• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa.

Menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Schramm:1982).

Komunikasi juga dipakai dan diperlukan oleh anak-anak sebagaimana orang dewasa juga memakai dan memerlukannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun bahasa yang digunakan oleh anak-anak bukanlah sebuah tata bahasa yang rumit, susunan kata yang benar dan pengucapan yang benar pula, namun sebuah tata bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan pendek. Cara pengucapan kata-kata oleh anak-anak pun terlihat belum tepat, juga perbendaharaan kata-kata-kata-kata masih terbatas. Dan biasanya sebelum usia satu tahun anak-anak sudah mengenal nama, dan mulai bereaksi ketika dipanggil, mengucapkan 2-3 kata, terutama kata-kata yang familiar seperti “papa”, “mama”. Pada umur 1-2 tahun anak-anak sudah mengerti kata “tidak”, dan dapat melambaikan tangan. Kemampuan ini akan

(2)

2

Universitas Sumatera Utara

semakin berkembang dengan baik apabila anak sering berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.

Masalah komunikasi pada anak biasanya dialami oleh anak-anak berkebutuhan khusus antara lain seperti: anak tunarunggu (gangguan pendengaran), tunagrahita (gangguan mental), cerebral palsy (kerusakan pada otak), autistik, attention-deficit-hyperactivity-disorder (ADHD), dan yang lain sebagainya. Pada anak autis, perkembangan seperti yang sudah dijelaskan diatas umumnya tidak didapat, karena terkadang anak diawal masa bayi dapat berkata beberapa patah kata, namun kemudian hilang pada usia 18-24 bulan. Beberapa anak autis dapat menirukan satu lagu atau lagu iklan yang cukup panjang. Namun ketika ditanya apa kata-kata dalam lagu tersebut anak tidak dapat menjawab atau hanya diam saja. Anak autis sering kali ketika ditanya ”siapa namamu?” anak akan mengulang “siapa namamu?”. Anak dengan autis juga menunjukkan kesulitan untuk memulai suatu percakapan interaktif, karena disebabkan oleh gejala autisme yang dideritanya, sehingga menyulitkan mereka untuk memahami, memprediksi pikiran dan perasaan lawan bicaranya. Mereka menganggap proses bergantian dalam mendengarkan dan menjelaskan adalah suatu proses yang sangat sulit, karena mereka tidak tahu mana yang harus fokus didengarkan dan bagaimana cara merespon balik pembicaraan lawan bicaranya. Anak-anak autis dapat pula menjadi tantrum atau merasa panik secara tiba-tiba.

Baik anak normal atau anak autis dapat mengalami temper tantrum. Temper tantrum ini biasanya dialami oleh anak-anak. Pengertian temper tantrum adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka biasanya mengekspresikan kemarahan mereka disertai tindakan destruktif atau perilaku negatif dengan cara berbaring dilantai, berguling-guling, menyepak, melempar, menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan nafas mereka. Tantrum yang alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustasi mereka, karena tidak terpenuhi keinginan mereka.

(3)

3

Universitas Sumatera Utara

tantrum. Guru seringkali menemukan anak autis yang mengalami temper tantrum/mengamuk dikelas, merusak benda, bahkan menyakiti dirinya sendiri. Beberapa anak autis mengalami temper tantrum hanya karena mendengar suara yang terlalu keras. Jadi yang diperlukan seorang guru dan orang tua dalam menangani anak autis adalah harus mampu menganalisa mengapa perilaku anak autis yang tidak diinginkan muncul pada saat pembelajaran dikelas maupun diluar saat pembelajaran.

Orang tua autis memegang peranan penting dalam mendidik dan mengajar anak. Meskipun pada awalnya ketika mengetahui anak autis, umumnya akan melalui masa-masa sulit ditahapan pertama sebelum akhirnya dapat menerima keadaan anaknya tersebut secara ikhlas. Dan membimbingnya dirumah maupun membantunya belajar disekolah. Guru juga berperan sebagai figur sentral dalam pembelajaran yang harus mampu membantu anak tumbuh secara fisik dan psikologisnya. Dengan konsep pendidikan berkebutuhan khusus pendidikan dan pembelajaran harus difokuskan pada potensi yang dimiliki anak, bukan hambatan belajar secara umum. Dengan demikian pembelajaran harus dimulai dengan asesmen dan tidak cukup hanya dengan diagnosa saja. Sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis adalah YAKARI, sebuah yayasan khusus anak berkebutuhan khusus, khususnya anak autis. Sekolah ini terletak dijalan Sei Batu Rata, Medan. Sekolah ini memiliki 5 orang tenaga pengajar.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

(4)

4

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis di sekolah YAKARI di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan dan memperluas penelitian komunikasi serta pengalaman khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

mengenai strategi komunikasi dan hambatan guru dalam menghadapi temper tantrum pada anak autis.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil yang diperoleh, penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe TPS ( Think-Pair-Share ) pada siswa kelas V SD Negeri 3 Karangwangi dapat

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 34/PRT/M/2015 yang telah diubahan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

Selama peneliti melakukan penelitian ternyata ketiga aspek yang diukur mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi yaitu kemampuan guru dalam merencanakan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) penerapan model kooperatif picture and picture

General Policy Speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 163'd Session of the

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh Gibberellic Acid (GA3) dan MOL Fermentasi Bonggol Pisang Teradap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Keputusan membeli konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya erat kaitannya dengan prilaku konsumen. Prilaku konsumen merupakan unsur penting dalam kegiatan