris yang dilakukan selama ini, maka dampak

bantuan luar negeri terhadap perekonomian suatu negara diukur melalui

pertumbuhan ekonomi dan tingkat tabungan. Hal ini sesuai dengan tujuan awal dari

pemberian bantuan luar negeri yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan pada akhirnya mengurangi defisit pembiayaan (financing gap).

Memperhatikan beban hutang luar negeri Indonesia yang sedemikian besar,

yang sejalan dengan tingkat resiko yang juga besar, kemudian bukti empiris yang

masih mempertanyakan efektifitas hutang luar negeri, maka makalah ini berusaha

(4)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 4

dampak hutang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dan tabungan domestik.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjelaskan seberapa bermanfaat bantuan

luar negeri bagi Indonesia.

1.2 Hutang Luar Negeri Pemerintah

1.2.1 Perkembangan Hutang Luar Negeri Pemerintah

Perkembangan hutang luar negeri Indonesia relatif sulit dijelaskan secara

rinci karena tidak tersedianya data yang akurat. Beberapa hal tercatat sebagai

penyebabnya antara lain sebagaimana dikemukakan Todaro (1977) bahwa sering

dicampuradukkan antara bantuan luar negeri bersifat hibah dan utang. Komponen

utang mengandung unsur biaya bunga sementara komponen hibah tidak. Kerumitan

bertambah karena bantuan luar negeri juga mengandung ikatan-ikatan tertentu

seperti keharusan mengimpor bahan baku dan mengekspor hasilnya ke negara

donor. Selain itu, nilai nominal dan nilai riil utang sering berubah pada masa inflasi

tinggi. Hal ini kemudian menjadikan sumber data hutang luar negeri kita sebagian

besar menggunakan data World Bank atau International Monetary Fund (IMF)

(Hiong, 1994).

Indonesia telah mulai memanfaatkan hutang luar negeri sebagai salah satu

sumber pembiayaan pembangunannya sejak ditandatanganinya perjanjian Hatta

Plan pada tahun 1947. Dalam perjanjian tersebut ditetapkan bahwa pinjaman luar

negeri dijadikan sebagai unsur untuk membelanjai perekonomian Indonesia.

Hutang luar negeri pemerintah meningkat terus, dari sebesar Rp. 966

Milyar pada sepanjang Pelita I (1969/1970 – 1973/1974) kemudian meningkat

menjadi Rp. 39.537 Milyar pada sepanjang Pelita V (1989/1990 – 1993/1994).

Bahkan sejak awal Pelita VI sampai sebelum krisis tahun 1996/1997 maka jumlah

hutang luar negeri pemerintah mencapai angka Rp. 42.920 Milyar (Saefulloh,

1998).

Pada awal tahun 1990-an jumlah pinjaman baru meningkat tajam. Lonjakan

ini terjadi sebagai akibat menurunnya penerimaan minyak sementara hutang luar

negeri periode sebelumnya telah jatuh tempo, ditambah pula oleh depresiasi nilai

tukar yen terhadap US Dollar. Lonjakan ini tercermin dalam DSR yang cukup

(5)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 5

1.2.2 Peran Hutang Luar Negeri Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara

Menurut Sritua Arief, sejak pemerintahan Orde baru, defisit anggaran

belanja negara6 terus menerus ditutup dengan sumber pembiayaan luar negeri (lihat

Tabel 1). Dengan adanya hutang luar negeri maka saldo keuangan negara menjadi

positip kecuali pada beberapa tahun yang menunjukkan negatip.

Sumbangan hutang luar negeri pemerintah (dalam tabel 1 diklasifikasikan

sebagai penerimaan pembangunan) terhadap pengeluaran pembangunan

menunjukkan angka yang signifikan. Sumbangan hutang luar negeri pemerintah

terhadap pengeluaran pembangunan terlihat mencapai puncaknya masing-masing

pada tahun 1988/1989 dan tahun 1998/1999. Di luar tahun tersebut sumbangannya

rata-rata di atas 30 persen. Sementara peran hutang luar negeri pemerintah dalam

APBN cukup signifikan berkisar antara 10 sampai 30 persen. Hal ini menunjukkan

betapa pentingnya peran dari hutang luar negeri pemerintah sebagai sumber

pembiayaan pembangunan Indonesia.

Sementara pada Tabel 2 terlihat perkembangan dominasi besarnya

kewajiban pembayaran hutang luar negeri pemerintah (debt servicing) terhadap

APBN. Sejak tahun Anggaran 1986/1987, kewajiban pembayaran hutang luar

negeri pemerintah telah mencapai proporsi di atas 20 persen terhadap APBN.

Sementara hutang luar negeri pemerintah setiap tahun sejak tahun anggaran

1987/1988 tidak dapat menutupi besarnya pembayaran kembali hutang luar negeri

pemerintah yang telah jatuh tempo berikut bunganya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dalam kondisi ‘gali lubang tutup lubang’ bahkan menggunakan sumber dana domestik untuk menutup kekurangan pembayaran

kembali hutang luar negeri. Akibatnya sebagian terbesar dari pengeluaran rutin

APBN dialokasikan untuk pembayaran pinjaman tersebut, yang porsinya telah

mencapai sekitar 38 persen pada tahun 1998/1999.

Implikasi lebih lanjut adalah kontraksi fiskal, yang dapat berakibat

kontraksi ekonomi pula secara langsung baik dari sisi pengeluaran maupun sisi

penerimaan. Dari sisi pengeluaran, implikasi pertama adalah alokasi anggaran

pemerintah untuk berbagai proyek pembangunan menjadi berkurang. Berarti

kemampuan menciptakan lapangan kerja berkurang, dan pertumbuhan ekonomi

6 Defisit anggaran belanja negara adalah selisih antara jumlah pengeluaran (rutin dan pembangunan) dengan

(6)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 6

semakin menurun. Hal kedua adalah alokasi anggaran rutin semakin ketat, sehingga

belanja pegawai menjadi berkurang, yang berakibat menurunnya kesejahteraan

pegawai negeri. Hal ketiga adalah semakin sulitnya anggaran untuk program sosial.

Dari sisi penerimaan, maka sumber penerimaan dalam negeri akan diintensifkan

(Hiong, 1994).

1.2.3 Beban Hutang Luar Negeri Pemerintah

Indikator beban hutang suatu negara bervariasi dari yang sederhana seperti

Debt Service Ratio (DSR) dan Debt GDP ratio (Rasio Hutang terhadap Produk

Domestik Bruto)7, rasio utang terhadap ekspor, rasio nilai sekarang dari utang

terhadap ekspor, rasio nilai sekarang terhadap PDB dan jumlah utang jangka

pendek, sampai konsep yang lebih kompleks seperti Debt Sustainability.

Walaupun banyak indikator yang dapat digunakan, namun biasanya dipilih

indikator yang sederhana. Alasan utama pemilihan analisis utang luar negeri

dengan menggunakan indikator sederhana (menghiraukan kekurangannya) adalah

bahwa terdapat kesulitan dalam menggunakan prinsip teoritis dalam menilai

kapasitas utang. Menerapkan prinsip teoritis memerlukan pengetahuan rinci tentang

parameter fungsi utilitas antarwaktu dan teknologi produksi, kejutan ‘terms of trade’, perilaku pemberi utang, dan faktor lainnya. Nuansa dan kompleksitas utang internasional mengakibatkan tidak terdapat model sederhana yang cukup relevan

menggambarkan dimensi dari posisi utang suatu negara (McDonald, 1982).

