• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur Termofilik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur Termofilik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Kementrian Pertanian Republik Indonesia, produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 32,5 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 1,5 juta ton dibandingkan pada tahun 2014 yang mencapai 31 juta ton [1].

Tabel 1.1 Kapasitas Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi

(juta ton)

19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 27.0 31.0 32.5

Eksport (juta ton)

15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 21.2 20.0 22.3

Kenaikan produksi akan berdampak pada meningkatnya volume limbah yang akan dihasilkan. Salah satu limbah hasil proses produksi minyak dari kelapa sawit adalah Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) atau Palm Oil Mill Effluent (POME). LCPKS merupakan kombinasi dari air buangan yang diproduksi dan dikeluarkan dari tiga sumber utama yaitu stasiun klarifikasi (60%), sterilisasi (36%) dan hidrosiklon (4%). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dari produksi satu ton tandan buah segar dihasilkan hampir 0,5-0,75 ton LCPKS [2]. LCPKS mengandung sejumlah asam amino, nutrisi anorganik (Na, K, Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, Cu, Co dan Cd), serat, senyawa nitrogen, asam organik bebas dan karbohidrat [3]. Terdiri atas 95-96% H2O, 0,6-0,7% minyak, 4-5% padatan dimana padatan tersuspensi sebesar 2-4%, pH 3,4-5,2 dan memiliki nilai Chemical dan Biological Oxygen Demand (COD dan BOD) yang tinggi [4]. Konsentrasi COD pada LCPKS berada di kisaran 45,000-65,000 mg/L dan BOD 18,000-48,000 mg/L [5].

(2)

produksi biogas. Biogas merupakan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, hasil dari proses dekomposisi anaerobik yang terdiri dari gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2) sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan hidrogen sulfida (H2S) [6].

Proses dekomposisi anaerob berlangsung dalam empat tahapan yaitu; hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis. Tahap hidrolisis merupakan tahap penguraian material organik seperti protein, selulosa, lemak, dan pati oleh bakteri menjadi molekul yang mempunyai berat molekul lebih kecil [7]. Tahap kedua adalah asidogenesis, pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil (VFA), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerik [8]. Selanjutnya adalah tahap asetogenesis, yaitu penguraian asam butirat dan propionat oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, gas H2, dan CO2. Produk yang dihasilkan dari tahap inilah yang nantinya akan menjadi bahan baku untuk menghasilkan gas metan yang berlangsung pada tahap selanjutnya yaitu tahap metanogenesis [9]

Setiap proses melibatkan kelompok bakteri yang berbeda yaitu bakteri fermentatif, asetogenik, dan metanogenik [10]. Pada masing-masing tahapan reaksi terdapat perbedaan kondisi optimum mikroorganisme, keberadaan oksigen dan pH,

sehingga apabila seluruh tahapan reaksi dilakukan pada satu digester, hasil yang

diperoleh kurang optimal. Penggunaan digester dua tahap dapat mengoptimalkan

biogas yang dihasilkan [11]. Dalam sistem dua tahap, mikroba hidrolisis-asidogenesis dan mikroba metanogenesis ditempatkan di dalam dua reaktor yang terpisah [12].

(3)
(4)

Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu untuk Menghasilkan VFA dari Proses Asidogenesis

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metode Hasil

Qian Li, Wei Qiao, aktif, dilangsungkan secara batch dengan suhu operasi termofilik (55 oC) dan mesofilik (35 oC).

Pada tahap asidogenesis, konversi COD menjadi VFA pada suhu termofilik lebih tinggi daripada suhu mesofilik, yaitu mencapai 35,8% pada suhu mesofilik dan

Menggunakan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan volume reaktor 1,5 L, pH tidak dikontrol, dilangsungkan pada temperatur mesofilik (30 dan 40 oC) dan termofilik (55 oC).

