• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Sumut Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank Sumut)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Sumut Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank Sumut)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit

Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli,

namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

kepercayaan.5

Kredit menurut etimologi berarti “percaya, karena pihak yang

memperoleh kredit pada dasarnya, adalah pihak yang memperoleh

kepercayaan”.6

“ Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu

sekarang dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan

sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu

berdasarkan pertimbangan tertentu “.

Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi

pinjaman. Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur

kepada debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu

pinjaman tersebut dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.

7

Istilah kredit berasal dari kata bahasa Romawi “credere” dan berarti

kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada

5 H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 1994, hal. 99.

6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besae BAhasa Indonesia, PN. Balai Pustaka,

(2)

pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu yang telah

dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa : barang, uang

atau jasa “.8

Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau

tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan

pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal, pihak peminjam

berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

jumlah bunga yang telah ditetapkan .9

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi (uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.

Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak

lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang

akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi.

Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang

berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank

sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah

diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan

syarat-syarat yang telah disetujui bersama.

Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka ditarik

suatu kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit

adalah :

8

Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal.44.

9 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

(3)

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat pengembaliannya.

Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang datang.

c. Resiko, yaitu risiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada pemberian kredit. Guna menghindari risiko, maka sebelum kredit diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam pengamanan kredit.

d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit. Yang dimaksud dengan prestasi adalah uang.10

Inventarisasi dari perjanjian kredit yang ada hingga saat ini adalah

sebagai berikut :

a. Perjanjian pinjam-meminjam uang (KUH Perdata Bab XIII).

b. Perjanjian pinjam-meminjam di dalam Undang-undang melepas uang

(Geldschietersardonantie S. 1938 No. 552).

c. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba (Woeker

Ordonantie S. 1938 No. 524).

d. Perjanjian Kredit (Undang-undang Perbankan).

e. Perjanjian Kartu Kredit (Undang-undang Perbankan).

f. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Undang-undang Perbankan)

g. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80).

h. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali (KUH Perdata).

Dari inventarisasi di atas dapat dibedakan dua kelompok perjanjian

kredit yaitu :

(4)

perjanjian kartu kredit,

2. Perjanjian kredit barang, terlihat pada perjanjian sewa beli dan perjanjian

sewa guna usaha.11

Jadi perjanjian kredit bank tergolong ke dalam perjanjian kredit uang.

Menurut undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebut dalam Pasal 1 butir 11

bahwa :

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga “.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk

kepada Pasal 1754 KUH Perdata12

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan

menunjuk “ Perjanjian Pinjam Meminjam “ sebagai acuan dari perjanjian

kredit, yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan bahwa,

perjanjian pinjam meminjam ialah “Perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang merupakan kelompok perjanjian

khusus (bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH

Perdata.

11 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989, hal.

39-140.

(5)

yang bisa habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula “.

Dalam ketentuan perbankan yang berlaku hingga saat ini, belum

ditemukan secara tegas tentang bagaimana seharusnya bentuk perjanjian kredit

itu dibuat.

Dari definisi kredit yang dikemukakan dalam Undang-undang

Perbankan, maka elemen-elemen dari perjanjian kredit itu adalah :

a. Para pihak.

1) Undang-undang Perbankan mengemukakan bahwa pihak yang

diperbolehkan untuk menyalurkan atau menyediakan kredit adalah

badan tertentu saja yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan

bentuk usaha lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (Pasal 21

ayat (1) dan (2)).

2) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkannya, wajib mendapat izin usaha sebagai

bank umum atau perkreditan rakyat dari Menteri setelah mendengar

pertimbangan Bank Indonesia, kecuali kegiatan menghimpun dana dari

masyarakat tersebut diatur dalam Undang-undang tersendiri (Pasal 16).

b. Bunga.

Undang-undang Perbankan menentukan bahwa untuk perjanjian kredit ini

(6)

c. Batas maksimum pemberian kredit.

Di dalam Undang-undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Indonesia

menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,

pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang

serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok

peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang

sama dengan bank yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (1)).

d. Jaminan.