Ukuran yang sering dipergunakan adalah DSR dan Debt GDP Ratio,

walaupun kemudian terjadi perdebatan tentang indikator yang paling tepat.

Menurut McLeod, ukuran yang ideal adalah rasio hutang terhadap PDB karena

ekspor tidak relevan mengukur kemampuan membayar utang (McLeod, 1996).

Radelet menyatakan DSR adalah indikator yang ideal, walaupun bukan

satu-satunya, yang dapat memberikan informasi yang berguna tentang kendala likuiditas

yang tidak dapat ditunjukkan oleh indikator lainnya. Dilain pihak rasio hutang luar

negeri terhadap PDB tidak dapat memberikan gambaran tentang komposisi mata

uang, dan aliran perdagangan luar negeri. Cuddington (1989) menemukan bahwa

lebih sering rasio hutang terhadap PDB tidak signifikan (Radelet, 1996). Sachs

membandingkan negara-negara Asia yang lebih berhasil menangani krisis utangnya

7

(7)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 7

dibandingkan dengan negara-negara Amerika Latin menunjukkan rasio hutang

terhadap PDB yang relatif sama, tetapi menjadi berbeda sekali jika menggunakan

rasio jumlah kewajiban yang jatuh tempo terhadap ekspor (DSR) dengan

negara-negara Asia menunjukkan rasio yang jauh lebih baik (Sachs, 1993).

Hal yang relatif sama dikemukakan oleh Radelet dengan memberi ilustrasi

dua negara (A dan B) dengan tingkat hutang luar negeri dan PDB yang relatif

sama. Negara A mempunyai hutang luar negeri jangka pendek dengan bunga

pinjaman tinggi. Negara B dengan hutang luar negeri jangka panjang dan bunga

rendah. Tentu saja negara A rentan terhadap krisis hutang jika terjadi guncangan

eksternal (external shock). Tetapi karena rasio hutang terhadap PDB sama pada

kedua negara maka tidak akan banyak informasi tentang kerentanan Negara A

terhadap guncangan eksternal (Radelet, 1996).

Memperhatikan penjelasan di atas maka pada kesempatan ini kami hanya

menggunakan indikator DSR8 saja. Indikator DSR dapat menjelaskan besarnya

beban hutang luar negeri dengan melihat dari kemampuan pemerintah dalam

melunasi hutang luar negeri melalui besarnya nilai ekspor negara yang diterima.

Semakin kecil nilai ekspor relatif terhadap kewajiban pembayaran hutang luar

negeri pemerintah maka semakin besar beban hutang suatu negara. Pada gilirannya

hal ini menunjukkan rentannya negara tersebut terhadap krisis hutang9. Batas

bahaya yang ditetapkan oleh Bank Dunia untuk DSR adalah 20 persen.

Pada Tabel 3 terlihat sejak tahun anggaran 1987/1988 besarnya DSR berada

pada kisaran batas kritis 20 persen. Bahkan pada tahun anggaran 1987/1988 sampai

1990/1991 menunjukkan angka diatas 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

posisi beban hutang luar negeri pemerintah Indonesia sudah dalam batas yang

mengkhawatirkan. Jika terjadi gangguan terhadap sumber penerimaan ekspor,

maka negara kita dapat terbelit hutang.

Peningkatan jumlah kewajiban yang jatuh tempo (debt-servicing)

menyebabkan berkurangnya jumlah dana yang bisa dikerahkan untuk investasi,

sehingga laju pertumbuhan PDB semakin menurun, yang selanjutnya

8 Debt Service Ratio adalah rasio jumlah kewajiban (cicilan dan bunganya) yang harus dibayar terhadap nilai

ekspor.

9

(8)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 8

memperlemah kemampuan memenuhi kewajiban yang jatuh tempo di masa

selanjutnya (Basri, 1997).

1.3 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat bagian yaitu (i) Pendahuluan yang

menjabarkan latar belakang dan perkembangan hutang luar negeri pemerintah; (ii)

Tinjauan Literatur, menjelaskan dampak hutang luar negeri terhadap tabungan

domestik dan pertumbuhan ekonomi; (iii) Dampak Hutang Luar Negeri

Pemerintah, dengan menggunakan data periode 1983-1996 maka dilakukan uji

empiris terhadap dampak bantuan luar negeri terhadap tabungan dan pertumbuhan

ekonomi pada; (iv) Kesimpulan dan Rekomendasi.

II. Tinjauan Literatur

2.1Beberapa Pengertian dan Definisi

2.1.1 Bantuan Luar Negeri

Development Assistance Committee of OECD (1971) merumuskan bantuan

luar negeri sebagai bantuan pembangunan secara resmi yang terdiri dari dana yang

disediakan oleh pemerintah atas persyaratan konsesional terutama untuk

meningkatkan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan negara berkembang

(Djamin, 1995).

Bantuan luar negeri dapat berupa berbagai macam bentuk tetapi dapat

diringkas menjadi dua kategori besar yaitu (i) bantuan pembangunan terdiri dari

bantuan proyek, bantuan program, dan bantuan teknis, (ii) bantuan darurat. Yang

lebih ditujukan untuk memberikan dukungan sementara bagi penanganan bencana

alam dan kondisi darurat lainnya seperti perang, dari pada tujuan peningkatan

pertumbuhan ekonomi.

2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi, bersangkut paut dengan proses peningkatan

produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pertumbuhan

menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan

meningkatnya hasil produksi dan pendapatan (Djojohadikusumo, 1994)

2.1.3 Tabungan Domestik

Beberapa definisi penting yang terkait dengan tabungan domestik yang

(9)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 9

yang tidak dikonsumsi atau konsumsi yang ditunda; (b) Tabungan luar negeri

merupakan sumber pembiayaan kesenjangan tabungan dan investasi (sama dengan

defisit transaksi berjalan); (c) Tabungan rumah tangga adalah sisa pendapatan

rumah tangga yang tidak dikonsumsi; (d) Tabungan perusahaan adalah sisa hasil

usaha (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham; (e) Tabungan

pemerintah didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan pemerintah diluar utang

dengan pengeluaran rutin.

Tabungan domestik adalah (a) tabungan nasional yang terdiri dari

tabungan rumah tangga, tabungan perusahaan dan tabungan pemerintah; dan (b)

tabungan luar negeri.

2.2. Pentingnya Pertumbuhan Ekonomi

Memperhatikan perbedaan pendapatan per kapita yang signifikan antar

negara-negara di dunia, maka untuk memahaminya diperlukan pengertian tentang

perbedaan yang tajam dari tingkat pertumbuhan ekonomi diantara negara-negara

tersebut dalam jangka panjang. Perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang

sangat sedikit pun dalam jangka panjang mempunyai dampak yang besar terhadap

kondisi kesejahteraan negara tersebut dibandingkan terhadap fluktuasi bisnis

jangka pendek yang biasanya menarik perhatian dari ahli ekonomi makro. Dengan

kata lain, jika kita dapat mempelajari tentang pilihan kebijakan pemerintah yang

bahkan hanya mempunyai dampak relatif kecil terhadap tingkat pertumbuhan

jangka panjang, maka kita dapat menyumbangkan jauh lebih banyak terhadap

perbaikan tingkat kesejahteraan daripada yang telah dihasilkan oleh analisis makro

kebijakan siklus bisnis jangka pendek. Pertumbuhan ekonomi adalah bagian dari

ekonomi makro yang sangat penting (Barro, 1995).