VFA yang teridentifikasi adalah asam asetat, format, propionat, butirat dan valerat. Laju produksi VFA pada temperatur mesofilik mencapai 48% sementara pada temperatur termofilik hanya mencapai 7%. pH divariasikan pada 5,0; 5,5 dan 6,0.

(5)

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam melangsungkan proses digestasi anaerobik diperlukan proses loading up yang bertujuan agar mikroorganisme yang berperan dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik. Proses loading up dilakukan dengan memvariasikan Hydraulic

Retention Time (HRT) yaitu interval waktu ketika substrat disimpan di dalam tangki

digester. Pada penelitian ini proses digestasi anaerobik yang dilakukan dibatasi hingga tahapan asidogenesis dengan VFA sebagai produk intermediet. Suhu merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri dalam proses penguraian COD menjadi VFA. Terdapat tiga rentang suhu, yaitu psikrofilik (15-25 oC), mesofilik (30-37 oC) dan termofilik (45-60 oC) [18]. Temperatur termofilik telah banyak digunakan dalam proses digestasi anaerobik dan memberikan beberapa keuntungan yaitu, laju penguraian bahan organik berlangsung lebih cepat, pemisahan antara padatan-cairan lebih efektif, dan berkurangnya mikroorganisme patogen. Namun penggunaan suhu termofilik memiliki kelemahan, diantaranya kualitas supernatan yang rendah dan proses yang kurang stabil akibat tingginya konsentrasi propionat yang terbentuk [19]. Pada penelitian ini, digunakan suhu termofilik (55 oC) untuk melihat pengaruhnya pada proses asidogenesis LCPKS. Faktor penting lain yang berperan dalam proses digestasi anaerobik adalah pH. Pada tahap asidogenesis, terdapat rentang pH untuk pertumbuhan mikroorganisme asidogenik, sehingga diperlukan variasi pH untuk mendapatkan konsentrasi VFA yang tertinggi.

Oleh karena itu beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (i) Bagaimana variasi HRT pada proses konversi LCPKS menjadi senyawa VFA pada temperatur termofilik, (ii) Bagaimana pengaruh variasi pH dan pH terbaik pada proses konversi LCPKS menjadi senyawa VFA pada temperatur termofilik.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh variasi HRT dan mendapatkan HRT target pada proses asidogenesis LCPKS pada temperatur termofilik.

(6)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT pada proses asidogenesis LCPKS pada temperatur termofilik

2. Memberikan informasi pengaruh variasi pH dan pH terbaik pada proses asidogenesis LCPKS pada temperatur termofilik.

3. Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis atau yang berhubungan.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan menggunakan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis

Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter. Adapun

variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tetap:

a. Starter yang berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya, yaitu proses

digestasi anaerobik tahapan asidogenesis, dimana starter yang digunakan paling awal berasal dari kolam pengasaman Pabrik Kelapa Sawit Torgamba PTPN III.

b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan: LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV.

c. Laju pengadukan tangki umpan : 300 rpm d. Temperatur fermentor: 55 oC

e. Laju pengadukan fermentor: 200 rpm 2. Variabel divariasikan:

a. Variasi HRT yaitu 20; 15; 10 dan 4 hari.

b. Variasi pH dari fermentor yaitu 4.5; 5.0; 5.5 dan 6.0

Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis pada bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun analisis cairan terdiri dari:

(7)

2. Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)

3. Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat) 4. Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)

5. Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat) 6. Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat) 7. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka) 8. Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi)

Gambar

Tabel  1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu untuk Menghasilkan VFA dari Proses Asidogenesis Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Metode

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan hal tersebut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

[r]

1(satu) berkas.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat

Apabila terdapat sivitas akademika yang terlibat dalam kegiatan tersebut, tidak diperbolehkan mengatasnamakan dan membawa properti/atribut perguruan tinggi, serta tidak

[r]

dengan ini menyatakan bahwa (isi nama perguruan tinggi) sanggup untuk memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan, menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan, dan

[r]