Jaminan merupakan pengamanan bagi pemberi kredit. Undang-undang

Perbankan menentukan bahwa yang dapat menjadi jaminan adalah

kelayakan proyek dan barang jaminan, serta hak tagih yang dibiayai

dengan kredit yang bersangkutan.

e. Jangka waktu.

Di dalam perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu, karena kredit

adalah pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan

kepada penyedia kredit.

f. Bentuk perjanjian kredit.

Di lingkungan perbankan perjanjian baku sudah lazim dipergunakan.

Perjanjian baku adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih

dahulu secara sepihak oleh kreditur dan ditawarkan kepada masyarakat

(7)

B. Fungsi Kredit

Dalam membahas fungsi kredit, kita tidak dapat melepaskan diri dan

falsafah yang dianut oleh suatu negara. Di negara-negara liberal tujuan kredit

didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip

ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan

pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan)

yang sebesar-besarnya.

Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh

keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada

nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul merasa yakin bahwa

nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan

kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut,

tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan

(profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan.

Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang

diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu betul-betul terjamin

pengembaliannya, sehingga keuntungan/profitability yang diharapkan itu dapat

menjadi kenyataan.

Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit

yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dan karena Pancasila adalah

sebagai dasar dan falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata

(8)

mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan

demikian maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank

pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development

adalah untuk :

1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan.

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna

menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat

memperluas usahanya.

Dari tujuan tersebut, tersimpul adanya kepentingan yang seimbang

antara:

1. Kepentingan pemerintah,

2. Kepentingan masyarakat (rakyat), dan

3. Kepentingan pemilik modal (pengusaha).

Bank-bank swasta seyogianya menyesuaikan diri dengan tujuan kredit

seperti tersebut di atas.

Berdasarkan kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan dan

ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara kita, maka secara umum dapat

dikemukakan bahwa kebijakan kredit perbankan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian kredit harus sesuai dan seirama dengan kebijakan moneter dan

(9)

2. Pemberian kredit harus selektif dan diarahkan kepada sektor-sektor yang

diprioritaskan.

3. Bank dilarang memberikan kredit kepada usaha-usaha yang diragukan

bank ability-nya.

4. Setiap kredit harus diikat dengan suatu perjanjian kredit (akad kredit). Di

sini tersirat pertimbangan yuridis dari revenue (penghasilan pemerintah

dengan adanya bea materai kredit).

5. Overdarft (penarikan uang dari bank melebihi saldo giro atau melebihi

plafon kredit yang disetujui) dilarang.

6. Pemberian kredit untuk pembayaran kembali kepada pemerintah dilarang

(kredit untuk membayar pajak dan bea cukai).

7. Kredit tanpa jaminan dilarang (pertimbangan keamanan dan safety).

Dalam kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang

peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank

selalu diikutsertakan dalam menentukan kebijakan di bidang moneter

pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lain. Hal ini antara lain

disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang

diberikan oleh bank yang mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala

bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi.

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan

perdagangan antara lain sebagai berikut :

(10)

a. Para pemilik uang/modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya

kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan

produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

b. Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada

lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada

perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan

pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel, sehingga apabila

pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel

maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Di samping itu kredit

perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran

uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula.

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang

Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku

menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi

meningkat. Di samping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran

barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli

barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian

tersebut uangnya berasal dari kredit. hal ini juga berarti bahwa kredit

tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.

(11)

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada

usaha-usaha antara lain :

a. Pengendalian inflasi,

b. Peningkatan ekspor, dan

c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Untuk menekan laju inflasi pada tahun 1966, yang lebih kurang berkisar

650%, melalui pemberian kredit yang selektif dan terarah, untuk

melindungi usaha-usaha yang bersifat nonspekulatif.

Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan

pembatasan kualitatif dan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di

ekspor. Kebijakan tersebut telah berhasil dengan baik.

5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusahaan

Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut,

namun ada kalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan.

Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi

kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut,

sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas

usahanya dan memberikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan

(12)

melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan

memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian

proyek-proyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula

tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka

pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional

Bank-bank besar di luar negeri mempunyai jaringan usaha, dapat

memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun

tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga

negara-negara yang telah maju mempunyai cadangan devisa dan tabungann

yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit

kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun.

Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan

ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan

hubungan internasional.