.2.3. Tabungan dan Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi dimulai melalui model Harrod-Domar (Domar

1946, 1947; Harrod, 1939). Ditunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi10 (gy)

pada kondisi kesetimbangan sama dengan produktifitas modal dikalikan dengan

tingkat tabungan atau investasi (s), sehingga:

10 Harrod menyebutnya pertumbuhan ekonomi yang dijamin (warranted rate of growth)

(10)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 10

Untuk penyederhanaan, produktifitas modal dianggap tetap, sehingga

pertumbuhan ekonomi dipengaruhi langsung oleh tingkat tabungan. Lebih jauh, ini

yang memungkinkan munculnya postulat hubungan timbal balik antara tingkat

tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Hubungan ini dapat terjadi satu arah maupun

dua-arah seperti yang secara empiris terjadi dalam tahap petumbuhan ekonomi

yang tinggi. (Hossain, 1998). Tetapi berdasar hasil studi pada sembilan Negara

Asia Timur, ternyata pertumbuhan ekonomi dapat mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat tabungan tetapi pengaruh sebaliknya kurang terlihat

(World Bank, 1993).

Model di atas mengacu pada ekonomi tertutup, dengan tabungan

merupakan satu-satunya sumber investasi. Tetapi dalam ekonomi terbuka, investasi

dapat dibiayai oleh pinjaman luar negeri, yang disebut tabungan luar negeri.

Meskipun begitu, kekurangan tabungan domestik akhirnya akan mengurangi

tingkat investasi, baik langsung atau melalui kendala beban pembayaran hutang

luar negeri yang dibebankan pada tabungan domestik (World Bank, 1993).

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan variabel yang dapat menjelaskan

tingkat tabungan berdasar dua alasan (i) tabungan dan pertumbuhan ekonomi telah

dihubungkan sejak lama pada berbagai negara dan tahapan pembangunan; (ii)

Tabungan dihubungkan langsung dengan output melalui investasi, sehingga pada

kondisi dibutuhkan peningkatan investasi maka bertambahnya tabungan akan

menghasilkan penambahan output, selama ekonomi belum mencapai

kesetimbangan (Hicklin, 1997)

Norman Loayza dkk. (1999) dalam makalahnya ‘What Drives Private

Saving Across the World?’ menyimpulkan beberapa hal penting bahwa (a) faktor

yang berpengaruh positip adalah pendapatan per kapita, dan tingkat bunga riil; dan (b) faktor yang berpengaruh negatif adalah ‘terms of trade’ (rasio pendapatan ekspor terhadap impor), rasio urbanisasi, rasio ketergantungan penduduk usia muda, dan laju inflasi. Sementara ‘Gringer test’ yang dilakukan menunjukkan

gy = laju pertumbuhan ekonomi;

(11)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 11

bahwa tabungan mendahului investasi, dan pertumbuhan ekonomi mendahului

tabungan (Loayza, 1999).

2.2Peran Bantuan Luar Negeri

Dasar pemikiran tentang bantuan luar negeri sebenarnya merupakan refleksi

dari kisah sukses rencana Marshal pada tahun 1940-an yang berhasil

menyelesaikan persoalan resesi di masa itu. Sukses ini kemudian mengilhami

negara maju untuk melakukan pemindahan sumber daya ke negara berkembang

yang biasanya kekurangan modal untuk menggerakkan ekonominya. (Rachbini,

1991).

Pada saat tingkat tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan pembiayaan

maka dipergunakan sumber lain antara lain bantuan luar negeri. Diharapkan bahwa

dengan adanya bantuan luar negeri maka tingkat tabungan akan meningkat dan

kesenjangan antara tabungan dan kebutuhan pembiayaan akan berkurang. Selain

itu, injeksi modal ini selanjutnya dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi negara

penerima tanpa mengurangi kesempatan kerja dan meningkatkan taraf konsumsi

masyarakat.

Pada saatnya nanti, tabungan dapat membiayai keseluruhan kebutuhan

pembiayaan, dan bantuan luar negeri tidak dibutuhkan lagi. Hal ini sesuai dengan

tujuan utama dari pemberian bantuan luar negeri.

Dampak ekonomi makro dari bantuan luar negeri selain terhadap tabungan

domestik dan pertumbuhan ekonomi, terdapat beberapa dampak lainnya yaitu (i)

meningkatkan penggunaan teknologi sehingga menciptakan pertumbuhan

berkelanjutan. Contohnya penggunaan teknologi pangan meningkatkan

kemampuan pengadaan pangan berkelanjutan pada negara Asia Selatan; (ii)

melalui bantuan teknis, negara penerima bantuan terbantu dalam meningkatkan

kemampuan administratif, manajerial dan kemampuan sumber daya manusia; (iii)

melalui persyaratan yang ditetapkan dalam bantuan, negara penerima dapat

memperbaiki kebijakan ekonomi; (iv) dukungan langsung dan tidak langsung bagi

peneliti, lembaga perguruan tinggi, konsultan dalam meningkatkan pemahaman

terhadap permasalahan negara berkembang (Hossain,1998).

Selain peran dari bantuan luar negeri sebagaimana disebutkan di atas, maka

beberapa kritik tajam terhadap bantuan luar negeri juga banyak diungkapkan oleh

(12)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 12

(1992) dan Griffin (1978) yang pada prinsipnya menyatakan bahwa bantuan luar

negeri tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, malahan mengurangi

tabungan dan mengurangi kemandirian perekonomian suatu negara. Beberapa

ekonom radikal bahkan menyatakan bahwa bantuan luar negeri merupakan alat

untuk mempertahankan agar negara penerima bantuan tetap miskin dan bergantung

pada negara donor.

Sachs menunjukkan salah satu dampak yang diakibatkan oleh krisis hutang

luar negeri melalui perbandingan data-data pertumbuhan output negara-negara

yang mengalami krisis hutang luar negeri dan negara-negara yang tidak

mempunyai masalah krisis hutang luar negeri selama periode 1977-1989. Hasilnya

menunjukkan bahwa sebelum era 1970-an kedua kelompok negara tersebut

menunjukkan kinerja yang relatif sama, tetapi berubah drastis setelah era 1980-an

ketika krisis hutang luar negeri telah dimulai. Pertumbuhan output negara-negara

krisis hutang luar negeri menurun tajam, sementara negara tanpa krisis hutang luar

negeri tetap bertumbuh. Kondisi yang sama terjadi dengan investasi. Investasi

rata-rata terhadap PDB menurun tajam pada negara-negara krisis hutang luar negeri

sementara negara-negara tanpa krisis hutang luar negeri tidak mengalami gejala

penurunan tingkat investasi (Sachs, 1993).

2.5 Dampak Bantuan Luar Negeri terhadap Tabungan Domestik dan

Pertumbuhan Ekonomi

Bantuan luar negeri diyakini akan mengikuti pola teoritis dari modal

Harrod-Domar dimana pemanfaatannya untuk investasi akan mengembangkan

kapasitas produksi sistem ekonomi di negara penerima (Rachbini, 1991).

Dikaitkan dengan tujuan tersebut, maka penelitian empiris selalu

mengaitkan antara bantuan luar negeri dengan tingkat tabungan dan pertumbuhan

ekonomi sebagai dasar analisis keberhasilan bantuan luar negeri.

Studi empiris awal terhadap dampak ekonomi makro dari bantuan luar

negeri terfokus pada hubungan antara bantuan, tabungan domestik, dan

pertumbuhan ekonomi, dengan menggunakan tipe model Harrod-Domar (misalnya model ‘two-gap’) sebagai dasar regresi. Pada beberapa tahun terakhir, literatur tentang efektifitas bantuan telah menggunakan model yang lebih mutakhir dan

menyempurnakan beberapa kelemahan ekonometrik dari studi terdahulu (Tsikita,

(13)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 13

Studi Bank Dunia tentang tabungan yang dilakukan terhadap 122 negara

mengidentifikasikan terdapat delapan faktor yang mendorong tabungan yaitu

pendapatan, pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, perbaikan pensiun,

liberalisasi keuangan, pinjaman luar negeri, kondisi penduduk, dan ketidaktentuan.

Beberapa kesimpulan penting terkait dengan faktor berpengaruh tersebut adalah (a)

Pendapatan per kapita berpengaruh positip terutama pada negara berkembang; (b)

Pertumbuhan ekonomi dan tabungan saling mempengaruhi secara positip.

Pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen meningkatkan tabungan sebsar 1 persen;

(c) Dampak pinjaman luar negeri terhadap tabungan tidak jelas (World Bank,

1999).

Zegeye (1994), melakukan studi hubungan tabungan dengan pertumbuhan

ekonomi. Menggunakan data panel pada 47 negara berkembang pada periode tahun

1966-1986 ditemukan beberapa hasil penting yaitu (i) bahwa berkaitan dengan

tabungan maka: (a) pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi berhubungan

positip dan signifikan dengan tingkat tabungan domestik; (b) pemasukan modal

asing secara signifikan berhubungan negatif dengan tingkat tabungan; (c) tabungan

domestik berperan lebih besar daripada modal asing terhadap pertumbuhan

ekonomi. Sementara berkaitan dengan (ii) pertumbuhan ekonomi maka: (a) tingkat

tabungan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. mendasar bagi produksi domestik di negara berkembang. Kedua, keberadaan perdagangan luar negeri untuk mengimpor barang lebih merupakan kendala pertumbuhan ekonomi dibanding ketersediaan tabungan domestik. Ketiga, permintaan dari luar lebih merupakan kendala dari pada penawaran domestik bagi barang-barang ekspor terhadap kemampuan negara berkembang untuk mendapatkan devisa melalui ekspor.(Hossain, 1998)

(14)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 14

Pada umumnya ekonom peneliti telah menguji dampak bantuan luar negeri

pada sejumlah indikator ekonomi makro seperti tabungan domestik, investasi, dan

pajak pemerintah, untuk menilai kontribusi bantuan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Beberapa yang sering dikutip antara lain yaitu Griffin dan Enos (1970),

Rahman (1968), Chenery dan Eckstein (1970), Weiskopf (1972) dan Areskong

(1973). Mereka menyatakan bahwa bantuan kemungkinan tidak meningkatkan

sumber daya produktif disebabkan bantuan mengurangi tabungan domestik.

Papanek (1972) mengkritik hasil studi ini dengan menyatakan bahwa studi tersebut

menggunakan alat analisis yang kurang tepat. Namun Chenery dan Syrquin (1975),

melalui studi lintas negara menegaskan temuan terdahulu bahwa bantuan

mempunyai dampak mengurangi tabungan domestik. Studi terkini pun menegaskan

hal yang sama sebagai contoh Hadjimichael (1995) menunjukkan bahwa walaupun

keseluruhan tabungan meningkat tetapi tabungan domestik berkurang. Demikian

pula Burnside (1997), walaupun telah dilakukan pengklasifikasian berdasar adanya

kebijakan ekonomi jangka panjang yang memadai, ternyata bantuan tidak

menunjukkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Walaupun tabungan

dan investasi merupakan saluran utama bagi bantuan mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi, terdapat beberapa studi yang mengukur secara langsung dampak bantuan

terhadap pertumbuhan ekonomi. Contohnya Mosley, Hudson dan Horrell (1987),

melalui studi lintas negara, menemukan bahwa tidak terdapat cukup bukti terhadap

adanya pengaruh bantuan terhadap pertumbuhan ekonomi (Hossain, 1998).

Terdapat dua masalah dalam menganalisis dampak bantuan terhadap

pertumbuhan ekonomi yaitu (i) pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi

oleh satu faktor saja sehingga faktor lain perlu disertakan; (ii) pertumbuhan negara

penerima rendah karena alasan non-ekonomi (seperti bencana, perang dan lainnya).

Untuk itu dalam studi literatur terakhir (1990 an) fokus studi empiris mulai

Tingkat Tabungan di Jepang

(15)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 15

bergerak dari investasi ke insentif, yaitu dari modal ke institusi dan kebijakan yang

mendorong pertumbuhan melalui dukungan investasi yang efisien, pengembangan

sumber daya manusia, dan pengembangan teknologi lanjut. Oleh Bank Dunia,

pergeseran ini dipergunakan sebagai jawaban terhadap banyaknya kritik terhadap

bantuan luar negeri, dengan menyatakan bahwa secara total memang tidak terdapat

pengaruh bantuan terhadap pertumbuhan tetapi jika negara penerima bantuan

diklasifikasikan berdasar kemampuan manajerial ternyata terdapat pengaruh yang

positif bagi pertumbuhan di negara-negara dengan kemampuan manajerial yang

memadai (World Bank, 1998). Jika mengikuti pandangan Bank Dunia ini, maka

sepertinya kita terjebak dalam lingkaran setan, karena sebagian besar masalah di

negara berkembang adalah kemampuan manajerial yang rendah. Artinya negara

donor dihadapkan pada dua pilihan (i) memberi bantuan hanya pada negara

tertentu; atau (ii) memberi bantuan pada setiap negara dengan resiko tidak

efektifnya bantuan. Pilihan ini memberi perspektif baru bagi negara donor untuk

melakukan pembenahan terhadap program bantuan yang ditawarkan.

Sementara Cassen (1988) menyatakan bahwa pengaruh hutang luar negeri

terhadap pertumbuhan ekonomi harus dilihat kasus per kasus yaitu (i) berdasar

jenis bantuan. Harus dibedakan antara bantuan untuk pangan/konsumsi dengan

bantuan untuk investasi; (ii) penelitian berdasar negara per negara, dan bukan analisis ekonometrika ‘kerat lintang’ antarnegara.