C. Hak dan Kewajiban Debitur dan Kreditur

Dalam penyebutan pihak yang berutang atau yang memberi utang

dalam bidang perbankan dikenal istilah Debitur atau Kreditur. Pasal 1 angka 2

dan 3 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang): menyebutkan:

(13)

Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

2. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau

undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan”

Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian

dijamin oleh undang-undang. Pengaturan tentang hak dan kewajiban kreditur

dan debitur dalam perjanjian mencerminkan sejumlah asas yang menjadi

prinsip-prinsip atau asas-asas perjanjian.

Dalam terminologi hukum, hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang

seharusnya diterima atau dilaksanakan atas suatu objek yang diperjanjikan.

Objek perjanjian dalam hukum perikatan merupakan sesuatu yang menjadi

tujuan para pihak. Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam hukum perikatan

disebut prestasi.

Adapun hak kewajiban debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit

meliputi:

1. Debitur:

a. Hak:

1) Menerima sejumlah dana yang dipinjam dari pihak kreditur.

2) Memakai dana sesuai dengan peruntukannya.

b. Kewajiban:

1) Melakukan pembayaran kredit sesuai dengan tanggal yang

disepakati

(14)

dalam membayar kredit.

3) Menyerahkan hak kebendaan dari benda jaminan hutang.

2. Kreditur:

a. Hak:

1) Menerima pembayaran hutang debitur.

2) Menetapkan sejumlah biaya dari proses hutang piutang debitur.

3) Menetapkan denda atas keterlambatan pembayaran debitur.

4) Menguasai objek jaminan hutang.

b. Kewajiban:

1) Menyerahkan sejumlah dana yang dipinjam oleh debitur.

2) Mengelola penguasaan hak kebendaan secara baik.

D. Penyelesaian Wanprestasi

Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek

hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan

kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka

perbuat.

Di dalam suatu perjanjian ada kemungkinan salah satu pihak tidak

melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang

telah mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak

melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan

(15)

pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang

diperjanjikan dalam perjanjian.

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan: “ Wanprestasi adalah berarti

ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus

dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa

Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan

pelaksanaan janji untuk wanprestasi”.13

Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa: “Apabila

dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa

yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.14

13 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1991, hal.

44.

Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya

yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang

(debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan

dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak

memenuhi prestasi.

Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh

salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian.

Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita

kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya

(16)

Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang

menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :

a. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian

b. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi

c. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi

d. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian

e. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti

rugi.

Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan

tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266

KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.

Dengan demikian berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, apabila satu

pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum

dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.

Ada berbagai model bagai para pihak yang tidak memenuhi

prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya.

Model-model wanprestasi tersebut menurut Munir Fuadi adalah sebagai

berikut:

a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi

(17)

c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.15

Subekti mengemukakan bahwa: Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan)

seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana

diperjanjikan

c. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat

d. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilaksanakannya.16

Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum

perjanjian dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan doktrin

pemenuhan prestasi substansial, yaitu suatu doktrin yang mengajarkan bahwa

sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna,

tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial,

maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna.

Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka

dia disebut tidak melaksanakan perjanjian secara material.

Berdasarkan hal tersebut, jika telah dilaksanakan substansial

performance terhadap perjanjian yang bersangkutan, tidaklah berlaku lagi

doktrin exceptio non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan

15 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya

(18)

bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penerapan model ini yakni sebagai upaya mencegah kerusakan hutan CAPC, menumbuhkan kawasan hutan CAPC yang lestari, merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan CAPC

[r]

Hasil: Uji statistik menunjukkan responden sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang definisi narkoba sebanyak 48 responden (55,2%), pengetahuan

Pengumpulan semua informasi yang berguna untuk melakukan penilaian terhadap mutu jurusan dan unit harus dilakukan melalui beberapa tahapan proses audit memerlukan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama Nomor 74 Tahun 2015 tentang Penerimaan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kreatif-Produktif mengajak siswa untuk membangun pengetahuan awal yang dimiliki dari suatu masalah yang

Setelah dilakukan pengujian pada Algoritma Genetika, maka selanjutnya adalah menguji untuk mengetahui output atau respon dari sistem dengan menggunakan data