2.6 Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu

Walaupun secara umum dasar teori yang dipergunakan relatif sama, tetapi

variabel yang dipilih sebagai variabel bebas sangat beragam. Beberapa studi yang

telah dilakukan akan dirangkum secara singkat pada bagian ini. Pada bagian awal

dari sub-bab ini dikutip dari Laporan Bank Dunia berjudul Assessing Aid: What

Works, What Does Not, Why (1998) yang menjelaskan hasil penelitian terbaru.

Sementara pada bagian akhir dijelaskan hasil penelitian di Indonesia.

Dasar teori terbaru penelitian pertumbuhan didasarkan pada model dinamis

dari optimisasi antar-waktu. Pada model ini akumulasi modal dan tenaga kerja

bergantung pada kondisi awal dan institusi serta kebijakan yang mempengaruhi ‘return on savings and investment’. Sehingga, pertumbuhan adalah fungsi dari kondisi awal, institusi dan kebijakan, dan gangguan luar seperti perubahan

(16)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 16

Analisis ini harus memperhitungkan kenyataan rendahnya pertumbuhan

yang mungkin mempengaruhi keinginan negara donor memberi bantuan. Bantuan

dibedakan antara bantuan reguler dan bantuan darurat. Hanya bantuan reguler yang

diperhitungkan. Variabel tak-bebas adalah tingkat pertumbuhan pendapatan per

kapita rata-rata pada periode 1970-1993. Terdapat enam periode empat tahunan

(1970-1973….1990-1993) dan 56 negara berkembang sebagai sampel. Penelitian

kemudian dilakukan sebanyak 8 (delapan) kali dengan membuat perbedaan dalam

jumlah dan jenis variabel, serta jumlah observasinya. Hasil selengkapnya lihat

Tabel 4.

Regresi A menjelaskan pertumbuhan sebagai fungsi dari kondisi awal, insentif dan ‘error term’ yang menggambarkan gangguan eksternal. Insentif disini adalah tingkat inflasi, surplus anggaran, perdagangan bebas, dan kualitas institusi.

Tingkat konsumsi pemerintah juga dipertimbangkan.

Indeks manajemen digunakan yang didapatkan dari rata-rata tertimbang

tingkat inflasi, surplus anggaran, perdagangan bebas, dan kualitas institusi, dengan

rata-ratanya merupakan koefisien regresi A. Indeks ini dapat dinterpretasikan

sebagai tingkat pertumbuhan.

Pada Regresi B, indeks menggantikan komponen individu, yang dapat

dilihat mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pertumbuhan. Regresi C

memperkenalkan proporsi bantuan luar negeri relatif terhadap PDB. Regresi D

memasukkan interaksi bantuan luar negeri dengan indeks manajemen dan juga

kuadrat dari interaksi bantuan dan indeks manajemen. Koefisien positif pada

interaksi bantuan dan manajemen dan koefisien negatif pada kuadrat interaksi

tersebut menunjukkan bahwa bantuan mempunyai hubungan positip terhadap

pertumbuhan dalam kondisi manajemen yang baik tetapi berlaku hukum ‘diminishing marginal returns of aid’. Sehingga pada titik tertentu, pertambahan jumlah bantuan malah akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Regresi F-H mengulang regresi C-E, tetapi menghilangkan negara

berpenghasilan menengah. Hasilnya lebih kuat dalam dua hal: Pertama, perkiraan

dampak bantuan terhadap pertumbuhan dalam kondisi manajemen yang baik

(17)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 17

Dampak bantuan terhadap pertumbuhan terlihat positip pada kondisi manjemen

baik. Konsumsi pemerintah tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan,

walaupun bantuan seringkali dipergunakan membiayai konsumsi pemerintah.

Sementara di Indonesia, paling tidak terdapat tiga studi yang berusaha

memetakan dampak dari bantuan terhadap pertumbuhan dan tabungan domestik

yaitu yang dilakukan oleh Engelina Pattiasina (1982), Sritua Arief (1987), dan

Mudrajad Kuncoro (1989).

Engelina Pattiasina (1982), tanpa menggunakan model ekonometrika,

menyimpulkan bahwa secara kuantitatif modal asing memberikan sumbangan yang

besar untuk pertumbuhan ekonomi, demikian juga pembentukan modal terutama di

sektor industri dengan konsentrasi pada lokasi Jakarta dan Jawa Barat

Sritua Arief (1987) dalam bukunya Modal Asing, Beban Hutang Luar

Negeri dan Ekonomi Indonesia mengemukakan Model Hojman11. Model ini diturunkan dari fungsi tabungan berdasar ‘two-gap model’ yang telah direvisi. Adapun modelnya adalah :

Pada prinsipnya model ini ingin melihat dampak dari arus bersih modal

asing yang masuk terhadap pemupukan tabungan domestik Sementara dampak

bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi diformulasikan sebagai berikut

Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa arus bersih modal asing pada

periode 1970-1986 tidak menimbulkan dampak positip terhadap tabungan

11

Diambil dari D.E. Hojman. The External Debt Contribution to output, employment,Productivity and Consumption: A Model and An Aplication to Chile. Economic Modelling, january 1986, hal. 53-71.

S = 0 +1 Y + 2 F

S = Tabungan domestik Y = Output nasional

F = Arus bersih modal asing yang masuk

Y = 0 +1 F/Y

Y = Tingkat pertumbuhan output nasional per tahun

(18)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 18

domestik, malah negatip. Hal ini berarti arus modal asing telah mensubstitusi

tabungan domestik dan bukan menambahnya. Demikian pula halnya pengaruh

modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek pertumbuhan yang ditimbulkan

oleh modal asing telah habis terkuras oelh arus keluar sumber-sumber nasional. Di satu sisi, modal asing menimbulkan ‘growth promoting effect’, tetapi di sisi lain menimbulkan proses yang bersifat ‘growth defeating’, sehingga secara netto

efeknya negatif (Arief, 1987).

Mengenai Model Hojman, walaupun relatif sederhana tetapi ditengarai

kurang memenuhi syarat. Hal ini disebabkan bahwa dalam menganalisis dampak

dari bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi maka faktor lain harus

dipertimbangkan selain juga bahwa bentuk bantuan itu sendiri harus dibedakan

antara bantuan reguler atau bantuan darurat12 (World Bank, 1998).

Mudrajad Kuncoro (1989) dalam penelitiannya menggunakan Model Rana

Dowling13 dengan periode penelitian 1969-1984 menyimpulkan bahwa (i) bantuan

luar negeri memberi dampak langsung dan dampak total yang negatip bagi

pertumbuhan ekonomi, yang berarti terjadinya ketidakefektifan penggunaan

bantuan luar negeri; (ii) selain itu juga dampak langsung bantuan yang negatip

terhadap tabungan domestik menunjukkan bantuan luar negeri telah berperan

sebagai substitusi tabungan domestik. Sementara dampak total bantuan yang

positip terhadap tabungan domestik memberikan indikasi adanya kenaikan proporsi

tabungan dari masyarakat yang memperoleh kenaikan pendapatan.

Dapat disimpulkan bahwa terlihat perbedaan kesimpulan dari ketiga

penelitian tentang Indonesia tersebut. Walaupun demikian karena penggunaan

model ekonometrika pada kedua penelitian terakhir, maka sepertinya kesimpulan

kedua penelitian terakhir yang lebih signifikan. Disimpulkan bahwa hutang luar

negeri tidak mempunyai dampak signifikan terhadap tabungan domestik dan

pertumbuhan ekonomi, bahkan terlihat berdampak negatip. Hal ini sebenarnya

banyak didukung oleh hasil penelitian lintas negara.

12 Bantuan darurat adalah bantuan bagi kebutuhan darurat dan segera seperti bantuan korban bencana alam.

13

(19)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 19

III. Dampak Hutang Luar Negeri Pemerintah terhadap Tabungan

Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi

3.1Model yang Digunakan

Dalam melakukan penelitian terhadap dampak hutang luar negeri

pemerintah, maka dipergunakan Model Rana dan Dowling (1988)14 sebagaimana dikemukakan oleh Mudrajad Kuncoro (1989), dengan beberapa penyesuaian sebagai akibat terjadinya ‘multikorelasi’ pada saat perhitungan (lihat Lampiran).

Model Rana Dowling pada dasarnya merupakan persamaan simultan yang terdiri

atas dua persamaan yaitu persamaan pertumbuhan (persamaan 1) dan persamaan

tabungan (persamaan 2). Spesifikasi modelnya adalah sebagai berikut:

Persamaan (1) diturunkan dari model dua sektor yang membandingkan

sektor ekspor dan non-ekspor. Persamaan (2) adalah tipe standar dari fungsi

tabungan yang dipengaruhi oleh variabel ekspor, pendapatan per kapita dan laju

pertumbuhan PDB.

Variabel ekspor dimasukkan dalam persamaan (1) setidaknya karena ekspor

menyebabkan spesialisasi produksi komoditas yang mempunyai keunggulan

komparatif. Sumber daya yang dihemat dapat dipergunakan untuk investasi.

14 Diambil dari Pradumna B. Rana dan J.Malcolm Dowling Jr. The Impact of Foreign Capital on Growth:

Evidence from Asian Developing Countries. The Developing Economies Vol XXVI No. 1 Maret 1988.

Persamaan Struktural

GR = a0 + a1 AID + a2 FPI + a3 S +a4 CX + a5 CLF + u ……… (1)

S = a6 + a7 AID + a8 FPI + a9 CX + a10 GDPN + a11GR + v ……….. (2)

Persamaan Bentuk Ringkas

GR = 0 + 1 AID + 2 FPI + 3 S +4 CX + 5 CLF + e ……… (3)

S = 6 + 7 AID + 8 FPI +9 CX + 10 GDPN + 11GR + f ……….. (4)

GR = laju pertumbuhan PDB GDPN = PDB per kapita

AID = rasio bantuan terhadap PDB CLF = laju pertumbuhan angkatan kerja FPI = rasio investasi asing swasta terhadap PDB CX = rasio ekspor terhadapPDB S = rasio tabungan domestik kotor terhadap PDB u, v, e, f = variabel gangguan ai = koefisien parameter estimasi model struktural

(20)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 20

Perdagangan menimbulkan manfaat dinamik seperti perluasan produksi, dan akses

terhadap teknologi baru. Selain itu, perdagangan dapat digunakan untuk membiayai

impor.

Kinerja ekspor juga diharapkan mempengaruhi tingkat tabungan karena (i)

ekspor menimbulkan konsentrasi pendapatan; (ii) teori yang ada menunjukkan

bahwa pendapatan dari ekspor cenderung ditabung; (iii) negara dengan kinerja

ekspor bagus kurang menghadapi kendala langkanya devisa bagi investasi; (iv)

pajak ekspor merupakan salah satu penerimaan pemerintah, sehingga cenderung

menaikkan tabungan pemerintah.

Variabel pertumbuhan dimasukkan karena pertumbuhan yang cepat

cenderung menyebabkan perubahan pendapatan relatif dan pola konsumsi seumur

hidup. Pendapatan per kapita mencerminkan keadaan pembangunan suatu negara,

yang karenanya diharapkan menimbulkan dampak yang menguntungkan bagi

tingkat tabungan.

3.2 Metode Estimasi Model Terpilih

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa pertumbuhan ekonomi dapat

mempengaruhi tingkat tabungan dan sebaliknya, sehingga model persamaan

simultan merupakan pilihan yang sesuai untuk kebutuhan kali ini. Dalam

persamaan simultan peubah bebas dapat sekaligus juga berfungsi sebagai peubah

tidak-bebas dan sebaliknya. Kondisi ini menyebabkan peubah-peubah berperan

ganda (sebagai peubah bebas dan tak-bebas) nilainya ditentukan secara

bersama-sama (Gujarati, 1988).

Teknik pendugaan (estimasi) Ordinary Least Square (OLS) tidak dapat

digunakan begitu saja untuk menduga parameter simultan. Apabila OLS digunakan

untuk menduga parameter persamaan simultan maka akan dihasilkan dugaan

parameter yang bias dan tidak konsisten. Teknik pendugaan alternatif adalah

Indirect Least Square (ILS), Two Stage Least Square (2SLS), dan Limited

Information maximum Likelihood (LIML) (Pindyck dan Rubinfield, 1976).

Untuk keperluan penaksiran model Rana dan Dowling digunakan teknik

2SLS (Two-Stage Least Square). Ide dasar dibalik teknik 2SLS adalah

membersihkan variabel bebas (GR, S) dari pengaruh gangguan (u, v). Sesuai

dengan namanya, penerapan 2SLS mengikuti dua tahapan yaitu (i) Tahap I,

(21)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 21

II, menggantikan GR dan S yang terdapat pada sisi kanan persamaan struktural

dengan nilai taksiran GR dan S. Selanjutnya gunakan OLS untuk menaksir

persamaan struktural transformasi untuk memperoleh taksiran parameter

strukturalnya (Kuncoro, 1989)

Data yang dipergunakan untuk analisis adalah data tahun 1983-1996.

Pertimbangan utama dalam menentukan periode ini adalah (i) bahwa sejak tahun

1985 persoalan hutang luar negeri pemerintah terasa agak serius setelah mulai

terjadinya transfer netto modal keluar15; (ii) bahwa sejak tahun 1997 telah terjadi

krisis ekonomi sehingga kondisi perekonomian menjadi tidak normal, sehingga

dikhawatirkan akan mempengaruhi hasil analisis keseluruhan.

3.3 Hasil Pengujian Empiris dan Analisis

Hasil pengujian empiris (tabel rinci pada Lampiran) menunjukkan

terjadinya proses multikorelasi pada kedua persamaan, sehingga kemudian dilakukan penanganan untuk menghindari terjadinya ‘bias’ pada hasil penelitian. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan variabel nilai ekspor dari

persamaan. Hal ini diasari pada pertimbangan bahwa hasil ekspor pada dasarnya

akan meningkatkan tabungan, sehingga variabel niali ekspor terwakili melalui

variabel tabungan domestik. Adapun hasil pengujian empiris sebagai berikut:

15 Transfer netto modal keluar terjadi jika cicilan hutang luar negeri lebih besar dari pada jumlah hutang baru

pada tahun yang sama.

Persamaan Struktural

G = 6,835657 – 48,00141 AID + 7,966811 FPI + 16,66595 S + 0,045485CLF … (1) (0,0295) (0,1866) (0,7647) (0,3061) (0,6569)

S = - 0,040233 + 0,175923AID + 0,687149FPI + 0,000000 GDPN + 0,001024 G … (2) (0,5331) (0,8031) (0,1237) (0,0116) (0,8519)

Persamaan Bentuk Ringkas

G = - 7,636502 + 51,81765 AID + 3,545690 FPI + 0,000001 GDPN - 0,046275 CLF .. (3)

(22)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 22

3.3.1 Analisis Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan

Dari hasil estimasi persamaan pertumbuhan ekonomi (G) diperoleh nilai R2

sebesar 73,08 persen yang berarti keseluruhan variabel bebas yang tercakup dalam

persamaan cukup mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi.

Bila dilihat dampak dari masing-masing variabel, maka tidak terlihat

adanya variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Walaupun tidak signifikan, tetapi ternyata pengaruh hutang luar negeri

terhadap pertumbuhan ekonomi adalah negatip. Hasil ini sejalan dengan beberapa

hasil penelitian baik di luar negeri seperti yang dihasilkan oleh Rana Dowling

sendiri, maupun di Indonesia seperti yang dihasilkan oleh Sritua Arief dan

Mudradjad Kuncoro. Hal ini berarti bahwa terjadi ketidakefisienan dalam

penggunaan hutang luar negeri pemerintah. Karena ketidaktersediaan data yang

lebih rinci, maka tidak dapat dijelaskan secara tepat penyebab ketidakefisienan ini.

Tetapi berdasar pada sinyalemen Dowling dan Hiemenz, berdasar kajiannya

terhadap negara-negara di Asia, yang menyatakan bahwa sebab ketidakefisienan ini adalah (i) hutang luar negeri umumnya diperuntukkan bagi pembangunan ‘social overhead capital’ ternyata telah dialokasikan untuk memperbesar konsumsi pemerintah dalam bentuk kenaikan gaji pegawai negeri, memperbesar angkatan

bersenjata, atau diinvestasikan dalam bentuk proyek padat modal dan prestisius

seperti industri pesawat terbang; (ii) kebijaksanaan yang menitikberatkan strategi

industrialisasi substitusi impor di sektor pertanian dan industri yang dibarengi

pengawasan pemerintah yang ketat terhadap aktivitas ekonomi, akan meningkatkan

COR dan berarti menurunkan produk marjinal dari hutang luar negeri (Kuncoro,

1989)

Kemungkinan lain dari pengaruh negatip tersebut adalah meningkatnya

sumber hutang yang berasal dari kreditur swasta. Hal ini terjadi karena Indonesia

mulai dianggap sebagai negara yang cukup maju perekonomiannya, sehingga

hutang luar negeri dengan bunga rendah sudah mulai sulit didapatkan. Sementara

pada saat yang bersamaan kewajiban pengembalian hutang semakin membesar,

akibatnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi (Arief, 1987).

(23)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 23

Dari hasil estimasi persamaan tabungan (S) diperoleh nilai R2 sebesar 88,8

persen yang berarti keseluruhan variabel bebas yang tercakup dalam persamaan

cukup mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi.

Bila dilihat dampak masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri,

terlihat bahwa hanya variabel pendapatan per kapita yang mempunyai pengaruh

signifikan terhadap tabungan domestik.

Koefisien hasil regresi yang positip dari hutang luar negeri menunjukkan

bahwa walaupun pengaruhnya tidak signifikan tetapi hutang luar negeri telah

berfungsi sebagai pelengkap tabungan domestik dalam pembiayaan pembangunan

di Indonesia.

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang relatif berseberangan dengan

penelitian Kuncoro (1989) yang menunjukkan bahwa bantuan, ekspor, dan

pertumbuhan angkatan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap tabungan.

3.3.3 Analisis Dampak

Penggunaan persamaan simultan memungkinkan kita untuk mengetahui

dampak langsung dari variabel eksogen terhadap variabel endogen. Besarnya

dampak total (dampak langsung dan tidak langsung) diperoleh dari koefisien

persamaan bentuk ringkas, sedang dampak langsung diperoleh dari koefisien model

struktural.

Hasil persamaan bentuk ringkas ternyata sedikit berbeda dengan hasil

persamaan struktural. Dampak total hutang luar negeri ternyata positip terhadap

pertumbuhan ekonomi, sementara terhadap tabungan domestik berdampak negatip.

IV. KESIMPULAN dan IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.1Kesimpulan

Secara ringkas beberapa kesimpulan dapat ditarik dari makalah ini yaitu:

a. Kebutuhan akan dana pembangunan suatu negara berkembang yang tidak

dapat dipenuhi oleh tabungan domestik mengakibatkan diperlukannya

bantuan luar negeri.

b. Bantuan luar negeri pada dasarnya dimaksudkan untk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ‘financing gap', tetapi kemudian

yang terjadi adalah banyak negara terperangkap dalam beban hutang yang

(24)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 24

c. Kondisi ini kemudian menimbulkan pertanyaan akan efektifitas bantuan

luar negeri. Ternyata berdasarkan beberapa studi empiris menunjukkan

bahwa dampak dari bantuan luar negeri tehadap pertumbuhan ekonomi dan

tabungan domestik tidak signifikan. Walaupun relatif sedikit, tetapi

beberapa studi memperlihatkan hal yang sebaliknya seperti yang dilakukan

oleh Bank Dunia.

d. Dalam melihat seberapa efektif penggunaan dana bantuan luar negeri, maka

dipergunakan variabel pertumbuhan ekonomi dan tabungan domestik

sebagai kriteria efektifitas bantuan.

e. Penelitian pada makalah ini dengan menggunakan Model Rana Dowling

yang disesuaikan dan data yang dipergunakan adalah data periode 1983 –

1996, menunjukkan bahwa hutang luar negeri tidak menunjukkan pengaruh

signifikan baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun tabungan domestik

Bahkan ditemukan bahwa hutang luar negeri berpengaruh negatip terhadap

pertumbuhan ekonomi.

4.2Implikasi Kebijakan

Berdasar kondisi tidak adanya pengaruh yang signifikan dari hutang luar

negeri pemerintah terhadap tabungan domestik dan pertumbuhan ekonomi,

membawa kita pada kesadaran untuk mempertanyakan kefisienan dan kefektifan

penggunaan hutang luar negeri sebagai sumber penting dalam pembiayaan

pembangunan di Indonesia.

Untuk itu, mobilisasi dana dari dalam negeri menjadi salah satu alternatif

penting. Mobilisasi dana dalam negeri setidaknya akan sedikit mengurangi

ketergantungan terhadap bantuan luar negeri. Banyak langkah yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan dana dalam negeri diantaranya (i) penggalakan

pemungutan pajak yang bersifat progresif dan berdasar kemampuan membayar; (ii)

pengetatan pengeluaran pemerintah baik melalui pengurangan berbagai jenis

subsidi terutama subsidi yang tidak tepat seperti subsidi BBM, mendorong

partisipasi swasta dalam pendanaan program pembangunan; (iii) meminjam dari

sumber dalam negeri seperti menjual obligasi pemerintah pada masyarakat umum.

Cara ini mengandung resiko meningkatkan tingkat bunga dalam negeri yang akan

(25)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 25

menguras devisa. Dianjurkan agar dilakukan (a) upaya diversifikasi komoditas

perdagangan; (b) menggalakkan pengolahan hasil bumi hingga mempunyai nilai

tambah yang lebih tinggi (Kuncoro, 1989).

Selain itu, perlu dipikirkan juga untuk meningkatkan sumber modal asing

berupa penanaman modal asing langsung karena mempunyai paling tidak beberapa keunggulan yaitu (i) pembiayaan melalui ‘pemilikan’ menjadikan resiko usaha ditanggung bersama secara proprosional sementara hutang luar negeri harus

dibayar kembali tanpa mempedulikan kondisi ekonomi negara; (ii) pembayaran

pada investor asing dapat diatur, sementara pembayaran hutang luar negeri relatif

(26)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 26

DAFTAR PUSTAKA

Buku

1. Arief, Sritua dan Adi Sasono. Modal Asing, Beban Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Jakarta, Lembaga Studi Pembangunan dan Penerbit Universitas Indonesia, 1987

2. Bachriadi, Dianto. Utang Luar Negeri: Urgensi dan Bebannya bagi Indonesia dalam Menyingkap Retorika dan Realita Refleksi dan Visi Jejak 50 Tahun Indonesia oleh Hetifah Sayifudindan Juni Thamrin (ed.). Bandung, Akatiga, 1995.

3. Barro, Robert J. dan Sala-i-Martin, Xavier. Economic Growth. McGraw Hill Inc, Singapore, 1995.

4. Basri, Faisal. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Distorsi, Peluang dan Kendala. Jakarta, Penerbit Erlangga, 1997.

5. Djamin, Zulkarnaen. Sumber Luar Negeri bagi Pembangunan Indonesia. Sejak IGGI hingga CGI serta Permasalahannya. Jakarta, UI Press, 1995.

6. Djojohadikusumo, Sumitro. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta, LP3ES, 1994.

7. Hicklin, John et. al. (ed.) Macroeconomic Issues Facing Asian Countries. Washington, Interbational Monetary Fund, 1997.

8. Hossain, Akhtar dan Aris Chowdhury. Open-Economy Macro Economics for Developing Countries. Northampton, Edwar Elgar, 1998.

9. Mankiw, N. Gregory. Macroeconomics. Delhi, CBS Publishers,1992.

10. Sachs, Jeffrey D. dan Larrain, Felipe. Macroeconomics in the Global Economy. New Jersey, Prentice-Hall, Inc, 1993.

11. Saefuloh, A. Ahmad. Kebijakan Utang Luar Negeri dalam APBN dalam Kebijakan APBN selama Orde Baru oleh Tim Ekonomi P3I. Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Setjen DPR-RI, 1998.

12. Wiranta Sukarna. Hutang Luar Negeri: Masalah dan Kecenderungannya dalam Indonesia Menapak Abad 21. Kajian Ekonomi Politik oleh LIPI. Jakarta, Millinium Publishers, 2000.

(27)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 27

Jurnal dan Majalah

1. Ahmad, Mubariq. Hutang Luar Negeri Indonesia Periode 1967-1988. Sebab-sebab Kenaikannya. Prisma, Tahun XX No. 9, 1991

2. Burnside, Craig dan David Dollar. Aid, Policies, and Growth. World Bank Working Paper No. 1777 (Washington, June 1997).

3. Cassard, Massard dan David Folkerts-Landau. Sovereign Debt: Managing the Risks. Finance and Development, Desember 1997.

4. Chennery, Hollis B. dan Nicholas G. Carter. Foreign Assistance dan Development Performance 1960-1970. The American Economic Review, Vol LXIII No. 2, Tahun 1973.

5. Hiong, Tan Tai. Utang Luar Negeri Indonesia: Sebuah Catatan. Mini Economica No. 20 Tahun 1994.

6. Kuncoro, Mudrajad. Dampak Arus Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Domestik. Prisma No.9 Tahun XVIII, 1989.

7. McLeod, Ross H. Indonesian Foreign Debt. A Comment. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 32 No. 2 August 1996.

8. Pattiasina, Engelina. Dampak-Dampak Kegiatan Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Analisa No. 9 Tahun 1982.

9. Rachbini, Didik J. Konsekuensi Hutang Luar Negeri. Prisma, Tahun XX No. 9, Tahun 1991.

10. Radelet, Steven. Indonesian Foreign Debt. A Reply. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 32 No. 2 August 1996.

11. Rahardja, Sjamsu. Keseimbangan Pasar Dana Pinjaman Internasional. Mini Economica No. 20 Tahun 1994.

12. Ramli, Rizal. Hutang Luar Negeri Indonesia. Kontraksi dan Beban Ekonomi. Prisma Tahun XVIII Nomor 9 Tahun 1991.

13. Syafa’at, Nizwar. Pendugaan Parameter Persamaan Simultan dengan Metoda Pendugaan OLS, 2SLS, LIML dan 3SLS. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XLIV Nomor 4 Tahun 1996.

14. Tsikita, Tsidi M. Aid Effectiveness: A Survey of the Recent Empirical Literature. Washington, International Monetary Fund, 1998.

Terbitan Khusus

(28)

Makalah Akhir Semester Perekonomian Indonesia 28

2. Loayza, Norman dkk. What Drives Private Saving Across the World?. World Bank Working paper, September 1999.

3. Radelet, Steven. Indonesian Foreign Debt: Headed for A Crisis for Financing Sustainable Growth?. Harvard Institute for International Development, Maret 1995.

Surat Kabar

1. Indonesia Terancam Perangkap Utang Permanen. Kompas 27 Februari 2001.

2. Indonesia Menuju Perangkap Utang dan Destabilisasi Permanen. Kompas, 20 April 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berbagai refrensi musik tradisi maupun non tradisi (barat), penyusun berupaya menyusun karya musik yang relatif baru dan melibatkan nada-nada diatonik

Variasi komponen pasut diurnal dan semidiurnal dari data angin zonal dan meridional untuk stasiun Pameungpeuk dan Pontianak akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana pola

Bagian ini menjelaskan metode yang digunakan untuk menyusun model produksi kayu yang sebenarnya di Indonesia selama periode 2003–2014. Model ini menghasilkan estimasi kuantitatif

Advance Organizer. Advance Organizer adalah sebuah informasi yang disajikan sebelum pembelajaran, yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk menyusun dan

Dunham identified the economic cost of OJT to be the production foregone as a result of training and divided this into two broad areas: (1) materials and equipment; and

Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan Kelompok Wanita Tani Bunga Anggrek dalam pengolahan jagung dan tepung singkong menjadi mie jagung selama proses

Secara persentase kunjungan mahasiswa ke ala- mat situs dosen (17.7%) masih lebih baik dibandingkan pemanfaatan mesin pencari (2.8%).Pemanfaatan fasilitas internet tiap

Serta dapat memperbaiki histologi jaringan ginjal tikus diabetes melitus yang telah yang dipapar MLD-STZ yang mendapat terapi ekstrak rumput laut coklat (